PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yaitu
suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk
memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan
keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui
tahapan pengkajian keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan,
penentuan perencanaan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan
serta mengevaluasinya (Majid, 2011 ).
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan salah satu tindakan
yang menakutkan bagi setiap orang, meskipun para dokter dan perawat
sudah menjelaskan bagaimana dampak dan manfaat yang akan dialami
dari tindakan pembedahan tersebut. Dampak terbesarnya sering terjadi
penurunan kualitas hidup dan menghambat pemenuhan tugas-tugas
sebagai reaksi terhadap sesuatu yang di alami oleh seseorang ( Nugroho
2008, dalam Hardiyanto 2019).
Pembedahan atau operasi merupakan salah satu stressor bagi
pasien. Sebagaimana disampaikan Hawari (2011) menyatakan bahwa
prosedur pembedahan merupakan salah satu stressor bagi individu yang
akan menjalaninya. Dari tinjauan keperawatan jiwa tindakan operasi
menimbulkan krisis situasi yaitu gangguan internal yang ditimbulkan oleh
peristiwa yang menegangkan, mengancam dan meningkatkan kecemasan.
Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur
atau tindakan asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat prosedur atau tindakan pembedahan dan tindakan
pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukan gejala mudah
tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak
nyenyak (Majid, 2011 ). Kecemasan merupakan pengalaman subjectif
yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan berupa
perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami seseorang. Kecemasan
adalah suatu keadaan tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi situasi
1
2
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan terapi murotal Al-
Qur’an surah Ar-Rahman pada klien dengan masalah keperawatan
keperawatan gaangguan kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
C. Tujaun penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis terapi murotal Al-Qur’an surah Ar-Rahman sebagai
intervensi pada pasien dengan BPH di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien PreOperasi BPH
di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta.
b. Meneggakan diagnosa keperawatan pada pasien PreOperasi BPH di
Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien PreOperasi
BPH di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
d. Melakukan tindakan keperawatan penurunan tingkat kecemasan
pada pasien PreOperasi BPH di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
c. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena factor
bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan
testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun,
produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar
prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat
mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih
sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan
aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor
masuk ke dalam fasedekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini
diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan
waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan
pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014).
11
d. Manifestasi Klinis
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di
tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari
biasanya dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing
e. Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi:
1. Aterosclerosis
2. Infark jantung
3. Impoten
4. Haemoragik post operasi
5. Fistula
6. Struktur pasca operasi dan inconentia urin
7. Infeksi
12
f. Penatalaksanaan Medis
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi:
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin,
afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah
meliputi:
a. Prostatektomi
Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat
kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum.Prostatektomi retropubik, adalah
suatu teknik yang lebih umum di banding [endekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat
yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar
prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam
mengobati banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
di lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di
sambungkan dengan arus listrik.
13
3. Pre Operasi
a. Definisi Pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh, pada umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu
dilakukan tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka. Pembedahan dilakukan untuk mendiagnosa atau
15 mengobati suatu penyakit, cedera atau cacat, serta mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan
obat-obatan sederhana (Apriansyah, dkk, 2014).
Pra Operasi merupakan fase ketikan keputusan pembedahan
dibuat dan berakhir ketikan pasien dipindahkan ke meja operasi.
Keberhasilan tindakan operasi ditentukan oleh keberhasilan
selama persiapan, termasuk aspek kenyamanan menjelang operasi
(Rahmawati, dkk, 2014).
b. Klasifikasi Bedah
American Society of Anesthesiology menggolongkan prosedur
pembedahan berdasarkan tingkat resiko pada pasien. Urgensi,
lokasi, luas dan alasan untuk prosedur semua dipertimbangkan,
demikian juga umur pasien, status kardiovaskuler, pernapasan,
dan neurologis yang sudah ada sebelumnya , gangguan endokrin,
penyakit berbahaya, gizi , cairan,dan elektrolit, penemuan
laboratorium abnormal, tanda-tanda vital abnormal, dan adanya
infeksi/peradangan.
Resiko melakukan operasi dibandingkan dengan resiko tidak
melakukan operasi. Ada beberapa kasus dimana resiko operasi
sangat tinggi. Tetapi pasien mungkin meninggal jika operasi tidak
dilakukan (pasien dengan perdarahan internal tak terkendalikan
setelah luka tembak atau luka tikam , sebagai contoh).
14
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
d. Periode pre- Operatif
Periode pre- operatif, waktu sebelum operasi, digunakan untuk
menyiapkan pasien untuk operasi baik secara fisik maupun secara
fisiologis.
1. Pemberian izin pre-operatif
Petugas kesehatan utama pasien biasanya melakukan pembersihan
preoperatif untuk operasi. Dokter, praktisi perawat, atau asisten
dokter mengenal baik sejarah medis pasien dan medikasi saat ini
serta dapat dengan tepat menilai resiko segera dari operasi pada
pasien. Hal-hal yang dipertimbangkan membersihkan pasien
diantaranya tipe intervensi bedah yang direncanakan, potensi
kehilangan darah selama operasi, umur pasien, kesehatan umum,
dan komorbiditas riwayat medis dan bedah sebelumnya, medikasi
saat ini, penggunaan obat herbal atau suplemen, penggunaan
alcohol, sejarah merokok, penggunaan zat, alergi, sejarah
keluarga mencakup permasalahan dengan operasi, dan hasil tes
diagnostic.
2. Surat persetujuan tertulis
Surat persetujuan tertulis diperoleh sebelum prosedur invasive
atau berbahaya apapun. Alasan untuk operasi, jenis dan luas
operasi yang akan dilakukan prosedur, pilihan alternative dan
resiko terkait, dan resiko yang berhubungan dengan anestesi,
semua dijelaskan kepada pasien. Hal tersebut merupakan
tanggung jawab ahli bedah untuk memastikan informasi ini
dijelaskan kepada pasien. Pasien harus orang dewasa
berkompeten agar tanda tangannya sah.
17
Subjektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan 2. Tampak tegang
akibat dari kondisi yang di 3. Sulit tidur
hadapi
3. Sulit berkonsentrasi
1. Mengeluh pusing 1. Frekuensi napas meningkat
2. Anoreksia 2. Ferkuensi nadi meningkat
3. Palpitasi 3. Tekanan darah meningkat
4. Merasa tidak berdaya 4. Tremor
5. Muka tampak pucat
e. Penatalaksanaan
Tingkat kesadaran merupakan salah satu pemeriksaan neurologis
yang sangat penting untuk menilai secara komprehensif pada pasien
kritis, dan dapat memberikan informasi prognosis. Dengan mengetahui
prediksi prognosis maka penanganan pasien menjadi lebih optimal dan
motivasi untuk menangani secara maksimal lebih tinggi pada pasien
dengan prognosis baik. Penilaian kesadaran merupakan keterampilan
klinis yang harus dipunyai seorang petugas kesehatan, walaupun
definisi yang tepat untuk mendeskripsikan setiap tingkat kesadaran sulit
untuk ditetapkan (Bordini AL., et.al, 2010).
Untuk pentalaksanaan Pemberian terapi bacaan Al-Qur’an yang
diperdengarkan dapat memberikan efek penyembuhan penyakit jasmani
19
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis, riwayat
penyakit,pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian
psikososil (Muttaqin, 2012).
a. Pengumpulan data
1) Identitas Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan,
alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat.
2) Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan BPH sebagai berikut : a)
Keluhan Utama Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik
atau rumah sakit. Biasa klien dengan BPH mengeluhkan adanya
nyeri saat BAK. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan
pengembangan dari keluhan utama.
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
20
c. Pemeriksaan Fisik
21
1) Kepala
Pada klien dengan BPH tampak simetris dan tidak ada benjolan
2) Mata
Pada klien dengan BPH pada pemeriksaan mata, penglihatan
klien baik, mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3) Telinga
Pada klien dengan BPH tidak ada gangguan pendengaran, tidak
adanya serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa
nyeri ketika di palpasi.
4) Hidung
Klien dengan BPH biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih,
tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5) Mulut
Klien dengan BPH kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering.
6) Leher
Klien dengan BPH tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid.
7) Thorak
Paru- paru
Inspeksi :Klien dengan BPH dadanya simetris kiri kanan.
Palpasi : Pada klien dengan BPH saat dilakuan palpasi tidak teraba
massa.
Perkusi : Pada klien dengan BPH saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.
Auskultasi : klien dengan BPH suara nafasnya normal.
8) Jantung
Inspeksi :Klien dengan BPH ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :Klien dengan BPH ictus cordis tidak teraba.
Perkusi :Suara jantung dengan kasus BPH berbunyi normal.
Abdomen
Inspeksi :Klien dengan BPH abdomen tidak membesar atau
menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat
streatmarc
22
2. Diagnosa Keperawatan
24
3. Perencanaan Keperawatan
dan tindakan
tidak berhasil
a. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) implementasi adalah pelaksanaan dari
rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implemen
tasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
b. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dlam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2013).
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Penelitian yang dilakukan terfokus pada satu kasus tertentu untuk
diamati dan dianalisis secara cermat sampai tuntas. Kasus yang dimaksud bisa
berupa tunggal atau jamak, missal indivisu atau kelompok. Di sini perlu
dilakukan analisis secara tajam terhadap berbagai faktor yang terkait dengan
kasus tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh kesimpulan yang akurat
(Sutedi, 2009). Pada penelitian ini peneliti akan melakukan analisis terapi
murotal al-qur’an surah Ar- Rahman sebagai intervensi pada klien dengan
masalah keperawatan gangguan kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah klien dengan masalah keperawatan gangguan
kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta
D. Fokus Studi Penelitian
Fokus studi penelitian adalah Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman
E. Batasan Istilah
Batasan istilah dibutuhkan untuk mengarahkan dan sebagai patokan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun batasan istilah
pada penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman merupakan instrumen
penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau.
Dengan tempo yang lambat serta harmonis lantunan Al-Qur’an dapat
menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
27
I. Etik Penelitian
Ada beberapa etical clearence yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
proses analisis terapi ganggam jari sebagai intervensi pada klien dengan
masalah keperawatan nyeri akut di instalasi rawat intensif, antara lain
(Nursalam, 2013):
1. Anonymity (kerahasiaan identitas)
Peneliti akan menjaga rahasia pasien seperti identitas, sehingga dalam
KTA ini tidak mencantumkan nama responden, tetapi hanya menuliskan
kode atau inisial responden.
2. Confidentiality (kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan akan dijaga dalam KTA ini, baik informasi atau masalah lain
mengenai privasi pasien.
a. Beneficence (prinsip manfaat)
Proses analisis asuhan keperawatan persalinan normal ini akan
dilaksanakan sesuai prosedur guna mendapatkan hasil yang bermanfaat
seaksimal mungkin bagi pasien dan dapat dimanfaatkan di instansi
terkait. Dengan terlibatnya pasien dalam proses asuhan keperawatan
intranatal ini, maka diharapkan masalah yang terjadi pada proses
persalinan dapat diatasi.
b. Justify ( prinsip keadilan)
Peneliti memperlakukan pasien secara adil, baik sebelum, selama
maupun setelah berpartisipasi dalam proses analisis asuhan
keperawatanintranatal ini. Proses analisis dilakukan secara jujur, hati-
hati, dan berperikemanusiaan.
c. Autonomy (kebebasan)
Peneliti memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih apakah
bersedia mengikuti kegiatan asuhan keperawatan intranatal ini atau
tidak.
Rencana Uji Etik dalam penelitian ini akan dilakukan di RSUD
Panembahan Senopati Bantul pada Bulan November 2021.
30