Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian

Pelayanan keperawatan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk

memberikan asuhan keperawatan kepada masyarakat sesuai dengan kaidah

profesi perawat. Pelayanan keperawatan profesional dilakukan diberbagai

tatanan pelayanan kesehatan termasuk di dalam masyarakat dan di rumah sakit

(Kusnanto, 2004). Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan yang dapat menentukan keberhasilan pelayanan

kesehatan (Kamaruzzaman, 2009).

Manusia pada masa bekerja tidak semua berjalan dengan lancar, dengan

muncul setres dalam bekerja. Setres merupakan suatu kondisi dinamik (selalu

berubah) pada individu yang diharapkan pada suatu peluang, kendala dengan

tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan serta hasilnya

dipersepsikan sebagai tidak pasti dan tidak penting (Robbins, 2008).

Menurut penelitian Huber (1996, dalam Kamaruzzaman, 2009)

mengatakan bahwa sebanyak 90% pelayanan yang dilakukan di rumah

sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang

diberikan akan berdampak pada pasien sebagai penerima jasa layanan

keperawatan. Dampak yang terjadi jika pelayanan keperawatan yang

diberikan tidak baik yaitu pasien akan merasa enggan untuk kembali berobat

ke rumah sakit tersebut (Kamaruzzaman, 2009).

1
2

Dalam menjalankan tugasnya seorang perawat tidak dapat terlepas

dari stres, karena masalah stres tidak dapat dilepaskan dari dunia kerja.

Dengan semakin bertambahnya tuntutan dalam pekerjaan maka semakin

besar kemungkinan seorang perawat mengalami stres kerja, setiap jenis

pekerjaan tidak terlepas dari tekanan-tekanan baik dari dalam maupun

dari luar yang dapat menimbulkan stres bagi para pekerjanya. Dalam

proses bekerja hasil atau akibatnya perawat dapat mengalami stres, yang

dapat berkembang menjadikan perawat sakit fisik dan mental, sehingga

tidak dapat bekerja secara optimal. Menurut hasil survei dari PPNI

(Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2006, sekitar 50,9%

perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres

kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja

terlalu tinggi dan menyita waktu (Ratnasari,2009).

Kondisi stres kerja dan kelelahan emosional pada akhirnya akan

membawa dampak terhadap kinerja atau performance yang ditunjukkan oleh

pekerja, Kinerja atau performance didefiniskan sebagai kesuksesan seseorang

dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As’ad, 2004). Stres tidak dialami orang

dengan cara yang sama. Dalam bentuk tertentu, dalam rentang berat ringan

yang berbeda dan dalam jangka waktu panjang-pendek yang tidak sama pula.

Dalam mengatasi stres dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti

pendekatan farmakologis, perilaku, kognitif, meditasi, hypnosis, dan terapi

musik (Hardjana, 2008).


3

Metode musik merupakan salah satu cara untuk membantu mengatasi

stres. Secara keseluruhan musik dapat berpengaruh secara fisik maupun

psikologis. Secara psikologis, musik dapat membuat seseorang menjadi rileks,

mengurangi stres, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa

gembira dan sedih dan membantu serta melepaskan rasa sakit. Musik adalah

kesatuan dari kumpulan suara melodi, ritme dan harmoni yang dapat

membangkitkan emosi. Terapi adalah serangkaian upaya yang dirancang

untuk membantu atau menolong orang lain. Terapi musik adalah sebuah terapi

kesehatan yang menggunakan musik untuk meningkatkan dan memperbaiki

kondisi fisik, kognitif dan sosial bagi individu dalam berbagai usia (Djohan,

2006).

Menurut artikel jurnal Kemperetal. (2005) yang berjudul “ Music as

Therapy”. Mengatakan bahwa musik secara luas digunakan untuk

meningkatkan kesejahteraan, mengurangi stres, dan mengalihkan perhatian

pasien dari gejala yang tidak menyenangkan. Musik bisa menjadi media untuk

membantu kaum muda mengurangi emosi negatif. Dalam meninjau satu

literatur penelitian menemukan kurangnya studi ilmiah tentang

psychophysiological efek dari berbagai jenis musik pada orang muda. Musik

merupakan aspek penting dari budaya kaum muda dan yang paling muda

orang mendengaran musik untuk berbagai alasan (Trzcinski 1994). Orang-

orang muda melaporkan bahwa musik dapat membantu mereka rileks dan

akan sering memiliki koleksi 'lagu' favorit yang mereka akan mendengarkan
4

ketika mereka merasa 'stres' (Knobloch dan Zillman 2002) dan Labbe 'et al.

(2004).

The Effectiveness of Different Types of Music (2007) mendengarkan

beberapa jenis genre musik menimbulkan keadaan emosional dan kognitif

yang positif, dan mengurangi sistem saraf simpatik gairah dibandingkan

dengan duduk didiam atau mendengarkan musik heavy metal. Oleh karena itu,

mendengarkan musik dipilih sendiri mungkin berguna sebagai strategi

manajemen stres. menurut artikel jurnal Kemper et al. (2005) yang berjudul “

Music as Therapy”. Mengatakan bahwa musik secara luas digunakan untuk

meningkatkan kesejahteraan, mengurangi stres, dan mengalihkan perhatian

pasien dari gejala yang tidak menyenangkan.

Pengaruh musik sangat besar bagi pikiran dan tubuh. Contohnya, ketika

kita mendengarkan suatu alunan musik (meskipun tanpa lagu), seketika kita

dapat merasakan efek dari musik tersebut. Ada musik yang membuat gembira,

sedih, terharu, terasa sunyi, semangat, mengingatkan masa lalu dan lain-lain.

Peran musik dalam terapi musik tentunya bukan seperti obat yang dapat

dengan segera menghilangkan rasa sakit. Namun secara perlahan – lahan dan

bertahap efektivitas musik sebagai terapi akan terjadi jika dilakukan dengan

benar dan tepat (Djohan, 2006).

Studi pendahuluan yang di lakukan peneliti pada tanggal 02 Januari

2014 di ruang instalasi bedah sentral RSUD Kebumen terdapat 30 perawat.

Berdasarkan observasi yang dilakukan terhadap 5 perawat diketahui bahwa 4

diantaranya mengeluhkan dengan pertambahan pasien dengan tindakan yang


5

beragam terkadang membuat perawat merasa stress. Bila menghadapi stress,

mereka menggunakan berbagai cara guna mencoba meredakan itu diantaranya

mendengarkan musik. Musik bisa menjadi media untuk membantu

mengurangi emosi negatif. Berdarkan fenomena tersebut, penulis berminat

melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Terapi Musik Terhadap Stres

Kerja Pada Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Kebumen”.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu

sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh terapi musik terhadap stres kerja pada

perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Kebumen ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap stres kerja pada

perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Kebumen

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat stres kerja pada perawat instalasi bedah sentral

(IBS) RSUD Kebumen yang diberikan terapi musik.

b. Mengetahui tingkat stres kerja pada perawat instalasi bedah sentral

(IBS) RSUD Kebumen yang tidak diberikan terapi musik.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan kesehatan kerja terutama tentang pengaruh terapi musik

terhadap stres kerja pada perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD

Kebumen.

2. Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai peneliti, manfaat

penelitian yang diharapkan :

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan kreativitas dalam rangka

penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pimpinan

dan bahan pertimbangan di dalam mengatasi permasalahan yang

timbul terutama dalam hal mengatasi setres kerja yang timbul pada

tenaga perawat.

c. Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi,

menambah informasi dan studi literatur mahasiswa tentang mengatasi

stres kerja pada perawat.


7

E. Keaslian Penelitian

Penelitian- penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang

akan dilakukan oleh peneliti antara lain :

1. Kurnianingsih (2013) yang berjudul efektifitas terapi musik klasik

terhadap penurunan stres kerja perawat IGD DR. R. Goetheng

Tarnoenadibrata Purbaligga tahun 2013 Penelitian ini menggunakan pre

experimental design dengan metode one group pretest - post test.

Teknik sampling menggunakan teknik total sampling dengan jumlah

sampel 23 orang. Analisis data menggunakan uji paired simple t test. Hasil

: Terdapat perbedaan antara stres kerja perawat sebelum dan setelah

dilakukan terapi musik klasik, dengan nilai rata-rata sebelum dilakukan

terapi musik klasik sebesar 2,52 dan SD = 0,511 dan nilai rata-rata setelah

dilakukan terapi musik klasik sebesar 2,17 dan SD = 0,388. Dengan nilai p

= 0,002 pada signifikan α = 0,05. Kesimpulan : Terapi musik klasik

efektif dalam menurnkan stres kerja pada perawat di ruang IGD RSUD Dr.

R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga dengan effect size= 2,01

2. Primadita (2011) yang berjudul Efektifitas Intervensi Terapi Musik Klasik

Terhadap Stress Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Psik Undip

SEMARANG Metode; Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

adalah purposive sampling dengan jumlah responden 31 orang. Jenis

penelitian yang digunakan adalah pre eksperimen yang termasuk ke dalam

pre test dan post test one group design. Analisa data statistik yang

digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test. Pengumpulan data


8

dilakukan pada saat sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik

dengan menggunakan Instrumen DASS 42 yang dikembangkan oleh

Lovibond dan Lovibond (1995) yang dijadikan alat ukur item stresnya.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan tingkat stres responden

sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik. Hasil; hasil Uji

Wilcoxon untuk tingkat stres sebelum dan sesudah terapi musik

klasik kedua didapat hasil nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil

dari α = 0,05.Perbedaan yang dapat dilihat adalah terjadinya penurunan

jumlah responden sebelum dilakukan terapi musik klasik pada tingkat

stres mahasiswa adalah 8 orang mahasiswa (26%) mengalami stres berat, 8

orang mahasiswa (26%) mengalami stres ringan, dan 15 orang mahasiswa

(48%) mengalami stres sedang. Sedangkan setelah dilakukan terapi

musik klasik mengalami penurunan tingkat stres, sebanyak 2 orang

mahasiswa (7%) mengalami stres ringan, 11 orang mahasiswa (35%)

menjadi normal, 8 orang mahasiswa (26%) mengalami stres ringan dan

10 orang mahasiswa (32%) mengalami stres sedang. Simpulan;

Berdasarkan penelitian ini terapi musik klasik efektif menurunkan

stres dan diharapkan dapat memberi masukan kepada perawat dan

institusi pendidikan, dan penelitian yang lain sehingga dapat mengatasi

stres pada mahasiswa.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Stres Kerja

Menurut Siagian (2009), stres merupakan kondisiketegangan yang

berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dankondisi fisik seseorang.

Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanyaakan berakibat pada ketidak

mampuan seseorang berinteraksi secarapositif dengan lingkungannya, baik

dalam arti lingkungan pekerjaanmaupun diluarnya. Artinya karyawan yang

bersangkutan akanmenghadapi berbagai gejala negatif yang pada

gilirannya berpengaruhpada prestasi kerja.

Menurut Grandjean, mendefinisikan stres sebagai reaksiorganisme

terhadap situasi yang mengancam (Winarsunu T, 2008)

Menurut Anoraga (2009), secara sederhana stres merupakan suatu

bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap

suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan

mengakibatkan terancam (fight or flaight). Jadi sebenarnya stres adalah

sesuatu yang alamiah.

Menurut Rivai & Basri (2005), stres sebagai istilah payungyang

merangkumi tekanan, beban, anxieti, kemurungan, danhilangnya daya.

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yangmenciptakan adanya ketidak

9
10

seimbangan fisik dan psikis, yangmempengaruhi emosi, proses pikir, dan

kondisi seorang karyawan.

Menurut Selye.H, stres merupakan respon tubuh yang bersifattidak

spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya (Hidayat, 2004).

Menurut NSC (National Safety Council, 2004), stres sebagaiketidak

mampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental,fisik, emosional,

dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan

fisik manusia tersebut

2. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja.

Menurut National Safety Council (2004) penyebab stres kerja

dikelompokkan ke dalam kategori:

a. Penyebab Organisasi: kurangnya otonomi dan kreativitas,harapan,

tenggat waktu, dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan,

kurangnya pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan dengan

penyelia yang buruk, selalu mengikuti perkembangan teknologi

(downsizing) bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahannya

gaji, pekerjaan dikorbankan.

b. Penyebab Individual: pertentangan antara karier dan tanggung jawab

keluarga, ketidak pastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan

pengakuan kerja, kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan,

perawatan anak yang tidak adekuat, konflik dengan rekan kerja.

c. Penyebab Lingkungan: buruknya kondisi lingkungan kerja

(pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu,dan lain-lain), diskriminasi


11

ras, pelecehan sexual, kekerasan ditempat kerja, kemacetan saat

berangkat dan pulang kerja, kemacetan saat berangkat dan pulang

kerja.

Menurut Davis & Newstorm dalam Iman ( 2007) penyebab stres

kerja antara lain:

a. Adanya tugas yang terlalu banyak. Stres timbul mana kala tugas terlalu

banyak tapi tidak sebanding dengan kemampuan pegawai untuk

melaksanakannya.

b. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Stres timbul akibat

pegawai diberikan tugas oleh atasannya dengan pemberian waktu yang

limit, sehingga pegawai menjadi stres akibat merasa dikejar-kejar

waktu.

c. Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Hal ini berkaitan

dengan hak dan kewajiban pegawai. Pegawai mendapatkan tugas dan

pekerjaan tanpa diberikan wewenang yang sewajarnya, sehingga

merisaukan hati pegawai, karena satu sisi dia harus mengerjakannya

tapi di pihak lain tidak ada wewenang yang diberikan untuk

pekerjaannya untuk mengambil keputusan serta harus selalu

berkonsultasi dengan atasan. Dengan kata lain tidak ada pendelegasian

wewenang.

d. Ambiguitas peran. Adalah peran yang kabur, yaitu tidak terdapatnya

standar kerja, tidak adanya diskripsi kerja, prosedur kerja dan lainnya.
12

Pegawai dibiarkan bekerja hanya sesuai perintah atasan saja, tanpa

mengetahui tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai.

e. Frustasi. Frustasi timbul karena tidak ada harapan karir, terhambatnya

kenaikan pangkat/golongan karena kebijakan instansi yang tidak

memungkinkan, juga ketidak cukupan gaji dibanding kebutuhan

hidupnya.

f. Perbedaan nilai. Adalah pegawai bekerja dalam kondisi yang

bertentangan dari sudut nilai-nilai yang diyakininya dengan nilainailai

yang diterapkan instansinya dimana dia bekerja. Perbedaan nilai ini

menjadikan konflik batin hingga dapat menimbulkan stres kerja.

g. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum.

Stress kerja bisa timbul dalam mutasi pegawai, manakala pegawai

dimutasikan kedalam bidang tugas yang sama sekali baru dan berbeda

dari kemampuan, keahlian, dan kebiasaan selama ini.

h. Konflik peran. Konflik peran yang timbul dalam instansi yang

memiliki standar ganda, dengan perbedaan persepsi antara atasan dan

bawahan yang menyolok. Apabila hal ini terjadi pada instansi yang

diburu dengan “dead line”, harus menyampaikan laporan dan analisa

maupun masukan bagi kebijakan secepatnya, maka hal ini dapat

menimbulkan streas kerja, karena pegawai tidak tahu harus berperan

seperti apa, apakah harus berinisiatif ataukah hanya menunggu

perintah. Hanya menunggu perintah saja kadang salah, karena ternyata

atasan mengharapkan inisiatif pegawai, tapi pegawai takut berinisiatif


13

karena kemungkinan hal tersebut bukan yang diharapkan oleh

atasannya.

