Anda di halaman 1dari 4

Paradigma Pelayanan Publik

Dalam konteks pelayanan publik yang bergerak menuju yang lebih baik, telah terjadi
pergeseran paradigma pelayanan publik dari paradigma tradisional ke paradigma demokrasi,
yang dikenal dengan  3 model yakni model administrasi publik tradisional (Old Public
Administration OPA) yang kemudian bergeser ke model manajemen publik baru (New Public
Management, NPM), dan akhirnya menjadi model pelayanan publik baru (New Public Service,
NPS), sebagaimana digambarkan oleh menurut Denhardt dan Denhardt pada Tabel.1.1

Tabel 1.1 Perbandingan 3 Paradigma Pelayanan Publik

Aspek Old Public New Public New Public service


Administration Administration
Dasar Teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi
Konsep Kepentingan Kepentingan pubik Kepentingan publik
kepentingan publik adalah mewakili agregasi adalah hasil dari
public sesuatu yang dari kepentingan dialog tentang
didefinisikan individu berbagai nilai
secara politis dan
yang tercantum
dalam aturan
Kepada siapa Klien (Client) dan Pelanggan Warga Negara
birokrasi publik pemilih (customer) (citizens)
harus
bertanggung
jawab
Peran Pengayuh Mengarahkan Menegosiasikan
pemerintah (Rowing) (Steering) dan mengelaborasi
berbagai
kepentingan warga
Negara dan
kelompok
komunitas
Akuntabilitas Menurut hierarki Kehendak pasar Multi aspek:
administrative yang merupakan akuntabel pada
hasil keinginan hukum, nilai
pelanggan komunitas, norma
(customer) politik, standar
professional,
kepentingan warga
Negara

Sumber: Denhardt & Denhardt, New Public Service: Serving, Not Steering, 2007, hlm. 28-29.

Ketiga paradigma tersebut menunjukkan perkembangan makna pada perspektif bahwa


pelayanan publik hadir untuk kepentingan siapa, dan bagaimana paradigma ini memosisikan
masyarakat. Selaras dengan azas demokrasi yang menjiwai pelayanan publik, maka paradigma
yang dianggap ideal adalah New Public Service (NPS), yaitu pelayanan publik yang responsif 
terhadap berbagai kepentingan public, yang selaras dengan konsep pelayanan publik demokratis
atau yang dalam konsepsi Habermas, pelayanan publik deliberatif (dikonsultasikan kepada
publik). Konsepsi NPS ini memberikan ruang bagi pemberian pelayanan yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat (citizens) sebagai penerima layanan, tidak hanya sebatas pada pelanggan
(customers).

Kualitas pelayanan publik dapat diukur dari aspek proses dan output pelayanan. Karena
tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan penggunanya, maka penyedia
layanan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan pengguna layanannya untuk memastikan
pelayanannya tepat guna dan tepat sasaran. Salah satu model yang cukup mencerminkan
keterlibatan  pengguna dan penyedia pelayanan publik dengan pendekatan dialogis konsultatif
publik adalah model citizen charter.

Citizen Charter: Pelayanan Publik Berintegritas


Konsep New Public Service (NPS) sebagaimana diperkenalkan oleh Janet V. Denhardt
dan Robert B. Denhardt membawa kepada paradigma baru pelayanan publik, yakni pelayanan
publik yang memperhatikan dan berfokus kepada kepentingan warga masyarakat (citizen), tidak
sebatas pada pelanggan atau pengguna jasa (customer atau client) sebagaimana dianut konsep
sebelumnya (NPM dan OPA). Maka sebagaimana konsep New Public Service (NPS) bahwa
birokrasi publik harus bertanggung jawab penuh kepada warga Negara (citizen), maka
pemerintah lebih berperan sebagai negosiator dari berbagai kepentingan masyarakat dan
komunitas. Pelayanan yang diciptakanpun harus bersifat non diskriminatif. Konsep New Public
Service meniscayakan penyediaan pelayanan yang lebih responsif pengguna layanan. Salah satu
model pelayanan publik yang sejalan dengan paradigma ini (berpihak kepada masyarakat,
citizen, tidak hanya kepada customer saja) adalah konsep citizen charter. Citizen’s Charter
(Kontrak Pelayanan), adalah kesepakatan bersama antara masyarakat dengan penyelenggara
pelayanan publik untuk mencari cara terbaik dalam meningkatkan pelayanan publik yang sesuai
dengan harapan dan standard yang dibutuhkan masyarakat dan bermanfaat bagi kedua belah
pihak (masyarakat dan penyedia layanan).

Citizen Charter merupakan  suatu bentuk penyelenggaraan pelayanan publik yang


memosisikan pengguna layanan sebagai pusat pelayanan. Kebutuhan dan kepentingan pengguna
layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelenggaraan
pelayanan publik. Berbeda dengan praktik penyelenggaraan pelayanan publik sebelumnya, yang
menempatkan kepentingan pemerintah dan penyedia layanan  sebagai acuan utama dari praktik 
penyelenggaraan pelayanan, Citizen’s Charter menempatkan kepentingan pengguna layanan
sebagai unsur yang paling penting. Untuk mencapai maksud tersebut, Citizen’s Charter
mendorong penyedia layanan untuk bersama dengan pengguna layanan dan pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders) lainnya untuk menyepakati  jenis, prosedur, waktu, biaya, serta
cara pelayanan. Kesepakatan bersama tersebut harus mempertimbangkan keseimbangan hak dan
kewajiban antara penyedia layanan, pengguna layanan, serta stakeholders. Kesepakatan ini
nantinya akan menjadi dasar praktik penyelenggaraan pelayanan publik.

Citizen’s Charter atau Kontrak Pelayanan, berbentuk dokumen, merupakan hasil


perjanjian kesepakatan bersama antara setidaknya dua pihak, yaitu antara penyedia pelayanan
dan pengguna pelayanan. Hal yang diperjanjikan adalah tentang praktek pelayanan yang akan
diwujudkan, dengan kesepakatan bersama. Melalui citizen’s charter, hak dan kewajiban
penyedia layanan dan pengguna layanan didefinisikan secara jelas dan detil, meliputi prosedur
dan standard pelayanan, macam pelayanan, biaya, dan juga waktu pelayanan, yang dijalankan
tanpa diskriminasi. (Kuswandoro, 2015)

Sumber:

Denhardt & Denhardt, New Public Service: Serving, Not Steering, 2007, hlm. 28-29.

Kuswandoro, W. (2015). Inovasi Pelayanan Publik: Citizen Charter (Contoh Pelayanan Publik
Berintegritas). http://wkwk.lecture.ub.ac.id/tag/paradigma-pelayanan-publik/

Anda mungkin juga menyukai