A. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah istilah lama pada gagal jantung yang terjadi pada kedua
sisi jantung. Gagal jantung adalah gejala klinis yang terjadi karena ketidakmampuan
ventrikel untuk mengisi atau memompa cukup darah guna memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi tubuh. Gagal jantung ditandai dengan tanda dan gejala adanya cairan yang
berlebih atau perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hal ini terjadi karena gangguan
kontraktil jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastolik) yang membuat
curah jantung menjadi rendah sehingga terjadi peningkatan beban kerja pada jantung dan
akhirnya resistensi terhadap pengisian jantung akibat adanya kompensasi dari jantung
(Smeltzer et al., 2010).
B. Etiologi
Menurut Lippincott & Springhouse, 2012 penyebab terjadinya gagal jantung adalah :
a.Aritmia
Gagal jantung kanan aritmia dapat terjadi karena kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Selain itu, atrial fibrilasi dapat terjadi pada pasien
gagal jantung secara bersamaan (Laksmi et al., 2018).
b.Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan sehigga kemampuan jantung
untuk memompa darah dan berdenyut secara normal menjadi berkurang bahkan hilang
(Yeantesa & Karani, 2018) .
c.Perikarditis
Perikarditis merupakan radang pada perikardium yang dapat menyebabkan nyeri dan
terjadi secara tiba-tiba. Perikarditis menyebabkan rongga perikardium dipenuhi oleh
darah karena adanya ganguan pada saat pengisian ventrikel dan ejeksi venrikel (Triswanti
et al., 2015).
d.Penyakit arteri koroner
Aterosklerosis dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otot jantung yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia dan asidosis karena adanya penumpukan asam laktat
(Triswanti et al., 2015).
e.Hipertensi
Hipertensi menyebaban terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik karena adany
pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung menjadi bertambah.
Hal ini dapat menyebabkan terjadi hipertrofi ventrikel yang akan menyebabkan
terjadinya dilatasi dan payah jantung (Ikcc et al., 2017).
f. Stenosis mitral
Stenosis mitral merupakan penyempitan jalan darah menuju ventrikel tyang dapat
menyebabkan tidak terbukanya katup dengan tepat sehingga menghambat aliran darah
antara ruang-ruang jantung kiri. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan
nafas menjadi pendek serta gejala lainnya (Permataranny et al., 2019).
g.Infark miokard (MI)
Kematian otot jantung dapat membuat penurunan kemampuan jantung dalam memompa
darah ke seluruh tuubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh (Black &
Hawks, 2009). Hal ini dapat terjadi karena aliran arah ari arteri koroner terhenti karena
adanya sumbatan plak atau lemak yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu
sel-sel jantung menjadi mati (nekrosis miokard) (Baransyah et al., 2014).
h.Miokarditis
C. Manifestasi Klinis
Kelelahan dan kelemahan adalah gejala awal dari gagal jantung. Hal ini terjadi
karena adanya penurunan jumlah oksigen pada jaringan. Kelelahan dapat memburuk
ketika seseorang melakukan aktivitas (Williams & Hopper, 2006).
2. Dispnea
Dispnea merupakan gejala yang umum terjadi gagal jantung sisi kiri. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan pada pertukaran gas di paru-paru tepatnya di alveoli dan
kapiler yang disebabkan oleh kongesti paru. Dispnea merangsang mekanisme
kompensasi yang menghasilkan pernapasan pendek dan cepat. Dispnea dapat
diklasifikasikan menjadi :
Dispnea saat aktivitas adalah sesak napas yang meningkat karena melakukan
aktivitas aktivitas.
Orthopnea adalah dispnea yang meningkat saat berbaring datar. Dalam posisi
tegak, gravitasi membuat cairan menalir menuju ekstremitas bawah. Sedangkan,
pada posisi telentang gaya gravitasi memungkinkan cairan bergerak dari kaki ke
jantung yang membuat sistem paru dibanjiri oleh cairan sehingga paru menjadi
sesak. Ketika ortopnea terjadi, maka hal yang dapat dilakukan adalah tidur
dengan menggunakan dua atau lebih bantal untuk tidur.
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sesak napas mendadak yang terjadi
setelah berbaring datar untuk sementara waktu. PND hasil dari akumulasi cairan
berlebih di paru-paru. Orang yang tidur terbangun dengan perasaan mati lemas
dan cemas. Relief diperoleh dengan duduk tegak untuk waktu yang singkat,
yang mengurangi jumlah cairan yang kembali ke jantung (Williams & Hopper,
2006).
3. Batuk
Batuk kering kronis merupakan tanda umum lainnya yang dijumpai pada gagal
jantung. Batuk bertambah parah ketika berbaring yag disebabkan karena danya iritasi
pada mukosa paru-paru. Iritasi ini disebabkan oleh peningkatan kongesti paru yang
terjadi ketika gravitasi tidak mampu menahan cairan pada kaki sehingga cairan kembali
dalam jumlah yang banyak ke janung dan paru-paru (Smeltzer et al., 2010).
Kongesti pada paru menjadi penyebab bunyi napas yang tidak normal seperti
crackles dan wheezing yang menunjukkan adanya peningkatan cairan di paru-paru.
Crackles terjadi karena adanya penumpukan cairan pada alveoli yang disebabkan karena
adanya peningkatan tekanan pada kapiler paru. Sedangkan wheezing terjadi karena
konstriksi bronkiolar yang disebabkan oleh peningkatan cairan (Williams & Hopper,
2006).
5. Takikardi
6. Nyeri dada
Iskemik pada pasien gagal jantung dapat menyebabkan terjadinya nyeri pada dada
yang disebabkan karena penururan oksigen pada arteri koroner akibat terjadinya
penurunan curah jantung (Williams & Hopper, 2006).
7. Pernafasan cheyne-stokes
8. Edema
9. Nokturia
Nokturia dapat terjadi karena peningkatan aliran darah dan filtrasi pada ginjal
akibat cairan pada kaki kemal ke sistem peredaran darah pada saat bebarng yang
membuat terjadinya peningkatan produksi urin. Nokturia dapat terjadi hingga enam kali
per malam paien gagal jantung menjadi kelelahan karena adanya gangguan tidur
(Williams & Hopper, 2006).
10. Sianosis
Sianosis pada kulit, kuku, atau selaput lendir terjadi karena penurunan oksigenas
pada darah yang dapat menandfai terjadinya gagal jantung sisi kiri (Williams & Hopper,
2006).
12. Malnutrisi
Anoreksia dan gastrointestinal (GI) dapat terjadi karena peningkatan tekanan yang
diberikan oleh cairan di sekitar struktur GI. Selain itu, penyerapan makanan juga dapat
terganggu oleh tekanan ini (Smeltzer et al., 2010).
Berdasarkan American Heart Association dalam Yancy et al., 2013 gagal jantung
kongestif dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Stage A
Pasien yang termasuk kedalam klasifikasi ini yaitu pasien yang mempunyai resiko tinggi,
tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung dan belum adanya tanda dan
gejala (symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage
A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
2) Stage B
Pasien yang termasuk gagal jantung stage B yaitu pasien yang memiliki kerusakan
struktural pada jantung tetapi tidak menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung
tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi
sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.
3) Stage C
Pasien dengan stage D yaitu pasien yang membutuhkan penanganan ataupun intervensi
khusus dan serta gejala dapat unjul ketika pasien beristirahat sehingga pasien ini
memerlukan monitoring yang sangat ketat.
1) Penatalaksanaan kolaboratif
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien
dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan
volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan
pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
f. Inotropik positif
Dopamin
Pada dosis kecil 2,5-5 mg/kg akan merangsang alfaadrenergik beta-
adrenergik. Reseptor dopamin ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi
sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis
maksimal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban kerja jantung.
Dobutamin
2) Penatalaksanaan keperawatan
E. Komplikasi
- Terdapat penggunaan
Cairan terdorong ke paru
bantuan otot napas
- Terdapat bunyi napas
Edema ektremitas
tambahan
- Pasien terlihat cemas Kelebihan Volume Cairan
dan gelisah
- Edema
B. Perumusan Diagnosa
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, preload dan
kontraktilitas diandai dengan takikardi, distensi vena jugularis, dispnea, perubahan
warna kulit, batuk, buni nafas tambahan, S3,S4 dispnea nokturnal proksinal dan
ortopnea (Keliat et al., 2015).
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan bunyi jantung S3, bunyi nafas tambahan, dispnea nokturrnal
proksimal, distensi vena jugularis, edema, efusi peura, gangguan pola nafas,
hepatomegali, kongesti pulmonal dan ortepnea (Keliat et al., 2015).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan dispnea
setelah beraktivitas, keletihan, ketidaknyamanan setelah beraktivitas dan
perubahan EKG (Keliat et al., 2015).
Referensi
Aspiani, Reny Yuli. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler
Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheeve, K. H. (2010). Handbook for Brunner &
Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Wolters Kluwer Health.
Williams, Li. S., & Hopper, P. D. (2006). UNDERSTANDING Medical Surgical Nursing
(3rd ed.). F. A. Davis Company.
Triswanti, N., Pebriyani, U., & Gumilang, I. (2015). Hubungan Hipertensi Dengan
Kejadian Penyakit Gagal Jantung Kongestif Di R Umah Sakit Pertamina Bintang
Amin Pr Ovinsi Lampung Tahun 2015. December, 1–18.
Yancy, C. W., Jessup, M., Bozkurt, B., Butler, J., Casey, D. E., Drazner, M. H., Fonarow, G.
C., Geraci, S. A., Horwich, T., Januzzi, J. L., Johnson, M. R., Kasper, E. K., Levy,
W.C., Masoudi, F. A., McBride, P. E., McMurray, J. J. V., Mitchell, J. E., Peterson, P.
N., Riegel, B., … Wilkoff, B. L. (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of heart failure: A report of the American college of cardiology
foundation/american heart association task force on practice guidelines. Journal of the
American College of Cardiology, 62(16), e147–e239.
https://doi.org/10.1016/j.jacc.2013.05.019
Baransyah, L., Rohman, M. S., & Tony Suharsono. (2014). Faktor-Faktor yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Gagal Jantung pada Pasien Infark Miokard Akut di
Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang Livia Baransyah. Majalah Kesehatan FKUB,
1(4).
Ikcc, A., Creatinine, C., & Us, C. (2017). HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RSUD
ULIN BANJARMASIN. 1–2.
Permataranny, M. B., Yanni, M., & Permana, H. (2019). Profil Penderita Stenosis Mitral
Reumatik di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012-2016. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(1), 28. https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.967
Yeantesa, P., & Karani, Y. (2018). Etiologi dan Patofisiologi Kardiomiopati Dilatasi.
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(Supplement 2), 135.
https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.841
Keliat, B. A., Windrawati, H. D., Pawirpwiyono, A., & Subu, M. A. (2015). NANDA
Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).