BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
The Global Burden of Disease Study menyatakan bahwa dari 291 penyakit
banyak dijumpai dengan angka prevalensi mencapai 49%. Akan tetapi, sekitar 80-
90% dari mereka yang mengalami LBP menyatakan tidak melakukan usaha
apapun untuk mengatasi timbulnya gejala tersebut. Dengan kata lain, hanya sekitar
(Kreshnanda, 2016).
mengakibatkan LBP adalah kekakuan dan spasme otot punggung oleh karena
aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya postur tubuh. Angka kejadian
LBP hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di
Inggris melaporkan 17,3 juta orang Inggris pernah mengalami nyeri punggung
pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1 juta mengalami kelumpuhan akibat
Low Back Pain (LBP) merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di
daerah pinggang bagian bawah. LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena LBP.
Lebih dari 70% umat manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP, dengan
pada otot skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari
nyeri yang ringan sampai nyeri yang sangat sakit. Otot yang menerima beban statis
secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan keluhan
harus bekerja non stop jam sehari. Dalam posisi duduk, berdiri (mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, berjalan) bahkan tidur, punggung harus bekerja keras
menyangga tubuh. Penyebab nyeri punggung bawah yang paling sering adalah
duduk terlalu lama, sikap duduk yang tidak tepat, postur tubuh yang tidak ideal
(improper), aktivitas yang berlebihan, serta trauma. Nyeri punggung lalu menjadi
merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang tidak ingin menggunakan
terapi obat dalam mengatasi nyerinya dan pasien yang merasa cemas karena masih
Slow stroke back massage adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk
nyeri dengan melakukan masase dan sentuhan. Masase dan sentuhan merupakan
Sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi.
dan membebaskan diri dari ketakutan serta stres akibat penyakit yang dialami dan
meningkatkan sirkulasi. Cara kerja dari slow stroke back massage ini
nyeri (Huda, 2015). Tehnik untuk melakukan slow-stroke back massage dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satu metode yang dilakukan adalah
4
dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan, dengan
kecepatan 60 kali usapan per menit. Tehnik ini sederhana dan mudah dilakukan,
dalam. Teknik relaksasi napas dalam adalah suatu bentuk tindakan keperawatan
yang mana perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas
dalam untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga) dan
nafas dalam dengan penurunan skala nyeri pada pasien appendiktomi di RS.
kutaneus slow-stroke back massage terhadap skala nyeri, stimulus kutaneus slow-
stroke back message dapat menurunkan skala nyeri dismenore pada mahasiswi
penyakit low back pain pada taun 2017 sebanyak 28 orang, tahun 2018 sebanyak
39 orang, tahun 2019 sebanyak 32 orang dan tahun 2020 sebanyak 31 orang.
Berdasarkan survey awal pada tanggal 14 -23 November 2020 terdapat 10 orang
orang dengan skala nyeri 5 dan 4 orang dengan skala nyeri 4. Hasil pra peneliti
yang dilakukan pada kelima responden dengan cara memberikan teknik relaksasi
nafas dalam sebanyak 5 orang dan teknik slow stroke back massage sebanyak 5
orang sesuai dengan Standar Operasional Prsedur (SOP) yang ada selama 10
menit pertama di diketahui bahwa terjadi penurunan skala nyeri yang berbeda
beda. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas maka peneliti tertarik meneliti
tentang perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back
massage terhadap skala nyeri pada penderita low back pain di Puskesmas
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih adanya penderita low
back pain yang mengalami nyeri di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi Rawas
C. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan teknik relaksasi
nafas dalam dan teknik slow stroke back massage terhadap skala nyeri pada
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back massage terhadap skala
nyeri pada penderita low back pain di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi
Rawas
6
2. Tujuan Khusus
relaksasi tarik nafas dalam pada penderita low back pain di Puskesmas
b. Diketahuinya rata – rata nilai skala nyeri sebelum dilakukan slow stroke
c. Diketahuinya rata – rata nilai skala nyeri setelah dilakukan teknik relaksasi
tarik nafas dalam pada penderita low back pain di Puskesmas Jayaloka
d. Diketahuinya rata – rata nilai skala nyeri setelah dilakukan slow stroke
stroke back massage terhadap skala nyeri pada penderita low back pain di
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
nyeri antara teknik relaksasi tarik nafas dalam dengan slow stroke back
massage pada penderita low back pain dan menjadi masukan pengalaman
7
tentang cara atau prosedur penelitian secara terencana atau sistematik. Hasil
penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
F. Keaslian Penelitian
1. Henni Septani (2013) dengan judul hubungan terapi relaksasi nafas dalam
Persamaan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti tentang teknik nafas
yaitu peneliti ingin mengetahui apakah teknik relaksasi nafas dalam atau
teknik slow stroke back massage yang lebih efektif dalam penurunan skala
2. Erna Melastuti, Lia Ulvi Avianti (2016) dengan judul Pengaruh Terapi Slow
Stroke Back Massage (SSBM) Terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi
Di RSI Sultan Agung Semarang. Hasil penelitian diperoleh nilai sig .001 (p <
0.05) dan nilai t-value -14.736 dengan perbedaan rerata sebelum dan sesudah
8
bermakna antara kualitas tidur sebelum dengan sesudah diberi terapi slow
stroke back massage. Persamaan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti
tentang slow stroke back massage dalam terhadap penurunan skala nyeri.
teknik relaksasi nafas dalam atau teknik slow stroke back massage yang lebih
efektif dalam penurunan skala nyeri, desain, uji analisis dan sampel berbeda.
tingkat nyeri dismenore sedang dengan skala nyeri 5,67 ± 1,56. Setelah
nyeri 4 ± 2,09. Kesimpulan dari penelitian ini adalah stimulus kutaneus slow-
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Nyeri
1. Pengertian
Tamsuri (2018) nyeri (rasa sakit yang sangat) adalah suatu gejala yang
sangat subjektif. Biasanya agak sulit melihat adanya nyeri kecuali dari
keluhan penderita itu sendiri. Sedangkan Qittun (2015) nyeri adalah suatu
International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu
akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul
Bare, 2018).
Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri
bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama
10
2. Klasifikasi Nyeri
berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
menghilang
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola
nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis
Alat ukur intensitas nyeri yaitu dengan skala nyeri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri (Tamsuri, 2018). Skala analogi visual sangat berguna dalam
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi
atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau
nyeri yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan
sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri “
skala 1 pasien dapat tersenyum, skala 2 bila pasien tenang (tidak gelisah) dan
skala 3 bila pasien tidur lebih nyaman. Nyeri sedang apabila skala nyeri dalam
rentang skala 4 sampai 6. Dimana skala 4 bila ekspresi wajah pasien tampak
kurang baik, skala 5 bila pasien mengeluh dan skal 6 bila pasien tampak
gelisah dan mengigit bibir. Sedangkan dikatakan nyeri hebat bila skala 7-10
dimana skala 7 ditanda wajah meringis, skala 8 pasien menangis dan sesak
nafas serta skala 9 dan 10 bila pasien tidak dapat diajak bicara dan tidak
mampu berkonsentrasi.
4. Fisiologi Nyeri
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung saraf besar dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secara optimal merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara
13
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang
5. Penyebab
berikut :
a. Thermik
b. Chemik
c. Mekanik
d. Elektrik
e. Psikogenik
f. Neurologik
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kultur
d. Makna nyeri
e. Perhatian
f. Ansietas
g. Pengalaman masa
h. Pola koping
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio
lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks
saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal. Nyeri
punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang
mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri
punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit
osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan
cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok,
berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai
untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat
Teory gate control dari Melzack & wall dalam Qittun (2017) mengusulkan
bahwa implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanaan
disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuat dan implus dihambat saat sebuah
16
11. Penatalaksanaan
(Tamsuri, 2018).
