Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

“Penggunaan Terapi Komplementer Dalam Paliatif

Dosen Pembimbing: Ns. Rahmi Muthia, S.Kep, M.Kep.

Wulandari Pratiwi 1911312009


Latifah Nisa'ul Husna 1911312018
Nurul Hasanah 1911312024
Aisyah Rifdatunnisa 1911312057
Nasywa Khansa Anakami 1911313002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah
ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Padang, 21 September
2021

Penulis
DAFTAR ISI

……………………………………………………………………………ii.
….1

BAB III TERAPI KOMPLEMENTER TENS……………………………………….7


7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Upaya pengembangan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan merata


khususnya dalam bidangkesehatan tidak hanya menjaditanggung jawab pemerintah
semata.Secara proporsional tugas ini diemban pula oleh seluruh komponen bangsa
lainnya, termasuk di dalamnya masyarakat yang bersangkutan itu sendiri, maupun
lapisan masyarakat lain yang secara sosial ekonomi berkemampuan relatif lebih baik.
Seluruh komponen ini mempunyai kepentingan untuk secara aktif bersinergi dalam
upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat. Peningkatan status kesehatan masyarakat
dapat dicapai melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatifsecara
berkesinambungan. Salah satu upaya peningkatan kesehatan yang saat ini sedang
diminati masyarakat adalah terapi komplementer.

Keberadaan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi isue menarik di beberapa


negara. Alasan masyarakat menggunakan terapi ini antara lain karena keyakinan,
finansial, reaksi obat kimia dan tingkat kesembuhan. Profesi perawat memiliki peluang
terlibat dalam terapi ini, namun demikian memerlukan dukungan dari hasil-hasil penelitian
(evidence-based practice). Terapi komplementer telah didukung berbagai teori
keperawatan seperti teori Nightingale, Roger, Leininger, dan teori lainnya. Terapi
komplementer dapat digunakan pada berbagai level pencegahan dan perawat dapat
berperan sesuai kebutuhan klien.Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa 30,4% rumah tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan
tradisional, diantaranya 49% rumah tangga memanfaatkan ramuan obat tradisional. Pada
tingkat dunia, penggunaan obat tradisional sudah sangat berkembang, cenderung
meningkat, dan diperhitungkan sebagai komponen penting dalam pelayanan kesehatan
dasar sejak dikeluarkannya Deklarasi Alma-Ata tahun 1978 dan dibentuknya program
pengobatan tradisional oleh World Health Organization(WHO). Keseriusan pemerintah
mendukung pemanfaatan obat tradisional terlihat dari berbagai peraturan yang ada, terutama
sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan tentang Saintifikasi Jamu pada tahun 2010
(Delima et al, 2012).

Terapi komplementer yang ada saat ini dengan berbagai macam jenis menjadi
salah satu pilihan pengobatan di masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan,tidak
sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau terapi alternatif pada petugas
kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak diskusi dan berdialogdengan
perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien
ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila
keinginan terpenuhi akan berdampak pada kepuasan klien. Ini merupakan peluang bagi
perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer.Terapi komplementer dikenal
dengan terapi tradisional yang digabungkan dengan pengobatan modern. Komplementer
adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al.,
1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik.
Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara
menyeluruh,yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan
jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).

Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat


selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi
komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakitkronis yang
harus rutin mengeluarkan dana. Pengalaman klien yang awalnya menggunakan terapi
modern menunjukkan bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa
bulan setelah menggunakan terapi komplementer (Nezabudkin, 2007).

Berdasarkan hal diatas penulis ingin membahas tentang salah satu terapi
komplementer yang diterapkan di indonesia, yaitu TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation)
1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami defenisi TENS (Transcutaneus electrical nerve


stimulation
2. Mengetahui dan memahami tipe-tipe TENS
3. Mengetahui dan memahami indikasi terapi komplementer TENS
4. Mengetahui dan memahami prosedur terapi komplementer TENS
5. Mengetahui dan memahami kelebihan terapi komplementer TENS

1.3 Manfaat Penulisan

1. Bagi mahasiswa, penulisan makalah diharapkan mampu menambah referensi dan


bahan informasi mengenai terapi komplementer TENS
2. Bagi masyarakat, penulisan makalah diharapkan dapat memberikan pengetahuan
terhadap masyarakat mengenai terapi komplementer TENS
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan


energi listrik untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit ( Parjoto, 2006 ). Menurut
International Association for Study of Pain ( IASP ), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan ( Purwandari, 2006 ).
Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan seseorang untuk
membuat tangggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari
jaringan yang bersangkutan (Parjoto, 2006 ). Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat.yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan
oleh orang lain, mencakup pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan
hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah
terjadinya gangguan fisiologikal ( Somantri, 2007 ).

2.2 Tipe TENS

Menurut Jonhson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) membedakan TENS
menjadi empat tipe yaitu : (1) tipe konvensional , (2) AL TENS, (3) INTENSE TENS, (4)
Pulse Burst TENS.
1. TENS konvensional dengan spesifikasi sebagai berikut : target arus adalah mengaktivasi
syaraf berdiameter besar, frekuensi sampai dengan 200Hz, intensitas rendah pada kontinyu,
durasi stimulus 100-200m detik, sensasi yang timbul parestesi yang kuat dengan sedikit
kontraksi, durasi terapi secara terus menerus, mekanisme analgetik tingkat segmental, posisi
elektroda titik nyeri atau area dan dermatom yang sama.

TENS dengan spesifikasi sebagai berikut: terget arus adalah mengaktivasi motorik,
serabut saraf G III atau ergoreseptor dan A alpa, sensasi yang diinginkan kontraksi otot fasik
yang kuat tapi nyaman, karekteristik fisika frekuensi rendah, intensitas tinggi dan durasi 100-
200m detik, penempatan elektroda pada motor point atau miotom yang sama, profil analgesik
terjadi setelah 30 menit terapi dan menghilang > 1 jam setelah alat di matikan. Durasi terapi
30 menit setiap kali terapi, mekanisme analgesik ekstra segmental atau segmental.

Tipe INTENSE TENS dengan ciri: target arus mengaktivasi saraf berdiameter kecil,
jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor, sensasi yang terjadi terasa tak nyaman yang
masih dapat ditoleransi pasien, fisika dasar frekuensi 200Hz, durasi stimulus > 100m detik
dan intensitas tertinggi yang masih dapat ditoleransi. Penempatan elektroda di area yang
nyeri atau sebelah proksimal titik nyeri atau pada cabang utama saraf yang bersangkutan,
profil analgesik < 30 menit tetapi sudah bisa terjadi sedang pengaruh analgesiknya > 1 jam
kadang dijumpai hiposentesia, durasi terapi < 15 menit, mekanisme analgesik periferal, ekstra
segmental, maupun segmental.

Tipe Pulse Burst mempunyai fisika dasar frekuensi 1 – 10 Hz, waktu durasi 200 μ S
atau ( simetris 2, 5 KHz ). Penempatan elektroda di tempatkan pada syaraf perifer / distal
motor point ( biasanya terletak 1/3 proximal dari muscle belly ). Lama pemberian arus 20 –
45 menit agar tidak terjadi kelelahan otot karena pada arus pulse burst TENS terjadi kontraksi
otot.

2.3 Pengaruh fisiologis stimulasi listrik terhadap jaringan tubuh

1) Tingkat seluler;

(a) eksitasi saraf tepi / perifer,

(b) perubahan permiabilitas membran sel jaringan non eksitatori,

(c) modifikasi formasi osteklas dan osteoklastik,

(d) modifikasi formasi fibrolas dan fibrolastik,

(e) modifikasi mikrosirkulasi - arterial, venous dan limfatik ( aliran kapiler ),

(f) perubahan konsentrasi protein dan sel darah

(g) perubahan aktivitas enzim seperti SDH ( succinate dehydrogenase ) dan atau ATPase,

(h) perubahan sintesa protein

(i) modifikasi ukuran dan konsentrasi mitokondria,


2) Tingkat jaringan;

(a) kontraksi otot dan efeknya terhadap kekuatan otot, kecepatan kontraksi serta daya tahan
terhadap kelelahan

(b) kontraksi otot-otot polos dan rileksasi yang berdampak pada aliran darah di arteri maupun
vena

(c) regenerasi jaringan, termasuk tulang, ligamen, jaringan ikat dan kulit,

(d) remodeling jaringan termasuk pelunakan, penguluran, penurunan viskositas serta


penyerapan cairan dari rongga sendi dan rongga interstisial,

(e) perubahan suhu jaringan dan keseimbangan kimiawi,

3) Tingkat segmental;

(a) kontraksi sekelompok otot dan pengaruhnya terhadap gerakan sendi serta aktivitas otot
sinergis

(b) gaya pompa otot yang akan berpengaruh terhadap aliran limfatik, vena dan aliran darah
arteri ( makrosirkulasi )

(c) perubahan aliran limfatik dan aliran darah arteri yang bukan disebabkan oleh pengaruh
gaya pompa atot rangka.

4) Tingkat sistemik

(a) efek analgetik yang berhubungan dengan polipeptida endogen seperti betaendorfin,
enkhepalin, dopamin dan dimorfin

(b) efek analgetik yang berhubungan dengan neurotransmitter seperti serotonin dan bahan P

(c) efek sirkulasi yang berhubungan dengan polipeptida seperti VIP ( vasoactive intestinal
polypeptides )

(d) modulasi aktivitas organ internal seperti seperti fungsi ginjal dan jantung ( Alon, 1987 ).
BAB 3

TERAPI KOMPLEMENTER TENS

3.1 Mode / Pengaturan terapi TENS

Terapi TENS adalah salah satu modalitas atau teknik fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri.
Ada beberapa mode setting/pengaturan pada terapi TENS, meliputi :

a. Mode Stimulasi Normal


Pada pengaturan frekuensi dan lebar pulsa konstan dengan pereda nyeri yang paling
umum digunakan atau akut melalui efek gating.

b. Mode Stimulasi Modulasi


Dimana frekuensi bervariasi antara pengaturan yang berbeda dan menggunakan siklus
untuk membantu mengurangi adaptasi saraf. Ini berguna untuk pereda nyeri akut dan
kronis.

c. Mode Stimulasi Burst berguna dalam pereda nyeri kronis.

3.2 Prosedur Terapi TENS

1. Lepaskan semua bahan metal dari area terapi (pada pasien)


2. Pasangkan elektroda pada : (pemasangan elektroda ada 2 metode)
a. Pemasangan elektrode pada atau di sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara
paling mudah dan paling sering digunakan sebab metode ini dapat langsung
diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter nyeri ataupun letak
paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri.
b. Segmen sumsum tulang belakang. Satu elektrode diletakkan pada level spinal
sedangkan yang lainnya diletakkan pada dermatom yang berhubungan, motor
point atau trigger point.
3. Setelah elektroda telah terpasang di tempat yang benar, nyalakan mesin TENS. Mesin
TENS dilengkapi dengan remote kontrol untuk mengatur kekuatan impuls listrik yang
dihasilkan. Mulailah dengan impuls listrik yang kecil dan secara perlahan tingkatkan
impuls listrik tersebut sampai sensasinya terasa kuat namun tidak menimulkan
ketidaknyamanan pada pasien. Pengaturan Pulse Rate (Frekuensi), yakni jumlah pulsa
listrik yang akan pasien rasakan dalam satu detik terdiri atas :
a. Nyeri akut (80 hingga 120Hz) selama 30 hingga 60 menit hingga empat kali
sehari
b. Stimulasi otot dan relaksasi (35-50Hz) selama 20 hingga 30 menit hingga dua kali
sehari
c. Nyeri kronis (2 hingga 10Hz) selama 30 hingga 60 menit hingga satu kali sehari.
4. Bila sudah selesai, matikan mesin TENS dan lepaskan elektroda dari tubuh pasien.

3.3 Indikasi

Terapi TENS ini biasanya di lakukan oleh fisioterapis, ada beberapa pasien yang berindikasi
untuk melakukan terapi TENS, antara lain :

a. Pengapuran sendi atau osteoarthritis


b. Fibromialgia (nyer pada otot, tendon, dan persendian di seluruh tubuh, terutama di
area tulang belakang)
c. Tenditinis (inflamasi atau iritasi pada tendon)
d. Bursitis (inflamasi pada bantalan sendi)
e. Orang dengan nyeri punggung belakang bawah
f. Orang dengan nyeri panggul kronis
g. Neuropati diabetik (gangguan saraf tepi pada penderita diabetes)
h. Penyakit arteri perifer

3.4 Kelebihan Terapi TENS

1. Mengurangi kelenturan ekstremitas bawah pada pasien stroke


2. Meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan berjalan pada pasien stroke
3. Membantu penyembuhan luka melalui peningkatan imunitas karena terhambatnya
faktor inflamasi dan lancarnya predaran darah tepi.
4. Alat TENS mudah didapat, mudah digunakan, ekonomis, tidak menimbulkan adiksi,
dapat diberikan kapan saja serta minim efek samping pada pasien
5. Meningkatkan fungsi sendi pergelangan kaki
6. Mengurangi nyeri
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terapi TENS adalah salah satu modalitas atau teknik fisioterapi untuk mengurangi rasa
nyeri. Ada beberapa mode setting/pengaturan pada terapi TENS, meliputi :

a. Mode Stimulasi Normal


Pada pengaturan frekuensi dan lebar pulsa konstan dengan pereda nyeri yang paling
umum digunakan atau akut melalui efek gating.

b. Mode Stimulasi Modulasi


Dimana frekuensi bervariasi antara pengaturan yang berbeda dan menggunakan siklus
untuk membantu mengurangi adaptasi saraf. Ini berguna untuk pereda nyeri akut dan
kronis.

c. Mode Stimulasi Burst berguna dalam pereda nyeri kronis.

4.2 Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai