Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yaitu
suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk
memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan
keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui
tahapan pengkajian keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan,
penentuan perencanaan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan
serta mengevaluasinya (Majid, 2011 ).
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan salah satu tindakan
yang menakutkan bagi setiap orang, meskipun para dokter dan perawat
sudah menjelaskan bagaimana dampak dan manfaat yang akan dialami
dari tindakan pembedahan tersebut. Dampak terbesarnya sering terjadi
penurunan kualitas hidup dan menghambat pemenuhan tugas-tugas
sebagai reaksi terhadap sesuatu yang di alami oleh seseorang ( Nugroho
2008, dalam Hardiyanto 2019).
Pembedahan atau operasi merupakan salah satu stressor bagi
pasien. Sebagaimana disampaikan Hawari (2011) menyatakan bahwa
prosedur pembedahan merupakan salah satu stressor bagi individu yang
akan menjalaninya. Dari tinjauan keperawatan jiwa tindakan operasi
menimbulkan krisis situasi yaitu gangguan internal yang ditimbulkan oleh
peristiwa yang menegangkan, mengancam dan meningkatkan kecemasan.
Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur
atau tindakan asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat prosedur atau tindakan pembedahan dan tindakan
pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukan gejala mudah
tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak
nyenyak (Majid, 2011 ). Kecemasan merupakan pengalaman subjectif
yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan berupa
perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami seseorang. Kecemasan
adalah suatu keadaan tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi situasi

1
2

yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam


menghadapi objek tersebut. Hal tersebut berupa emosi yang kurang
meyenangkan yang dialami oleh individu dan bukan kecemasan sebagai
sifat yang melekat pada kepribadian (Ghufron, 2010).
Upaya untuk menurunkan kecemasan umumnya dilakukan dengan
menggunakan terapi relaksasi dan distraksi, diantaranya terapi Al-Qur‟an,
yoga, musik, hipnoterapi, dan penerapan senam kehamilan (Ambarwati
2009 dalam Karyati 2016). Al – Qur’an dapat menawarkan ketenangan
bagi jiwa yang cemas untuk mendapatkan ketenangan, baik melalui bacaan
atau tulisan dari Al-Qur‟an yang dapat diambil. Ayat-ayat Al-Qur‟an
sebagai tuntunan dalam menghadapi permasalahan hidup tanpa ada rasa
cemas lagi (Sholeh, 2011). Seperti Firman Allah dalam Al- Quran, “Dan
Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”(QS. Al-
Isra;82).
Al-Qur’an merupakan salah satu metode pengobatan yang
memiliki semua jenis program dan data yang diperlukan untuk mengobati
berbagai macam gangguan pada sel tubuh. Murottal (mendengarkan
bacaan Al-Qur’an adalah salah satu metode penyembuhan dengan
menggunakan Al-Qur’an. Mendengarkan murottal Al-Qur’an dapat
memberikan pengaruh terhadap kecerdasan emosional, (EQ) kecerdasan
intelektual (IQ), serta kecerdasan spiritual (SQ) seseorang. Mendengarkan
murottal akan menimbulkan efek tenang dan rileks pada diri seseorang,
sehingga akan turut memberikan kontribusi dalam penurunan tekanan
darah (Kartini dkk., 2017).
Terapi religi dapat mempercepat penyembuhan, hal ini telah
dibuktikan oleh berbagai ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad Al
Qhadhi, direktur utama Islamic Medicine Institute for Education and
Research di Florida, Amerika Serikat. Dalam konferensi tahunan ke XVII
Ikatan Dokter Amerika, wilayah missuori AS, Ahmad Al Qadhi
melakukan presentasi tentang hasil penelitianya dengan tema pengaruh Al-
3

Quran pada manusia dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil


penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa mendengarkan ayat
suci Al-Quran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan
ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara
kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat berbasis computer (Firman 2012,
dalam Hariyanto 2019).
Ar-Rahman yang berarti Yang Maha Pemurah merupakan surah ke
55 di antara surah-surah dalam al-Qur‟an, surah ini terdiri atas 78 ayat.
Termasuk surah-surah makkiyyah. Nama ar-Rahman diambil dari
perkataan Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-
Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah SWT. Surat ini dikenal
juga dengan nama “Arus al-Qur‟an” (pengantin al-Qur‟an). Nabi saw.
bersabda: “segala sesuatu mempunyai pengantinya dan pengantinya al-
Qur‟an adalah surah ar Rahman”.(Shihab, 2012).
Menurut Syafei (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Terapi
Pengaruh Pemberian Terapi Audio Murottal Qur’an Surat Ar-Rahman
terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre-Operasi Katarak Senilis”.
Dan dari 56 responden menggunakan teknik accidental sampling. Analisis
data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji
statistik Non parametric, Marginal Homogenity Test. Hasil penelitian
setelah dilakukan intervensi atau perlakuan menggunakan terapi audio
murottal Q.s Ar-Rahman responden yang cemas sedang sebanyak 16 orang
(28.6%). Cemas berat sebanyak 35 orang (62.5%). Sedangkan untuk
kecemasan sangat berat sebanyak 5 orang (8.9%). Dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh perbedaan kecemasan responden sebelum dan
sesudah diberikan terapi audio Q.s Ar-Rahman.
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan tingkat efektivitas
antara pemberian terapi musik dengan terapi pembacaan Al-Qur’an
terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre-operasi di Rumah Sakit
Islam Pekajangan dapat ditarik simpulan: tingkat kecemasan antara
sebelum dan sesudah terapi musik terdapat perbedaan yang signifikan,
sehingga pemberian terapi musik efektif menurunkan tingkat kecemasan
4

pasien, tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah terapi murotal


terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga pemberian terapi murotal
efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien, tingkat kecemasan antara
sesudah mendapatkan terapi musik dan murotal terdapat perbedaan yang
signifikan, sehingga pemberian terapi murotal lebih efektif menurunkan
tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi music.(Firman
2012, dalam Hariyanto 2019)

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan terapi murotal Al-
Qur’an surah Ar-Rahman pada klien dengan masalah keperawatan
keperawatan gaangguan kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
C. Tujaun penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis terapi murotal Al-Qur’an surah Ar-Rahman sebagai
intervensi pada pasien dengan BPH di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien PreOperasi BPH
di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta.
b. Meneggakan diagnosa keperawatan pada pasien PreOperasi BPH di
Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien PreOperasi
BPH di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
d. Melakukan tindakan keperawatan penurunan tingkat kecemasan
pada pasien PreOperasi BPH di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
5

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien PreOperasi BPH di


Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
f. Melakukan analisis pada PreOperasi pasien BPH di Ruang Rawat
Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa Stikes Surya Global Yogyakarta.
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada PreOperasi BPH di Ruang Rawat Inap
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta
2. Bagi Lahan Praktik RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Informasi yang diperoleh dari hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan tentang pasien PreOperasi BPH di Ruang Rawat
Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
3. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Surya Global Yogyakarta.
Informasi yang diperoleh dari hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan ilmu untuk mengembangkan informasi tentang pasien BPH
di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta.
4. Bagi Profesi Keperawatan
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah satu pilihan dalam intervensi keperawatan pada pasien
BPH di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta.
E. Keaslian Penelitian
1. Adhin Al Kasanah (2021) dengan judul “Efektivitas Terapi Murotal
Terhadap Kecemasan Dan Stress Pasien Pre Operasi “ tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas terapi murotal al-
quran terhadap kecemasan dan stress pada pasien pre operasi.
Penelitian ini adalah penelitian pra-ekperimen dengan rancangan one
grup design with pre test adan post test. Pengukuran kecemasan
6

pasien mengguanakan the Amsterdam preoperative anxiety and


information scale (APAIS) dan skor yang di ukur dengan the
perceived Stress Scale (PSS-10). Hasil analiss statistic menunjukan
ada perbedaan yang signifikan pada nilai kecemasan (p=0,004) antara
sebelum dan setelah pemberian terapi murotl al-quran . kesimpulan
adalah terapi murotal al quran efektif menurunkan kecemasan dan
stress pada pasien pre operasi. Pemberian terapi al quran
meningkatkan kesadaran dan kepasrahan pasien praoperasi terhadap
tuhan.
2. Firman Faradisi (2021) dengan judul “Efektivitas Terapi Murotal dan
Terapi Musik Klasik terhadap PenurunanTingkat Kecemasan Pasien
Pra Operasi di Pekalongan” Tujuan penelitian untuk mengetahui
perbedaan efektivitas pada kedua terapi dalam menurunkan
kecemasan. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment,
tipe pre test and post test design. Sample penelitian adalah pasien
fraktur ekstremitas di RSI Muhammadiyah Pekajangan. Tehnik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Tehnik
pengambilan data dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data
menggunakan uji t-dependent (paired sample t test). Hasil pengkajian
sebelum diberikan terapi sebagian besar pasien mengalami cemas
sedang. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi musik diperoleh
nilai thitung sebesar 8,887 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak.
Artinya pemberian terapi musik efektif menurunkan tingkat
kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi murotal
diperoleh nilai thitung sebesar 10,920 (p = 0,000 < 0,05) sehingga H0
ditolak artinya pemberian terapi murotal efektif menurunkan tingkat
kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan dengan terapi musik
dan murotal diperoleh nilai thitung sebesar 2,946 (p = 0,000 < 0,05)
sehingga H0 ditolak artinya pemberian terapi murotal lebih efektif
menurunkan tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi
musik.
7

3. Nelvia Ivanka (2020) dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Pre Operasi Dengan Benigna Prostat Hyperplasia”. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam bentuk pengulasan
kasus (literature review) dengan pendekatan Asuhan keperawatan
dengan melaksanakan asuhan sebagai unit analisis. Unit analisis
adalah pasien dengan kanker rektum yang menjalani kemoterapi.
Metode pengambilan data adalah dengan wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, studi dokumentasi dan pemeriksaan penunjang.
Instrumen pengumpulan data menggunakan format asuhan
keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku di Prodi keperawatan
kampus Poltekkes Kaltim. Berdasarkan analisa data diperoleh
kesimpulan pengkajian membutuhkan keterampilan komunikasi yang
efektif, diagnosa keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien,
perencanaan dan pelaksanaan ditunjang dengan fasilitas dan sarana
yang mendukung, evaluasi dilakukan secara langsung baik formatif
maupun sumatif.
8

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


a. Pengertian
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan
dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas
ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan
menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan
jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling
umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun
( Prabowo dkk, 2014 ).

Gambar BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


9

b. Tanda dan Gejala


Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling
yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas
f. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan
terjadi BPH.
g. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
h. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel
transit dan memicu terjadi BPH.
10

c. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena factor
bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan
testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun,
produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar
prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat
mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih
sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan
aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor
masuk ke dalam fasedekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini
diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan
waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan
pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014).
11

d. Manifestasi Klinis
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di
tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari
biasanya dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing
e. Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi:
1. Aterosclerosis
2. Infark jantung
3. Impoten
4. Haemoragik post operasi
5. Fistula
6. Struktur pasca operasi dan inconentia urin
7. Infeksi
12

f. Penatalaksanaan Medis
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi:
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin,
afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah
meliputi:
a. Prostatektomi
Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat
kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum.Prostatektomi retropubik, adalah
suatu teknik yang lebih umum di banding [endekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat
yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar
prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam
mengobati banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
di lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di
sambungkan dengan arus listrik.
13

3. Pre Operasi
a. Definisi Pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh, pada umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu
dilakukan tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka. Pembedahan dilakukan untuk mendiagnosa atau
15 mengobati suatu penyakit, cedera atau cacat, serta mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan
obat-obatan sederhana (Apriansyah, dkk, 2014).
Pra Operasi merupakan fase ketikan keputusan pembedahan
dibuat dan berakhir ketikan pasien dipindahkan ke meja operasi.
Keberhasilan tindakan operasi ditentukan oleh keberhasilan
selama persiapan, termasuk aspek kenyamanan menjelang operasi
(Rahmawati, dkk, 2014).
b. Klasifikasi Bedah
American Society of Anesthesiology menggolongkan prosedur
pembedahan berdasarkan tingkat resiko pada pasien. Urgensi,
lokasi, luas dan alasan untuk prosedur semua dipertimbangkan,
demikian juga umur pasien, status kardiovaskuler, pernapasan,
dan neurologis yang sudah ada sebelumnya , gangguan endokrin,
penyakit berbahaya, gizi , cairan,dan elektrolit, penemuan
laboratorium abnormal, tanda-tanda vital abnormal, dan adanya
infeksi/peradangan.
Resiko melakukan operasi dibandingkan dengan resiko tidak
melakukan operasi. Ada beberapa kasus dimana resiko operasi
sangat tinggi. Tetapi pasien mungkin meninggal jika operasi tidak
dilakukan (pasien dengan perdarahan internal tak terkendalikan
setelah luka tembak atau luka tikam , sebagai contoh).
14

Lokasi anatomis operasi akan mempengaruhi tingkat resiko


pada pasien. Prosedur operasi yang akan dilakukan di dalam
rongga dada atau tengkorakl memiliki resiko lebih besarpada
pasien disbanding prosedur operasiyang akan dilakukan pada
tangan dan kaki. Prosedur operasi yang melibatkan organ tubuh
vital seperti jantung , paru – paru, atau otak membawa resiko
yang lebih tinggi. Prosedur yang melibatkan potensi lebih besar
untuk kehilangan darah, seperti operasi veskuler, juga melibatkan
resiko lebih besar.
Tingkat urgensi dari prosedur digambarkan sebagai darurat,
mendesak, atau pilihan. Prosedur darurat perlu dilakukan seketika
setelah mengidentifikasi perlunya operasi. Contoh meliputi
operasi untuk menghentikan perdarahan akibat trauma, luka
tembak, atau tikan, atau bedah aneurism aorta. Prosedur
mendesak dijadwalkan setelah penentuan kebutuhan operasi
dibuat. Contoh meliputi pengangkatan tumor dan pengangkatan
batu ginjal. Prosedur pilihan dijadwalkan di depan pada waktu
yang tepat untuk ahli bedah maupun pasien. Penangguhan operasi
untuk 16 beberapa minggu atau bahkan bulan tidak akan
menyebabkan penderitaan pada pasien. Cotoh meliputi prosedur
penggantian sendi dan prosedur kosmetik.
Tingkat keluasan operasi akan mempengaruhi resiko pada
pasien. Semakin luas prosedur pembedahan, semakin besar
potensi resiko pada pasien. Prosedur operasi lebih luas
menyebabkan lebih banyak pengaruh fisik pada tubuh dan secara
khas memerlukan durasi anestesi lebih panjang. Anestesi dapat
juga menyebabkan stress pada sistem pasien, interaksi dengan
medikasi pada sistem pasien, dan harus di metabolisasi keluar dari
tubuh.
15

Alasan operasi adalah cara lain untuk mengelompokkan


prosedur operasi. Tujuan mungkin adalah diagnostic, kuratif,
restorative, paliatif, atau kosmetik. Prosedur diagnostic dilakukan
untuk memperoleh suatu biopsi untuk diagnosis definitive suatu
massa. Prosedur kuratif dilakukan untuk memindahkan suatu area
yang sakit, seperti lumpectomy untuk kanker payudara atau
appendectomy. Prosedur restorative dilakukan untuk
memperbaiki kembali fungsi, seperti pergantian sendi, prosedur
paliatif adalah prosedur yang dilakukan terutama untuk ukuran
kenyamanan, seperti bedah pengangkatan tumor. Prosedur
kosmetik biasanya dilakukan atas permintaan pasien, kadang-
kadang beberapa prosedur kosmetik dapat masuk ke prosedur
restorative (perbaikan kerusakan atau cacat sejak lahir), kuratif,
atau diagnostic (dalam kasus kanker kulit) ( Digiulio dan Jackson,
2014).
c. Jenis-Jenis Operasi
1) Menurut fungsinya (tujuannya), Smeltzer & Bare (2010)
terbagi menjadi
a. Diagnostik: biopsi, laparotomi eksplorasi.
b. Kuratif (ablatif): tumor, appendiktomi
c. Reparatif: memperbaiki luka multiple
d. Rekonstruktif: mamoplasti, perbaikan wajah.
e. Paliatif: menghilangkan nyeri.
f. Transplantasi: penanaman organ tubuh untuk
menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi
(cangkok ginjal, kornea).
2) Menurut Luas atau Tingkat Resiko
a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan
mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap
kelangsungan hidup klien.
16

b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
d. Periode pre- Operatif
Periode pre- operatif, waktu sebelum operasi, digunakan untuk
menyiapkan pasien untuk operasi baik secara fisik maupun secara
fisiologis.
1. Pemberian izin pre-operatif
Petugas kesehatan utama pasien biasanya melakukan pembersihan
preoperatif untuk operasi. Dokter, praktisi perawat, atau asisten
dokter mengenal baik sejarah medis pasien dan medikasi saat ini
serta dapat dengan tepat menilai resiko segera dari operasi pada
pasien. Hal-hal yang dipertimbangkan membersihkan pasien
diantaranya tipe intervensi bedah yang direncanakan, potensi
kehilangan darah selama operasi, umur pasien, kesehatan umum,
dan komorbiditas riwayat medis dan bedah sebelumnya, medikasi
saat ini, penggunaan obat herbal atau suplemen, penggunaan
alcohol, sejarah merokok, penggunaan zat, alergi, sejarah
keluarga mencakup permasalahan dengan operasi, dan hasil tes
diagnostic.
2. Surat persetujuan tertulis
Surat persetujuan tertulis diperoleh sebelum prosedur invasive
atau berbahaya apapun. Alasan untuk operasi, jenis dan luas
operasi yang akan dilakukan prosedur, pilihan alternative dan
resiko terkait, dan resiko yang berhubungan dengan anestesi,
semua dijelaskan kepada pasien. Hal tersebut merupakan
tanggung jawab ahli bedah untuk memastikan informasi ini
dijelaskan kepada pasien. Pasien harus orang dewasa
berkompeten agar tanda tangannya sah.
17

3. Penjelasan sebelum operasi


Menjelaskan rutin pre-operasi normal kepada pasien dapat sangat
menolong, sehingga pasien mengetahui apa yang diharapkan.
Perawat perlu mengenal dengan baik jenis prosedur operasi dan
apa yang mungkin terjadi setelah operasi. Tindakan keluasan
prosedur, jenis goresan, adanya tabung atau saluran, dan tingkat
sakit yang dianastesi setelah operasi akan membantu memandu
jenis pengajaran yang penting bagi pasien (Digiulio dan Jackson,
2014).

B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan


a. Pengertian
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang
ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam
dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh
(tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of Personality), paku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas- batas normal (Hawari, 2011).
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran
yang samar disertai Respon autonom (sumber terkadang tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman ( Herdman, 2014).
b. Penyebab
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016)
1. Kebutuhan tidak terpenuhi
2. Ancaman terhadap kematian
3. Kekhawatiran mengalami kegagalan
4. Penyalahgunaan zat
5. Krisis situasional

c. Tanda dan Gejala


18

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016)


gejala dan tanda mayor gangguan kecemasan adalah:

Subjektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan 2. Tampak tegang
akibat dari kondisi yang di 3. Sulit tidur
hadapi
3. Sulit berkonsentrasi
1. Mengeluh pusing 1. Frekuensi napas meningkat
2. Anoreksia 2. Ferkuensi nadi meningkat
3. Palpitasi 3. Tekanan darah meningkat
4. Merasa tidak berdaya 4. Tremor
5. Muka tampak pucat

d. Kondisi Klinis Terkait


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016)
kondisi klinis terkait dengan gangguan kecemasan antara lain:
1. Penyakit akut
2. Hospitalisasi
3. Rencana operasi
4. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
5. Tahap tumbuh kembang

e. Penatalaksanaan
Tingkat kesadaran merupakan salah satu pemeriksaan neurologis
yang sangat penting untuk menilai secara komprehensif pada pasien
kritis, dan dapat memberikan informasi prognosis. Dengan mengetahui
prediksi prognosis maka penanganan pasien menjadi lebih optimal dan
motivasi untuk menangani secara maksimal lebih tinggi pada pasien
dengan prognosis baik. Penilaian kesadaran merupakan keterampilan
klinis yang harus dipunyai seorang petugas kesehatan, walaupun
definisi yang tepat untuk mendeskripsikan setiap tingkat kesadaran sulit
untuk ditetapkan (Bordini AL., et.al, 2010).
Untuk pentalaksanaan Pemberian terapi bacaan Al-Qur’an yang
diperdengarkan dapat memberikan efek penyembuhan penyakit jasmani
19

dan rohani (Qodri, 2003). Pembacaan Al-Qur’an akan menambahkan


kekuatan iman dan memberikan ketentraman hati (Izzat & Arif, 2011).
Beberapa penelitian yang menjelaskan manfaat terapi bacaan Al-Qur’an
terhadap pasien diantaranya penelitian Nurliana (2011) didapatkan
bahwa perangsangan ayat-ayat suci AlQur’an bagi ibu yang dilakukan
kuretase dapat menurunkan kecemasan. Penelitian Qodri (2003)
menyatakan bahwa setelah dibacakan Al-Qur’an kepada beberapa
pasien di rumah sakit, 97% pasien merasa tenang dan memperoleh
penyembuhan penyakit dengan cepat. Riset ini dikuatkan oleh hasil
penelitian kedokteran Amerika Utara (Elzaky, 2011) yang
menyimpulkan 97% responden setelah diperedengarkan bacaan Al-
Qur’an pasien menjadi lebih tenang dan gelombang otak mereka dari
pergerakan cepat (12-23 db per detik) menjadi lebih lambat (8-18 db
per detik) sehingga pasien merasa lebih nyaman.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis, riwayat
penyakit,pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian
psikososil (Muttaqin, 2012).
a. Pengumpulan data
1) Identitas Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan,
alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat.
2) Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan BPH sebagai berikut : a)
Keluhan Utama Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik
atau rumah sakit. Biasa klien dengan BPH mengeluhkan adanya
nyeri saat BAK. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan
pengembangan dari keluhan utama.
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
20

Di kaji mengengenai memilki riwayat infeksi saluran kemih


(ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, Hipertensi.
b. Data Biologis dan Fisiologis
Meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan
pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan.
2) Pola Eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan
saat berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai
frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta keluhan-keluhan yang
dirasakan. Pada klien dengan BPH biasanya BAK sedikit karena
adanya sumbatan atau batu ginjal dalam perut.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur,
kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada
klien dengan BPH biasanya mengalami gangguan pola istirahat
tidur karena adanya nyeri.
4) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien.
5) Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien
dengan BPH biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian
pinggang.

c. Pemeriksaan Fisik
21

1) Kepala
Pada klien dengan BPH tampak simetris dan tidak ada benjolan
2) Mata
Pada klien dengan BPH pada pemeriksaan mata, penglihatan
klien baik, mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3) Telinga
Pada klien dengan BPH tidak ada gangguan pendengaran, tidak
adanya serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa
nyeri ketika di palpasi.
4) Hidung
Klien dengan BPH biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih,
tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5) Mulut
Klien dengan BPH kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering.
6) Leher
Klien dengan BPH tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid.
7) Thorak
Paru- paru
Inspeksi :Klien dengan BPH dadanya simetris kiri kanan.
Palpasi : Pada klien dengan BPH saat dilakuan palpasi tidak teraba
massa.
Perkusi : Pada klien dengan BPH saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.
Auskultasi : klien dengan BPH suara nafasnya normal.
8) Jantung
Inspeksi :Klien dengan BPH ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :Klien dengan BPH ictus cordis tidak teraba.
Perkusi :Suara jantung dengan kasus BPH berbunyi normal.
Abdomen
Inspeksi :Klien dengan BPH abdomen tidak membesar atau
menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat
streatmarc
22

Auskultasi :Peristaltik normal.


Palpasi :Klien dengan BPH tidak ada nyeri tekan.
Perkusi :Klien dengan BPH suara abdomen nya normal (Timpani).
9) Ekstermitas
Klien dengan BPH biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal.
10) Genitalia
Pada klien dengan BPH klien tidak ada mengalami gangguan pada
genitalia.

d. Data Psikologis Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :


1) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
2) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran,
lingkungan dan terhadap penyakitnya.
3) Harga diri
Penilaian/penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang
lain.
4) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien
terhadap status dan posisinya.
5) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.

e. Data Sosial dan Budaya


23

Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga,


tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor
sosial kultural dan support sistem.
f. Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau menganggu keseimbangan.
Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses
suatu penyembuhan penyakit.
g. Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan
stres yang dihadapi.
h. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan
Perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan
efisien.
i. Data Spiritual
Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan terhadap tuhan
Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan keagamaan yang
biasa dilakukan dan kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama
sakit serta harapan klien akan kesembuhan penyakitnya.
j. Data Penunjang
1) Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal
pemberian obat.
2) Prosedur Diagnostik Medik.
3) Pemeriksaan Laboratorium
k. Analisa Data
Proses analisa merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian
setelah dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan
mengidentivikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang
dimulai dari pengkajian pola fungsi kesehatan (Hidayat, 2008:104).

2. Diagnosa Keperawatan
24

Diagnosa keperawatan adalah pernytaan yang jelas mengenai statu


kesehatan atau masalah actual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi
dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, dan mencegah maslah keperawatan klien yang ada pada
tanggung jawabnya (Nursalam, 2012). Adapun diagnosa keperawatan
yang muncul adalah :
Pre Operasi :
1. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan dan informasi

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Anxiety Reduction
tindakan keperawatan (penurunan
selama 1 x 24 jam kecemasan)
diharapkan gangguan 1. Gunakan
kecemasan dapat teratasi pendekatan yang
dengan kriteria hasil : menenangkan
1. Klien mampu 2. Nyatakan dengan
mengidentifikasi dan jelas harapan
mengungkapkan terhadap pelaku
gejala cemas pasien
2. Mengidentifikasi, 3. Jelaskan semua
mengungkapkan dan prosedur dan apa
menunjukkan tehnik yang dirasakan
untuk mengontol selama prosedur
cemas 4. Temani pasien
3. Vital sign dalam untuk
batas normal memberikan
4. Postur tubuh, keamanan dan
ekspresi wajah, mengurangi takut
bahasa tubuh dan 5. Identifikasi
tingkat aktivitas tingkat
menunjukkan kecemasan
berkurangnya 6. Instruksikan
kecemasan pasien
menggunakan
teknik non
farmakologi
7. Kolaborasi
dengan dokter
jika ada keluhan
25

dan tindakan
tidak berhasil

Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan

a. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) implementasi adalah pelaksanaan dari
rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implemen
tasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

b. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dlam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2013).
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Penelitian yang dilakukan terfokus pada satu kasus tertentu untuk
diamati dan dianalisis secara cermat sampai tuntas. Kasus yang dimaksud bisa
berupa tunggal atau jamak, missal indivisu atau kelompok. Di sini perlu
dilakukan analisis secara tajam terhadap berbagai faktor yang terkait dengan
kasus tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh kesimpulan yang akurat
(Sutedi, 2009). Pada penelitian ini peneliti akan melakukan analisis terapi
murotal al-qur’an surah Ar- Rahman sebagai intervensi pada klien dengan
masalah keperawatan gangguan kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah klien dengan masalah keperawatan gangguan
kecemasan di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta
D. Fokus Studi Penelitian
Fokus studi penelitian adalah Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman
E. Batasan Istilah
Batasan istilah dibutuhkan untuk mengarahkan dan sebagai patokan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun batasan istilah
pada penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman merupakan instrumen
penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau.
Dengan tempo yang lambat serta harmonis lantunan Al-Qur’an dapat
menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
27

takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga


menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktifitas gelombang otak. Laju pernafasan yang
lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme
yang lebih baik.
2. Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai Respon autonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman.
F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penelitian terutama sebagai pengukuran dan pengumpulan data berupa angket,
seperangkat soal tes, lebar observasi, dsb (Sugiyono ,2018).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan studi kasus..
Maka yang menjadi instrument penelitian atau alat yang digunakan untuk
penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan Speaker untuk terapi murotal.
G. Jalannya penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang rawat Inap RSUD Panembahan SenopatI,
Bantul dengan beberapa tahap pelaksanaan yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Pra Persiapan
Tahap dimana melakukan pengajuan judul penelitian dengan dosen
pembimbing. Kemudian peneliti melakuka bimbingan dengan dosen
pembimbing dalam proses pembuatan proposal penelitian. Dalam proses
ini, peneliti menerima informasi dan referensi dari kiterature review
berupa jurnal-jurnal. Karya tulis ilmiah dan buku. Setelah proposal peneliti
jadi, dilanjutkan dengan seminar peoposal.
2. Tahap persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan perizinan pada pihak terkait rumah sakit
pada instalasi rawat intensif. Setelah itu peneliti mendapatkan ijin
28

penelitian lalu melaksankan uji etik sebelum melakukan asuhan


keperawatan dengan menerapkan intervensi inovasi.
3. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dimana pada tahap ini peneliti melakukan penelitian
ditempat yang telah ditentukan yaitu ruang rawat inap RSUD Panembahan
Senopati. Penelitian ini melakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
dengan memberikan intervensi inovasi Terapi murotal al-qur’an surah Ar-
Rahman ayat 1-74 selama lebih kurang 15 menit menggunakan Speaker.
Peneliti meminta salah satu pasien untuk menjadi responden melalui
lembar permohonan persetujuan menjadi responden kemudian di berikan
intervensi Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman.
4. Tahap penyelesian
Setelah selesai melakukan asuhan keperawatan dengan memberikan
intervensi inovasi Terapi murotal al-qur’an surah Ar- Rahman kemudian
peneliti membandingkan tingkat kecemasan.
Selanjutnya peneliti membuat bab pembahasan dan bab kesimpulan,
penyusunan laporan dalam penelitian ini harus sesuai dengan tujuan
peneliti dan juga data yang diperoleh. Setelah itu, data ditampilkan sebagai
data secara keseluruhan.
H. Analisis dan Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan laporan hasil
penelitian yang telah dilakukan agar data yang telah dikumpulkan dapat
dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Analisis dan
penyajian data menggunakan pendekatan narasi dan deskriptif. Penelitian
naratif merupakan suatu bentuk khas dari penelitian kualitatif, biasanya
berfokus pada studi satu orang atau individu tunggal dan bagaimana individu
itu memberikan makna terhadap pengalamannya melalui cerita-cerita yang
disampaikan, pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan
cerita,  pelaporan pengalaman individu, dan membahas arti pengalaman itu
bagi individu.
29

I. Etik Penelitian
Ada beberapa etical clearence yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
proses analisis terapi ganggam jari sebagai intervensi pada klien dengan
masalah keperawatan nyeri akut di instalasi rawat intensif, antara lain
(Nursalam, 2013):
1. Anonymity (kerahasiaan identitas)
Peneliti akan menjaga rahasia pasien seperti identitas, sehingga dalam
KTA ini tidak mencantumkan nama responden, tetapi hanya menuliskan
kode atau inisial responden.
2. Confidentiality (kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan akan dijaga dalam KTA ini, baik informasi atau masalah lain
mengenai privasi pasien.
a. Beneficence (prinsip manfaat)
Proses analisis asuhan keperawatan persalinan normal ini akan
dilaksanakan sesuai prosedur guna mendapatkan hasil yang bermanfaat
seaksimal mungkin bagi pasien dan dapat dimanfaatkan di instansi
terkait. Dengan terlibatnya pasien dalam proses asuhan keperawatan
intranatal ini, maka diharapkan masalah yang terjadi pada proses
persalinan dapat diatasi.
b. Justify ( prinsip keadilan)
Peneliti memperlakukan pasien secara adil, baik sebelum, selama
maupun setelah berpartisipasi dalam proses analisis asuhan
keperawatanintranatal ini. Proses analisis dilakukan secara jujur, hati-
hati, dan berperikemanusiaan.
c. Autonomy (kebebasan)
Peneliti memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih apakah
bersedia mengikuti kegiatan asuhan keperawatan intranatal ini atau
tidak.
Rencana Uji Etik dalam penelitian ini akan dilakukan di RSUD
Panembahan Senopati Bantul pada Bulan November 2021.
30

Anda mungkin juga menyukai