Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali
oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan
meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang
yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta
menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan
bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan
faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial.
Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan
dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah
menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan
osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat menyebabkan
disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis, atau
perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan
suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi
lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi

Page 1
tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana
lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan
justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya
pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan secara
rutin dan berkesinambungan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan terapi medis ?


2. Apa yang dimaksud dengan terapi komplementer ?
3. Terapi medic dan komplementer apa yang lazim digunakan pada lansia ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang terapi medis
2. Mengetahui tentang terapi komplementer
3. Mengetahui terapi medic dan komplementer yang lazim digunakan pada
lansia

Page 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi medis

Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi


dampak disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam
masyarakat.
Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan
kesehatan lansia.( British G. Society ).
Terapi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau perlu
mengembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri.
Terapi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami
gangguan kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.
Reintegrasi adalah rentetan usaha untuk kembali pada kemampuan fungsional
yang pernah dimiliki.Reintegrasi terhadap kehidupan normal adalah hal yang samgat
di dambakan oleh seorang pasien.Harapan inilah yang mewakili kualitas hidup yang
diinginkan .upaya reintegrasi diartikan sebagai reorganisasi kondisi fisik, psikis, dan
social serta spiritual menuju kesatuan yang harmonis sehingga adaptasi terhadap
kehidupan dapat diperoleh, setelah mengalami sakit atau trauma.
Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa inti upaya mempertahankan
dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita sakit adalah yang
melaksanakan upaya berdasarkan konsep rehabilitasi. Konsep rehabilitasi menyatu
dan berkesinambungan dengan proses penyembuhan penyakit, termasuk berbagai
reaksi dan efek samping terapi, khususnya pada penyakit geriatric.

Page 3
Tujuan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut:

1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.


2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup
pasien ( kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi).
3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment ), hambatan (disability)
dan kecacatan (handicap ).

2.2 Terapi komplementer

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan
penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.
Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan,
sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer
tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud
adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara
turun – temurun pada suatu negara.Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.
Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan
pilihan lain diluar pengobatan medis yang Konvensional.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan Komplementer
tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv, preventive,
kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu pengetahuan
biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam
penyelenggaraannya harus sinergis dan terintregrasi dengan pelayanan pengobatan
konvensional dengan tenaga pelaksanaanya dokter,dokter gigi, dan tenaga kesehatan

Page 4
lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer
tradisional-alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional-alternatif yang
daoat diselenggarakan secara sinergis dan terintergrasi harus di tetapkan oleh menteri
kesehatan setelah memalui pengkajian.
Terapi komplementer banyak menggunakan pada efektifitas dari beberapa
terapi (Snyder dan lindquist, 1998).Florence nightingale menggambarkan
penggunaan terapi komplementer, seperti musik, didalam perawatan holistik klien
(nigthingale, 1860/1969).
Surver di afrika mengemukakan bahwa 42% reponden menggunakan 1 atau
lebih terapi komplementer (eisenberg dkk, 1998).Penggunaan terapi komplementer
meningkatkan hampir 10% berdasarkan hasil survei tahun 90 (eisenberg dkk,
1993).Terapi komplementer lebih populer di Eropa daripada di Amerika Serikat
(peletier, 2000).Di jerman penggunaan herbal merupakan bagian dari keperawatan
kesehatan. Hasil penelitian tentang obat herbal menunnjukkan bahwa 70 – 90 % dari
terapi kesehatan diseluruh dunia menggunakan terapi komplementer secara rutin
sebagai bagian perawatan kesehatan ( kraitzer dan jansen, 2000).

2.2.1 Pengertian Terapi komplementer

Istilah terapi modalitas dalam ilmu keperawatan lebih dikenal dengan terapi
komplementer, terapi alternativ, terapi holistis, terapi nonbiomedis, pengobatan
integratif atau perawatan kesehatan, perawatan nanalopati, dan perawatan
nontradisional.Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang
menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk
membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami klien ( lundy
dan jenes , 2009). Terapi komplementer adalah istilah untuk terapi yang bukan bagian
dari tepi medis kofensional.
Terapi komplementer atau terapi modalitas di akui sebagai upaya kesehatan
nasional oleh nasional center for complementary/ alternative medicine (NCCAM) di
amerika. Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian bersama
terapi lain, bukan sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer

Page 5
juga digunakan dalam praktik keperawatan profesional sebagai terapi alternativ di
beberapi klinik keperawatan, misalnya latihan relaksasi oto progesif pada penanganan
klien dengan epilepsi yang menyertai penggunaan obat antiepilepsi. Study
menunjukkan bahwa penggunaan relaksasi otot progesif dapat meningkatkan kontrol
kejang ( whaitma dkk., 1990). Namun demikian, tera[i komplkementer dapat
digunakan mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi biomedis karena di
posisikan sebagai upaya promosi kesehatan, misalnya klien dpijat secara rutin untuk
mencegah munculnya stres.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis.
Hasil penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses
interaktif pada manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi
kesejahteraan seseorang. NCCAM.Menetapkan bahwa terapi komplementer secara
garis besar di dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind –
body terapies) sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh
dan berfokus pada dampak terapi terhadap pengibatan atau penanganan masalah
fisik.Sebagai contoh, pada terapi biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya
ditentukan melalui tekanan darah dan tidak memperhatikan bagaimana obat
mempengaruhi alam rohani dan psikologis.
NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan
yang mencakup sistem kesehatan, modalis, praktik dan teori serta keyakinana dari
masyarakat atau budaya dalam periode secara tertentu. CAM mencakup semua
praktik serta ide – ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati
penyakit atau mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan .

2.2.2 Klasifikasi Terapi komplementer

Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi berdasarkan

sistem perawatan , terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dari terapi,

praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme ang mendasari tindakan terapi

yang tidak diketahui.

Page 6
Kategori terapi konmpkementer menurut NCCAM adalah sebagai berikut :
1. Terapi pikiran, tubuh ( mind – body terapies)
2. Terapi berbasis biologi ( biologokalli based terapies)
3. Terapi manipulatife dan berbasis tubuh(manipulatife and body based terapies)
4. Terapi energi yang termasuk dalam kategori energi hayati bioelektro magnetik(
energi and biofild terapies)
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi
tertentu dan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan ternasuk
profesi perawat.
Basis filosofi yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda
dengan modal biomedis konfensional. Biomedis berusaha menghilangkan dan
memperbaiki etiologi atau masalah yang mendasari serta menekankan pada
pengobatan trauma maupun situasi darurat lainya (weil, 1995). Sementara itu tujuan
terapi komplementer dalam sistem keperawatan adalah untuk mencapai keselarasan
dan keseimbangan dalam diri seseorang. Zollman dan vickers (1999)menyatakan
tujuan dari intervensi terapeutik adalah untuk mengembalikan keseimbangan dan
memfasilitasi respon tubuh daripada menyembuhkan proses penyakit atau
penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan yang mencakup
modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga, pengobatan khusus, konseling,
latihan, bimbingan, pada pernafasan, relaksasi, serta resep herbal. Konsep ini
menenkan pentingnya sistem perawatan yang menerapkan pendekatan kepedulian
holistik terhadap perawatan klien yang akan meningkatkan pelayanan kesehatan.

2.2.3 Penggunaan terapi komplementer

Foktor yang mempengaruhi perkembangan atau penggunaan terapi

komplementer (Astin, 1998:kaptchuk dan eisenberg 1998 : jobs,1998 : mitzdorf

dkk,1999) antara lain:

Page 7
1. Adanya kenyakinan bahwa terapi biomedis tidak menyentuh seluruh dominan
yang dimiliki individu.
2. Adanya efek biomedis yang dianggap lebih buruk daripada efek terapi yang
diharapkan;
3. Konsumen menginginkan penyedia layanan kesehatan yang pesuli (carig).
4. Konsumen menginginkan pengakuan dan perlakuan secarautuh atau holistis.
5. Konsumen menginginkan keterlibatandalam pengambilan keputusan dalam
menangani masalahkesehatan yang di hadapi.
6. Faktor lain yang telah meningkatkan penggunaan terapi komplementer adalah
peningkatan pengeseran budaya yang menggunakan pelayanan kesehatan selain
sistem biomedis.
Terapi komplementer sangat penting dalam klien dengan kondisi kesahatan
fonis yang meliputi spiritual, sosial, psikologi, dan masalah fisik (haines, McKibbon
dan Kanani, 1996).
Terapi komplementer keperawatan Nightingale menyerahkan penggunaan
terapi komplementer dalam perawatan klien.Fundamental of nursing menjelaskan
beberapa penggunaan prinsip terapi komplementer seperti pijat (massage), panas dan
dingin, dan gizi. Pada akhir 1950 – an, proses keperawatan diperkenalkan dengan
menggunakan 5 langkah pendekatan pemecahan masalah untuk keperawatan yaitu
pengakajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
Keterampilan pengakajian sangat penting karena berkaitan dengan langkah
selanjutnya, yaitu intervensi.Perpedaan dalam menyusun intervensi dipengaruhi oleh
pengelompokan yangmeliputi tundakan dependen (dependent), kolaborasi
(interdependent), mandiri (independent).
Perawat memiliki otonomi yang luas dalam memberikan intervensi,
terutama tindakan mandiri, sebagai tindakan profesi yang ditunjang pendidikan
tinggi. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan
praktik keperawatan komplementer.Menurut Sydner, Bulechek, dan McCloskey
(1985), beberapa intervensi keperawatan mandiri yang termasuk terapi komplementer
antara lain musik, imagery, relaksasi otot progesif, jurnaling, reminis chance, dan

Page 8
pijat. Indetifikasi dan klasifikasi intervensi keperawatan oleh internasional council of
nurses poject (ICNP) dan national intervention clssification project (NIC) telah
memperluas ruang lingkup intervensi yang mencangkup seluruh kegiatan
keperawatan (ICNP, 1997; McCloskey, dan bulechek. 1996). Dengan demikian
berdasarkan konsep keperawatan, istilah intervensi tidak membedakan terapi
komplementer dengan tindakan keperawatan lainnya sperti pemantauan status
perawatan klien atau koordinasi.Perawat harus menggunakan terapi komplementer
yang lebih banyak untuk membantu klien mencapai hasil ksehatan yang lebih
optimal.

Tabel 1.1 klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative


Medicine

Jenis Contoh
Terapi pikiran - tubuh Yoga, tah chi, internal qi – gong, meditasi ,
( mind – body) . imagery,hipnosis, biofedback, dukungan
Pendekatan prilaku kelompok, terapi seni , terapi musik, terapi dansa ,
psikologi, sosial, dan journaling , humor, psikoterapi tubuh, dan
spiritual untuk kesehatan pengakuan nonlocality, soul retrieval,
. penyembuhan spiritual, holistik nursing, plasebo
sweat lodges.
Terapi sistem pengobatan Pengobatan tradisional cina (akupuntur, formula
alternatif ( alternatif herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi,
medical sistem ). pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat
pengobatan nonmedis tradisional seperti pengobatan asli penduduk
yang melibatkan teori amerika, pengobatan ayuverda, unani-tibbi,
dan praktik dari sistem pengobatan kampo, pengobatan tradisional afrika,
yang komplet. pengobatan tradisional aborigin, curanderismo,
sistem pengobatan barat yang tidak konvensional
(hemeopati, radiestasia,, cayce-based systems,
radionics). Naturopati.
Terapi berbasis biologi Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi
(biological based serat, makrobiotik), pengobatan orthomolecular
therapies). (gizi), intervensi farmakologi/biologis/
Terapi yang bersifat instrumental (kartilago ozon, cone therapy,
alami.Praktik, intervensi, sengatan lebahelektrodiasnostik, iridologi
dan produknya berbasis
biologis

Page 9
Terapi manipulatif dan Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh
berbasis tubuh atau body work (kranial-sakrum astheopatic
(manipulative and body manipulative treatment. Pijatan swedia,
sistems) refleksologi metode pilates, polaritas, gerak tubuh
Sistem yang berdasarkan trager, teknik alexander, teknik feldenkrais.
pada kegiatan manipulasi Pijatan chinese tui Na, akupresur, ralfing), serta
dan atau gerakan anggota terapi fisika nonkonvensional seperti hidroterapi,
tubuh. distermi, terapi, cahaya dan warna, colonic,
pernafasan ;ubang hidung secara bergantian
(alternatenostrilbreathing).
Terapi energi (energy Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan,
therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong
Sistem pengobatan yang external dan magnet
menggunakan medan
energi halus di dalam dan
sekitar tubuh

Program Rehabilitasi

Untuk memulai program rehabilitasi pada penderita lansia,sebagai tenaga


professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang menyertai
maupun kemampuan fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan
oleh Katz, DKK yang telah menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk
menggolongkan kemandian merawat diri pada lansia dengan berbagai macam
penyakit, misal fraktur collum femoris, infark cerebri, arthritis, paraplegia,
keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering, Continence dan Feeding.
1. Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang
paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh
individu tersebut, misalnya :
a. Aktivitas di tepat tidur
Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi
b. Mobilisasi

Page
10
Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi,
berdiri.
2. Program Okupasi terapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats
yang diinginkan.Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus
jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.

3. Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka
seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian
tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini
perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan
yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.

4. Program Terapi Wicara


Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja,
tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan
fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar
tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan
saraf vagus, saraf lidah, dll

5. Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal
bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan
dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat
penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan,
misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga,
bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan
kamar mandi, dll

Page
11
6. Program Psikologi

Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan


emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah
seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll.Juga untuk memberikan motivasi agar
lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini
diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.

Page
12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Gangguan sistem muskuloskeletal dan integumen : osteoporosis

3.1.1 Pengertian

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.


Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa
tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang
menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal (Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang
berkurang.Resorpsi terjadi lebih cepat dari pada formasi tulang, sehingga tulang
menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995).Jadi osteoporosis adalah kelainan atau gangguan
yang terjadi karena penurunan masa tulang total.

3.1.2 Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:


a. Determinan Massa Tulang
1) Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai
contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat
dari pacia bangsa Kaukasia.Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama
kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan

Page
13
bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi
baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat
di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban
mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetik
3) Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan
pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya
kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
b. Determinan Penurunan Massa Tulang

1) Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang
dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan
normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya.
Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut
relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai
tulang kecil pada usia yang sama.

Page
14
2) Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan
faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post
menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada
masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak
bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka
yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan
keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi
melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa
menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg
kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino
yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
5) Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut
akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan
mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang

Page
15
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
6) Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
7) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium
yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak
diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin
maupun tinja.
8) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan.Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme
yang jelas belum diketahui dengan pasti .

3.1.3 Manifestasi Klinik

Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
- Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
- Nyeri timbul mendadak
- Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
- Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
- Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena
melakukan aktivitas
- Deformitas vertebra thorakalis
- Penurunan tinggi badan

Page
16
3.1.4 Penatalaksanaan Medis

Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :


a. Pengobatan
 Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
 Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat
resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
- Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
- Latihan teratur setiap hari
- Hindari:
- Makanan tinggi protein
- Minuman beralkohol
- Merokok
- Minum kopi

Teknik terapi komplementer

a. Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan
mineral berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal.Osteoporosis terjadi
karena ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang.Densitas
mineral tulang berkurang sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah
walaupun dengan trauma minimal.

Page
17
Contoh latihan yang harus dihindari :
1. Sit Up
2. Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3. Duduk dengan punggung membungkuk
4. Mengangkat beban dengan ayunan punggung

b. Menjaga Kebugaran Jasmani


Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran
menyeluruh.Kebugaran jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan
dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan
otot dan kelenturan sendi.

c. Mengangkat dan Mengangkut


Melihat berbagai perubahan karena penuaan, cara mengangkat dang mengakut
yang efektif, efisien, dan aman merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk menunjang
prinsip kinetic dalam mengangkat dan mengangkut dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari
2. Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh
3. Punggung harus lurus
4. Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5. Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya kuat
6. Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7. Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
d. Perlindungan sendi
Usaha perlindungan sendi dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian
sendi secara berlebihan, menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha
menggunakan sendi yang lebih kuat atau lebih besar, dan istirahat sejenak disela-sela
aktivitas.

Page
18
e. Konservasi Energi
Konservasi energy adalah suatu cara melakukan aktivitas dengan energy yang
relative minimal, namun dapat memperoleh hasil aktivitas yang baik. Teknik
konservasi energy dapat dicapai apabila dalam setiap aktivitas memperhatikan hal-hal
berikut :
1. Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak ada gerakan
kejut yang akan meningkatkan strees fisik atau emosional.
2. Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada waktu
melaksanakan aktivitas, energy dapat digunakan secra efisien
3. Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4. Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat didorong atau
digeser.
5. Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6. Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan membuat lebih
efisien.
7. Dalam setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu
pedoman adalah sepuluh menit istirahat untuk setiap satu jam bekerja.
8. Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan pada waktu
yang berbeda.

f. Peningkatan Kekuatan Otot


Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan
gerak fungsional tanpa adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang
dianjurkan adalah latihan isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
1) Tentukan kemampuan otot maksimal
2) Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3) Ukur ulang setiap minggu
4) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5) Istirahat 1-2 menit diantara seri

Page
19
6) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu
3.2. Gangguan persepsi-sensori : demensia
3.2.1. Pengertian
Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi otak
yang melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau
wajah, dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.Keadaan ini
berhubungan dengan frustasi dan kehilangan semangat. Menurut WHO dalam
Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural
Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10)
(2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:
1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai
menganggu aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita
sulit bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.
2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan
mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari.
3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi
waktu, tempat.
4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial
yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual
keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan,
berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006)
ada lima golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu :
(1) demensia tipe Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3) demensia larena kondisi
medis umum, (4) demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu, dan (5)
demensia karena etiologi ganda/multiple, (6) demensia yang tak tergolongkan.
Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan
oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang
lanjut, keturunan dan trauma kepala.

Page
20
Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai
setelah demensia Alzheimer.Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh
adanya tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise),
riwayat sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis
fokal, dan emosi stabil.

3.2.2. Etiologi
1. Penyebab secara biologis
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques
yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga
ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi
juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan
Barlow, 2006)
b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi
memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam
otak.
c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-
turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang
mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut
infark.Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-
infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di
otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau
cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson,

Page
21
penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan
nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja
masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan
bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia senile
mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar
kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh
lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut.
Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan
berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di
bagian dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula.
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)
kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14
awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang
(defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin,
corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.
2. Penyebab secara psikologis
Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar
mengalami demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological
Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di
diagnosis menderita demensia dikeluarkan dari penelitian ini.
Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes
dengan depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan
diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti
menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2.7
kali lipat untuk mengalami demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa
mengalami depresi berat.
Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini
berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau
masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah.

Page
22
Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku
umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan
kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.

3. Penyebab secara sosial


Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat
mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi
penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan
mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan
kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan
tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup
yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan, jarang berolahraga dapat
meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan
demensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami
demensia.Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang
Afrika-Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers
dalam Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia vaskular
lebih sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang kurang
sehat seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi
alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan risiko
terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler ( de la Monte,
et all dalam Durand dan Barlow, 2006).

3.2.3. Manifestasi Klinis


Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.
2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa
bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.

Page
23
3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-
hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari,
kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.
4. Kurang perhatian dalam berfikir.
5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa
terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit
pengaruh lain.
6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti:
refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).
7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat
dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
8. Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan
pemahaman yang terlihat sebagai berikut:
1. Penurunan daya ingat.
2. Salah satu gangguan pengamatan:
a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).
b. Apraxia (tidak ada kemauan).
c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman
dan rasa).
3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari
waktu ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.

3.2.4. Penatalaksanaan Medis


Hasil dari consensus epidemiologi di atas menyatakan bahwa prosentase untuk
prevalensi orang yang mengalami demensia semakin meningkat setiap tahunnya,
sehingga perlu diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun
kuratif.Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah sesuai
dengan yang sudah dibahas di atas.

Page
24
Penanganan yang bisa dilakukan:
a. Farmakologis (dengan obat): hal ini perlu pemeriksaan dan pertimbangan secara
individual.
b. Non-Farmakologis (tanpa obat): hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior
tanpa ada pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun kuratif.

Penanganan secara farmakologis yang dilakukan (Yatim, 2003) diantaranya:


a. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia.
b. Mengobati gejala-geja gangguan jiwa yang mungkin menyertai demensia.
c. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat penenang
(tranzquillizer dan hypnotic) serta memberikan obat-obatan anti kejang bila
perlu.
d. Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs, Selegiline, Antimanic
drugs, Acetlcholinesterase inhibit ( Gaskel, 2007)

Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik.


Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan
psikososial warga senior serta bertujuan meningkatkan dan mempertahankan
kepercayaan diri, motivasi, mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran
mental.
Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro & Sidiarto,
2006) diantaranya:
a. Reminisensi
b. Orientasi realitas
c. Stimulasi kognitif
d. Stimulasi sensorik
e. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)
Pelaksanaan program dilakukan dengan jumlah peserta yang tidak terlampau
banyak, dipimpin seorang koordinator yang memahami konsep ini.Peserta harus
dalam kelompok kebersamaan.

Page
25
Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai masalah
yang lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori episodik (materi
tentang waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan memori episodik yang
naratif, imajinatif dan emosional akan meningkatkan daya ingat kembali. Bersamaan
dengan aktivitas tersebut juga dilakukan aktivitas orientasi nyata dengan
mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-orang di masa lampau.
Sebagai aktivitas rekreasi terapeutik ini juga dilakukan stimulasi kognitif
disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive
rehabilitation.Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam
ataupun menurut selera masing-masing.Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kerja
jantung dan paru untuk mengalirkan darah yang penuh oksigen ke bagian-bagian
tubuh terutama otak selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel tubuh.Berbagai hal
yang disebutkan tadi juga menguntungkan bagi kondisi klinis prademensia seperti
mild cognitive impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI serta
kondisi klinis demensia vaskuler dan Alzeimer.
Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia
penderita demensia (Wall, & Duffy, 2010 ). Dalam jurnal tersebut dijelaskan melalui
kebiasaan mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat bermanfaat
untuk melatih ingatan para lansia penderitanya. Tingkat kegelisahannya pun akan
menurun, termasuk perilaku agresif verbal maupun non-verbalnya.
Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :
1. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
2. Mengurangi perilaku sulit
3. Menjaga keselamatannya
4. Memperbaiki kualitas hidup
5. Mengurangi stres terhadap care giver
6. Memberi kepuasaan kepada care giver

Page
26
Terapi life review
Life review terapi adalah suatu fenomena yang luas sebagai gambaran
pengalaman kejadian, dimana didalamnya seseorang akan melihat secar cepat tentang
totalitas riwayat kehidupan.

Teori terapi life review


Terapi tersebut akan membawa seseorang untuk bisa menjadi lebih akrab pada
realita kehidupan. Terapi ini membantu seseorang untuk mengaktifkan ingatkan
jangka panjang dimana akan terjadi mekanisme recall tentang kejadian pada
kehidupan masa lalu hingga sekarang. Dengan ini lansia akan lebih mengenal siapa
dirinya dan dapat mempertimbangkan kualitas hidup menjadi lebih baik
dibandingkan sebelumnya.

Manfaat live review terapi


1. Menurunkan depresi
2. Meningkatkan kepercayaan diri
3. Meningkatkan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari
4. Meningkatkan kepuasan hidup

Indikasi live review terapi

Menurut Jones (2008), live review terapi merupakan penanganan yang


direkomendasikan untuk lansia yang mengalami defisit kognitif dengan :
1. Depresi
2. Penyakit demensia alzheimer
3. Perawatan saat menjelang ajal
4. Perawatan terminal dan paliatif

Page
27
Kontraindikasi live review terapi

1. Bahwa live review terapi dapat lebih menimbulkan efek menyakiti


dibandingkan efek membantu pada lansia yang memiliki peristiwa-peristiwa
hidup negatif. Beberapa lansia mungkin akan menolak melakukan live review
terapi, bukan karena mereka tidak mau, melainkan karena akan menjadi
depresi ketika lansia melakukannya karena perasaan kehilangan yang mereka
alami (Colins, 2006)
2. Lansia dengan gangguan memory jangka panjang dimana akan menjadi
kesulitan untuk melakukan mengingat kejadian masa lalu.

Teknik live review terapi

Teknik ini dilakukan dengan cara melibatkan orang yang dicintai karena akan
mempermudah proses komunikasi. .Perawat berusaha mengkomunikasikan riwayat
masa lalu melalui buku memory yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Menggunakan album foto dengan ukuran halaman yang besar sebagai media
untuk meletakkan semua gambar atau dokumen dalam berbagai ukuran. Jika
lansia mengalami gangguan penglihatan, maka sebisa mungkin gunakan
ukuran gambar yang lebih besar agar terlihat lebih jelas.
a. Mengumpulkan album foto dari berbagai kehidupan masa lalu lansia
mulai dari kecil, dewasa hingga menua
b. Lansia mampu menyebutkan satu persatu situasi foto yang ditampilkan
c. Lansia menjelaskan situasi yang ada pada foto, seperti siapa saja yang
ada didalam foto, dimana tempatnya, kapan terjadinya, serta apa yang
dilakukan atau situasi yang terjadi pada saat mengambil foto tersebut.
2. Menjelaskan tentang nama bagian-bagian dari tingkatan kehidupan yang
pernah dijalani seperti :
a. Keluarga inti (informasi kelahiran, kehidupan, dan kematian mengenai
ayah, ibu, kakek, nenek)
b. Tahun awal (kelahiran dari anak yang paling mudah)

Page
28
c. Riwayat pekerjaan (tugas anak, riwayat pekrjaan dan pensiun)
d. Bersikap ramah dan perkawinan
e. Riwayat pasangan
f. Pernikahan anak
g. Keluarga dan teman
h. Rekreasi, hobi, ketertarikan , dan liburan
i. Memperingati hari keagamaan
3. Membuat narasi pada masing-masing kehidupan yang pernah dijalan lansia.
Saat membuat narasi dapat didampingi oleh yang disayangi agar lebih
mudah dikomunikasikan

Page
29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terapi medis adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup


pasien.Optimalisasi terapi medis harus aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak
dan pelayanan kesehatan secara akurat serta adanya kesepakatan antara pasien dan
pemberi pelayanan berdasarkan informasi terkini.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil
penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif
pada manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM.Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di
dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies)
sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus
pada dampak terapi terhadap pengibatan.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi medik dan terapi
komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh
manfaat dari makalah yang kami buat.Jika ada pengembangan yang bermanfaat
mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca
atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami
buat.

Page
30
DAFTAR PUSTAKA

Kusumanto, R., Iskandar, Y., 1981. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi
pada praktek umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.J
akarta : Salemba Medika
Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika
Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC
Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas keperawatan pada klien
psikogeriatik.Jakarta : Salemba medika
Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik. Edisi
II. Jakarta : EGC
Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik.Diakses dalam http://www.usu.go.id.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

Page
31

Anda mungkin juga menyukai