Anda di halaman 1dari 9

A.

TEKNIK MENGATASI NYERI NON FARMAKOLOGI

1. Non farmakologi

Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan
dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS,
akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam,
relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi,
sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet).

a. Stimulasi kutaneus

Pijat Secara naluri, manusia merespon sakit dan nyeri dengan menggosok-gosok area
tersebut. Terapi pijat mengembangkan reaksi ini menjadi cara untuk menghilangkan rasa sakit
dan ketegangan (Pustaka Kesehatan Populer, 2009).

Pijat dapat dilakukan secara sistematis dengan tekhnik manipulasi manual, seperti:

1. menggosok,
2. meremas, atau memutar jaringan lunak
(misalnya, otot, ligamen tendon, dan fascia). Pijat meningkatkan jangkauan gerak
pasien, mengurangi ambang nyeri, melemaskan otot-otot, dan meningkatkan sirkulasi
dan drainase limfatik. Pijat juga memiliki efek biokimia, yaitu meningkatkan kadar
dopamin dan limfosit serta memproduksi sel pembunuh secara alami
Pijat adalah tindakan kenyamanan yang dapat membantu relaksasi, menurunkan
ketegangan otot dan dapat meringankan ansietas karena kontak kontak fisik yang
menyampaikan perhatian. Pijat juga dapat menurunkan intensitas nyeri dengan
meningkatkan sirkulasi superfisial ke area nyeri
b. Tekhnik relaksasi

Tekhnik relaksasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menurunkan cemas dan
tekanan otot. Meliputi imagery dan progresive muscle relaxation (DeLaune & Ladner, 2011).
Astin, Shapiro, Eisenberg, & Forys (2003) menagatakan bahwa relaksasi mengajarkan pasien
bagaimana untuk fokus pada gambar yang menenangkan, menghilangkan ketegangan dan
melepaskan otot-otot, serta latihan napas dalam. Hasil review dari sembilan percobaan acak
ditemukan bahwa relaksasi efektif dalam mengobati penyakit kronis serta tiga studi relaksasi
efektif dalam mengobati nyeri akut (Reed, Montgomery & DuHamel,2001).

c. terapi komplementer pada ca colon

Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat menurunkan intensitas nyeri yaitu
dengan teknik massage. Massage dalah salah satu intervensi keperawatan dengan
memberikan stimualsi pada kulit dan jaringan dengan berbagai level tekanan yang bertujuan
untuk menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan memperbaiki sirkulasi
(Bulecheck,2013). Massage efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental,
mengurangi nyeri dan meningkatkan keefektifan dalam pengobatan.

Massage pada daerah yang diinginkan selama 3-5 menit dapat merelaksasikan otot dan
memberikan istirahat yang tenang dan kenyamanan (Potter & Perry, 2009). Massage terdiri dari
beberapa bagian, dan salah satunya yaitu foot massage. Foot massage merupakan salah satu
terapi komplementer yang dapat digunakan sebagai manajemen nyeri pasca operasi atau
pembedahan.

Foot massage therapy merupakan gabungan dari empat teknik masase yaitu :

1. effleurage (mengusap)
2. petrissage (memijit)
3. Friction (menggosok)
4. tapotement (menepuk).

Foot massage merupakan mekanisme modulasi nyeri yang dipublikasikan untuk


menghambat rasa sakit dan untuk memblokir transmisi impuls nyeri sehingga menghasilkan
analgetik dan nyeri yang dirasakan setelah operasi diharapkan berkurang (Chanif, 2012). Dimana
kaki mewakili dari seluruh organ – organ yang ada didalam tubuh. Foot Massage dilakukan 2
kali sehari pagi dan sore hari mulai hari ke dua post operasi selama 20 menit setelah 4-6 jam
pemberian obat penghilang nyeri (Chanif, 2013). Foot massage terbukti efektif dalam
mengurangi respon nyeri yang dirasakan individu pasca operasi. Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Kim (2002), dikutip dari Chanif (2013) terhadap pasien post abdominal surgery
didapatkan penurunan intensitas nyeri setelah foot massage dilakukan secara teratur.
d. Teknik terapi music pada kanker keganasan

Musik adalah suatu komponen yang dinamis yang bisa mempengaruhi baik psikologis
maupun fisiologis bagi pendengarnya (Wilgram 2002; Novita 2012). Musik adalah paduan
rangsang suara yang membentuk getaran yang dapat memberikan rangsang pada
pengindraan, organ tubuh dan juga emosi. Ini berarti, individu yang mendengarkan musik
akan memberi respon, baik secara fisik maupun psikis, yang akan menggugah sistem tubuh,
termasuk aktivitas kelenjar-kelenjar di dalamnya (Yuanitasari 2008).

Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya


berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu
membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik
menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002).
Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem
neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
adrenal.

Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam keadaan
darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus
menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di batang otak yang mengendalikan fungsi
sistem saraf otonom. Cabang simpatis saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan
organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut
jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal
untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah.

Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah satu alasanya karena
musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ
pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya
mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya. Ritme internal ini
mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih
baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem
kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik menjadi lebih
tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002). Sebagian besar
perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang
dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal (Prabowo &
Regina 2007). Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam
keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom.
Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di batang otak yang.

mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis saraf otonom bereaksi
langsung pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh
seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga
menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan
norepinefrin ke dalam pembuluh darah, sehingga berdampak meningkatkan denyut jantung
dan tekanan darah, dan norepinefrin secara tidak langsung melalui aksinya pada kelenjar
hipofisis melepaskan gula dari hati. Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) menstimulasi
lapisan luar kelenjar adrenal (korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan hormon (salah
satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan mineral tertentu
(Primadita 2011). Salah satu manfaat musik sebagai terapi adalah self-mastery yaitu
kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik mengandung vibrasi energi, vibrasi ini juga
mengaktifkan sel-sel di dalam diri seseorang, sehingga dengan aktifnya sel-sel tersebut
sistem kekebalan tubuh seseorang lebih berpeluang untuk aktif dan meningkat fungsinya.
Selain itu, musik dapat meningkatkan serotonin dan pertumbuhan hormon yang sama
baiknya dengan menurunkan hormon ACTH (Setiadarama 2002).

B. terapi analgesik dan terapi nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif


seperti: 1.teknik relaksasi

2. terapi music

3. imaginary dan biofeedback

managemen nyeri non farmakologikal merupakan upayaupaya mengatasi atau


menghilangkan nyeri dengan menggunakan pendekatan non farmakologi. Upaya-upaya
tersebut antara lain :
1. relaksasi
2. distraksi,
3. massage,
4. guided imaginary dan lain sebagainya.

Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan


intensitas nyeri, Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyeri serta
dapat digunakan pada saat seseorang sehat ataupun sakit.

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan tegangan
otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam
meredakan nyeri (Smeltzer, 2008). Relaksasi secara umum sebagai metode yang paling efektif
terutama pada pasien yang mengalami nyeri hasil penelitian diberbagai tempat membuktikan
bahwa terapi tekhnik relaksasi efektif menurunkan respon nyeri.

terapi non-farmakologi yang dilakukan meliputi relaksasi dan distraksi, teknik relaksasi
secara spontan dan tidak prosedural sering diterapkan pada pasien-pasien yang mengeluh nyeri
dengan berbagai penyebab dan respon yang dihasilkan pada pasien-pasien dengan Abdominal
Pain relatif bervariasi, sebagian keluhan nyeri pasien dapat teratasi dan dipulangkan serta
sebagian lagi klien berlanjut kepada tindakan diagnostik dan medik lebih lanjut.

Berbagai jenis teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri telah banyak diterapkan dalam
tatanan pelayanan keperawatan. Namun, penggunaan teknik relaksasi di Indonesia masih belum
optimal. Tehnik relaksasi yang paling sering digunakan yaitu bernafas dalam dan teknik
distraksi. Akan tetapi belum ada prosedur tertulis mengenai teknik relaksasi untuk mengurangi
rasa nyeri pada Abdominal Pain yang diterapkan menjadi standar pelayanan keperawatan.
Sementara itu belum ada penggunaan alat audio-visual yang secara khusus disiapkan untuk
mempermudah pasien memahami dan melakukan prosedur teknih relaksasi dengan benar dan
tepat, maka berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
“Pengaruh Terapi Relaksasi (Autogenic) Terhadap Tingkat Nyeri Akut pada Pasien dengan
Abdominal Pain

B. INTERVENSI PSIKOLOGI UNTUK MENGONTROL NYERI


intervensi keperawatan non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengontrol
respon fisik dan psikis yang dialami oleh pasien kanker. intervensi non farmakologi berupa
terapi musik (54%), guided imagery (40%), relaksasi (82%), dan distraksi (80%).
Complementary and Alternative Medicine (CAM) merupakan suatu alternatif yang sering
digunakan pasien kanker.

terapi music. merupakan bagian dari CAM yang terbukti aman dalam penerapannya
Terapi musik sudah diterapkan diberbagai setting klinis untuk meringankan gejala yang
muncul pada penyakit kronis dan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan kondisi terminal .

Komponen musik di dalam terapi musik dapat memberikan energi positif dan
kekuatan universal yang berkaitan erat dengan proses penyembuhan tubuh, pikiran dan
spiritual . Efektivitas terapi musik dalam mengontrol keparahan gejala sudah tidak diragukan
lagi. Studi tentang pemberian terapi musik dalam kurun waktu lima menit dapat meredakan
kecemasan dan menormalkan tanda-tanda vital sebelum dilakukan radioterapi pada pasien
onkologi .

Selain itu, terapi musik yang diberikan dua kali dalam kurun waktu 48 jam setelah
operasi masektomi, terbukti efektif menurunkan depresi, kecemasan dan lama perawatan
pada pasien kanker payudara . Pengaruh positif terapi musik juga terbukti dapat menurunkan
kecemasan pasien dan meningkatkan kepuasan keluarga terhadap perawatan pasien terminal .
Di Indonesia, terapi musik diberikan pada pasien kanker guna mengontrol gejala yang
dialami pasien kanker. Terapi musik yang merupakan prosedur yang lebih mudah dilakukan,
murah, efektif serta aman jika diberikan pada pasien kanker.

Terapi musik terbukti mampu menurunkan tingkat nyeri pada pasien kanker paliatif
menurunkan tingkat kecemasan dan mampu mengontrol status hemodinamik pada pasien
kanker . Mengacu pada berbagai penjelasan di atas, terapi musik jelas dapat dipertimbangkan
untuk menjadi bagian dari intervensi perawatan non farmakologi pada pasien kanker.

intervensi non farmakologi, salah satunya dengan home treatment yaitu Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap pengurangan frekuensi
kekambuhan pada pasien penyakit migraine. Jenis penelitian yaitu quasi experimental,
dengan subjek penelitian sebanyak 6 orang yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan
kelompok control masing-masing berjumlah 3 orang.

Intervensi non farmakologi merupakan terapi pelengkap dalam mengurangi dan


mengontrol nyeri, intervensi ini dapat mencakup intervensi fisik dan perilaku kognitif. Dalam
intervensi non farmakologi atau pengobatan home treatment (self-help remedies) yang
berfungsi dalam mengurangi dan mengontrol migrain, salah satu teknik yang dapat
digunakan adalah Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) sebagai satu teknik yang
bermula dari teknik Emotional Freedom Technique (EFT). SEFT merupakan teknik
penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan
menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Teknik terapi SEFT
merupakan teknik termudah dan dapat dilakukan sendiri untuk membantu proses pengobatan
home treatment (self-help remedies) migrain.

Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk memperbaiki sistem energi tubuh yang
berpengaruh pada fungsi pikiran, emosi dan perilaku. SEFT merupakan salah satu terapi
energy psychology menawarkan cara yang lebih aman (tanpa menggunakan jarum), hanya
menggunakan ketukan ringan dengan ujung jari (tapping) pada daerah tubuh tertentu, pikiran,
emosi dan perilaku negatif akan teratasi. Pada akhirnya, terapi SEFT dapat membantu
meminimalisir penyakit migrain yang diderita pasien.

Dalam SEFT, proses dilakukan dengan melibatkan Tuhan dalam proses energy
psychology ini menjadikan SEFT mengalami amplfying effect sehingga spektrum masalah
yang dapat diatasi juga jauh lebih luas meliputi fisik dan emosi, kesuksesan diri, kebahagiaan
hati dan menjadikan jalan menuju personal greatness /kemuliaan diri dengan mengundang
energy. Penyakit umum, kondisi pikiran, emosi, sikap, kesadaran dan doa-doa yang
dipanjatkan oleh pasien atau untuk pasien sangat berpengaruh bagi kesembuhannya.
Pelaksanaan terapi SEFT ini dibagi menjadi 3 tahapan, yang pertama adalah Set-up sambil
mengusap bagian dada (sore spot) atau mengetuk bagian karate chop, dengan mengucapkan
kalimat The Set-Up atau berdoa dengan khusyu’, ikhlas dan pasrah pada Sang Maha Kuasa
.“The Set-Up” bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan dengan
tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir “Psychological Reversal” atau perlawanan
psikologis (biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negative),
aplikasi meditasi dan reframing.

Dengan melakukan teknik ini subyek akan terlatih bersikap rileks secara mendalam
ketika menghadapi situasi yang membuat subyek marah dan mereduksi ketegangannya.
Proses ini sering digambarkan sebagai keterampilan coping aktif untuk mengontrol
kecemasan dan kegelisahan klien. Meskipun dalam sekali pelaksanaan dilakukan tapping di
18 titik. Selain ke-18 titik tersebut, juga dilakukan “the 9 gamut procedure” yang berfungsi
untuk merangsang otak sambil melakukan gerakan tapping pada salah satu titik energi tubuh
yang dinamakan gamut spot.

Titik ini terletak di antara ruas tulang jari kelingking dan jari manis. Dengan
melakukan teknik ini akan memicu bagian otak cortico hypothalamic yang akhirnya akan
menurunkan tekanan darah sehingga aliran darah ke jantung menjadi lancar. Serangan
migren umumnya akan mengaktifkan saraf simpatis. Sebab migrain erat kaitannya dengan
ketegangan atau kecemasan (stress) dan nyeri. Ketika seseorang. mengalami migrain akan
merasakan nyeri dan berdenyut dan biasanya disertai dengan gangguan saluran cerna seperti
mual dan muntah. Hal ini disebabkan karena adanya hiperaktifitas impuls listrik otak yang
meningkatkan aliran darah di otak sehingga terjadi pelebaran pembuluh darah otak serta
proses inflamasi (luka radang) maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan
mengaktifkan saraf parasimpatetis dengan mencoba melakukan SEFT yang mampu
mengaktifkan saraf parasimpatis diharapkan bisa menekan rasa tegang dan rasa cemas
dengan resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan nyeri atau pada
kondisi ini saraf simpatetik yang membuat tegang dapat diturunkan fungsi-fungsinya dan
menaikkan saraf parasimpatetik sehingga menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan
otot.

SEFT yang merupakan penggabungan dari beberapa teknik terapi yakni meditasi
sehingga bisa disebut sebagai simple meditation. Saat kita melakukan SEFT, kita dianjurkan
melakukannya dalam kondisi mediative yakni khusyu’, ikhlas dan pasrah dimana dengn hal
ini efek SEFT akan lebih efektif .
C.PERAN PERAWAT MENGATASI NYERI

Peran seorang perawat yaitu membantu meredakan nyeri dengan memberikan intervensi
pereda nyeri baik menggunakan pendekatan /manajemen farmakologis maupun nofarmakologis
(Sulistyo, 2013). Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan oleh perawat
untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Tehnik distraksi merupakan salah satu metode
manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri.

diperoleh data melalui wawancara pada 5 orang perawat 2 diantaranya mengatakan


melakukan teknik distraksi kepada pasien yang mengeluh nyeri karena fraktur, sedangkan 3
diantaranya mengatakan tidak sering melakukan teknik tersebut dalam mengatasi nyeri.

Distraksi adalah suatu metode untuk mengatasi nyeri dengan mengalihkan perhatian klien
yaitu dengan bernapas pelan-pelan, masase sambil bernapas pelan-pelan,membayangkan halhal
yang indah, membaca koran, menonton TV (acara kegemaran), mendengarkan music dan
melakukan kegemaran ditempat tidur (menulis buku cerita).. Pasien fraktur adalah pasien yang

REFERENSI

Kusnanto,2004. Pengantar profesi dan praktek keperawatan. http//books


google.co.id.diakses pada tgl 05 febuari 2014 Mulyaningsih. 2013. /. Diakses pada 05 agustus
2014. JAKARTA

Notoatmojo. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Rineke Cipta. Jakarta Nurhafizah


Erniyati. 2012. Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi di ruang Rindu B2A
RSUP H. Adam Malik Medan. http//jurnal.USU.ac.id/index.php/jkk/view/ 101. Diakses pada tgl
26 Maret 2014.

Sulistyo Andarmoyo. 2013. Konsep & proses keperawatan nyeri, Jogjakarta : Ar- Ruzzs
Media

Anda mungkin juga menyukai