Menurut Siagian (2009), pada dasarnya berbagai sumber stres

dapat digolongkan pada yang berasal dari dalam pekerjaan dan dari luar

pekerjaan seseorang. Sumber stress yang berasal dari pekerjaan antara lain:

beban kerja yang terlalu berat, desakan waktu, penyeliaan yang kurang

baik, iklim kerja yang menimnulkan rasa tak aman kurangnya informasi

dari umpan balik tentang prestasi kerja seseorang, ketidak seimbangan

antara wewenang dan tanggung jawab, ketidak jelasan peran karyawan

dalam keseluruhan kegiatan organiasasi, frustasi yang ditimbulkan oleh

intervensi pihak lain yang terlalu sering sehingga seseorang merasa

terganggu konsentrasinya. Sumber stres di luar lingkungan pekerjaan

antara lain: masalah keuangan, perilaku negativ anak-anak, kehidupan

keluarga, yang tidak atau kurang harmonis, pindah tempat tinggal, ada

anggota keluarga yang meninggal, kecelakaan, penyakit gawat dan

sebagainya.

Menurut Anoraga (2009) bentuk stress pada dasarnya disebabkan

karena kekurang mengertian manusia akan keterbatasanketerbatasannya

sendiri. Ketidak mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan

menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan

tipe-tipe dasar stress. Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan

ketegangan antara lain:


14

a. Masalah administrasi

b. Tekanan yang tidak wajar untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan

dan situasi kerja.

c. Struktur birokrasi yang tidak tepat.

d. Sistem manajemen yang tidak sesuai.

e. Perebutan kedudukan.

f. Persaingan yang semakin ketat untuk memperoleh kemajuan

g. Anggaran yang terbatas.

h. Perencanaan yang kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti.

i. Beban kerja yang semakin bertambah.

j. Segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pekerjaan.

Menurut Handoyo (2008) penyebab-penyebab stress antara lain:

beban kerja yang terlalu berlebihan, tekanan waktu, kualitas supervise

yang jelek, iklim politis yang tidak aman, umpan balik tentang pelaksanaan

kerja yang tidak memadai, wewenang yang tidak mencukupi untuk

melaksanakan tanggung jawab, kemenduaan peranan (role ambiguity),

frustasi, konflik antar pribadi dan antar kelompok, perbedaan antara nilai-

nilai perusahan dan karyawan, berbagai bentuk perubahan.

Di lain pihak stress kerja juga dapat disebabkan masalah-

masalahyang terjadi di luar perusahaan. Penyebab stress “of the job”

antara lain: kekhawatiran financial, masalah-masalah yang bersangkutan

dengan anak, masalah-masalah fisik, perkawinan/ perceraian, perubahan

yang terjadi ditempat tinggal, kematian dan sebagainya.


15

Menurut Hasibuan (2009), faktor-faktor penyebab stress kerja

karyawan antara lain: beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan

sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar, waktu dan peralatan kerja

yang kurang memadai, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau

kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, masalah-masalah keluarga

seperti anak, istri, mertua dan lain-lain.

Winarsunu (2008), mengelompokkan reaksi stress menjadi tiga

kelompok yaitu yang berupa: reaksi psikologis, fisik, dan perilaku. Reaksi

psikologis berhubungan dengan respon-emosional seperti kecemasan

marah, ketidak puasan kerja, jengkel, gelisah, sulit tidur, tidak semangat,

bangun pagi tidak segar, dan merasa frustasi. Reaksi fisik meliputi

simptom-simptom seperti sakit kepala, sakit perut, jantung, dan pusing.

Reaksi perilaku adalah respon terhadap stress kerja yang berupa

kecelakaan, pindah kerja, dan lainnya.

Menurut Handoko (2008), berdasarkan reaksi terhadap situasi stres

dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe A dan tipe B. Orang dengan tipe A

adalah mereka yang agresif dan kompetitif, menetapkan standar-standar

tinggi dan meletakkan diri mereka di bawah tekanan waktu yang menetap

(konstan). Mereka bahkan masih giat dalam kegiatan olah raga yang

bersifat rekreasi dan kegiatankegiatan social kemasyarakatan. Mereka

sering tidak menyadari tekanan yang dirasakan. Mereka lebih cenderung

mengalami gangguan fisik akibat stres seperti, serangan jantung ,liver dan

lainlain. Sedangkan orang dengan tipe B adalah lebih rileks dan tidak suka
16

menghadapi masalah atau easy going. Mereka menerima situasi yang ada

dan bekerja di dalamnya, serta tidak senang bersaing. Mereka rileks dalam

kaitannya dengan tekanan waktu, sehingga meraka lebih kecil

kemungkinannya untuk menghadapi masalah yang berhubungan dengan

stres.

Menurut Anoraga (2009), selama stres berlangsung, tanggapan

tersebut menimbulkan reaksi kimiawi dalam tubuh manusia yang

mengakibatkan perubahan-perubahan, antara lain meningkatnya: tekanan

darah tinggi, tingkat metabolisme, produksi kolesterol dan adrenalin.

Reaksi kimiawi tersebut pada dasarnya merupakan senjata yang diperlukan

manusia untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap gangguan-

gangguan tersebut.

Menurut Anoraga (2009), ada 3(tiga) kategori umum akibat stres

kerja antara lain:

a. Gejala badan: sakit kepala( cekot-cekot,pusing separoh, vertigo), nafsu

makan menurun, mual muntah, keringta dingingangguan pola tidur.

b. Gejala emosional: pelupa mudah marah, cemas, was-was,,kawatir,

mimpi buruk, mudah menangis, pandangan putus asa, dan lain

sebagainya.

c. Gejala sosial: makin banyak merokok, menarik diri dari pergaulan

sosial, mudah bertengkar, dan lain sebagainya

Handoko (2008), stres yang terlalu berlebihan dapat mengganggu

pelaksanaan pekerjaan. Stres dapat sangat membantu atau fungsional,


17

tetapi dapat juga salah (dysfunctional) atau merusak prestasi kerja. Secara

sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong

atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat

stres.bila tidak ada stres, tantangantantangan kerja juga tidak ada, dan

prestasi kerja cenderung rendah. Meningkatnya stres, prestasi kerja

cenderung naik, karena stress membantu karyawan untuk mengerahkan

segala sumber daya dalam memenuhi barbagai persyaratan atau kebutuhan

pekerjaan.

Hasibuan (2009), prestasi kerja karyawan yang mengalami stres pada

umumnya akan menurun karena mengalami ketegangan pikiran dan

berperilaku yang aneh, pemarah, dan suka menyendiri. Sehingga stres

harus diatasi sedini mungkin.

Siagian (2009), stres yang tidak teratasi pasti berpengaruh terhadap

prestasi kerja.ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, bahwa

kemampuan mengatasi sendiri stres yang dihadapi tidak sama pada semua

orang. Orang yang memiliki daya tahan yang tinggi menghadapi stres, oleh

karenanya mampu mngatasi sendiri stres tersebut. Sebaliknya tidak sedikit

orang yang daya tahan dan kemampuannya menghadapi stres rendah. Stres

yang tidak teratasi dapat berakibat pada apa yang dikenal dengan burnout ,

suatu kondisi mental dan emosional serta kelelahan fisik karena stres yang

berlanjut dan tidak teratasi.


18

Dalam menghadapi faktor-faktor penyebab stres diperlukan

beberapa metode untuk menghadapi stress. Metode untuk

mengatasi stres seperti : pendekatan farmakologis, perilaku,

kognitif, meditasi, hypnosis, dan musik (Hardjana, 1994).

Metode musik merupakan salah satu cara untuk membantu

mengatasi stres. Secara keseluruhan musik dapat berpengaruh secara

fisik maupun psikologis. Secara psikologis, musik dapat membuat

seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi stres, menimbulkan

rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih,

dan membantu serta melepaskan rasa sakit (Djohan, 2006).

3. Metode untuk mengatasi stres

Menurut Hardjana (2008), metode untuk mengatasi stres

diantaranya:

a. Pendekatan farmakologis (pharmalogical)

Pendekatan ini dilakukan dokter yang juga ahli psikiatri.

Pendekatan ini memanfaatkan obat – obat penenang dan umumnya

bersifat sementara. Cara kerjanya rumit, tidak mudah dijelaskan bagi

orang awam dibidang kedokteran dan psikiatri. Pendekatan ini

berfokus untuk mempengaruhi sistem saraf (nervous sistem), bisa

berada di pusat (central), bisa juga disekelilingnya (peripheral). Jadi

pendekatan farmakologi boleh disebut sebagai cara pengelolaan stres

awal sebelum pada waktunya orang dibantu untuk mengelola stres


19

yang dialami dengan sungguh – sungguh, dalam arti masalah sendiri

dikelola.

b. Pendekatan perilaku (bahavioral)

Pendekatan ini yang terarah pada perilaku, bentuknya antara lain

relaksasi, desentasisasi sintetesis, umpan balik, meniru orang lain.

c. Pendekatan kognitif

Metode ini dilakukan untuk membantu orang dalam mengatasi

stresnya karena kekurangan atau kesalahan pengertian. Intinya metode

kognitif merupakan pemahaman untuk mengatasi stres diciptakan

untuk mengatur kembali pola berfikirnya. Mengatur kembali pola

berfikir pada dasarnya merupakan proses menggantikan pikiran atau

keyakinan yang mengurangi penilaian orang yang menderita stres

terhadap ancaman atau kerugian yang dapat diakibatkan oleh hal,

peristiwa, orang yang dihadapinya.

d. Meditasi dan hipnosis

Stres dapat mempengaruhi gejolak mental. Metode meditasi dan

hipnosis merupakn salah satu cara yang efektif. Meditasi merupakan

cara untuk memusatkan diri dan perhatian pada suatu objek, pemikiran

atau bayangan. Tujuannya dalam mengelola stres adalah menambah

kemampuan orang yang terkena stres berhadapan dengan hal,

peristiwa, orang, keadaan yang mengakibatkan stres dengan

menciptakan tanggapan rileks, tenang, sebagai alternatif tanggapan

terhadap stres tersebut. Hipnosis merupakan perubahan kesadaran yang


20

dihasilkan lewat sugesti tertentu dan dalam keadaan berubah itu orang

dapat dibantu mengubah pemahaman, ingatan, dan perilaku. Tanpa ada

orang yang ahli dan dan orangnya sendiri tidak dapat dihipnosis,

metode hipnosis tidak dapat dilaksanakan.

4. Terapi Musik

Metode ini salah satu cara untuk membantu mengatasi stres. Jika kadar

stres pada seseorang terlalu tinggi maka sistem kekebalan tubuhnya akan

berkurang oleh sebab itu seseorang perlu mewaspadai dirinya dari kondisi

stres yang berlebihan. Manfaat musi salah satunya yaitu untuk

mengendalikan diri.

5. Teori musik

a. Pengertian musik

Mendengarkan musik yang dipilih sendiri dapat mengurangi

tingkat stres, kecemasan, emosi negatif, dan menggairahkan sistem

saraf simpatik serta memberikan efek relaksasi (Labbe et al, 2007).

Selain itu penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Kemper et al. (2005) yang menyatakan bahwa

musik secara luas dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan,

mengurangi stres, dan mengalihkan perhatian pasien dari gejala yang

tidak menyenangkan.Musik adalah bunyi atau nada yang

menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan

lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang

cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang disukainya.


21

Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda

bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang

(Farida, 2010).

Melalui musik juga seseorang dapat berusaha untuk

menemukan harmoni internal (inner harmony). Jadi, musik adalah alat

yang bermanfaat bagi seseorang untuk menemukan harmoni di

dalam dirinya. Hal ini dirasakan perlu, karena dengan adanya

harmoni di dalam diri seseorang, ia akan lebih mudah mengatasi

stres, ketegangan, rasa sakit, dan berbagai gangguan atau gejolak

emosi negatif yang dialaminya. Selain itu musik melalui suaranya

dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis tersebut kembali ke

vibrasi yang normal, sehat, dan dengan demikian memulihkan kembali

keadaan yang normal (Merrit, 2003).

b. Pengertian Terapi Musik

Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang

menggunakan musik di mana tujuannya adalah untuk

meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan

sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini, 2008).

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi

kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberikan

rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan,

belajar, mendengar, berbicara, serta analisi intelek dan fungsi

kesadaran (Satiadarma, 2004).


22

c. Manfaat terapi Musik

Adapun manfaat musik menurut Meritt (2003) adalah untuk

menurunkan stres dan mendukung proses penyembuhan, menemukan

sapek-aspek kepribadian pada seseorang yang tidak diketahui

sebelumnya, pribadi yang berani mengambil resiko, yang gembira, dan

bebas, memberi pandangan lain dalam melihat kehidupan dan

mengembangkannya, sehingga mampu mengatasi konflik batin dan

mengatasi berbagai rintangan hidup, memperkaya hidup dan

memperluas dunia dengan keindahannya, meningkatkan pembelajaran

dan daya ingat, merangsang kreatifitas dan imajinasi, serta membuat

santai, menyegarkan, dan menenangkan.

Selain itu, menurut Admin (2010) penggunaan terapi musik bisa

diterapkan secara luas pada semua orang dalam berbagai kondisi.

Terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir pasien

yang menjalani berbagai operasi atau serangkaian proses berat di

rumah sakit. Sebab, musik akan membantu mengurangi timbulnya rasa

sakit dan memperbaiki mood pasien.

d. Cara Kerja Terapi Musik

Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan. Salah

satu alasannya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang

kemudian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah di

dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar pada otak yang selanjutnya

mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal


23

pendengarnya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh

manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik.

Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu

membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem

kekebalan yang lebih baik tubuh menjadi lebih tangguh terhadap

kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma, 2002). Sebagian

besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua

sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu

sistem simpatis dan sistem korteks adrenal (Prabowo & Regina,

2007).

Hipotalamus juga dinamakan pusat stres otak karena fungsi

gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya adalah

mengaktifkan cabang simpatis dan sistem saraf otonom.

Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di

batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom.

Cabang simpatis dari sistem saraf otonom bereaksi langsung pada

otot polos dan organ internal untuk menghasilkan beberapa perubahan

tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan

darah. Sistem simpatis juga menstimulasi medula adrenal untuk

melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke

dalam pembuluh darah, sehingga berdampak meningkatkan denyut

jantung dan tekanan darah, dan norepinefrin secara tidak langsung

melalui aksinya pada kelenjar hipofisis melepaskan gula dari hati.


24

Ardenal Corticotropin Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar

kelenjar adrenal (korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan

hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi

kadar glukosa dan mineral tertentu (Atkinson cit Primadita, 2011)

Pemberian intervensi terapi musik membuat seseorang

menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan

rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan

tingkat stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan kecemasan

(Musbikin, 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan

Ardenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon

stres (Djohan, 2005).

e. Tata Cara Pemberian Terapi Musik

Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal

dalam pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan

dalam pemberian terapi musik adalah selama 20-35 menit, tetapi

untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik

diberikan dengan durasi 30 sampai 45 menit. Ketika

mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan posisi yang

nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50 - 70

ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Schou, 2007).

6. Terapi Musik Untuk Penurunan Tingkat Stres

Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan

musik untuk meningkatkan dan memperbaiki kondisi fisik, kognitif dan


25

sosial bagi individu dalam berbagai usia (Djohan, 2006). Stres adalah

respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang

terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari

– hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres

memberi dampak total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis,

intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan

fisiologis (Rasmun, 2004).

Musik dianggap dapat berpengaruh dalam penurunan tingkat stres pada

dasarnya harmonisasi nada dan irama musik mempengaruhi kesan harmoni

di dalam diri kita. Jika harmoni musik setara dengan irama internal tubuh

kita, maka musik akan memberikan kesan yang menyenangkan, sebaliknya

jika harmoni musik tidak setara dengan irama internal tubuh kita, maka

musik akan memberikan kesan yang kurang menyenangkan. Karena musik

dihasilkan oleh adanya getaran udara, bukan hanya organ pendengaran

atau telinga saja yang mampu menangkap stimulus musik, tetapi saraf

pada kulit juga turut merasakannya. Demikian pula organ vestibul (pada

sekitar belakang telinga) yang merupakan alat keseimbangan manusia

memperoleh dampak yang berarti dari adanya musik (Satiadarma, 2004).

Dari hasil Penelitian Regina dan Prabowo tahun 2007 mengenai

treatment meta musik untuk menurunkan stres dengan metoda

mendengarkan musik pada mahasiswa yang berusia 19 - 24 tahun,

hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadapa stres

sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut


26

dapat disimpulkan bahwa meta musik dapat digunakan dalam menurunkan

stres pada mahasiswa. Selain itu terdapat penelitian dari Irma Rahmawati,

Hartiah Haroen, Neti Juniarti mengungkapkan penurunan tingkat stres

yang terjadi pada remaja khususnya remaja yang tinggal di Panti asuhan

Yayasan Bening Nurani Kabupaten Sumedang, disebabkan karena

pemberian terapi musik tersebut dapat menurunkan hormon

adrenokortikotropik (ACTH) yang merupakan hormon stres.

Musik merupakan getaran udara harmonis yang ditangkap oleh organ

pendengaran dan melalui saraf di dalam tubuh kita dan disampaikan ke

susunan saraf pusat sehingga menimbulkan kesan tertentu di dalam diri

kita. Akibatnya jika kita mendengarkan musik kita cenderung

menghentakkan kaki pada lantai atau mengetukkan tangan pada meja, atau

membayangkan iramanya di dalam diri kita sendiri (Satiadarma, 2004).

Dengan demikian perasaan tegang, gundah, marah sebagai pemicu stres

menjadi berkurang karena efek dari music yang bersifat menenangkan.


27

B. Kerangka Teori

Penyebab Stres Kerja Tingkat Stress


1. Penyebab Organisasi Stress Kerja Kerja
2. Penyebab Individual 1. Ringan
3. Penyebab Lingkungan. 2. Sedang
3. Berat

Metode Untuk Mengatasi Stres Kerja


1. Pendekatan Farmakologis
2. Pendekatan Perilaku
3. Pendekatan Kognitif
4. Meditasi dan Hipnosis
5. Terapi Musik
28

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Terapi Musik Stres Kerja Pada Perawat

Variabel Pengganggu
Faktor Yang Mempengaruhi Stres
Kerja
1. Penyebab Organisasi
2. Penyebab Individual
3. Penyebab Lingkungan.
Metode Untuk Mengatasi Stres
Kerja
1. Pendekatan Farmakologis
2. Pendekatan Perilaku
3. Pendekatan Kognitif
4. Meditasi dan Hipnosis

4.
Gambar 2.2

Kerangka Konsep

: tidak diteliti

: diteliti

D. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dari penelitian ini adalah ada pengaruh terapi musik terhadap

stres kerja pada perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Kebumen
29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu

(quasi experiment) yang merupakan suatu penelitian dengan menggunakan

dua kelompok subjek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah

perlakuan dengan menggunakan kelompok control. Menggunakan

pendekatan non randomized pretest and posttest with control group design.

Pada rancangan penelitian ini, subjek dibagi dalam dua kelompok yaitu

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang semuanya akan dilakukan

pengukuran sebelum dan setelah dilakukan prosedur (Dahlan, 2008).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) di

RSUD Kebumen pada bulan Mei 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sekelompok subjek dengan karakteristik tertentu

(Notoatmodjo, 2010). Adapun populasi target yang digunakan dalam

penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS)

di RSUD Kebumen sejumlah 30 orang.

29
30

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2006). Menurut Al Ummah (2009) ukuran sampel minimal dalam

penelitian adalah 30 sampel. Penelitian ini mengambil 30 tenaga perawat

Instalasi Bedah Sentral (IBS) yang diambil secara total sampling. Tenaga

perawat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (diberikan

terapi musik) dan kelompok kontrol (tidak diberikan terapi musik) dengan

perbandingan 1:1 sehingga kelompok perlakukan sejumlah 15 perawat dan

kelompok kontrol sejumlah 15 perawat. Kelompok perlakuan merupakan

perawat dengan daftar sift nomer ganjil dan kelompok kontrol merupakan

perawat dengan daftar sift nomer genap.

Kriteria sampel yang ada dalam penelitian ini adalah kriteria

inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

Merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2008).

Pada penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah :

1) Perawat di di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Kebumen.

2) Bersedia menjadi responden

3) Perawat tidak menggunakan obat-obatan penenang

4) Tidak sedang menjalani meditasi hipnosis.


31

b. Kriteria Eksklusi

Merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili

sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : perawat

mengalami sakit fisik/mental.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap

menentukan variabel terikat (Saryono, 2008). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah terapi musik.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi (Saryono, 2008).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stres kerja pada perawat.

Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Kebumen.

E. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Terapi Musik yang Menggunakan Dikelompokan Nominal


musik diperdengarkan pada handphone menjadi 2 kelompok
perawat setelah dan headset yaitu :
menjalani yang berisi 0. Kelompok
pekerjaannya beberapa jenis kontrol
menggunakan musik. 1. Kelompok
Menggunakan perlakuan
handphone dan
headset sesuai dengan
musik yang disukai
selama 10-20 menit
32

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

2 Stres Suatu reaksi tubuh Menggunakan Diperoleh nilai Ordinal


kerja terhadap situasi yang kuesioner minimal 0 dan nilai
pada menimbulkan tekanan, sebanyak 21 maksimal 63 Nilai
perawat. perubahan dan soal dengan kemudian
ketegangan emosi pengukuran dikategorikan:
pada perawat yang linkert, skor 1. 0-7 (normal)
diukur menggunakan untuk tiap 2. 8-9 (ringan)
Depression Anxiety jawaban 0-3 3. 10-12 (sedang)
Stres Scale 21 (DASS berdasarkan 4. 13-16 (berat)
21) 10 menit setelah Depression 5. >16 (Sangat
menyelesaikan Anxiety Stres berat)
pekerjaan Scale 21
(DASS 21).

F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden

(Sugiyono, 2011). Data primer pada penelitian ini adalah data stress

kerja perawat.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan

data sudah ada (Sugiyono, 2011). Data sekunder pada penelitian ini

didapat dengan studi dokumen jumlah perawat di Ruang Instalasi

Bedah Sentral RSUD Kebumen.

2. Langkah - langkah Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara membagikan

kuesioner yang langsung diisi kepada responden. Peneliti dengan dibantu

oleh asisten peneliti yang sebelumnya telah diberikan penjelasan tentang


33

cara pengisian kuesioner. Langkah-langkah pengumpulan data yang

digunakan yaitu:

a. Setelah mendapat izin dari pihak RSUD Kebumen, peneliti kemudian

bekerja sama dengan perawat ruangan dalam pengumpulan data.

b. Peneliti menginformasikan, menunjukkan serta mensosialisasikan

kriteria sampel penelitian.

c. Bila responden bersedia dan menandatangani Informed Consent yang

telah disediakan oleh peneliti. Jaminan kerahasiaan menjadi salah satu

informasi yang disampaikan kepada responden. Bila responden tidak

bersedia, maka responden punya hak untuk menolak ataupun

mengundurkan diri karena suatu hal tanpa sanksi apapun.

d. Pengisian lembar observasi penelitian ini dilakukan secara manual

yang terdiri dari :

1) No. Responden

2) Insial Nama perawat

e. Pengukuran pre test stres kerja pada perawat pada kedua kelompok

f. Prosedur Terapi musik

1) Memposisikan perawat untuk duduk rileks.

2) Memberikan handphone dan headset yang berisi beberapa jenis

musik.

3) Menganjurkan perawat memilih musik yang disukai.

4) Menganjurkan perawat untuk mendengarkan musik yang

disukainya selama 10-20 menit.


34

g. Pengukuran stress kerja dilakukan setelah dilakukan perlakuan terapi

musik pada kedua kelompok.

G. Teknik Analisa Data

Menurut Notoatmodjo (2010), analisa data merupakan kegiatan untuk

menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan teknik-

teknik tertentu. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis kualitatif,

sedangkan data kuantitatif dianalisis menggunakan analisis kuantitatif. Khusus

untuk analisis kuantitatif, dapat dilakukan secara manual atau menggunakan

program komputer. Kegiatan analisis data meliputi analisis univariat dan

analisis bivariat. Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariate

(analisis deskriptif) dan analisis bevariate (analisis uji hipotesis).

1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Analisis univariat (deskriptif) digunakan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti, berupa distribusi

frekwensi atau grafik. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

P= -------- x 100%

Keterangan:

P = angka pesentase

f = frekuensi

N = banyaknya responden (Sugiyono, 2011).


35

2. Analisis Bivariat (Uji Hipotesis)

Analisa bivariat adalah analisis yang menghubungkan dua variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat (Arikunto, 2006). Untuk mengetahui

efektifitas terapi musik terhadap stres kerja pada perawat Instalasi Bedah

Sentral (IBS) di RSUD Kebumen menggunakan t-test independent dengan

rumus sebagai berikut:

Rumus untuk t test independent adalah

Dimana nilai s diperoleh dari rumus :

Selanjutnya hasil t hitung dibandingkan dengan t tabel, tabel t yang

digunakan dengan derajat bebas (df=db=dk)=n-1, apabila t hitung > t

tabel, maka Ho ditolak, menerima Ha (Riwidikdo, H, 2009).

H. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian keperawatan meliputi :

1. Inform Consent

Tujuannya agar responden mengikuti maksud dan tujuan penelitian

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia

menjadi responden, maka harus menandatangani lembar persetujuan


36

menjadi responden. Jika subjek menolak menjadi responden maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anomity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

memberi nama responden kepada lembar pengumpulan data (kuisioner

yang diisi oleh responden). Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.

3. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai