Anda di halaman 1dari 28

KELOMPOK 9 : TERAPI MEDIK DAN TERAPI KOMPLEMENTER

YANG LAZIM DIGUNAKAN PADA LANSIA

MAKALAH KOMUNITAS
TERAPI MEDIK DAN TERAPI KOMPLEMENTER YANG LAZIM DIGUNAKAN PADA LANSIA

Disusun Oleh :
Kelompok 9

1. Lailiyah Indri (101.0057)


2. Rahayu Apriliya W. (101.0089)
3. Septiananingsih (101.0103)
4. Vita Aristiarini (101.0113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu
instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga
mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat
individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang
diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi
yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan terapi medis ?
2. Apa yang dimaksud dengan terapi komplementer ?
3. Terapi medic dan komplementer apa yang lazim digunakan pada lansia ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang terapi medis
2. Mengetahui tentang terapi komplementer
3. Mengetahui terapi medic dan komplementer yang lazim digunakan pada lansia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi medis


Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak
disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam masyarakat.
Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan kesehatan
lansia.( British G. Society ).
Terapi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau perlu mengembangkan
mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri.
Terapi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami gangguan
kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.
Reintegrasi adalah rentetan usaha untuk kembali pada kemampuan fungsional yang
pernah dimiliki. Reintegrasi terhadap kehidupan normal adalah hal yang samgat di dambakan
oleh seorang pasien. Harapan inilah yang mewakili kualitas hidup yang diinginkan . upaya
reintegrasi diartikan sebagai reorganisasi kondisi fisik, psikis, dan social serta spiritual
menuju kesatuan yang harmonis sehingga adaptasi terhadap kehidupan dapat diperoleh,
setelah mengalami sakit atau trauma.
Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa inti upaya mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita sakit adalah yang melaksanakan
upaya berdasarkan konsep rehabilitasi. Konsep rehabilitasi menyatu dan berkesinambungan
dengan proses penyembuhan penyakit, termasuk berbagai reaksi dan efek samping terapi,
khususnya pada penyakit geriatric.

Tujuan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut:


1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.
2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup pasien ( kesehatan,
vitalitas, fisik, dan fungsi).
3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment ), hambatan (disability) dan kecacatan
(handicap ).

2.2 Terapi komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan
penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga
untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah
dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara.
Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan
komplementer.
Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai
pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain
diluar pengobatan medis yang Konvensional.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan Komplementer
tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv, preventive, kuratif,
dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan,
dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima
dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya harus sinergis dan terintregrasi
dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksanaanya dokter,dokter gigi,
dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan
komplementer tradisional-alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional-alternatif
yang daoat diselenggarakan secara sinergis dan terintergrasi harus di tetapkan oleh menteri
kesehatan setelah memalui pengkajian.
Terapi komplementer banyak menggunakan pada efektifitas dari beberapa
terapi (Snyder dan lindquist, 1998). Florence nightingale menggambarkan penggunaan terapi
komplementer, seperti musik, didalam perawatan holistik klien (nigthingale, 1860/1969).
Surver di afrika mengemukakan bahwa 42% reponden menggunakan 1 atau
lebih terapi komplementer (eisenberg dkk, 1998). Penggunaan terapi komplementer
meningkatkan hampir 10% berdasarkan hasil survei tahun 90 (eisenberg dkk, 1993). Terapi
komplementer lebih populer di Eropa daripada di Amerika Serikat (peletier, 2000). Di jerman
penggunaan herbal merupakan bagian dari keperawatan kesehatan. Hasil penelitian tentang
obat herbal menunnjukkan bahwa 70 – 90 % dari terapi kesehatan diseluruh dunia
menggunakan terapi komplementer secara rutin sebagai bagian perawatan kesehatan (
kraitzer dan jansen, 2000).

2.2.1 Pengertian Terapi komplementer


Istilah terapi modalitas dalam ilmu keperawatan lebih dikenal dengan terapi
komplementer, terapi alternativ, terapi holistis, terapi nonbiomedis, pengobatan integratif
atau perawatan kesehatan, perawatan nanalopati, dan perawatan nontradisional. Terapi
modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan kemampuan fisik atau
elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan mengurangi
keluhan yang dialami klien ( lundy dan jenes , 2009). Terapi komplementer adalah istilah
untuk terapi yang bukan bagian dari tepi medis kofensional.
Terapi komplementer atau terapi modalitas di akui sebagai upaya kesehatan
nasional oleh nasional center for complementary/ alternative medicine (NCCAM) di amerika.
Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian bersama terapi lain, bukan
sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer juga digunakan dalam
praktik keperawatan profesional sebagai terapi alternativ di beberapi klinik keperawatan,
misalnya latihan relaksasi oto progesif pada penanganan klien dengan epilepsi yang
menyertai penggunaan obat antiepilepsi. Study menunjukkan bahwa penggunaan relaksasi
otot progesif dapat meningkatkan kontrol kejang ( whaitma dkk., 1990). Namun demikian,
tera[i komplkementer dapat digunakan mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi
biomedis karena di posisikan sebagai upaya promosi kesehatan, misalnya klien dpijat secara
rutin untuk mencegah munculnya stres.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis.
Hasil penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada
manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan seseorang.
NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di dasarkan sebagai
kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies) sementara terapi biomedis
lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi terhadap
pengibatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai contoh, pada terapi biomedis, evaluasi
efek obat antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan darah dan tidak memperhatikan
bagaimana obat mempengaruhi alam rohani dan psikologis.
NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan
yang mencakup sistem kesehatan, modalis, praktik dan teori serta keyakinana dari
masyarakat atau budaya dalam periode secara tertentu . CAM mencakup semua praktik serta
ide – ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati penyakit atau
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan .

2.2.2 Klasifikasi Terapi komplementer


Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi
berdasarkan sistem perawatan , terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dari
terapi, praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme ang mendasari tindakan terapi
yang tidak diketahui.
Kategori terapi konmpkementer menurut NCCAM adalah sebagai berikut :
1. Terapi pikiran, tubuh ( mind – body terapies)
2. Terapi berbasis biologi ( biologokalli based terapies)
3. Terapi manipulatife dan berbasis tubuh(manipulatife and body based terapies)
4. Terapi energi yang termasuk dalam kategori energi hayati bioelektro magnetik( energi and
biofild terapies)
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi
tertentu dan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan ternasuk profesi
perawat.
Basis filosofi yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda dengan
modal biomedis konfensional. Biomedis berusaha menghilangkan dan memperbaiki etiologi
atau masalah yang mendasari serta menekankan pada pengobatan trauma maupun situasi
darurat lainya (weil, 1995). Sementara itu tujuan terapi komplementer dalam sistem
keperawatan adalah untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan dalam diri seseorang.
Zollman dan vickers (1999)menyatakan tujuan dari intervensi terapeutik adalah untuk
mengembalikan keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada menyembuhkan
proses penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan
yang mencakup modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga, pengobatan khusus,
konseling, latihan, bimbingan, pada pernafasan, relaksasi, serta resep herbal. Konsep ini
menenkan pentingnya sistem perawatan yang menerapkan pendekatan kepedulian holistik
terhadap perawatan klien yang akan meningkatkan pelayanan kesehatan.

2.2.3 Penggunaan terapi komplementer


Foktor yang mempengaruhi perkembangan atau penggunaan terapi
komplementer (Astin, 1998:kaptchuk dan eisenberg 1998 : jobs,1998 : mitzdorf dkk,1999)
antara lain:
1. Adanya kenyakinan bahwa terapi biomedis tidak menyentuh seluruh dominan yang dimiliki
individu.
2. Adanya efek biomedis yang dianggap lebih buruk daripada efek terapi yang diharapkan;
3. Konsumen menginginkan penyedia layanan kesehatan yang pesuli (carig).
4. Konsumen menginginkan pengakuan dan perlakuan secarautuh atau holistis.
5. Konsumen menginginkan keterlibatandalam pengambilan keputusan dalam menangani
masalahkesehatan yang di hadapi.
6. Faktor lain yang telah meningkatkan penggunaan terapi komplementer adalah peningkatan
pengeseran budaya yang menggunakan pelayanan kesehatan selain sistem biomedis.
Terapi komplementer sangat penting dalam klien dengan kondisi kesahatan
fonis yang meliputi spiritual, sosial, psikologi, dan masalah fisik (haines, McKibbon dan
Kanani, 1996).
Terapi komplementer keperawatan Nightingale menyerahkan penggunaan terapi
komplementer dalam perawatan klien. Fundamental of nursing menjelaskan beberapa
penggunaan prinsip terapi komplementer seperti pijat (massage), panas dan dingin, dan gizi.
Pada akhir 1950 – an, proses keperawatan diperkenalkan dengan menggunakan 5 langkah
pendekatan pemecahan masalah untuk keperawatan yaitu pengakajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Keterampilan pengakajian sangat penting
karena berkaitan dengan langkah selanjutnya, yaitu intervensi. Perpedaan dalam menyusun
intervensi dipengaruhi oleh pengelompokan yangmeliputi tundakan dependen (dependent),
kolaborasi (interdependent), mandiri (independent).
Perawat memiliki otonomi yang luas dalam memberikan intervensi,
terutama tindakan mandiri, sebagai tindakan profesi yang ditunjang pendidikan tinggi.
Kondisi ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik
keperawatan komplementer. Menurut Sydner, Bulechek, dan McCloskey (1985), beberapa
intervensi keperawatan mandiri yang termasuk terapi komplementer antara lain musik,
imagery, relaksasi otot progesif, jurnaling, reminis chance, dan pijat. Indetifikasi dan
klasifikasi intervensi keperawatan oleh internasional council of nurses poject (ICNP) dan
national intervention clssification project (NIC) telah memperluas ruang lingkup intervensi
yang mencangkup seluruh kegiatan keperawatan (ICNP, 1997; McCloskey, dan bulechek.
1996). Dengan demikian berdasarkan konsep keperawatan, istilah intervensi tidak
membedakan terapi komplementer dengan tindakan keperawatan lainnya sperti pemantauan
status perawatan klien atau koordinasi. Perawat harus menggunakan terapi komplementer
yang lebih banyak untuk membantu klien mencapai hasil ksehatan yang lebih optimal.

Tabel 1.1 klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative Medicine


Jenis Contoh
Terapi pikiran - Yoga, tah chi, internal qi – gong, meditasi ,
tubuh imagery,hipnosis, biofedback, dukungan
( mind – body) . kelompok, terapi seni , terapi musik, terapi dansa ,
Pendekatan prilaku journaling , humor, psikoterapi tubuh, dan
psikologi, sosial, pengakuan nonlocality, soul retrieval,
dan spiritual untuk penyembuhan spiritual, holistik nursing, plasebo
kesehatan . sweat lodges.
Terapi sistem Pengobatan tradisional cina (akupuntur, formula
pengobatan herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi,
alternatif ( alternatif pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat
medical sistem ). tradisional seperti pengobatan asli penduduk
pengobatan amerika, pengobatan ayuverda, unani-tibbi,
nonmedis yang pengobatan kampo, pengobatan tradisional afrika,
melibatkan teori dan pengobatan tradisional aborigin, curanderismo,
praktik dari sistem sistem pengobatan barat yang tidak konvensional
yang komplet. (hemeopati, radiestasia,, cayce-based systems,
radionics). Naturopati.
Terapi berbasis Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi
biologi (biological serat, makrobiotik), pengobatan orthomolecular
based therapies). (gizi), intervensi farmakologi/biologis/
Terapi yang bersifat instrumental (kartilago ozon, cone therapy,
alami. sengatan lebahelektrodiasnostik, iridologi
Praktik, intervensi,
dan produknya
berbasis biologis
Terapi manipulatif Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh
dan berbasis tubuh atau body work (kranial-sakrum astheopatic
(manipulative and manipulative treatment. Pijatan swedia,
body sistems) refleksologi metode pilates, polaritas, gerak tubuh
Sistem yang trager, teknik alexander, teknik feldenkrais. Pijatan
berdasarkan pada chinese tui Na, akupresur, ralfing), serta terapi
kegiatan manipulasi fisika nonkonvensional seperti hidroterapi,
dan atau gerakan distermi, terapi, cahaya dan warna, colonic,
anggota tubuh. pernafasan ;ubang hidung secara bergantian
(alternatenostrilbreathing).
Terapi energi Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan,
(energy therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong
Sistem pengobatan external dan magnet
yang menggunakan
medan energi halus
di dalam dan sekitar
tubuh
Program Rehabilitasi
Untuk memulai program rehabilitasi pada penderita lansia,sebagai tenaga professional
harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang menyertai maupun kemampuan
fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan oleh Katz, DKK yang telah
menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk menggolongkan kemandian merawat
diri pada lansia dengan berbagai macam penyakit, misal fraktur collum femoris, infark
cerebri, arthritis, paraplegia, keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing,
Dressing, Toileting, Transfering, Continence dan Feeding.
1. Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling
ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut,
misalnya :
a. Aktivitas di tepat tidur
- Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi
b. Mobilisasi
- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
- Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll

2. Program Okupasi terapi


Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang
diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok,
namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.

3. Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang
ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang
memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan
lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang
lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.

4. Program Terapi Wicara


Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu
diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila
ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada
penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll

5. Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama
lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang
dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk
mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal
dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang
datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll

6. Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya,
yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif,
atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan,
mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan
program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Gangguan sistem muskuloskeletal dan integumen : osteoporosis


3.1.1 Pengertian
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang.
Resorpsi terjadi lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis
(Pusdiknakes, 1995). Jadi osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena
penurunan masa tulang total.

3.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
a. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam
pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis

2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan
langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetik
3) Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
b. Determinan Penurunan Massa Tulang
1) Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia,
maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2) Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui
urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung
sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
5) Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi
ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran
kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
6) Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
7) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
8) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .

3.1.3 Manifestasi Klinik


Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
- Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
- Nyeri timbul mendadak
- Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
- Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
- Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
- Deformitas vertebra thorakalis
- Penurunan tinggi badan

3.1.4 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
a. Pengobatan
· Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
· Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
· Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
· Latihan teratur setiap hari
· Hindari:
- Makanan tinggi protein
- Minuman beralkohol
- Merokok
- Minum kopi

Teknik terapi komplementer


a. Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan mineral
berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal. Osteoporosis terjadi karena
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Densitas mineral tulang
berkurang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah walaupun dengan trauma
minimal.

Contoh latihan yang harus dihindari :


1. Sit Up
2. Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3. Duduk dengan punggung membungkuk
4. Mengangkat beban dengan ayunan punggung
b. Menjaga Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Kebugaran jasmani
pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung-
paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan kelenturan sendi.

c. Mengangkat dan Mengangkut


Melihat berbagai perubahan karena penuaan, cara mengangkat dang mengakut yang
efektif, efisien, dan aman merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk menunjang prinsip kinetic
dalam mengangkat dan mengangkut dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari
2) Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh
3) Punggung harus lurus
4) Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5) Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya kuat
6) Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7) Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.

d. Perlindungan sendi
Usaha perlindungan sendi dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian sendi secara
berlebihan, menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha menggunakan sendi
yang lebih kuat atau lebih besar, dan istirahat sejenak disela-sela aktivitas.

e. Konservasi Energi
Konservasi energy adalah suatu cara melakukan aktivitas dengan energy yang relative
minimal, namun dapat memperoleh hasil aktivitas yang baik. Teknik konservasi energy dapat
dicapai apabila dalam setiap aktivitas memperhatikan hal-hal berikut :
1) Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak ada gerakan kejut yang akan
meningkatkan strees fisik atau emosional.
2) Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada waktu melaksanakan aktivitas,
energy dapat digunakan secra efisien
3) Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4) Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat didorong atau digeser.
5) Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6) Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan membuat lebih efisien.
7) Dalam setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu pedoman adalah sepuluh
menit istirahat untuk setiap satu jam bekerja.
8) Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan pada waktu yang berbeda.

f. Peningkatan Kekuatan Otot


Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan gerak
fungsional tanpa adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang dianjurkan adalah
latihan isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Tentukan kemampuan otot maksimal
2) Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3) Ukur ulang setiap minggu
4) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5) Istirahat 1-2 menit diantara seri
6) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu
3.2. Gangguan persepsi-sensori : demensia
3.2.1. Pengertian
Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi otak yang
melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan
kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak. Keadaan ini berhubungan dengan
frustasi dan kehilangan semangat. Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and
Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International Classification
of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada
diantaranya:
1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu aktivitas-
aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit bahkan tidak mungkin untuk hidup
secara mandiri.
2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal dari
hari ke hari.
3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat.
4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang tampak
dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual keseharian, apatis (tidak peduli)
terhadap perilaku sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima
golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu : (1) demensia tipe
Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3) demensia larena kondisi medis umum, (4) demensia
menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu, dan (5) demensia karena etiologi
ganda/multiple, (6) demensia yang tak tergolongkan.
Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan oleh
kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang lanjut,
keturunan dan trauma kepala.
Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai setelah
demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan gejala
tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke atau hipertensi, bukti
adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil.

3.2.2. Etiologi
1. Penyebab secara biologis
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang berakumulasi
di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidak
memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois
dkk dalam Durand dan Barlow, 2006)
b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat
menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik
yang terjadi di dalam otak.
c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut.Stroke tunggal
ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul
secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark.
Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest.
Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson, penyakit pick, AIDS, penyakit paru,
ginjal, gangguan darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah kerusakan
cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita
yang meninggal karena demensia senile mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada
kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan
sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut. Demielinasi
dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel
lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad penderita
manula.
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromosom 19
pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya
yaitu neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik,
serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.

2. Penyebab secara psikologis


Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami
demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological Pathways Follow-Up
Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di diagnosis menderita demensia
dikeluarkan dari penelitian ini.
Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes dengan
depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan diabetes saja, 163
atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti menemukan hasil bahwa
depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2.7 kali lipat untuk mengalami
demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa mengalami depresi berat.
Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini
berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau masalah
sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah. Selain itu faktor-
faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti
merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen
pengobatan dan perawatan.

3. Penyebab secara sosial


Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat mengakibatkan
demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi penyakit
kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan mengalami demensia
vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan kontrol terhadap makanan dapat
meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan
demensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol
makanan, jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah
tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia.
Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang Afrika-Amerika dan
orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers dalam Durand dan Barlow,
2006), yang menjelaskan mengapa demensia vaskular lebih sering dialami oleh kelompok ini.
Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang kurang sehat seperti dikalangan orang-orang Afrika-
Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan
berpengawet yang meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan
demensia varskuler ( de la Monte, et all dalam Durand dan Barlow, 2006).

3.2.3. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
a. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.
b. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan dokter
ahli yang berpengalaman sekalipun.
c. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan tidak
mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah
tersinggung.
d. Kurang perhatian dalam berfikir.
e. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa terbahak-bahak
lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit pengaruh lain.
f. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks mengisap,
rrefleks memegang, dan refleks glabella).
g. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat dalam bentuk lain
yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat
sebagai berikut:
1. Penurunan daya ingat.
2. Salah satu gangguan pengamatan:
a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).
b. Apraxia (tidak ada kemauan).
c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).
3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke waktu
sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.

3.2.4. Penatalaksanaan Medis


Hasil dari consensus epidemiologi di atas menyatakan bahwa prosentase untuk
prevalensi orang yang mengalami demensia semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga
perlu diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun kuratif. Baik bagi mereka
tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.
Penanganan yang bisa dilakukan:
a. Farmakologis (dengan obat): hal ini perlu pemeriksaan dan pertimbangan secara individual.
b. Non-Farmakologis (tanpa obat): hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun kuratif.

Penanganan secara farmakologis yang dilakukan (Yatim, 2003) diantaranya:


a. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia.
b. Mengobati gejala-geja gangguan jiwa yang mungkin menyertai demensia.
c. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat penenang (tranzquillizer dan
hypnotic) serta memberikan obat-obatan anti kejang bila perlu.
d. Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs, Selegiline, Antimanic drugs,
Acetlcholinesterase inhibit ( Gaskel, 2007)
Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik.
Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan
psikososial warga senior serta bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan
diri, motivasi, mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro & Sidiarto, 2006)
diantaranya:
a. Reminisensi
b. Orientasi realitas
c. Stimulasi kognitif
d. Stimulasi sensorik
e. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)
Pelaksanaan program dilakukan dengan jumlah peserta yang tidak terlampau banyak,
dipimpin seorang koordinator yang memahami konsep ini. Peserta harus dalam kelompok
kebersamaan.
Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai masalah yang
lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori episodik (materi tentang waktu
dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan memori episodik yang naratif, imajinatif dan
emosional akan meningkatkan daya ingat kembali. Bersamaan dengan aktivitas tersebut juga
dilakukan aktivitas orientasi nyata dengan mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-
orang di masa lampau.
Sebagai aktivitas rekreasi terapeutik ini juga dilakukan stimulasi kognitif disebut juga
memory training, memory retraining atau cognitive rehabilitation. Aktivitas ini perlu
ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam ataupun menurut selera masing-masing. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kerja jantung dan paru untuk mengalirkan darah yang penuh
oksigen ke bagian-bagian tubuh terutama otak selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel
tubuh. Berbagai hal yang disebutkan tadi juga menguntungkan bagi kondisi klinis
prademensia seperti mild cognitive impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI
serta kondisi klinis demensia vaskuler dan Alzeimer.
Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia penderita
demensia (Wall, & Duffy, 2010 ). Dalam jurnal tersebut dijelaskan melalui kebiasaan
mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat bermanfaat untuk melatih ingatan
para lansia penderitanya. Tingkat kegelisahannya pun akan menurun, termasuk perilaku
agresif verbal maupun non-verbalnya.
Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :
1. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
2. Mengurangi perilaku sulit
3. Menjaga keselamatannya
4. Memperbaiki kualitas hidup
5. Mengurangi stres terhadap care giver
6. Memberi kepuasaan kepada care giver

