Anda di halaman 1dari 9

a.

Teknik Relaksasi Napas Dalam

1) Pengertian

Relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, Relaksasi

napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah (SmeltzerBare, 2012).

Relaksasi napas dalam merupakan tindakan pereda nyeri non

invasif, Relaksasi napas dalam yang teratur dapat bermanfaat

untuk mengurangi keletihan dan ketegangna otot yang dapat

menurunkan kualitas nyeri (Brunner & Suddath, 2002).

Relaksasi napas dalam dapat meningkatkan ekspansi paru,

membuka alveoli, sehingga aliran oksigen ke jaringan lancar.

Akibatnya pasien akan merasa nyaman dan mengurangi spasme pada

organ sehingga menimbulkan perasaan rileks (Brunner & Suddath,

2002).

2) Tujuan

Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa tujuan Relaksasi

napas dalam adalah untuk meningkatkan alveoli, memelihara

pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi

batuk, mengurangi stres baik fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.

3) Penatalaksanaan Teknik Relaksasi napas dalam

Ada beberapa posisi relaksasi yang dapat dilakukan antara lain :

(a) Posisi relaksasi dengan telentang


Berbaring telentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka

sedikit, kedua tangan rileks terbuka disamping dibawah lutut dan

kepala diberi bantal.

(b) Posisi relaksasi degan berbaring miring

Berbaring miring, lutu ditekuk, dibawah kepala diberi

bantal dan dibawah perut sebaiknya juga diberi bantal agar perut

tidak menggantung

(c) Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring telentang

Kedua lutut ditekuk, berbaring telentang, kedua lengan

disamping telinga.

(d) Posisi relaksasi dengan duduk

Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandaran kursi

atau diatas tempat tidur, kedua kaki tidak boleh menggantung

(smeltzer & Bare, 2012).

4) Prosedur Teknik Relaksasi Napas Dalam

Menurut Priharjo (2003) bentuk pernapasan yang digunakan pada

prosedur ini adalah pernapasan diafragma selama inspirasi yang

mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan

desakan udara masuk selama inspirasi.

Adapun langkah – langkah Relaksasi napas dalam adalah sebagai

berikut :

(a) Ciptakan lingkungan yang tenang

(b) Usahakan tetap rileks dan tenang

(c) Menarik napas dari hidung dan mengisi paru – paru dengan

udara melalui hidung.

(d) Perlahan – lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil


merasakan ekstresmitas atas dan bawah rileks.

(e) Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 X.

(f) Menarik napas lagi melalui hidung den menghembuskan

kembali melalui mulut secara perlahan – lahan.

(g) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks

(h) Usahakan agar tetap konsentrasi

(i) Ulangi selama 10 menit

(j) Lakukan teknik ini 4 – 5 kali sehari.

b. Relaksasi Otot Progresif

1) Definisi

Istilah relaksasi sering digunakan untuk menjelaskan aktivitas

yang menyenangkan. Relaksasi menghasilkan efek perasaan senang,

mengurangi ketegangan, terutama ketegangan psikis yang berkaitan

dengan kehidupan (Ramdhani & Putra, 2009). Progressive muscle

relaxation (PMR) atau relaksasi otot progresif adalah terapi relaksasi

dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot–otot pada satu

bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi

secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara progresif

kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut (Synder & Lindquist,

2002).

Pada saat melakukan PMR perhatian pasien diarahkan untuk

membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan

dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. PMR dilakukan

dengan mengencangkan dan melemaskan sekelompok otot. Kontraksi


otot akan diikuti dengan relaksasi dari 14 kelompok otot, termasuk

tangan dan lengan dominan dan bukan lengan dominan, bisep dominan

dan non dominan, dahi, pipi atas dan hidung, pipi bawah dan rahang,

leher dan tenggorokan. Dada dengan bahu dan punggung atas, perut,

paha dominan dan non dominan, betis dominan dan non dominan dan

kaki dominan dan non dominan (Conrad & Roth, 2007).

2) Indikasi Relaksasi Otot Progresif

Teknik ini dianjurkan untuk orang-orang dengan gangguan kecemasan,

imsomnia dan nyeri. Synder dan Lynquist (2002) mengatakan PMR dapat

digunakan sebagai terapi dalam managemen stress, kecemasan dan nyeri

pada gangguan fisik seperti pasien asma, hipertensi, COPD (chronic

obstructive pulmonary diseases), pasien dengan gangguan jiwa

(psychiatric), pasien dengan pemulihan memori/ingatan, pasien kanker,

postoperative, sakit kepala, pasien mual muntah, HIV, penyakit herpes dan

pasien yang akan mendapat prosedur medik tertentu.

Conrad & Roth (2007) menyatakan tujuan PMR adalah untuk

mengurangi komsumsi oksigen tubuh, laju metabolisme tubuh, laju

pernapasan, ketegangan otot, kontraksi ventricular prematur dan tekanan

darah sistolik serta gelombang alpha otak serta dapat meningkatkan beta

endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler.

3) Kontraindikasi Relaksasi Otot Progresif

Beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi PMR antara lain cedera

akut atau ketidaknyamanan musculoskeletal, infeksi atau inflamasi, dan


penyakit jantung berat atau akut. Synder dan Lynquist (2002) menjelaskan

bahwa selama melakukan latihan PMR terdapat hal-hal yang perlu

diperhatikan antara lain jika pasien mengalami distres emosional selama

melakukan PMR maka dianjurkan untuk menghentikan dan

mengkonsultasikannya kepada perawat atau dokter. Selain itu pemberian

terapi ini pada pasien kanker harus memperhatikan tingkat kelelahan klien.

4) Mekanisme Relaksasi Otot Progresif dalam Menurunkan Nyeri.

Latihan PMR bekerja melibatkan aktivitas sistem saraf otonom yaitu

dengan meningkatkan kerja saraf parasimpatis dan menurunkan stimulasi

sistem saraf simpatis serta hipotalamus sehingga pengaruh stres fisik terhadap

keduanya menjadi minimal (Haryati, 2015). Perasaan tenang dan nyaman

akan menghasilkan hormon endorphin yang menyebabkan otot tubuh rileks,

sistem imun meningkat, kadar oksigen dalam darah naik, dan penderita akan

mengantuk sehingga bisa beristirahat dengan tenang. Hormon ini

memperkuat sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi yang

menimbulkan efek sensasi yang sehat dan nyaman. Penelitian yang dilakukan

oleh Kasih (2014) bahwa hampir seluruh pasien yang diberi intervensi

relaksasi otot progresif mengatakan mengalami penurunan frekuensi nyeri

dan merasa nyaman, hal ini dikarenakan PMR juga membuat sirkulasi

pembuluh darah lancar sehingga dapat mengurangi frekuensi nyeri.

Kaitan antara ketegangan otot, relaksasi dan sistem saraf otonom, pada

jalur ini neuromuskular aferen akan menginervasi pembentukan retikular

yang pada akhirnya akan diproyeksikan pada hipotalamus (Conrad & Roth,
2007). Hipotalamus yang berhubungan dengan sirkuit neural yang diyakini

terjadi dikorteks serebral. Sirkuit ini akan berinteraksi dengan terminal akson

sensori perifer dalam kornus dorsalis dimedula spinalis untuk mengontrol

neuron yang mentransmisikan sinyal nyeri. Neuron ini akan menghasilkan

opoid endogen yaitu enkepalin, endorfin, dinorfin dan endomorfin. Endorfin

yang dilepaskan akan bekerja sebagai neurotransmiter berikatan dengan

reseptor opoid sehingga akan menghambat transmisi stimulus nyeri. Dengan

demikian, PMR dapat menurunkan persepsi nyeri (LeMone et al., 2016).

c. Guide Imagery

1) Definisi
Guided imagery atau imajinasi terbimbing adalah proses yang

menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakkan tubuh untuk

menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi

dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi sentuhan, penciuman,

penglihatan, dan pendengaran (Potter & Perry, 2005). Guided imagery adalah

metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan kejadian berhubungan

dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan

pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi (Kaplan & Sadock,

2010). Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu yang

dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer &

Bare, 2002).

Imajinasi bersifat individu dimana individu menciptakan gambaran

mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing. Banyak teknik imajinasi


melibatkan imajinasi visual tapi teknik ini juga menggunakan indera

pendengaran, pengecap dan penciuman (Potter & Perry, 2009). Penggunaan

guided imagery tidak dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam satu

waktu oleh karena itu pasien harus membayangkan satu imajinasi yang sangat

kuat dan menyenangkan (Brannon & Feist, 2000).

2) Tujuan

Tujuan dari guided imagery yaitu menimbulkan respon psikofisiologis

yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun (Potter & Perry, 2009).

Guided imagery dapat membangkitkan perubahan neurohormonal dalam

tubuh yang menyerupai perubahan yang terjadi ketika sebuah peristiwa yang

sebenarnya terjadi (Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk membangkitkan

keadaan relaksasi psikologis dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan

yang menyembuhkan ke seluruh tubuh (Jacobson, 2006).

Dossey, et al. (dalam Potter & Perry, 2009) menjelaskan aplikasi

klinis guided imagery yaitu sebagai penghancur sel kanker, untuk mengontrol

dan mengurangi rasa nyeri, serta untuk mencapai ketenangan dan

ketentraman. Guided imagery juga membantu dalam pengobatan; seperti

asma, hipertensi, gangguan fungsi kandung kemih, sindrom pre menstruasi,

dan menstruasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), manfaat dari guided

imagery yaitu sebagai intervensi perilaku untuk mengatasi kecemasan, stres

dan nyeri. Selain itu guided imagery juga digunakan untuk mereduksi nyeri

luka bakar, sakit kepala migrain dan nyeri pasca operasi (Brannon & Feist,

2000).
3) Mekanisme Guide Imagery dalam Menurunkan Nyeri
Menurut Hart (2008) jika imajinasi menakutkan atau pikiran negatif

akan meningkatkan rasa sakit dan gejala lain yang akan dirasakan, maka

imajinasi positif atau menenangkan akan mampu mengurangi gejala sakit.

Mekanisme atau cara kerja guided imagery belum diketahui secara pasti

tetapi teori menyatakan bahwa relaksasi dan imajinasi positif melemahkan

psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres. Respon stress

dipicu ketika situasi atau peristiwa (nyata atau tidak) mengancam fisik

atau kesejahteraan emosional atau tuntunan dari sebuah situasi melebihi

kemampuan seseorang, sehingga dengan imajinasi diharapkan dapat

merubah situasi stres dari respon negatif yaitu ketakutan dan kecemasan

menjadi gambaran positif yaitu penyembuhan dan kesejahteraan (Snyder,

2006).

Mekanisme imajinasi positif dapat mengurangi psikoneuro immunologi

yang mempengaruhi respon stress, hal ini berkaitan dengan teori gate

control yang menyebutkan bahwa hanya satu impuls yang dapat berjalan

sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu dan jika ini

teratasi dengan pikiran nyeri yang ada, maka sensasi rasa nyeri tidak dapat

dikirim keotak, oleh karena itu rasa nyeri berkurang atau teratasi (Synder,

2006). Teori gerbang kontrol adalah sistem pengaturan diri terhadap

manajemen nyeri. Transmisi noiseptor dapat diregulasi oleh neuron yang

tidak terlibat secara langsung dalam jalur transmisi nyeri aferen. Aferen

non iseptif menghilangkan sensitivitas pada neuron kornudorsalis yang

terlibat dalam nosisepsi. Sinyal nyeri naik ke delta- A dan saraf C sebagai
respon cedera atau peradangan. Selanjutnya penurunan impuls saraf

dilakukan di otak dengan menutup gerbang menghentikan transmisi nyeri

(Black & Hawks, 2014).

Guide imagery akan mempengaruhi sistem saraf autonom. Saat imajinasi

diterima sebagai rangsangan oleh semua indra, dan diteruskan ke batang otak

menuju sensor thalamus yang ditansmisikan ke amigdala, hipotalamus dan

korteks serebri. Di korteks serebri rangsangan imajinasi dianalisis menjadi

suatu yang nyata. Ketika tubuh mendapatkan kondisi rileks, perasaan rileks

akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan corticotropin releasing

factor (CRF). Selanjtnya CRF merangsang kelenjer pituitari untuk

meningkatkan produksi proopioidmelanocortin (POMC) yang menyebabkan

meningkatnya produksi enkhepalin oleh medulla adrenal serta endorphin

nenurotransmiter yang dipercaya mempengaruhi suasana hati menjadi rileks

(Guyton & Hall, 2007). Menurut Hart (2008) Guide imagery dapat

melepaskan hormon endorphin yang akan melemahkan respon rasa nyeri dan

dapat mengurangi rasa sakit atau meningkatkan ambang nyeri.

Anda mungkin juga menyukai