Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah
ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
Padang, 21 September
2021
Penulis
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………ii.
….1
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terapi komplementer yang ada saat ini dengan berbagai macam jenis menjadi
salah satu pilihan pengobatan di masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan,tidak
sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau terapi alternatif pada petugas
kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak diskusi dan berdialogdengan
perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien
ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila
keinginan terpenuhi akan berdampak pada kepuasan klien. Ini merupakan peluang bagi
perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer.Terapi komplementer dikenal
dengan terapi tradisional yang digabungkan dengan pengobatan modern. Komplementer
adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al.,
1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik.
Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara
menyeluruh,yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan
jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).
Berdasarkan hal diatas penulis ingin membahas tentang salah satu terapi
komplementer yang diterapkan di indonesia, yaitu TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation)
1.2 Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut Jonhson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) membedakan TENS
menjadi empat tipe yaitu : (1) tipe konvensional , (2) AL TENS, (3) INTENSE TENS, (4)
Pulse Burst TENS.
1. TENS konvensional dengan spesifikasi sebagai berikut : target arus adalah mengaktivasi
syaraf berdiameter besar, frekuensi sampai dengan 200Hz, intensitas rendah pada kontinyu,
durasi stimulus 100-200m detik, sensasi yang timbul parestesi yang kuat dengan sedikit
kontraksi, durasi terapi secara terus menerus, mekanisme analgetik tingkat segmental, posisi
elektroda titik nyeri atau area dan dermatom yang sama.
TENS dengan spesifikasi sebagai berikut: terget arus adalah mengaktivasi motorik,
serabut saraf G III atau ergoreseptor dan A alpa, sensasi yang diinginkan kontraksi otot fasik
yang kuat tapi nyaman, karekteristik fisika frekuensi rendah, intensitas tinggi dan durasi 100-
200m detik, penempatan elektroda pada motor point atau miotom yang sama, profil analgesik
terjadi setelah 30 menit terapi dan menghilang > 1 jam setelah alat di matikan. Durasi terapi
30 menit setiap kali terapi, mekanisme analgesik ekstra segmental atau segmental.
Tipe INTENSE TENS dengan ciri: target arus mengaktivasi saraf berdiameter kecil,
jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor, sensasi yang terjadi terasa tak nyaman yang
masih dapat ditoleransi pasien, fisika dasar frekuensi 200Hz, durasi stimulus > 100m detik
dan intensitas tertinggi yang masih dapat ditoleransi. Penempatan elektroda di area yang
nyeri atau sebelah proksimal titik nyeri atau pada cabang utama saraf yang bersangkutan,
profil analgesik < 30 menit tetapi sudah bisa terjadi sedang pengaruh analgesiknya > 1 jam
kadang dijumpai hiposentesia, durasi terapi < 15 menit, mekanisme analgesik periferal, ekstra
segmental, maupun segmental.
Tipe Pulse Burst mempunyai fisika dasar frekuensi 1 – 10 Hz, waktu durasi 200 μ S
atau ( simetris 2, 5 KHz ). Penempatan elektroda di tempatkan pada syaraf perifer / distal
motor point ( biasanya terletak 1/3 proximal dari muscle belly ). Lama pemberian arus 20 –
45 menit agar tidak terjadi kelelahan otot karena pada arus pulse burst TENS terjadi kontraksi
otot.
1) Tingkat seluler;
(g) perubahan aktivitas enzim seperti SDH ( succinate dehydrogenase ) dan atau ATPase,
(a) kontraksi otot dan efeknya terhadap kekuatan otot, kecepatan kontraksi serta daya tahan
terhadap kelelahan
(b) kontraksi otot-otot polos dan rileksasi yang berdampak pada aliran darah di arteri maupun
vena
(c) regenerasi jaringan, termasuk tulang, ligamen, jaringan ikat dan kulit,
3) Tingkat segmental;
(a) kontraksi sekelompok otot dan pengaruhnya terhadap gerakan sendi serta aktivitas otot
sinergis
(b) gaya pompa otot yang akan berpengaruh terhadap aliran limfatik, vena dan aliran darah
arteri ( makrosirkulasi )
(c) perubahan aliran limfatik dan aliran darah arteri yang bukan disebabkan oleh pengaruh
gaya pompa atot rangka.
4) Tingkat sistemik
(a) efek analgetik yang berhubungan dengan polipeptida endogen seperti betaendorfin,
enkhepalin, dopamin dan dimorfin
(b) efek analgetik yang berhubungan dengan neurotransmitter seperti serotonin dan bahan P
(c) efek sirkulasi yang berhubungan dengan polipeptida seperti VIP ( vasoactive intestinal
polypeptides )
(d) modulasi aktivitas organ internal seperti seperti fungsi ginjal dan jantung ( Alon, 1987 ).
BAB 3
Terapi TENS adalah salah satu modalitas atau teknik fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri.
Ada beberapa mode setting/pengaturan pada terapi TENS, meliputi :
3.3 Indikasi
Terapi TENS ini biasanya di lakukan oleh fisioterapis, ada beberapa pasien yang berindikasi
untuk melakukan terapi TENS, antara lain :
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terapi TENS adalah salah satu modalitas atau teknik fisioterapi untuk mengurangi rasa
nyeri. Ada beberapa mode setting/pengaturan pada terapi TENS, meliputi :
4.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA