Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH TERAPI BRAINWAVE ENTRAINMENT DENGAN

STIMULASI BINAURAL BEATS AUDIOTORY TERHADAP NYERI


PADA LANSIA DENGAN GOUT ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ALIANYANG KOTA PONTIANAK

Luki Masriansyah1, Sukarni2, Ichsan Budiharto3


1
Mahasiswa Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
(Luki.Masriansyah@gmail.com)
2
Dosen Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
3
Staff Rumah Sakit Soedarso Pontianak dan Dosen Program Studi Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Latar belakang : Gout Arthritis (GA) merupakan gangguan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) yang
dimanifestasikan dengan nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan lanjut usia
(lansia) untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan
sehingga dapat menurunkan aktivitas dan produktivitas lansia. Terapi Brainwave
Entrainment (BWE) dengan stimulasi Binaural Beats Audiotory (BBA) dapat
diberikan untuk mengatasi nyeri.
Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi BWE dengan stimulasi BBA terhadap nyeri
pada lansia dengan GA di wilayah kerja Puskesmas Alianyang Kota Pontianak.
Metode : Penelitian kuantitatif menggunakan desain Quasi Experiment Pre and
Post Test Nonequivalent Control Group Design dengan teknik Nonprobability
Sampling yaitu Purposive Sampling. Jumlah sampel 48 responden yang dibagi ke
dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisa
data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.
Hasil : Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin penderita GA
terbanyak adalah perempuan (62,5%), dengan usia pada lansia 60-74 tahun
(elderly age) (58,3%), yang diikuti tingkat pendidikan SMP (39,6%) dan
didominasi oleh pekerjaan IRT (35,4%). Analisa Bivariat Wilcoxon pada
kelompok intervensi diperoleh nilai p value 0,001 dan pada kelompok kontrol p
value 0,157. Hasil uji Mann-Whitney didapatkan hasil p value 0,001.
Kesimpulan : Terjadi pengaruh setelah dilakukan terapi BWE dengan stimulasi
BBA terhadap nyeri pada lansia dengan GA.

Kata Kunci : Intensitas Nyeri, Lansia, Gout Arthritis, Brainwave Entrainment


THE EFFECT OF BRAINWAVE ENTRAINMENT THERAPY WITH
BINAURAL BEATS AUDIOTORY STIMULATION ON PAIN IN ELDERLY
WITH GOUT ARTHRITIS IN THE ALIANYANG PUBLIC HEALTH
CENTER OF PONTIANAK CITY

Luki Masriansyah1, Sukarni2, Ichsan Budiharto3

1
Nursing Student in the Department of Nursing, Faculty of Medicine Tanjungpura
University
(Luki.Masriansyah@gmail.com)
2
Nursing Lecturer in the Department of Nursing, Faculty of Medicine Tanjungpura
University
3
Staff in the Soedarso Hospital and Nursing Lecturer in the Department of Nursing,
Faculty of Medicine Tanjungpura University

ABSTRACT

Background: Gout Arthritis (GA) is a metabolic disorder characterized by an


increase in uric acid levels in the blood (hyperuricemia). Pain is a clinical
manifestation caused by GA. Pain interferes with the ability of the elderly to rest,
concentrate, and activities that are commonly done so as to reduce the activity
and productivity of the elderly. Brainwave Entrainment (BWE) therapy with
Binaural Beats Audiotory (BBA) Stimulation can be given to treat pain.
Purpose: To know the effect of BWE therapy on BBA stimulation on pain in
elderly with GA in the Alianyang Public Health Center, Pontianak City.
Method: Quantitative research in used the Quasi Experiment Pre and Post
Nonequivalent Control Group Design research with the Nonprobability Sampling
technique, that is Purposive Sampling. The sample of 48 respondents was divided
into two groups, there are the intervention group and the control group. Data
analysis used the Wilcoxon test and Mann-Whitney test.
Results: The characteristics of respondents based on the sex of GA patients were
mostly women (62.5%), aged 60-74 years (58.3%), followed by junior high
school education level (39.6%) and dominated by IRT jobs (35.4%). Bivariate
Wilcoxon analysis in the intervention group obtained p value 0.001 and in the
control group p value 0.157. The Mann-Whitney test results obtained p value
0.001.
Conclusion: There was changed in pain intensity after BWE therapy with BBA
stimulation in elderly with GA.

Keywords : Pain Intensity, Elderly, Gout Arthritis, Brainwave Entrainment.


PENDAHULUAN data yang diperoleh dari Puskesmas
Gangguan muskuloskeletal Alianyang pada tahun 2017 kunjungan
mewakili ancaman global terhadap penyakit GA berjumlah 2.457 orang.
proses penuaan dan menempati Nyeri yang terjadi pada lansia
peringkat kedua penyebab paling akan memiliki dampak fisiologis
umum kecacatan di seluruh dunia. Hal seperti peningkatan frekuensi
tersebut diukur berdasarkan Years respirasi, vasokonstriksi perifer,
Lived with Disability (YLDs) / tahun peningkatan gula darah, peningkatan
hidup dengan kecacatan. Lower and kekuatan otot, penurunan motilitas
Middle Income Countries (LMICs) / gastrointestinal, dilatasi pupil, muka
negara-negara berpenghasilan pucat, napas cepat, pernyataan verbal
menengah dan rendah sangat rentan (menangis, mendengkur, meringis,
terhadap beban penyakit menggigit bibir dan gelisah),
muskuloskeletal. Secara signifikan, imobilisasi, ketegangan otot,
yang paling berkontribusi terhadap peningkatan gerakan tangan dan
beban kecacatan secara global yang menurunnya kontak/interaksi sosial
terkait dengan sistem muskuloskeletal (fokus dengan nyeri, menghindari
adalah penyakit arthritis[1]. Gout percakapan)[6]. Nyeri mengganggu
Arthritis (GA) merupakan gangguan kemampuan seseorang untuk
inflamasi akut yang ditandai dengan beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan
adanya nyeri akibat penimbunan yang biasa dilakukan[7]. Dalam
kristal monosodium urat (MSU) pada keadaan nyeri, lansia cenderung
persendian maupun jaringan lunak di membatasi segala aktivitas fisik yang
dalam tubuh. GA merupakan satu di dilakukannya karena lansia
antara masalah kesehatan yang cukup beranggapan aktivitias tersebut dapat
dominan di berbagai negara, baik di memperburuk keadaan. Membatasi
negara-negara maju maupun di aktivitas fisik karena nyeri adalah
negara-negara berkembang[2]. strategi alami yang sering dilakukan
oleh lansia untuk kondisi nyeri
Angka kejadian nyeri sendi di tertentu. Namun, dalam kasus nyeri
dunia pada usia 45-64 tahun sebesar arthritis membatasi aktivitas fisik
30,3 % dan pada usia ≥ 65 tahun dapat menyebabkan pembatasan
dilaporkan sebanyak 49,7%[3]. Di siklus, menurunkan partisipasi, dan
Indonesia, nyeri sendi adalah satu di menyebabkan kecacatan yang lebih
antara dari 12 penyakit tidak menular besar[8].
dengan angka kejadian sebesar Satu di antara tugas keperawatan
24,7%[4]. Kalimantan Barat tercatat 14 lansia dalam meningkatkan kualitas
Kabupaten dan Kota, angka kejadian hidup lansia adalah dengan mengatasi
nyeri sendi serupa dengan kasus gangguan kesehatan yang umum
arthritis tertinggi adalah Kota terjadi pada lansia. Perawat berperan
Pontianak dengan jumlah persentase dalam mengidentifikasi kebutuhan-
28,3%[5]. Studi pendahuluan yang kebutuhan pasien dan membantu serta
dilakukan oleh peneliti di UPTD menolong pasien dalam memenuhi
Pontianak Kecamatan Kota Pontianak, kebutuhan tersebut termasuk dalam
yaitu Puskesmas Kampung Bali dan manajemen nyeri[9]. Manajemen nyeri
Puskesmas Alianyang Kota Pontianak mempunyai beberapa tindakan atau
prosedur baik secara farmakologis limbic aktif secara otomatis
maupun non farmakologis. Prosedur mempengaruhi saraf otonom yang
secara farmakologis dilakukan dengan disampaikan ke thalamus dan kelenjar
pemberian analgesik, yaitu untuk hipofisis dan muncul respon terhadap
mengurangi atau menghilangkan rasa emosional melalui feedback ke
nyeri[10]. kelenjar adrenal untuk menekan
Pemberian terapi farmakologis pengeluaran hormon stres sehingga
terus menerus menyebabkan seseorang menjadi rileks[14]. Dalam
ketergantungan dan mengganggu kerja keadaan rileks, secara alamiah akan
beberapa organ pada tubuh lanjut memicu pengeluaran hormon endorfin,
usia[11]. Adapun metode mengontrol hormon ini merupakan analgesik alami
nyeri dengan pendekatan non- dari tubuh sehingga nyeri akan
farmakologis biasanya mempunyai berkurang[15]. Relaksasi membuat
risiko yang sangat rendah. Meskipun pasien dapat mengontrol diri ketika
tindakan tersebut bukan untuk terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,
pengganti obat-obatan, tindakan stres fisik dan emosi pada nyeri[6].
tersebut diperlukan untuk Berdasarkan uraian tersebut,
meningkatkan kemampuan pasien peneliti tertarik untuk melakukan
dalam mempersingkat episode nyeri penelitian mengenai Pengaruh Terapi
yang dirasakan. Terapi non- Brainwave Entrainment dengan
farmakologis yang dapat dilakukan Stimulasi Binaural Beats Audiotory
adalah dengan cara pemberian terapi terhadap Nyeri pada Lansia dengan
Brainwave Entrainment (BWE). Gout Arthritis di Wilayah Kerja
Brainwave Entrainment Puskesmas Alianyang Kota Pontianak.
(BWE) adalah suatu proses yang
menyinkronkan atau menjembatani METODE PENELITIAN
gelombang otak alami dengan Penelitian ini merupakan
frekuensi stimulasi eksternal dengan penelitian kuantitatif yang bersifat
penggunaan ritme rangsangan yang non-desain khusus dengan pendekatan
menginduksi respon gelombang otak quasy experiment pre-post test
agar sesuai dengan frekuensi stimulus nonequivalent control group design.
yang biasanya dilakukan dengan Penelitian ini dilakukan dari tanggal
menggunakan auditori atau visual di 22 Oktober – 05 November 2018 di
alam[12]. Dalam dekade terakhir, Wilayah Kerja UPK Puskesmas
teknologi BWE dengan Binaural Alianyang Kota Pontianak. Responden
Beats Audiotory (BBA) telah yang dijadikan sampel dalam
difokuskan dan disarankan karena penelitian ini berjumlah 48 orang
memiliki manfaat yang positif dengan 24 orang kelompok intervensi
khususnya di bidang kesehatan karena dan 24 orang kelompok kontrol. Pada
merupakan relaksasi yang sangat baik penelitian ini kelompok intervensi
untuk mengatasi stres jangka panjang diberikan terapi BWE (Theta Waves)
dan penghilang rasa nyeri[13]. dengan stimulasi BBA selama 15
Relaksasi rangsangan atau unsur menit menggunakan headphone stereo
irama dan nada masuk ke canalis dalam waktu 5 hari berturut-turut dan
auditorius di hantar sampai ke pada kelompok kontrol diberikan
thalamus sehingga memori di sistem penyuluhan kesehatan beserta leaflet
tentang GA. Sebelum dan setelah dari penelitian yakni menarik kembali
dilakukan intervensi, responden kesediaannya untuk ikut dalam
dilakukan pretest dan posttest skala penelitian dan tidak terjangkau oleh
nyeri. Pengambilan sampel peneliti. Alat ukur yang digunakan
menggunakan teknik nonprobability dalam penelitian ini adalah lembar
sampling dengan menggunakan observasi nyeri Visual Analogue Scale
metode purposive sampling. (VAS).
Kriteria inklusi dalam penelitian Analisa univariat dalam
ini adalah responden lansia yang penelitian ini berdasarkan data
bersedia menandatangani lembar karakteristik responden yaitu meliputi
persetujan penelitian (informed usia, jenis kelamin, pendidikan,
consents), memiliki pendengaran yang pekerjaan, dan nyeri. Sedangkan untuk
baik (pada pretest dilakukan analisa bivariat dalam penelitian ini
pemeriksaan pendengaran uji Tes menggunakan uji Wilcoxon pada
Rinne) dan dapat berkomunikasi kelompok intervensi maupun pada
dengan baik, responden dengan skala kelompok kontrol karena data pada
nyeri sedang (4-6) dan skala nyeri masing-masing kelompok tersebut
berat (7-10), belum pernah dilakukan terdistribusi tidak normal. Analisis
terapi BWE dengan Stimulasi BBA untuk mengetahui perbedaan antara
sebelumnya dan mendapat obat dari kelompok intervensi dan kelompok
puskesmas. Sedangkan kriteria kontrol menggunakan uji Mann-
eksklusinya adalah responden yang Whitney karena distribusi data pada
menderita penyakit sistemik berat, kelompok intervensi dan kontrol tidak
menderita epilepsi dan drop out (DO) normal.

HASIL PENELITIAN
Analisa univariat
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, dan
Riwayat Gout Arthritis (n=48)
Intervensi Kontrol Total
Variabel
f % f % f %
Jenis Kelamin Laki-laki 7 29.2 11 45.8 18 37.5
Perempuan 17 70.8 13 54.2 30 62.5
Usia 45-59 (middle) 9 37.5 10 41.7 19 39.6
60-74 (elderly) 14 58.3 14 58.3 28 58.3
75-90 (Old) 1 4.2 0 0 1 2.1
Pendidikan SD 3 12.5 5 20.8 8 16.7
SMP 8 33.3 11 45.8 19 39.6
SMA 7 29.2 6 25.0 13 27
PT 6 25.0 2 8.3 8 16.7
Pekerjaan IRT 9 37.5 8 33.3 17 35.4
Buruh 5 20.8 3 12.5 8 16.7
Pedagang 4 16.7 9 37.5 13 27
Petani 0 0 1 4.2 1 2.1
Peternak 0 0 1 4.2 1 2.1
Pensiunan 6 25.0 2 8.3 8 16.7
Riwayat GA Ya 24 100 24 100 48 100
Tidak 0 0 0 0 0 0
Sumber: Data primer yang sudah diolah (2018)
Tabel 2 Karakteristik Skala Nyeri Responden Sebelum dan Sesudah pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol (n=48)
Kelompok Skala Nyeri Pretest Posttest
f % f %
Intervensi Nyeri Ringan (1-3) 0 0 23 95.8
Nyeri Sedang (4-6) 8 33.3 1 4.2
Nyeri Berat Terkontrol (7-10) 16 66.7 0 0
Nyeri Berat Tidak Terkontrol (>10) 0 0 0 0
Kontrol Nyeri Ringan (1-3) 0 0 0 0
Nyeri Sedang (4-6) 17 70.8 19 79.2
Nyeri Berat Terkontrol (7-10) 7 29.2 5 20.8
Nyeri Berat Tidak Terkontrol (>10) 0 0 0 0
Sumber: Data primer yang sudah diolah (2018)

Analisa Bivariat
Tabel 3 Perubahan Skala Nyeri pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=48)
Kelompok Median Min-Max P value
Pretest 7 6-8 0.001
Intervensi
Posttest 2 1-4

Kontrol Pretest 6 5-8


0.157
Posttest 6 5-8
Sumber: Uji Wilcoxon (p<0,05)

Tabel 4 Perbedaan Skala Nyeri pada Kelompok Intervensi dan Kontrol (n=48)
Kelompok f Median Min-Max P value
Intervensi 24 2 1-4 0.001
Kontrol 24 6 5-8
Sumber: Uji Mann-Whitney (p<0,05)

Berdasarkan analisis pada tabel dengan jumlah total keseluruhan


1 dapat dilihat bahwa jumlah adalah 48 responden (100%).
responden terbanyak yaitu berjenis Berdasarkan analisis pada tabel
kelamin perempuan dengan total 30 2 didapatkan hasil skala nyeri pada
responden (62,5%). Berdasarkan usia, kelompok intervensi sebelum
responden yang terbanyak adalah 60- diberikan terapi sebagian besar
74 tahun (elderly) dengan jumlah total responden mengalami nyeri sedang (4-
keseluruhan adalah 28 responden 6) yaitu sebanyak 8 responden
(58,3%). Berdasarkan tingkat (33,3%) kemudian sebanyak 16
pendidikan, responden yang terbanyak responden (66,7%) mengalami nyeri
adalah SMP (Sekolah Menengah berat terkontrol (7-10). Setelah
Pertama) dengan jumlah total diberikan intervensi, didapatkan hasil
keseluruhan adalah 19 responden skala nyeri pada responden sebanyak
(39,6%). Berdasarkan pekerjaan, 23 responden (95,8%) mengalami
responden terbanyak adalah pekerjaan nyeri ringan (1-3) dan sebanyak 1
IRT (Ibu Rumah Tangga) dengan responden (4,2%) mengalami nyeri
jumlah total keseluruhan adalah 17 sedang (4-6).
responden (35,4%). Berdasarkan Skala nyeri responden pada
riwayat penyakit GA, responden kelompok kontrol pretest, sebanyak 17
terbanyak adalah menderita GA responden (70,8%) mengalami nyeri
sedang (4-6) dan 7 responden (29.2%)
mengalami nyeri berat terkontrol (7- berdampak pada penurunan
10). Skala nyeri pada responden produksi hormon esterogen pada
kelompok kontrol posttest sebanyak perempuan sehingga terjadi
19 responden (79,2%) mengalami penurunan ekskresi asam urat
nyeri sedang (4-6) dan 5 responden melalui ginjal dan mengakibatkan
(20,8%) mengalami nyeri berat terjadinya ketidakseimbangan kadar
terkontrol (7-10). asam urat di dalam darah dan lama
Berdasarkan analisis tabel 3 di kelamaan akan terjadi penumpukan
atas, didapatkan hasil bahwa nilai p di bagian persendian, terjadi proses
value pada kelompok intervensi yaitu kritalisasi yang menyebabkan
0,001 (p<0,05) yang berarti dapat terjadinya rasa nyeri[16].
disimpulkan bahwa ada pengaruh Usia
terapi BWE dengan stimulasi BBA Berdasarkan usia, dalam
terhadap nyeri pada lansia dengan GA. penelitian ini terbanyak adalah
Pada kelompok kontrol didapatkan responden lansia yang berusia 60-
hasil nilai p value yaitu 0,157 (p>0,05) 74 tahun (elderly) yaitu berjumlah
yang berarti tidak terjadi perubahan 28 responden (58,3%). Hasil
antara skor nyeri antara pretest dan penelitian ini sesuai dengan
posttest. penelitian Lumunon, Bidjuni &
Berdasarkan analisis tabel 4 di Hamel (2015) yang mengatakan
atas didapatkan adanya perbedaan 75% penderita yang mengalami
yang signifikan skor nyeri antara peningkatan asam urat adalah pada
kelompok intervensi dan kelompok usia 60-74 tahun[17]. Proses
kontrol dengan nilai p value 0,001 penuaan juga menyebabkan
(p<0,05). terjadinya gangguan dalam
pembentukan enzim di dalam sel
PEMBAHASAN yaitu terjadinya defisiensi enzim
Karakteristik Responden Hypoxantine Guanine
Jenis Kelamin Phosporibosyl Transferase
Berdasarkan jenis kelamin, (HGRT). Enzim ini berperan dalam
dalam penelitian ini sebagian besar mengubah purin menjadi
responden adalah perempuan yaitu nukleotida purin sehingga dapat
sebanyak 30 responden (62,5%). digunakan kembali sebagai
Jumlah responden berjenis kelamin penyusun Deoxyribo Nucleic Acid
perempuan lebih banyak (DNA) dan Ribose Nucleic Acid
dibandingkan dengan jumlah (RNA)[18].
responden berjenis kelamin laki- Pendidikan
laki dikarenakan ada beberapa Berdasarkan tingkat
faktor yang melatarbelakanginya, pendidikan, dalam penelitian ini
yang di antaranya adalah responden terbanyak adalah SMP
dipengaruhi oleh faktor hormonal. (Sekolah Menengah Pertama)
Peningkatan angka kejadian GA dengan jumlah 19 responden
pada perempuan di mulai sejak (39,6%). Pendidikan merupakan
menopause yang dimana baru akan satu di antara faktor yang
terjadi ketika wanita berada di atas mempengaruhi kejadian GA.
usia >40 tahun. Hal tersebut akan Semakin baiknya tingkat
pendidikan seseorang maka akan (100%), mengalami GA. Asam urat
semakin baik pengetahuannya yang berlebihan di dalam tubuh
mengenai penyakit GA. Hal cenderung mengumpul pada sendi
tersebut sesuai dengan penelitian dan berubah bentuk menjadi kristal-
yang dilakukan oleh Fadlilah & kristal asam urat yang berbentuk
Sucipto (2018) yang menyatakan jarum. Serangan gout muncul
bahwa sesorang yang memiliki akibat reaksi inflamasi karena
tingkat pendidikan yang tinggi akan adanya sel-sel darah putih yang
lebih mudah menerima dan menganggap kristal ini adalah
mengelola informasi yang diterima benda asing. Bagian sendi yang
mengenai GA[19]. Tingkat terkena akan terasa sakit karena
pendidikan berkaitan dengan adanya kristal dan kulit yang
pengetahuan yang mana menjadi sangat sensitif dan akan
pengetahuan tentang diet purin menimbulkan nyeri[22].
yang benar sangat penting
dilakukan untuk mencegah dan Intensitas Nyeri Responden
menangani asam urat yang tinggi Sebelum dan Sesudah pada
pada penderita GA[20]. Kelompok yang diberikan Terapi
Pekerjaan Brainwave Entrainment dengan
Berdasarkan pekerjaan, dalam Stimulasi Binaural Beats Audiotory
penelitian ini adalah responden Dalam penelitian ini sebelum
dengan pekerjaan IRT (Ibu Rumah dilakukan terapi BWE dengan
Tangga) yaitu sebanyak 17 stimulasi BBA sebagian besar
responden (35,4%). Hasil penelitian responden mengalami nyeri berat
ini sejalan dengan penelitian yang terkontrol (7-10), yaitu sebanyak 16
telah dilakukan oleh Nursilmi responden (66,7%). Penelitian ini
(2013) yang menyatakan 74,42% sesuai dengan penelitian telah yang
GA terjadi pada lansia dengan dilakukan oleh Putri, Rahmayanti, &
status pekerjaan sebagai IRT dan Diani (2017) yang dimana dalam
mendominasi sebagai penderita penelitiannya dari 16 responden
kadar asam urat tertinggi. Pekerjaan didapatkan sebanyak 50% mengalami
dengan aktivitas yang rendah dan nyeri berat terkotrol. Angka ini lebih
diiringi dengan mengkonsumi tinggi dibandingkan dengan responden
makanan yang mengandung purin yang mengalami nyeri sedang dan
tinggi maka akan menyebabkan ringan[23]. Nyeri adalah fenomena
gangguan produksi enzim, yaitu kompleks yang mencakup baik
kekurangan enzim Hipoxantin komponen sensoris-diskriminatif dan
guanine fosforibosil transferase motivasional-afektif. Komponen
(HGPRT) dan kelebihan enzim sensoris-diskriminatif nyeri
Fosforibosil piro fosfatase (PRPP) bergantung pada proyeksi traktus ke
sehingga terjadi kelainan atas (termasuk traktus spinotalamikus
metabolisme purin (inborn errors dan trigeminotalamikus) menuju
of purin metabolism)[21]. korteks serebral. Respon motivasional-
Riwayat GA afektif terhadap rangsangan nyeri
Berdasarkan riwayat penyakit mencakup perhatian dan bangkitan,
GA, keseluruhan 48 responden refleks somatik dan otonom, respon
endokrin, dan perubahan emosional. neural terkait nyeri (pain related
Hal ini menjelaskan secara kolektif neural signals). Proses ini terutama
untuk sifat tidak menyenangkan dari terjadi di kornu dorsalis medula
rangsangan yang menyakitkan[24]. spinalis, dan juga terjadi di level
Setelah diberikan terapi BWE lainnya. Serangkaian reseptor opioid
dengan stimulasi BBA didapatkan seperti mu, kappa, dan delta dapat
hasil karakteristik skala nyeri ditemukan di kornu dorsalis. Sistem
responden yang mengalami nyeri nosiseptif juga mempunyai jalur
sebagian besar responden mengalami desending berasal dari korteks
nyeri ringan (1-3). Pada 5 menit frontalis, hipotalamus, dan area otak
pertama responden sudah mulai lainnya ke otak tengah (midbrain) dan
merasakan sensasi terapi BWE dengan medula oblongata, selanjutnya menuju
stimulasi BBA yang dimana lansia medula spinalis[25].
merasakan hangat di bagian punggung Hasil dari proses inhibisi
dan diikuti di bagian yang terasa nyeri, desendens ini adalah penguatan, atau
kemudian responden merasakan bahkan penghambatan (blok) sinyal
relaksasi yang mendalam mengikuti nosiseptif di kornu dorsalis[26].
durasi waktu BWE dengan tubuh Midbrain mengeluarkan Gamma
terasa semakin ringan dan nyeri secara Amino Butryc Acid (GABA) yang
perlahan berkurang. berfungsi untuk menghambat impuls
BWE dengan stimulasi BBA listrik dari satu neuron ke neuron yang
berasal dari nukleus olivari superior, lainnya oleh neurotransmitter di
bagian dari batang otak. Hal tersebut dalam sinaps. Selain itu, midbrain
merupakan keterkaitan dengan juga mengeluarkan enkepalin dan beta
kemampuan otak untuk menemukan endorfin. Zat tersebut dapat
sumber bunyi dalam tiga dimensi dan menimbulkan efek analgesia yang
untuk melacak gerakan suara, yang akhirnya mengeleminasi
juga melibatkan neuron inferior neurotransmitter rasa nyeri pada pusat
collicus (IC). Mengenai pengelolaan persepsi dan interpretasi sensori
informasi selanjutnya oleh BWE di somatik di otak[27].
lobus temporal otak manusia, ritme
audiotori dengan cepat memasukan Intensitas Nyeri Responden
respon motorik ke dalam keadaan Sebelum dan Sesudah pada
yang lebih stabil dan di bawah Kelompok Kontrol
persepsi ambang batas kesadaran. Skala nyeri responden pada
Daerah aktif meliputi area sensori kelompok kontrol pretest, sebanyak 17
motor primer dan area cingulate, area responden (70,8%) mengalami nyeri
premotor operkial bilateral, ventral sedang (4-6) dan 7 responden (29.2%)
prefrontal cortex, subkortikal, insula mengalami nyeri berat terkontrol (7-
anterior, putamen dan talamus. Dalam 10). Sedangkan setelah dilakuan
cerebellum daerah vermal dan posttest, sebanyak 19 responden
hemisfer anterior ipsilateral terhadap (79,2%) mengalami nyeri sedang (4-6)
gerakan menjadi aktif dan signifikan. dan 5 responden (20,8%) mengalami
Ketika di bagian otak terjadi proses nyeri berat terkontrol (7-10).
modulasi atau yang biasa juga disebut Penyuluhan kesehatan merupakan
dengan proses amplifikasi sinyal proses perubahan perilaku individu
secara dinamis, dimana perubahan memberikan relaksasi dalam pada
tersebut bukan sekedar proses transfer lansia melalui proses secara langsung
pengetahuan dari seseorang ke orang dengan menstimulasi otak untuk
lain. Tetapi perubahan itu terjadi menghasilkan analgesik endogen
karena adanya kesadaran diri individu, secara alami melalui pelepasan zat-zat
kelompok atau masyarakat untuk kimiawi otak (neurotransmitter). Hal
mempelajarinya. Pada hakekatnya ini sejalan dengan teori Gate Control
tindakan ini merupakan suatu cara yang dikemukan oleh Wall (1978)
untuk membantu individu agar dapat dalam Fundamental Keperawatan
mengambil sikap yang bijaksana (2010), menjelaskan bahwa impuls
terhadap kesehatan dan kualitas hidup nyeri dihantarkan saat sebuah
mereka[28]. pertahanan dibuka dan implus
Pada kelompok kontrol yang dihambat saat sebuah pertahanan
tidak diberikan intervensi tidak terjadi tertutup. Upaya menutup pertahanan
perubahan nyeri secara signifikan tersebut merupakan dasar terapi untuk
karena kelompok kontrol yang menghilangkan nyeri[30].
diberikan penyuluhan kesehatan hanya Berbeda pada kelompok kontrol
mengkonsumsi obat analgesik yang yang tidak diberikan intervensi tidak
bersifat menurunkan nyeri dalam terjadi perubahan nyeri secara
waktu tertentu dan hanya berfokus signifikan karena kelompok kontrol
pada rasa nyeri. yang diberikan penkes hanya
mengkonsumsi obat analgesik yang
Perbandingan Pengaruh Terapi bersifat menurunkan nyeri dalam
Brainwave Entrainment dengan waktu tertentu dan hanya berfokus
Stimulasi Binaural Beats Audiotory pada rasa nyeri. Penyuluhan kesehatan
pada Intensitas Nyeri merupakan bagian dari seluruh upaya
Proses perubahan transmisi nyeri kesehatan, yang menitikberatkan pada
terjadi disusunan saraf pusat (medulla upaya untuk meningkatkan perilaku
spinalis dan otak). Proses terjadinya sehat dan peningkatan kemampuan
interaksi antara sistem analgesik masyarakat dalam penanganan
endogen yang dihasilkan oleh tubuh penyakit sederhana dengan
kita dengan input nyeri yang masuk ke memanfaatkan obat dan menjaga pola
kornu posterior medulla spinalis hidup sehat yang benar.
merupakan proses ascenden yang Kepatuhan mengkonsumsi obat
dikontrol oleh otak. Analgesik analgetik dan pola hidup sehat yang
endogen (enkefalin, endorphin, benar merupakan faktor utama yang
serotonin, noradrenalin) dapat menjadi faktor prioritas yang harus
menekan impuls nyeri pada kornu dilakukan lansia untuk mengurangi
posterior medulla spinalis. Dimana rasa nyerinya. Selain itu, pada
kornu posterior sebagai pintu dapat penyuluhan kesehatan yang sifatnya
terbuka dan tertutup untuk hanya memberikan informasi dan
menyalurkan impuls nyeri untuk saran dalam waktu tertentu dan di
analgesik endogen tersebut[29]. BWE agenda tertentu tidaklah mutlak dapat
dengan stimulasi BBA dapat merubah perilaku pola hidup lansia
menurunkan intensitas nyeri pada menjadi lebih baik sesuai dengan apa
lansia dengan GA karena BWE dapat yang telah direncanakan. Kesadaran
dan sikap menerima pentingnya hidup SARAN
sehat merupakan kunci utama dalam Berdasarkan hasil penelitian dan
merubah perilaku hidup sehat lansia pembahasan mengenai pengaruh terapi
tersebut. BWE dengan stimulasi BBA terhadap
Dari uraian di atas, terdapat nyeri pada lansia dengan GA di
perbedaan antara terapi BWE dengan wilayah kerja Puskesmas Alianyang
stimulasi BBA dengan penyuluhan Kota Pontianak, peneliti ingin
kesehatan secara signifikan. Hal menyampaikan saran yaitu pemberian
tersebut telah dibuktikan melalui terapi BWE dengan stimulasi BBA
perubahan skor nyeri antara kelompok dapat menjadi sebagai pilihan
intervensi dan kelompok kontrol alternatif terapi komplementer
dengan nilai p value 0,001. Dimana intervensi mandiri oleh tenaga
kelompok intervensi memiliki kesehatan khususnya perawat dalam
perubahan skala nyeri yang lebih besar memberikan terapi nonfarmakologi
dibandingkan dengan kelompok untuk mengatasi nyeri yang dirasakan
kontrol. pasien. Selain dapat diberikan secara
mandiri, terapi ini juga dapat
SIMPULAN DAN SARAN dikombinasikan dengan terapi
SIMPULAN farmakologi tanpa menimbulkan efek
Berdasarkan hasil penelitian dan samping. Peneliti selanjutnya
pembahasan mengenai pengaruh terapi diharapkan dapat melakukan
BWE dengan stimulasi BBA terhadap penelitian dengan mempergunakan
nyeri pada lansia dengan GA di headphone terbaru sesuai dengan
wilayah kerja Puskesmas Alianyang perkembangan terkini dan dapat
Kota Pontianak, dapat disimpulkan melakukan lebih banyak lagi
bahwa jumlah responden didominasi penelitian tentang BWE dengan
dengan jenis kelamin perempuan dan stimulasi BBA pada GA.
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Selain jenis kelamin dan pekerjaan, KEPUSTAKAAN
GA paling banyak ditemukan pada 1. Olsen, B., et.al. (2017).
kelompok lansia 60-74 tahun (elderly Prevalence of Arthritis According
age). Terdapat perubahan intensitas to Age, Sex and Socioeconomic
nyeri antara sebelum dan sesudah Status in Six Low and Middle
dilakukannya terapi BWE dengan Income Countries: Analysis of
stimulasi BBA terhadap nyeri pada Data from The World Health
lansia dengan GA yaitu dari sebagian Organization Study on Global
lansia yang semulanya mengalami Ageing and Adult Health (SAGE)
nyeri berat terkontrol dan nyeri sedang Wave 1. Journal of BMC
menjadi nyeri ringan, terdapat Musculoskeletal Disorders-BMC
perbedaan antara kelompok kontrol series.
dan intervensi dalam mengatasi rasa 2. Hidayat, R. (2009). Gout dan
nyeri, yaitu terapi BWE dengan Hiperurisemia. Medicinus. 22:47-
stimulasi BBA efektif mengatasi nyeri 50.
pada lansia dengan GA. 3. Barbour, K. E., et.al. (2013).
Prevalence of Doctor-Diagnosed
Arthritis and Arthritis-
Attributable Activity Limitation Neuroscience. Vol. 3 Hal.213-
— United States, 2010–2012. 220.
Centers for Disease Control and 13. Sung, H. C., et.al. (2017).
Prevention. Familiar Music Listening with
4. Badan Penelitian dan Binaural Beats for Older People
Pengembangan Kesehatan. with Depressive Symptoms in
(2013). Riset Kesehatan Dasar Retirement Homes. Journal of
2013. Jakarta : Kementerian Neuropsychiatry. 7(4), 347-353,
Kesehatan RI. ISSN: P-ISSN 1758-2008.
5. Riskesdas. (2013). Riset 14. Rembulan, M.P. (2014). Pengaruh
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Terapi Musik Instrumental dan
Badan Penelitian dan Aromatherapy Lavender Eyemask
Pengembangan Kesehatan, terhadap Penurunan Tingkat
Kementerian Kesehatan RI. Insomnia pada Mahasiswa
6. Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Fisioterapi D3 Angkatan 2011.
Buku Ajar Fundamental Naskah Publikasi. Surakarta: FIK
Keperawatan : Konsep, Proses, UNS.
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. 15. Aprianto. (2012). Perbedaan
Alih Bahasa : Renata Komalasari, Imajinasi Terpimpin dengan
dkk. Jakarta:EGC. Mendengarkan Musik
7. Suratun. (2008). Klien Gangguan Keroncong Terhadap Penurunan
sistem Muuskuloskeletal Seri Nyeri pada Pasien Post Operasi
Asuhan Keperawatan ; Editor Hernia di RSUD Wilayah
Monika Ester. Jakarta: EGC. Kabupaten Pekalongan.
8. Molton, I. R ., & Terril, A. L. Pekalongan: STIKES
(2014). Overview of Persistent Muhammadiyah Pekajang.
Pain in Older Adults. American 16. Diananti, N.A. (2015). Gout and
Psychologist. Vol. 69 (2). No. Hyperuricemia. J Majority. Vol. 4
197-207. No. 3.
9. Lawrence, M. (2002). Diagnosis 17. Lumunon, O.J., Bidjuni, H., &
dan Terapi Kedokteran Ilmu Hamel, R. (2015). Hubungan
Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Status Gizi dengan Gout Arthritis
Medika. pada Lanjut Usia di Puskesmas
10. Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Wowonasa Manado. E-Journal
Proses Keperawatan Nyeri. Keperawatan (E-Kp). Vo. 3 No. 3.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 18. Muhajir, N.F.,Widada, S.T., &
11. Brasehers, Valentina L. (2008). Afuranto, B. (2014). Hubungan
Aplikasi Klinis Patofisiologi Antara Usia dengan kadar Asam
Pemeriksaan dan Manajemen. Urat Darah di Laboratorium
Jakarta: EGC. Puskesmas Srimulyo, Thiharjo
12. Casciaro, F., et al. (2013). Alpha- Sleman Yogyakarta Tahun 2012.
Rhythm Stimulation Using Brain Jurnal Kesehatan Gubayo, 1(1),
Entrainment Enhances Heart Rate 40-45.
Variability in Subjects With 19. Fadlilah, S. & Sucipto, A. (2018).
Reduced HRV. Journal of Analisis Faktor yang
Berhubungan dengan Kadar Asam
Urat pada Masyarakat Dusun Denpasar: Bagian/SMF Ilmu
Demangan Wedomartani, Anestesi dan Terapi Intensif,
Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Jurnal Keperawatan Respati Udayana.
Yogyakarta, 5 (1), Januari 2018, 25. Solca, M., Mottaz, A., &
295-301. Guggisberg, G. (2015). Binaural
20. Husanah & Chamayasinta, D.R. Beats Increase Interhemispheric
(2013). Hubungan Pengetahuan Alpha-Band Coherence Between
Diet Purin dengan Kadar Asam Auditory Cortices. Elsevier B.V
Urat pada Penderita Gout Journal.
Arthritis. Jurnal kedokteran Syiah 26. Bahrudin, M. (2017).
Kuala. Vol. 13 No. 1. Patofisiologi Nyeri. Jurnal UMM.
21. Nursilmi. (2013). Hubungan Pola Vol. 13 No. 1.
Konsumsi, Status Gizi, dan 27. Guyton, A. C., Hall, J. E. (2014).
Aktivitas Fisik dengan Kadar Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Asam Urat Lansia Wanita Peserta Edisi 12. Jakarta : EGC.
Posbindu Sinarsari. Bogor: IPB. 28. Utomo, W.S. (2015). Pengaruh
22. Damayanti, D. (2012). Mencegah Pemberian Pendidikan Kesehatan
dan Mengobati Asam Urat. Asam Urat terhadap Pengetahuan
Bantul: Araska. dan Sikap Penderita Asam Urat di
23. Putri, S.Q.D., Rahmayantni, D., & Wilayah Kerja Puskesmas Gatak
Diani, N. (2017). Pengaruh Sukoharjo. Sukoharjo: Universitas
Pemberian Kompres Jahe Muhammadiyah Surakarta.
terhadap Intensitas Nyeri Gout 29. Permata, S.V. (2016). Fisiologi
Artritis pada Lansia di PSTW Nyeri. Medan: Fakultas
Budi Sejahtera Kalimantan Kedokteran, Universitas Sumatera
Selatan. Jurnal Dunia Utara.
Keperawatan. Vol. 5 No. 2 Sept 30. Barbara, K. (2010). Buku Ajar
2017. Fundamental Keperawatan
24. Janasuta, P.B.R. & Putra .K.A.H Konsep Proses dan Praktik Edisi
(2017). Fisiologis Nyeri. VII Volume 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai