Penyakit pada ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu
kondisi yang berkembang secara kronis dimana ginjal dalam hal ini glumerolus
dan tubular yang menyusun fungsional ginjal tidak mampu lagi melakukan fungsi
dengan baik terutama fungsi homeostasis. Pada kondisi ini kualitas hidup pasien
akan mengalami perubahan secara fisik, psikologis dan sosial sehingga mereka
membutuhkan perawatan guna penyesuaian dalam menjalani kehidupannya.
Pasien yang menderita penyakit yang bersifat kronis, dan mereka masih
terpaparkan nyeri, nyeri akan dirasakan lebih hebat dari nyeri sesungguhnya
(Tayyebi, Babahaji, Sherme, Ebadi, Eynollahi, 2011).
Kondisi nyeri atau ketidaknyamanan dapat dialami oleh manusia pada setiap
tingkatan perkembangannya. Mereka memiliki respon yang bersifat individual
dalam menghadapi nyeri. Respon individual yang ditunjukan berupa respon
perilaku dengan berupaya menjauh dari sumber Nyeri merupakan kondisi berupa
perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap
orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty,
2015).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengatakan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf
pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
1
manajemen non farmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri
klien (Sulistyo, 2013).
Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat
dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres
hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan
biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic
breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan
terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas
dalam, nafas lambat. (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf
otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi
(hembus) (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011), teknik relaksasi nafas dalam
merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk membentuk
sistem penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu
juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam tubuh meningkatkan
kemampuan fisik dan keseimbangan tubuh dan pikiran, karena olah nafas
dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga berdampak pada keseimbangan
tubuh dan pengontrolan tekanan darah.
2
Hasil Jurnal Reading (Critical Review)
Evidence Based Nursing dimulai dari penelusuran literature melalui EBSCO data
bases, CINAHL, Proquest, dan MEDLINE. Kata kunci yang digunakan yaitu:
diabetik foot, ulcer diabetik, dan compression diabetik foot. Selanjutnya dilakukan
review pada literature yang mendukung.
Relaxation & Pain Management: The relaxation response can play a role in
managing chronic and acute pain in The American Journal of Nursing 104(8):75-6, 78-
9, 81-2
Teknik relaksasi untuk manajemen nyeri akut: tinjauan sistematis. Ulasan ini
bertujuan untuk mendokumentasikan efektivitas teknik relaksasi, ketikadigunakan
sendiri untuk manajemen nyeri akut, setelah operasi dan
selamaprosedur. Tinjauan sistematis uji terkontrol acak (RCT)dilakukan. Tujuh
studi yang melibatkan 362 pasien memenuhi syarat untuk ulasan ini.Seratus lima
puluh pasien menerima relaksasi aktif sebagai satu-satunyaintervensi.
3
Terapi relaksasi dapat dipahami sebagai metode intervensi psikologis yang
bertujuan untuk membantu pasien mencapai keadaan istirahat (relaksasi fisik) dan
ketenangan batin (relaksasi mental) ( Willhelm, Andretta, & Ungaretti,
2015 ). Penggunaan teknik relaksasi seperti pernapasan diafragma atau relaksasi
otot progresif dimasukkan ke dalam strategi citra yang dipandu untuk membantu
pasien tetap fokus. Akibatnya itu akan membantu pasien mengurangi respon stres
dan meningkatkan relaksasi. Relaksasi fisik dan mental memfasilitasi visualisasi
dan mengurangi reaktivitas terhadap stres karena itu membentuk kembali situasi
stres dari respons negatif rasa takut dan kecemasan untuk gambar positif
penyembuhan dan kesejahteraan ( Fitzgerald dan Langevin, 2014 ,Kosslyn et al.,
2001 ).
4
5