a. Farmakologis
ibuprofen selain memiliki anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan
b. Non Farmakologis
a. Masase Kulit
umum, dipusatkan pada bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau
memberikan pukulan kecil, massage atau cubitan besar pada kulit dan
otot.
b. Kompres
masase mandi air dingin atau panas, penggunaan selimut atau bantal
c. Imobilisasi
d. Distraksi
e. Relaksasi
beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal. Klien yang telah
nyeri
pukul, disayat
dan membuat tingkatnya. Smeltzer & Bare (2018), informasi yang diperlukan
pada skala verbal (misal tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau
sangat hebat; atau 0 sampai 10: 0= tidak ada nyeri, 10= nyeri sangat
hebat).
dan aktivitas santai). Nyeri akut berkaitan dengan ansietas dan nyeri
nyeri pasien yang dengan tenang melaporkan nyeri berat atau pada pasien
yang tidur nyenyak dengan cepat sebelum atau setelah melaporkan nyeri berat
tidak ada; keberadaan dari tanda-tanda ini tidak selalu berarti bahwa pasien
dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal
kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan.
tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Orang dapat
menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya
1. Pengertian
sampai 10 menit. Slow stroke back massage (SSBM) sangat mudah untuk
60 pijatan dalam satu menit dan dilakukan dalam waktu 3-10 menit (Mok &
Woo, 2016).
2. Indikasi
relaksasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mok dan Woo (2016) untuk
mengetahui efek dari slow stroke back massage (SSBM) terhadap nyeri bahu
yang dilakukan kepada pasien lansia dengan stroke dan menunjukkan adanya
pengurangan nyeri bahu dan ansietas pada pasien lansia tersebut serta
3. Kontra Indikasi
terbuka, kemerahan atau peradangan pada daerah punggung. Mok dan Woo
Stroke Back Massage (SSBM) adalah tidak ada riwayat gangguan pada tulang
4. Teknik Pelaksanaan
berlangsung selama 3 menit (Potter & Perry, 2015). Penelitian yang dilakukan
oleh Mok dan Woo (2016) memberikan 10 menit slow stroke back massage
5. Pelaksanaan
persiapan. Yang perlu diperhatikan antara lain persiapan alat, persiapan klien
dan persiapan lingkungan serta persiapan perawat (Potter & Perry, 2015).
a. Persiapan alat
Alat - alat yang dibutuhkan adalah selimut atau handuk untuk menjaga
Privasi klien dan aplikasi pada kulit (lotion atau bedak) untuk mencegah
b. Persiapan lingkungan
Persiapan yang dilakukan adalah mengatur tempat dan posisi yang nyaman
bagi klien. Selain itu mengatur cahaya, suhu dan suara di dalam ruangan
c. Persiapan klien
Persiapan klien yang dilakukan adalah mengatur posisi yang nyaman bagi
klien dan membuka pakaian klien pada daerah punggung serta tetap
d. Persiapan Perawat
Perawat perlu menjelaskan tujuan terapi kepada klien dan mencuci tangan
1) Aplikasikan lubrikan atau lotion pada bagian bahu dan punggung pasien
gerakan melingkar
4) Melanjutkan ke arah lengan atas dalam satu usapan lembut dan secara
dengan gerakan menggosok secara berirama dan perlahan. Efek dari massage
a. Efek Biomekanik
yaitu penurunan pada kekakuan otot. Penurunan pada kekakuan otot dapat
b. Efek Fisiologis
sisa-sisa metabolisme.
c. Efek Neurologi
Mekanisme massage dapat mengurangi nyeri adalah teori gate kontrol yang
mengaktifkan serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat.
Proses ini menurunkan transmisi impuls nyeri melalui serabut C dan delta-
Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mok dan
Woo (2016), bahwa intervensi slow stroke back massage (SSBM) selama
10 menit dapat menurunkan nyeri bahu pada lansia yang mengalami stroke
dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soeroso (2018) yang memberikan
d. Efek Psikofisiologis
oleh Mok dan Woo (2016) dimana lansia yang tinggal di rumah perawatan
1. Pengertian
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi tarik napas dalam
c. Menarik napas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan : 1, 2, 3
secara perlahan-lahan
l. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernapas secara dangkal dan
cepat.
3. Efek relaksasi
Potter & Perry (2015), mengatakan bahwa efek relaksasi antara lain:
perasaan damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan
dalam.
tarik napas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah.
tindakan yang dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa
ragu. Sementara Smeltzer & Bare (2018) menyatakan bahwa tujuan dari
efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu
yang dapat dirasakan oleh klien setelah melakukan teknik relaksasi tarik napas
Nyeri
Pembedahan
↓ Hormone Adrenalin
↓ Tekanan Darah
Nyeri
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemik. Selain itu melalui teknik relaksasi tarik napas
Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi tarik
napas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi tarik napas dalam
penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi
klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernapasan menjadi teratur. Hal ini
akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan akan menurunkan kadar
pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen (O2) dalam darah (Priharjo 2017).
merilekskan otot-otot yang tegang, melancarkan peredaran darah, dan limfe. Otot
yang tidak rileks akan mengganggu peredaran darah, pembuluh limfe, dan
persarafan. Bisa jadi pembuluh darah tertekan atau saraf-saraf terjepit. Akibatnya,
33
peredaran darah menjadi kurang lancar dan saraf menjadi kurang sensitif (Soeroso,
2018).
Terapi Slow stroke back massage merupakan salah satu treatment yang
dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan kaku. Slow stroke back
massage cara lembut membantu pasien merasa lebih segar, rileks, dan nyaman
selama proses operasi, namun terapi massage lebih banyak digunakan pada ibu
yang akan meakukan persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan, ibu yang dipijit
20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit.
Hal itu terjadi karena pijat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin
yang merupakan pereda sakit alami. Endorphin juga dapat menciptakan perasaan
nyaman dan enak. Dalam persalinan, pijat juga membuat ibu merasa lebih dekat
orang yang merawatnya. Sentuhan seseorang yang peduli dan ingin menolong
merupakan sumber kekuatan saat ibu sakit, lelah, dan kuat. Banyak bagian tubuh
ibu bersalin dapat dipijat, seperti kepala, leher, punggung, dan tungkai. Saat
Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila
skeletal dalam nyeri pascaoperasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktekkan bila
34
hanya di ajarkan sekali, segera sebelum operasi. Pasien yang sudah mengetahui
F. Kerangka Konsep
Terapi Relaksasi
Tarik Napas Dalam
Bagan 1
Kerangka Konsep
G. Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back
massage terhadap skala nyeri pada penderita low back pain di Puskesmas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi experiment, dengan desain eksperimen yang
digunakan adalah two group before after atau pre-test and post test group design.
Rancangan ini terdiri dari dua kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa
B. Kerangka Penelitian
Keterangan
Bagan 2
Kerangka Penelitian
C. Definisi Operasional
36
Tabel 1
Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Defenisi Alat Cara ukur Hasil Skala
ukur ukur
Variabel Independen
1 Terapi Terapi yng SOP Memberikan terapi 0 : Nominal
Relaksasi dilakukan sebanyak 1 kali Sebelum
Tarik dengan cara sehari selama 10 1 :
Nafas menghembusk menit selama 7 hari Setelah
Dalam an nafas sesuai
SOP selama 10
menit pada
pasien low
back pain
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek atau himpunan yang memiliki ciri yang
sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami low
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi
sebanyak 10–20 orang Maka pada penelitian ini sampel yang digunakan
sebanyak 10 orang yaitu 5 orang pada kelompok pemberian teri ralaksasi nafas
dalam dan 5 orang pada kelompok slow stroke back massage dengan kriteria
1. Pengumpulan Data
pasien seberapa nyeri yang dirasakan oleh pasien sebelum diberikan tindakan
dengan menggunakan skala VAS dengan rentng 0 – 10. Terapi massage dan
terapi ralaksasi tarik nafas dalam menggunkan data primer dimana peneliti
Pelaksanaan terapi relaksasi nafasa dalam dan terapi slow stroke back
nafas dalam dan terapi slow stroke back massage (SSBM) kemudian peneliti
melakukan relaksasi nafas dalam dan terapi slow stroke back massage (SSBM)
kepada responden selama 10 menit. Terapi relaksasi nafas dan terapi slow stroke
back massage (SSBM) dalam dilakukan selama 7 hari secara berturut – turut
dan pada hari ke-7 dilakukan pengukuran nyeri setelah diberikan terapi relaksasi
napas dalam dan terapi slow stroke back massage (SSBM). Adapun langkah –
langkahnya yaitu ;
2. Pengelolahan Data
a. Editing
Dilakukan untuk meneliti kembali data yang terkumpul apakah telah sesuai
b. Coding
Pada tahap ini dilakukan pemberian kode terhadap data yang terkumpul
c. Processing
40
d. Cleaning
ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses
e. Tabulating
3. Analisa Data
a. Analisis Univariat
P=F/N x 100 %
Keterangan :
Dari rumus diatas kualitas proporsi didapat dalam bentuk persentase yang
b. Analisis Bivariat
sebelum dan sesudah dilakukan terapi massage dan terapi relaksasi nafas
dalam, digunakan uji statistik uji t independen dengan tingkat keyakinan 95%
atau a 0,05 dan bila ῤ ≤ 0,05 berarti ada perbedaan sedangkan bila ῤ > 0,05
X1 - X2
S/ √n
Keterangan
S : Standar deviasi
n : Sampel
nafas dalam dengan terapi slow stroke back massage maka uji statistik yang
BAB IV
A. Hasil Penelitian
ijin penelitian dari STIKes Bhakti Husada untuk di lanjutkan ke pihak Puskesmas
Jayaloka Kabupaten Musi Rawas. Desain penelitian dengan pedekatan pre test
and post test dengan metode eksperimental klinis dimana peneliti melihat skala
nyeri pada pasien low back pain sebelum dilakukan treatment dan mengukur
kembali skala nyeri setelah dilakukan treatment dengan alat ukur skala nyeri
Bourbanis dengan rentang skala 0 – 10. Sampel dalam penelitian hanya 10 orang
dimana 5 orang dengan pemberian terapi relaksasi nafas dalam dan 5 orang
dengan terapi massage. Tujuan penelitian ini peneliti ingin melihat terapi apa
yang paling efektif dalam menurunkan skala nyeri. Pengolahan analisis data
dilakukan dengan uji t independen dn paired t test melalui program SPSS versi
16 for windows.
1. Analisis Univariat
Tabel 2
44
perubahan skala nyeri antara sebelum dan setelah diberikan terapi relaksasi
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Dilakukan Terapi
Slow Stroke Back Massage Pada Pasien Low Back Pain
Di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi Rawas
Skala Nyeri Sebelum Skala Nyeri Setelah Selisih
6 3 3
5 3 2
6 3 2
5 3 2
5 2 2
diberikan terapi slow stroke back massage (SSBM) dimana nilai minimum
penurunan skala nyeri 2 orang dan nilai tertinggi 3 dalam. Berdasarkan skala
45
bournes diketahui bahwa sebelum diberikan terapi nyeri berada pada kategori
nyeri sedang, setelah diberikan terapi SSBM nyeri menurun menjadi kategori
nyeri ringan. .
Tabel 4
Rata – Rata Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Dilakukan Terapi Slow
Stroke Back Massage Pada Pasien Low Back Pain
Di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi Rawas
Skala Nyeri Mean Minimum - Maximum SD
Sebelum 5, 40 5–6 0, 548
Setelah 2, 80 2–3 0, 447
SD = Standar Deviasi
SSBM rata–rata skala nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri sedang)
terapi SSBM rata – rata skala nyeri menjadi 2,80 (kategori nyeri ringan)
Tabel 5
Rata – Rata Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Dilakukan Terapi
Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Low Back Pain
Di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi Rawas
relaksasi nafas dalam rata–rata skala nyeri responden adalah 4,80 (kategori
46
nyeri sedang) dengan skala minimum 4 dan skala maximum 6 namun setelah
diberikan terapi relaksasi nafas dalam rata – rata skala nyeri menjadi 4,00
2. Analisis Bivariat
pada variabel independen dan dependen. Pada penelitian ini analisis bivariat
dilakukan terapi relaksasi nafas dalam dengan terapi SSBM pasien low back
pain di Puskesmas Jayaloka. Pada analisis ini juga dilakukan uji paired sampel
t – test untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi nafas dalam dan terapi
SSBM terhadap skala nyeri pada pasien LBP. Hasil analisis dapat dilihat pada
Tabel 6
Pengaruh Skala Nyeri Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Terapi
Relakasi Nafas Dalam dan Terapi SSBM Pada Pasien LBP
Di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi Rawas
Skala Nyeri Mean Standar T P value
Deviasi hitung
Terapi Relaksasi Nafas Dalam
Sebelum – Setelah 0, 8 0, 44 1 0,016
Terapi SSBM
Sebelum – Setelah 2, 6 0, 54 10 0, 000
Uji statistik = uji paired sampel t test
didapatkan hasil bahwa pada terapi relaksasi nafas dalam sebelum dan setelah
47
dengan p value 0,016 atau p < 0,05 artinya da pengaruh terapi relaksasi nafas
Sedangkan pada kelompok pemberian terapi SSBM diketahui nilai p 0,00 atau
p < 0,05 artinya ada pengaruh terapi SSBM terhadap skala nyeri pada
Tabel 7
Perbedaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Teknik SSBM Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien LBP di Puskesmas Jayaloka
Skala Nyeri Levenes’s Test For T- test for equality of
Equality of Variances Means
F Sig t p
Sebelum -Setelah 0,86 0, 777 3,20 0,012
massage menggunakan uji statistik inependen sampel t test, uji ini digunakan
didapatkan bahwa p value 0,012 (p < 0,05) artinya terdapat perbedaan skala
nyeri yang diberikan terapi relaksasi nafas dalam dengan terapi SSBM pada
B. Pembahasan
perubahan skala nyeri antara sebelum dan setelah diberikan terapi relaksasi
nyeri
terapi relaksasi nafas dalam rata–rata skala nyeri responden adalah 4,80
namun setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam rata – rata skala nyeri
menjadi 4,00 (kategori nyeri sedang) dengan skala minimum 3 dan skala
didapatkan hasil bahwa pada terapi relaksasi nafas dalam sebelum dan setelah
dengan p value 0,016 atau p < 0,05 artinya da pengaruh terapi relaksasi nafas
dilakukan terapi dilakukan pada saat pagi hari dimana pasien sebelum minum
obat, hal ini dilakukan untuk memperkecil faktor perancu atau mencegah hasil
nyeri, otot merasa tegang, merasa cemas ketika nyeri lebih terasa ketika
5 menit dengan interval 1 menit. Hal ini dilakukan agar responden dapat
Selain itu peneliti menjaga suasana kamar agar responden tampak rileks dan
tenang hal ini dapat mempengaruhi hasil pengukurang skala nyeri. Setelah
sakit yang dideritanya dan tidak merasa cemas, nyeri sedikit berkurang ketika
melakukan pergerakan.
yaitu teknik relaksasi nafas dalam, teknik relaksasi ini sendiri merupakan
ketengangan dan kecemasan. Potter & Perry (2016), mengatakan bahwa efek
Priharjo (2019), pada saat dilakukan terapi relaksasi nafas dalam maka
pasca operasi. Teknik relaksasi mungkin perluh diajarkan beberapa kali agar
mencapai hasil yang optimal. Klien yang telah mengetahui teknik ini mungkin
terhadap nyeri. Faktor jenis kelamin, responden pada penelitin ini tingkat
persepsi pria terhadap nyeri berbeda dengan wanita , wanita lebih sensitife
terhadap rangsangan nyeri dan pria lebih kuat menahan rasa nyeri seperti
2. Terapi SSBM
terapi SSBM rata–rata skala nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri
diberikan terapi SSBM rata – rata skala nyeri menjadi 2,80 (kategori nyeri
diberikan terapi slow stroke back massage (SSBM) dimana nilai minimum
penurunan skala nyeri 2 orang dan nilai tertinggi 3 dalam. Berdasarkan skala
bournes diketahui bahwa sebelum diberikan terapi nyeri berada pada kategori
nyeri sedang, setelah diberikan terapi SSBM nyeri menurun menjadi kategori
nyeri ringan. .
mereka rasakan sejak 1-3 tahun yang lalu. Responden mengatakan banyak
cara yang sudah mereka lakukan untuk mengatasi nyeri LBP yang mereka
ramuan yang mereka tumbuk dan kemudian di tempelkan di area yang terasa
dikarenakan tipe nyeri LBP termasuk nyeri kronis di mana klien sudah pernah
merasakan nyeri sebelumnya dan berlangsung lebih dari 6 bulan. Skala nyeri
pengalaman yang bersifat pribadi, serta dipengaruhi oleh faktor usia, dan
nyeri berikutnya.
Selain itu sdanya perbedaan sensasi nyeri yang dirasakan para lansia
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah lamanya
lebih dahulu akan merasakan nyeri sedang saja, karena responden sudah
sering merasakan nyeri Faktor kedua adalah usia dimana nyeri sedang terjadi
responden mengalami penurunan skala nyeri, hal ini dapat dilihat pada tabel 4
nyeri responden adalah 5,40 (kategori nyeri sedang) dengan skala minimum 5
dan skala maximum 6 namun setelah diberikan terapi SSBM rata – rata skala
nyeri menjadi 2,80 (kategori nyeri ringan) dengan skala minimum 2 dan skala
maximum 3.
terapi slow stroke back massage skala nyeri tingkat ringan dari tingkat sedang
Artinya adanya penuruanan sensari nyeri antara sebelum dan setelah dan terapi
slow stroke back massege terbukti dapat menurunkan sensasi nyeri. Setelah
sakit yang dideritanya dan tidak merasa cemas, nyeri sedikit berkurang ketika
melakukan pergerakan.
nyeri pada gerbang (gate) dan teori Endorphin yaitu menurunnya intensitas
pemberian terapi back massage dapat merangsang serabut A beta yang banyak
terdapat di kulit dan berespon terhadap masase ringan pada kulit sehingga
impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga pintu gerbang menutup
diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall, 2017). Di samping itu, sistem
54
merupakan morfin alami tubuh sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi
penurunan sensari nyeri setelah diberikan terapi slow stroke back massege
disebabkan karena terapi slow stroke back massege memberikan relaksasi pada
Massage
inependen sampel t test, didapatkan bahwa p value 0,012 (p < 0,05) artinya
terdapat perbedaan skala nyeri yang diberikan terapi relaksasi nafas dalam
pada tingkat nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Penurunan nilai intensitas
nyeri dan perlakuan yang diberikan sama karena nyeri bersifat individu
sehingga respons yang terjadi setelah perlakuan tidak dapat disamakan dengan
55
orang lain. Perbedaan nyeri yang adekuat atau tidak di masa lalu akan
memengaruhi reaksi individu terhadap nyeri. Jadi jika nyerinya teratasi dengan
cepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri di
masa mendatang dan dapat mentoleransi nyeri dengan lebih baik. Namun jika
individu pernah mengalami nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas dan
bahkan rasa takut dapat muncul yang dapat menguatkan persepsi terhadap
nyeri. Akibatnya dengan tindakan tertentu untuk mengurangi nyeri kadang sulit
koping terhadap efek fisik dan psikologis dari nyeri seperti berkomunikasi
control, yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan memblok transmisi nyeri pada
stroke back massage, maka serabut saraf A beta yang banyak terdapat di kulit
akan terangsang sehingga pintu gerbang tertutup dan stimulus nyeri tidak
intensitas dan nilai skala nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian. Dengan
mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yaitu serat saraf bermielin
yang besar sehingga mengantarkan impuls ke sistem saraf pusat jauh lebih
cepat dan lebih besardari pada serabut A delta atau serabut C yang, sehingga
sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry,
2005).
Begitu juga dengan penelitan yang dilakukan Mok E& Woo CP (2004),
adanya penurunan kecemasan dan intensitas nyeri bahu pada lansia yang di
rawat di rumah sakit dengan stroke serta perubahan positif pada denyut jantung
dan tekanan darah, yang mengindikasikan relaksasi pada lansia yang diberikan
kutaneus slow stoke back massage, seluruh lansia mengalami penurunan skala
nyeri. Pada penelitian ini, setelah diberikan stimulus kutaneus slow stroke back
masa lalu terhadap nyeri, usia, budaya, ansietas, makna nyeri dan gaya koping
(Potter & Perry, 2005). Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat
yang dilakukan oleh Mok & Woo (2004) membuktikan adanya pengaruh
dan intensitas nyeri bahu pada lansia yang dirawat di rumah sakit dengan
58
strokeserta perubahan positif pada denyut jantung dan tekan darah, yang
efektifitas dari stimulus kutaneus slow stroke back massage pada lansia yang
perilaku gelisah scoring guide. Penanganan nyeri pada lansia yang mengalami
lambung, diare dan retensi cairan. Sehingga diharapkan perawat dan lansia
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi tarik napas dalam
dengan judul hubungan terapi relaksasi nafas dalam dengan penurunan skala
didapatkan hubungan dimana nilai p value < 0,005. Penelitian Erna Melastuti,
59
Lia Ulvi Avianti (2016) terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna
antara kualitas tidur sebelum dengan sesudah diberi terapi slow stroke back
massage.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori Priscillaa, Esi Afriyantia (2016)
dismenore ringan dengan skala nyeri 4 ± 2,09. Kesimpulan dari penelitian ini
BAB V
60
A. Simpulan
relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back massage terhadap skala nyeri
pada penderita low back pain di Puskesmas Jayaloka. maka dapat ditarik
nyeri 4,80 pada penderita low back pain di Puskesmas Jayaloka Kabupaten
Musi Rawas
2. Responden sebelum dilakukan terapi SSBM rata-rata skala nyeri 5,40 pada
3. Responden setelah dilakukan terapi relaksasi nafas dalam rata-rata skala nyeri
4,00 pada penderita low back pain di Puskesmas Jayaloka Kabupaten Musi
Rawas
4. Responden setelah dilakukan terapi SSBM rata-rata skala nyeri 2,80 pada
5. Ada perbedaan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik slow stroke back
massage terhadap skala nyeri pada penderita low back pain di Puskesmas
B. Saran
61
1. Secara Teoritis
untuk melatih terapi slow stroke back massage untuk menurunkan skala nyeri.
meneliti tentang faktor lain yang dapat menurunkan skala nyeri. Selain itu
hasil penelitian ini dapat dimasukan dan menambah bahan ajar kedalam mata
2. Secara Praktis
mahasiswa untuk melatih terapi SSBM untuk menurunkan skala nyeri. Terapi
ralaksasi nafas dalam maupun terapi SSBM. Terapi relaksasi nafas dalam
terapi relaksasi nafas dalam sehingga pasien dapat melakukan terapi relaksasi