Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

Dosen Pembimbing : Ns.Lina Indrawati,M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 7

1. RISMA YUNITA (221560112013)


2. SINTA FATHINISSAH ZAHRA (221560112015)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG KEPERAWATAN (S1) DAN


PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKERS MEDISTRA INDONESIA
TAHUN 2022-2023
1. Aplikasi Healing Environment pada Kepererawatan Komplementer
Stress dan kecemasan sering dialami oleh pasien yang mempunyai penyakit kronis,
pasien akan mengalami ketidakberdayaan akibat pengobatan/terapi yang kompleks
dalam jangka Panjang, semua ini berdampak pada finansial untuk meningkatkan
kesehatannya dan secara tidak langsung akan menimbulkan kondisi stress bagi pasien.
Banyak cara untuk menurunkan stress, yaitu dengan mengkonsumsi makanan sehat,
olah raga teratur atau dengan rangsangan - rangsangan positif dari luar
pribadi/kelompok salah satunya dengan menciptakan lingkungan kerja yang dapat
mengurangi rasa stress dan memberikan rasa rileks pada tubuh yaitu healing
environment.
Konsep healing environment adalah membangun suasana melalui penyesuaian semua
elemen desain untuk dapat memberikan rangsangan positif bagi indra. Menurut
Murphy (2008) dalam (Lidayana, Alhamdani, & Pebriano, 2013) terdapat 3
pendekatan yang digunakan dalam mendesain healing environment, yaitu alam, indra
dan psikologis.
a) Pendekatan Alam merupakan sebuah sarana yang sangat mudah diakses yang
melibatkan panca indera. Sarana inilah yang sering dimanfaatkan untuk
mengurangi stress dan kecemasan pada pasien yang menderita penyakit
kronis.Lingkungan yang menyembuhkan (healing garden) adalah suatu
manipulasi lingkungan yang memungkinkan pasien bisa istirahat dan rileks.
Healing garden dapat membuat mood yang positif pada pasien sehingga dapat
meningkatkan relaksasi, menurunkan stress sehingga waktu pemulihan sakit
menjadi lebih cepat. Sesuai yang ditulis oleh Jones (2003) dalam bukunya
Health and Human Behaviour (Kurniawati, 2011), faktor lingkungan
memegang peran besar dalam proses penyembuhan manusia sebesar 40%,
faktor medis 10%, factor genetis 20% dan faktor lain-lain 30%. Healing
Garden akan menstimulus pengeluaran edorphine dari dalam tubuh sehingga
menimbulkan efek relaksasi, meningkatkan mood positif sehingga dengan
kondisi tersebut respon stress (stressor) akan menurun. Selain menstimulus
pengeluaran endorphine, healing garden juga akan menurunkan kecemasan
dengan jalan mempengaruhi korteks cerebri dan system limbik sehingga
hipotalamus menurunkan produksi CRH (Corticotropic Releasing Hormone),
dengan menurunnya produksi CRH, maka produksi ACTH di pituitary anterior
juga akan menurun, hal ini akan menimbulkan dampak pada penurunan
produksi kortisol di korteks adrenal, yang menimbulkan efek pada tubuh
antara lain tekanan darah, nadi dan respirasi dalam rentang yang normal. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh fransisca dan Siwi di
RS Yogyakarta kepada 30 pasien yang menderita penyakit kronis bahwa
sebelum dilakukan healing garden, 83% responden memiliki tingkat
kecemasan ringan dan 6,7 % memiliki tingkat kecemasan berat. Sesuadah
dilakukan helaling garden 100% responden memiliki tingkat kecemasan
ringan. Healing Environment menurut Dijkstra (2009) dalam putri,
Widyhardjo & Wibisono (2013) adalah lingkungan fisik fasilitas kesehatan
yang dapat mempercepat waktu pemulihan kesehatan pasien atau
mempercepat proses adaptasi pasien dari kondisi kronis serta akut dengan
melibatkan efek psikologis pasien di dalam nya.
b) Pendekatan Indera pada manusia meliputi pendengaran, pengelihatan, peraba
dan penciuman serta perasa. Masing-masing dari kelima indera ini memegang
peran penting dalam proses pemyembuhan (healing). Suara yang
menyenangkan dan menenangkan dapat mengurangi tekanan darah dan detak
jantung, sehingga menimbulkan sebuah suasana yang mempengaruhi system
saraf yang dapat menenangkan pikiran seperti suara music, suara air mancur,
dan suara di alam (suara hujan, angin dan suara burung). Selain suara
pemandangan alam, karya seni, warna-warna, sentuhan yang lembut, aroma
yang menyenangkan dan kualitas makana dan minuman yang sehat dan
disukai semua ini dapat memberikan suasana yang tenang dan menciptakan
rasa kesejahteraan pada individu.
c) Pendekatan Psikologis Secara psikologis, healing environment membantu
proses pemulihan pasien menjadi lebih cepat,mengurangi rasa sakit dan stress.
Perawatan pasien yang diberikan memperhatikan terhadap pilihan, kebutuhan
dan nilai-nilai yang menuntun pada keputusan klinis pasien. Ada enam
dimensi untuk perawatan pasien, antara lain (Departemen of Health, 2001
dalam Lidayana, Alhamdani & Pebriano, 2013) :
1) Rasa kasih sayang, empati dan tanggapan terhadap kebutuhan
2) Koordinasi dan integrasi
3) Informasi dan komunikasi
4) Kenyamanan fisik
5) Dukungan emosional
6) Keterlibatan keluarga dan teman-teman.
Konsep Healing Environment dapat diterapkan bukan hanya pada suatu fasilitas
Kesehatan yang memberikan dampak bagi pasien, pengelola dan pengunjung/keluarga
pasien, bisa juga diterapkan pada sebuah instansi/kantor dimana dapat memberikan
efek mengurangi stress dan rileks akibat beban kerja dan rutinas kerja. Prinsip –
prinsip penerapan healing Environment pada desain menurut Subekti, 2007 dalam
Febriani Kurniawati, 2007 adalah :
1) Desainya harus mampu mendukung proses pemulihan baik fisik maupun
psikis seseorang
2) Akses ke alam
3) Adanya kegaiatan-kegiatan outdoor yang berhubungan lanhsung dengan alam
4) Desainya diarahkan pada penciptaan kualitas ruang agar suasana terasa aman,
nyaman, dan tidak menimbulkan stress. Menurut Fouts dan Gaby (2008)
dalam Bloemberg dkk (2009), berikut adalah dampak positif yang ditimbulkan
oleh konsep healing environment:
a. Mengurangi stress dan kegelisahan pada pasien dan keluarga;
b. Mengurangi rasa sakit;
c. Mengurangi terjadinya infeksi;
d. Meningkatkan tidur dan pemulihan;
e. Meningkatkan kegembiraan pasien;
f. Mengurangi stress pada pengelola;
g. Meningkatkan kepuasan kerja;
h. Meningkatkan produktivitas pengelola;
i. Meningkatkan kemampuan untuk memelihara kualitas sebagai pemerhati
kesehatan;
j. Penghematan biaya keseluruhan melalui peningkatan efisiensi
operasional dan meningkatkan penghasilan medis;
k. Perbedaan dari penyedia fasilitas kesehatan yang lain.

2. Contoh healing environment dalam keperawatan Komplementer berdasarkan jurnal

PENERAPAN EVIDENCE-BASED NURSING PENGARUH EARPLUG DAN


EYE MASK TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA PASIEN DI ICU
Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya lingkungan, kebisingan,
pencahayaan, kegiatan perawat, penyakit yang diderita, tindakan keperawatan, terapi obat,
dan ventilasi mekanik. Efek yang ditimbulkan akan memengaruhi fungsi kekebalan tubuh,
sistem metabolisme, regulasi sistem saraf pusat, dan kondisi psikologis. Tujuan penelitian ini
menerapkan dan membuktikan efektifitas penggunaan Earplug dan Eye Mask dalam
meningkatkan kualitas tidur pada pasien di ICU. Desain yang digunakan randomized
controlled trial (RCT) crossover design. Peneliti membagi Group A dan Group B dengan
simple random sampling. Jumlah sampel 24 responden. Instrumen kualitas tidur
menggunakan Richard Campbell Sleep Questionnaire (RCSQ). Data dianalisis dengan uji
Independent Sample TTest. Hasil penelitian didapatkan p-value < 0,05, berarti pada alpha 5%
terdapat perbedaan yang signifikan kualitas tidur antara malam pertama dan kedua pada
masing-masing group sehingga disarankan dijadikan evidence based di rumah sakit sebagai
salah satu terapi komplementer yang dapat dijadikan intervensi mandiri keperawatan untuk
membantu mengatasi gangguan tidur.

Pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami perubahan pada tidurnya dimana pasien yang
mengalami sakit kritis mengalami jam tidur singkat sehingga membuat pasien mengalami
kesulitan pencapaian REM dan tidur yang dalam, mengakibatkan pasien mudah terbangun
(Weinhouse & Schwab, 2006). Pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU, banyak yang
mempunyai pengalaman gangguan tidur, penyebabnya diantaranya akibat kebisingan,
pencahayaan, intervensi yang diberikan serta pengobatan (Elliott, McKinley, & Eagerm
2010). Mutarobin, et al.Pengaruh Earplug dan Eye Mask Terhadap Kualitas Tidur pada Pasien
di ICU. Pasien kritis yang menjalani perawatan di ruang ICU dan mengalami gangguan tidur,
umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang dapat
mengganggu kebutuhan tidur pasien. Penanganan gangguan tidur pada pasien kritis dengan
farmakoterapi menurut Asnis, Thomas, dan Henderson (2016) dan Food and Drug
Administration (FDA) sejak tahun 2005 menyetujui penggunaan semua hipnotik tanpa
membatasi durasinya, diantaranya adalah golongan obat Benzodiazepin, diantaranya
Lorazepam, Midazolam, dan Diazepam (FDA, 2017; Oldham & Pisani, 2015). Terapi lain yang
direkomendasikan adalah akupunktur, teknik pijatan pada tubuh, mind body techniques,
pijat, dan metode lain yang dapat membantu meringankan gejala dan meningkatkan kondisi
kesehatan fisik serta mental (Deng & Cassileth, 2005; Potter & Perry, 2011). Penanganan
gangguan tidur pasien di ICU dapat diatasi dengan mengatur sistem pencahayaan, dengan
tingkat pencahayaan lingkungan yang tepat dalam membantu pasien menimbulkan perasaan
tenang dan nyaman (Engwall, Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang
digunakan adalah dengan memodifikasi lingkungan yaitu menurunkan suara percakapan,
menurunkan pencahayaan, mengatur kegiatan rutin perawatan di malam hari (Hardin,
2009). Earplug dan Eye Mask adalah suatu cara yang relevan dan logis menutup telinga dan
masker penutup mata yang dapat digunakan untuk mencegah terbangunnya saat tidur yang
disebabkan oleh rangsangan eksternal. Earplug dan Eye Mask merupakan intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan tidur pasien untuk
mempertahankan ritme sirkadian secara normal (Demoule, et al., 2017)

Hasil penelitian ini telah menunjukkan penggunaan Earplug dan Eye Mask berimplikasi
terhadap kualitas tidur yang lebih baik hal ini dibuktikan hasil uji statistik menunjukkan
didapatkan p-value < 0,05, berarti pada alpha 5% terdapat perbedaan yang signifikan
kualitas tidur antara malam 1 dan 2 pada masing-masing group. Aplikasi kombinasi Earplug
dan Eye Mask merupakan intervensi yang relatif murah dan berharga untuk peningkatan
kualitas tidur pada pasien yang di rawat di Ruang ICU. Serta dapat juga digunakan sebagai
intervensi alternatif (pengganti obat tidur) bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
mengawali proses tidur. Penggunaan Earplug dan Eye mask ini dapat digunakan dalam
penerapan standar keperawatan pada pasien yang dirawat di Ruang ICU yang mengalami
gangguan tidur, dimana tindakan ini tidak menimbulkan efek samping, terjangkau dan
mudah untuk diaplikasikan. Selain itu, untuk lebih memaksimalkan hasil pada penerapan
terapi ini, maka peneliti menyarankan sebuah studi multisenter dengan ukuran sampel yang
lebih besar dapat dilakukan. Studi Earplug dan Eye Mask bisa dilakukan secara terpisah.
Earplug dan Eye Mask bisa juga digunakan lebih dari satu malam (From admission to
discharge). Efektivitas Earplug dan Eye Mask dapat dinilai dalam area klinis lainnya di rumah
sakit. Pengukuran obyektif bisa dilakukan seperti melatonin dan kortisol nokturnal untuk
mengevaluasi efektivitas Earplug dan Eye Mask pada kualitas tidur (BY, DG, TN).

REFERENSI
MKM,dr. Aisyah, (2021). MANFAAT KONSEP HEALING ENVIRONMENT.Di akses pada 12
Oktober 2022 dari
http://bbpkciloto.or.id/web/bbpk_download/Lainnya_21120708405378b2d8c22112da00056d
a554a459a5c1.pdf
Mutarobin.dkk, (2019). PENERAPAN EVIDENCE-BASED NURSING PENGARUH
EARPLUG DAN EYE MASK TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA PASIEN DI
ICU.Diakses pada 12 Oktober 2022 dari http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/735/637

Anda mungkin juga menyukai