Terapi life review


Life review terapi adalah suatu fenomena yang luas sebagai gambaran pengalaman kejadian,
dimana didalamnya seseorang akan melihat secar cepat tentang totalitas riwayat kehidupan.

Teori terapi life review


Terapi tersebut akan membawa seseorang untuk bisa menjadi lebih akrab pada realita
kehidupan. Terapi ini membantu seseorang untuk mengaktifkan ingatkan jangka panjang
dimana akan terjadi mekanisme recall tentang kejadian pada kehidupan masa lalu hingga
sekarang. Dengan ini lansia akan lebih mengenal siapa dirinya dan dapat mempertimbangkan
kualitas hidup menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Manfaat live review terapi


1. Menurunkan depresi
2. Meningkatkan kepercayaan diri
3. Meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari
4. Meningkatkan kepuasan hidup

Indikasi live review terapi


Menurut Jones (2008), live review terapi merupakan penanganan yang direkomendasikan
untuk lansia yang mengalami defisit kognitif dengan :
1. Depresi
2. Penyakit demensia alzheimer
3. Perawatan saat menjelang ajal
4. Perawatan terminal dan paliatif

Kontraindikasi live review terapi


1. Bahwa live review terapi dapat lebih menimbulkan efek menyakiti dibandingkan efek
membantu pada lansia yang memiliki peristiwa-peristiwa hidup negatif. Beberapa lansia
mungkin akan menolak melakukan live review terapi, bukan karena mereka tidak mau,
melainkan karena akan menjadi depresi ketika lansia melakukannya karena perasaan
kehilangan yang mereka alami (Colins, 2006)
2. Lansia dengan gangguan memory jangka panjang dimana akan menjadi kesulitan untuk
melakukan mengingat kejadian masa lalu.

Teknik live review terapi


Teknik ini dilakukan dengan cara melibatkan orang yang dicintai karena akan
mempermudah proses komunikasi. .Perawat berusaha mengkomunikasikan riwayat masa
lalu melalui buku memory yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Menggunakan album foto dengan ukuran halaman yang besar sebagai media untuk
meletakkan semua gambar atau dokumen dalam berbagai ukuran. Jika lansia mengalami
gangguan penglihatan, maka sebisa mungkin gunakan ukuran gambar yang lebih besar agar
terlihat lebih jelas.
a. Mengumpulkan album foto dari berbagai kehidupan masa lalu lansia mulai dari kecil,
dewasa hingga menua
b. Lansia mampu menyebutkan satu persatu situasi foto yang ditampilkan
c. Lansia menjelaskan situasi yang ada pada foto, seperti siapa saja yang ada didalam foto,
dimana tempatnya, kapan terjadinya, serta apa yang dilakukan atau situasi yang terjadi pada
saat mengambil foto tersebut.
2. Menjelaskan tentang nama bagian-bagian dari tingkatan kehidupan yang pernah dijalani
seperti :
a. Keluarga inti (informasi kelahiran, kehidupan, dan kematian mengenai ayah, ibu, kakek,
nenek)
b. Tahun awal (kelahiran dari anak yang paling mudah)
c. Riwayat pekerjaan (tugas anak, riwayat pekrjaan dan pensiun)
d. Bersikap ramah dan perkawinan
e. Riwayat pasangan
f. Pernikahan anak
g. Keluarga dan teman
h. Rekreasi, hobi, ketertarikan , dan liburan
i. Memperingati hari keagamaan
3. Membuat narasi pada masing-masing kehidupan yang pernah dijalan lansia. Saat membuat
narasi dapat didampingi oleh yang disayangi agar lebih mudah dikomunikasikan

3.3. Gangguan konsep diri : depresi


3.3.1. Pengertian
Ada beberapa definisi depresi menurut para ahli, mari kita simak :
- Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan
yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada
umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan
harapan.
- Menurut Kusumanto (1981) depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis,
yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang
menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja
sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas. Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau
kumpulan gejala (sindroma).
- Menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman
perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam,
penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka ia
disebut melankholi.
- Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa depresi adalah
gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang, muncul perasaan tidak berdaya dan
kehilangan harapan¸yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat
nyata dan berkurangnya aktivitas.

3.3.2. Etiologi
Beberapa ahli juga memberikan penjelasan mengenai penyebab depresi. Menurut
Kaplan dalam Tarigan (2003) Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab dapat dibagi
atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga faktor tersebut juga
dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya
1. Faktor Biologi
Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa peneliti
juga menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem limbiks serta
ganglia basalis dan hypothalamus.
2. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan
mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada
anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10 – 25 %.
3. Faktor Psikososial
Mungkin faktor inilah yang banyak diteliti oleh ahli psikologi. Faktor psikososial yang
memyebabkan terjadinya depresi antara lain;
a. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan : suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa
peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode
gangguan mood.
b. Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang
khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun
dapat mengalami depresi, walaupun tipetipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi
kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan
lainnya.
c. Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud menyatakan suatu hubungan antara
kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan
kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya
bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang
hilang. depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang
diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup
sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa.
d. Ketidakberdayaan yang dipelajari: Didalam percobaan, dimana binatang secara berulang-
ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut
akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya.
Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya.
e. Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi Asikal H.S.
dalam Tarigan (2003) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang
disebut sebagai triad kognitif, yaitu : a) Pandangan negatif terhadap masa depan, b)
Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga, c) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Meyer
berpendapat bahwa depresi adalah reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup.
f. Penyebab depresi adalah faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga
faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

3.3.3. Manifestasi Klinis


Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik &
sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang
lainnya lebih banyak. Tinggi rendahnya gejala bervariasi pada individu dan juga bervariasi
dari waktu ke waktu. Berikut ini beberapa gejala dari depresi :
- Terus menerus merasa sedih, cemas, atau suasana hati yang kosong
- Perasaan putus asa dan pesimis.
- Perasaan bersalah, tidak berdaya dan tidak berharga.
- Kehilangan minat atau kesenangan dalam hobi dan kegiatan yang pernah dinikmati.
- Penurunan energi dan mudah kelelahan.
- Kesuultan berkonsentrasi, mengingat, atau membuat keputusan.
- Insomnia, pagi hari terbangun, atau tidur berlebihan.
- Nafsu makan berkurang bahkan sangat berlebihan. Penurunan berat badan bahkan
penambahan berat badan secara drastis.
- Selalu berpikir kematian atau bunuh diri, percobaan bunuh diri
- Gelisah dan mudah tersinggung
- Terus menerus mengalami gejala fisik yang tidak respon terhadap pengobatan, seperti sakit
kepala, gangguan pencernaan, dan sakit kronis
Pada umumnya gejala depresi antara lain murung, sedih berkepanjangan, sensitif,
mudah marah dan tersinggung, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan
menurunnya daya tahan.

3.3.4. Penatalaksanaan Medis


a. Terapi Medis
- Obat Anti Depresan golongan serotonin Selektif Reuptake Inhibitor (SSRI) dan Serotonin
Norephinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
- Benzodiazepine (obat penenang)
- Alphrazolam, Lorazepam, (anti cemas)
b. Terapi Komplementer
Terapi rekreasi
Pengertian
Terapi rekreasi adalah kegiatan penyegaran kembali tubuh dan pikiran dan kegiatan yang
menggembirakan hati seperti hiburan atau piknik. Rekreasi dapat meningkatkan daya kreasi
manusia dalam mencapai kesinambungan antara bekerja dan beristirahat.
Terapi rekreasi pada lansia adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang
bertujuan untuk membentuk serta meningkatkan kembali kesegaran fisik, mental, pikiran dan
daya rekreasi (individual maupun kelompok) yang hilang akibat aktivitas rutin sehari – hari
dengan cara mencari kesenangan, hiburan, dan kesibukan yang berbeda. Rekreasi dapat
memberikan kepuasan serta kegembiraan yang ditujukan bagi kepuasan lahir dan batin lansia.

Teori terapi rekreasi


Terapi rekreasi yang diberikan kepada lansia akan memengaruhi kondisi fisik dan psikis
lansia. Secara fisik terapi rekreasi mampu membantu lansia dalam mengembalikan atau
memperbaiki kondisi fisik yang sudah lama jarang digerakkan akibat hospitalisasi yang lama.
Secara psikis terapi rekreasi akan mempengaruhi psikis lansia seperti membantu
menyegarkan otak dan pikiran, membuat perasaan menjadi tenang, senang, serta nyaman.
Dan demikian, lansia tidak akan merasa cemas, stress maupun depresi.

Tujuan terapi rekreasi


1. Menciptakan dan membina hubungan manusia.
2. Mempertahankan nilai – nilai budaya.
3. Menimbulkan kesenangan dan kepuasan karena dapat memenuhi rasa ingin tahu.
4. Memulihkan kesehatan jasmani dan rohani.

Indikasi terapi rekreasi


1. Lansia yang baru keluar dari rumah sakit setelah perawatan selama lebih dari 2 minggu.
2. Lansia yang sedang mengalami cemas, stress, maupun depresi.
3. Lansia yang mempunyai penyakit kronis.
Kontraindikasi terapi rekreasi
1. Lansia yang kondisinya harus tirah baring total msalnya sroke atau pasca operasi tumor otak.
2. Lansia yang mengalami demensia, ganguan jiwa, dan ketergantungan total.

Teknik terapi rekreasi


Persiapan
Persiapan alat:
1. Tidak membutuhkna alat khusus untuk jenis rekreasi yang tujuannya jalan – jalan.
2. Untuk rekreasi yang bersifat olahraga dibutuhkan alat olahraga yang akan dilakukan,
misalnya peralatan golf jika olahraga yang dilakukan adalah golf.
3. Untuk rekreasi yang bersifat permainan, perlu dipersiapkan alat permainan seperti permainan
catur.
4. Bagi lansia yang aktivitas setiap harinya membutuhkan kacamata, tongkat, kursi roda,
maupun alat bantu jalan yang lain, keluarga perlu mempersiapkan.
Persiapan lingkungan:
1. Tidak ada persiapan khusus untuk lingkungan, hanya tergantung dari tingkat rekreasi mana
yang akan dikunjungi.
2. Hindari lokasi yang akan menimbulkan resiko cidera bagi lansia seperti tangga,gunung atau
tempat yang tinggi-jangan meninggalkan lansia sendirian di tepi tangga,kolam renang atau
laut.
3. Hindari tempat yang terlalu ramai karena akan membuat pusing lansia.
4. Hindari tempat yang panas,ajak ke tempat yang suasananya sejuk. Terutama pada lansia yang
memiliki ganguuan pernafasan.
Persiapan klien:
1. Pastikan klien dalam kondisi yang sehat
2. Jangan mengajak lansia pergi rekreasi dengan paksaan sebab dapat mempengaruhi fungsi
dari rekreasi dan lansia tidak akan menikmati piknik.
3. Pastikan alat yang biasa di gunakan lansia selalu dibawa.
Prosedur
1. Memilih jenis rekreasi yang di inginkan lansia.
2. Memilih tujuan rekreasi yang akan dikunjungi.
3. Mempersiapakan kebutuhan yang akan diperlukan lansia.
4. Jangan lupa melihat kondisi lansia sebelum, selama perjalanan, saat di tempat tujuan, dan
setelah rekreasi.
Kriteria evaluasi
1. Tanyakan apakah lansia merasa senang dan puas dengan rekreasi yang dilakukan.
2. Pastikan bahwa lansia tidak merasa cemas, stress, maupun depresi setelah perjalan rekreasi
tersebut.
3. Pantau kondisi lansia seperti kondisi fisik seperti lemah.
4. Pastikan lansia tidak lupa untuk menkonsumsi obat – obatan apabila sedang sakit.
5. Evaluasi apakah tempat rekreasi yang dikinjungi tadi bisa dijadikan tempat berkunjung rutin
atau justru tidak cocok dikunjungi lagi.

3.4. Gangguan sistem pencernaan : gastritis


3.4.1 Pengertian
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang
berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan
penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan
peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara
terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Secara
sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena
diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.
Definisi Gastritis menurut para ahli adalah :
- Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus
atau lokal. Sylvia A. Price (1995)
- Gastritis adalah suatu iritasi atau infeksi yang menjadikan dinding merah, bengkak, berdarah
dan berparut. Dr. Robert B. Cooper (1996).
- Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Arif Mansjoer (1999).
- Gastritis adalah inflamasi dari lambung terutama pada mukosa gaster. Sujono Hadi (1999).
- Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang
dipenuhi bakteri. Charlene J (2001).
Klasifikasi Gastritis
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu (David Ovedorf 2002) :
1. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa
menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan
kimiamisal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat
analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat
menyebabkan erosi mukosa lambung) ).
Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan ).

2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan
lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu
menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan
penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi.
Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini
dikaitkan dengan infeksi helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

3.4.2 Etiologi
1. Infeksi kuman Helicobacter pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di
lapisan lambung).
Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang
bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di
lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara.
2. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik untuk infeksi paru dicurigai mempengaruhi penularan kuman di
komunitas karena antibiotika tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori
walaupun presentase keberhasilannya rendah.
3. Gangguan fungsi sistem imun
Sistem imun yang dimiliki oleh seseorang akan dapat menjadi pemacu reaksi
imunologis terhadap infeksi virus atau jamur. Terdapat beberapa jenis virus yang dapat
menginfeksi mukosa lambung misalnya enteric rotavirus dan calici virus. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada
dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan
dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu
produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-
12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi
serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
4. Penggunaan Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen
dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali
maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan
gastritis.
5. Penggunaan alkohol secara berlebihan
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding
lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
6. Penggunaan kokain
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.
7. Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat
menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
8. Radiasi and kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan
pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer.
Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat
mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.

3.4.3 Manifestasi Klinis


a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan mengarah pada hemoragi
b. Beberapa pasien menunjukan asimptomatik
c. Dapat terjadi kolik dan diare jika makan yang mengiritasi tidak dimuntahkan tetapi malah
mencapi usus
d. Perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena.
e. Pasien biasa nya pulih kembali sekitar sehari, meskipu nafsu makan mungkin hilang selama
2-3 hari
f. Nyeri disekitar ulu hati
g. Mual
h. Muntah
i. Kembung
j. Anorexia

3.4.4 Penatalaksanaan Medis


Obat yang dipergunakan untuk gastritis adalah Obat yang mengandung bahan-bahan
yang efektif menetralkan asam dilambung dan tidak diserap ke dalam tubuh sehingga cukup
aman digunakan (sesuai anjuran pakai tentunya). Semakin banyak kadar antasida di dalam
obat maag maka semakin banyak asam yang dapat dinetralkan sehingga lebih efektif
mengatasi gejala sakit gastritis dengan baik.
Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis akut akibat konsumsi
alkohol dan kopi berlebihan, obat-obat NSAID dan kebiasaan merokok dapat sembuh dengan
menghentikan konsumsi bahan tersebut. Gastritis kronis akibat infeksi bakteri H. pylori dapat
diobati dengan terapi eradikasi H. pylori. Terapi eradikasi ini terdiri dari pemberian 2 macam
antibiotik dan 1 macam penghambat produksi asam lambung, yaitu PPI (proton pump
inhibitor).
Untuk mengurangi gejala iritasi dinding lambung oleh asam lambung, penderita
gastritis lazim diberi obat yang menetralkan atau mengurangi asam lambung, misalnya (Mayo
Clinic,2007) :
1. Antasid : Obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang
umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralkan asam lambung
sehingga cepat mengobati gejala antara lain promag, mylanta, dll.
2. Penghambat asam (acid blocker) : Jika antasid tidak cukup untuk mengobati gejala, dokter
biasanya meresepkan obat penghambat asam antara lain simetidin, ranitidin, atau famotidin.
3. Proton pump inhibitor (penghambat pompa proton) : Obat ini bekerja mengurangi asam
lambung dengan cara menghambat pompa kecil dalam sel penghasil asam. Jenis obat yang
tergolong dalam kelompok ini adalah omeprazole, lanzoprazole, esomeparazol, rabeprazole,
dll. Untuk mengatasi infeksi bakteri H. pylori, biasanya digunakan obat dari golongan
penghambat pompa proton, dikombinasikan dengan antibiotika.

Terapi relaksasi nafas dalam


Menurut brunner & suddart (2002), relaksasi nafas adalah pernafasan abdomen dengan
frekuensi lambat atau perlahan, berirama dan nyaman yang dilakukan dengan memejamkan
mata.
Teori terapi relaksasi nafas dalam
Teknik relaksasi meliputi berbagai metode untuk perlambatan bawah tubuh dan pikiran.
Meditasi, relaksasi otot progresif, latihan pernafasan, petunjuk gambar merupakan teknik
relaksasi yang sering digunakan dalam pengaturan klinis klien untuk membantu reaksi stres
dan mengatur kesejahteraan secara keseluruhan.
Distraksi atau pengalihan perhatian akan menstimulasi kontrol desenden, yaitu suatu
sistem serabut yang barasal dari dalam otak bagian bawah dan bagian tengah dan berakhir
pada serabut interneural inhibitor dalam kornudorsalis dari medulla spinalis, yang
mengakibatkan berkurangnya stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak (smeltzher, 2002)

Manfaat terapi relaksasi nafas dalam


1. Lansia mendapatkan perasaan yang nyaman dan tenang
2. Mengurangi nyeri
3. Lansia tidak mengalami stress
4. Melemaskan otot untuk menurunkan ketegangan dan kejenuhan yang biasanya menyertai
nyeri
5. Mengurangi kecemasan yang memburuk persepsi nyeri
6. Relaksasi nafas dalam mempunyai efek distraksi atau pengalihan perhatian.

Indikasi terapi relaksasi nafas dalam


1. Lansia yang mengalami nyeri akut tingkat ringan sampai dengan sedang akibat penyakit
yang kooperatif
2. Lansia dengan nyeri kronis ( nyeri punggung)
3. Nyeri pasca operasi
4. Lansia yang mengalami stress
Kontraindikasi terapi relaksasi nafas dalam
Terapi relaksasi nafas dalam tidak diberikan pada klien yang mengalami sesak nafas

Teknik Terapi relaksasi nafas dalam


Menurut earnest (1989), teknik terapi relaksasi nafas dalam dijabarkan sebagai berikut :
1. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru dengan udara, dalam tiga hitungan (hirup, dua,
tiga)
2. Udara dihembuskan perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi relaks dan nyaman.
Lakukan pengitungan bersama klien (hembuskan, dua, tiga)
3. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal
4. Ulangi kegiatan menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Biarkan hanya kaki dan
telapak kaki yang relaks. Perawat meminta klien mengonsentrasikan pikiran pada kakinya
yang terasa ringan dan hangat.
5. Klien mengulangi lang ringan dan hangat.
6. Klien mengulangi langkah keempat dan mengonsentrasikan pikiran pada lengan, perut,
punggung dan kelompok otot yang lain.
7. Setelah seluruh tubuh klien merasa relaks, anjurkan untuk bernafas secara perlahan-lahan.
Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara dangkah keempat dan
mengonsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot yang lain.
8. Setelah seluruh tubuh klien merasa relaks, anjurkan untuk bernafas secara perlahan-lahan.
Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Kriteria evaluasi
1. Catat skala nyeri yang dirasakan klien sesudah tindakan
2. Catat ekspresi klien sesudah tindakan
3. Catat tanda-tanda vital klien.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terapi medis adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Optimalisasi
terapi medis harus aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak dan pelayanan kesehatan
secara akurat serta adanya kesepakatan antara pasien dan pemberi pelayanan berdasarkan
informasi terkini.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil
penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada
manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan seseorang.
NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di dasarkan sebagai
kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies) sementara terapi biomedis
lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi terhadap
pengibatan.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi medik dan terapi
komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh manfaat dari
makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat mohon untuk dilayangkan
pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca atau bapak/ ibu dosen sangat
mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumanto, R., Iskandar, Y., 1981. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada praktek
umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut).Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.J akarta :
Salemba Medika
Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC
Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas keperawatan pada klien psikogeriatik. Jakarta :
Salemba medika
Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik. Edisi II.Jakarta : EGC
Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia
Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai