Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka.

2.1.1 Administrasi dan Pelayanan Publik.

Menunjau dari perspektif administrasi publik dan kebijakan publik, secara

umum terbagi dalam 3 bagian besar ilmu administrasi yaitu 1) the old public

administrations (OPA), 2) the new public administrations (NPM) dan 3) the new

public service (NPS). Dalam kerangkat the old public administrations (OPA),

terdapat buah pemikiran yaitu politik adalah arena kebijakan dan administrasi

bertugas mengimplementasikannya. Kemudian manusia rasional yang dipengaruhi

oleh rsionalitas mereka dalam mencapai tujuan dan selanjutnya yaitu pilihan yang

merupakan teori yang melekat pada the old public administrations (OPA), yaitu

filsafat manusia ekonomi (Denhard & Denhard, 2007).

Sehingga karakter dari the old public administrations (OPA),

ialah: penyediaan pelayanan public melalui organisasi pemerintah, dan

dalam kebijakan dipengaruhi oleh kebijakan politik, dan administrator

bertanggung jawab kepada pejabat politik dengan dekresi yang terbatas

dan harus menggunakan prinsip-prinsip planning, organizing, staffing,

directing, coordinating, reporting dan budgeting.

Padangan administrasi publik dan pelayanan publik berdasarkan

the new public administrations (NPM) yaitu pemerintah diajak untuk

meninggalkan paradigma tradisional dan mendisrupsinya dengan

10
menfokuskan pada kinerja dan hasil kerja. Pemerintah harus

melepaskan belenggu birokrasi klasik dan melaksanakan pelayanan

secara fleksibel, dalam menetapkan tujuan dan target lebih jelas

sehingga lebih memungkinkan upaya pengukurandan lebih

berkomitmen secara politis dengan pemerintah dan dilakukan proses

privatisasi.

Selanjutnya padangan berdasarkan the new public service

(NPS), pelayanan dengan the new public service itu hemat, akan tetapi

tidak sepenuhnya steril dari masalah, akan tetapi lebih diarahkan pada

demokrasi, kebanggaan dan warga negara dari pada persaingan pasar

dan konsumen. Sehingga nilai-nilai demokrasi untuk kepentingan

publik merupakan norma yang mendasar dalam administrasi dan

pelayanan publik. Berikut ini 3 perbedaan mendasar tentang

pergeseran paradigma model pelayanan publik (Denhard & Denhard,

2007).

Tabel 2.1.
Paradigma Pelayanan Publik.

No. Aspek OPA NPM/NPA NPS


1 2 3 4 5
1. Dasar Teoritik Politik Ekonomi Demokrasi
2. Konsep Kepentingan Kepentingan Kepentingan
Kepentingan publik publik publik hasil dari
Publik berdasarkan mewakili dialog dan
definisi politik. agregasi berbagai nilai.
kepentingan
individu.
3. Kepada siapa Klien dan Pelanggan Warganegara
birokrasi harus pemilih
bertanggung jawab
4. Peran Pemerintah Pengayuh Mengarahkan Menegosiasikan
setiap

11
kepentingan
masyarkat
5. Akuntabilitas Menurut Kehendak pasar Multi aspek
hierarki dengan berdasarkan seperti hokum,
jenjang yang keinginan nilai
tegas pelanggan masyarakat,
norma politik,
standar dan
kepentingan
warga negara.
6. Struktur Organisasi Birokrasi Top Desentralisasi Kolaboratif
Down
7. Asumsi terhadap Gaji dan Semangat Pelayanan
motivasi pegawai. keuntungan interpreneur publik dengan
proteksi melayani
masyarakat.
Sumber: Denhard & Denhard, 2007.

Pelayanan memiliki definisi yaitu suatu pengabdian dan atau

pengayoman kepada masyarakat yang merupakan tugasnya dalam

memberikan informasi dan arahan kepada masyarakat kecil, dalam

istilah lain pelayanan disebut juga sebagai cara melayani, jasa, atau

membantu menyiapkan sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh

Pasolong, 2010 (Pasolong, 2010).

Pelayanan merupakan salah satu fungsi pemerintah yang

memiliki peran pemberdayaan dan pembangunan yang merupakan alat

untuk mencapai tujuan negara yang ditekankan dalam kegiatan

organisasi untuk mencapai sasaran dalam pelayanan yang dikerjakan

oleh beberapa orang. (Ndraha, 1990).

Sedangkan Pelayanan publik ialah pemberian pelayanan untuk

memenuhi hajat individu atau kelompok yang di sediakan oleh

organisasi publik dengan mengikuti semua ketentuan dan mekanisme

yang berlaku yang ditetapkan oleh organisasi. Yang menghasilan

12
produk dan jasa sebagaimana dalam ketentuan input, proses dan output

yang dikeluarkan oleh organisasi (Nugroho, 2009).

Indikator dalam pelayanan publik merujuk pada pendapat

Dwiyanto, 2002. menyatakan bahwa dalam mengukur penilaia

kemampuan pelayanan publik dilihat dari tingkat efisiensi dan

efektifitas, penggunaan jasa, kepuasan pelanggan, tingkat akuntabilitas

dan tingkat responsifitas pemberi layanan kepada pengguna layanan

public (Mulyadi, 2018).

Untuk itu dalam penyelenggaraan pelayanan publik, harus

memiliki flesibelitas dan dinamis terhadap perubahan dan mampu

mengelaborasi banyak kepentingan yang dirumuskan dalam nilai-nilai

dalam masyarakat sehingga selalu mengikuti perubahan yang terjadi di

masyarakat yang bersifat non dikriminatif, tidak membedakan ras,

suku, agama, dan demongrafi serta afiliasi politik individu atau

kelompok (Lestari, 2010).

1. Unsur-unsur Pelayanan Publik.

Dalam Agus Dwiyanto, 2005. Mengemukakan terdapat 4 unsur

utama dalam proses pelayanan publik diantaranya adalah (Dwiyanto,

2005):

a. Penyedia layanan; merupakan pihak yang memberikan pelayanan

kepada penerima layanan baik dalam bentuk barang maupun jasa.

b. Penerima layanan; merupakan konsumen atau kostumer yang

menerima pelayanan.

13
c. Jenis layanan; merupakan pilihan layanan yang disediakan sesuai

dengan kebutuhan penerima yang diberikan oleh penyedianya.

d. Kepuasan pelanggan; merupakan gambaran dari standar kualitas

barang dan jasa yang mereka terima memberikan respon yang

positif dan rasa puas dan merupakan hal yang paling penting dan

utama sebagai unsur pelayanan publik.

Semua unsur pelayanan publik tersebut dapat tercapai dan

terwujud apabila seluruh komponen dan kriteria dalam pencapaian dan

memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Ciri-ciri Pelayanan Publik.

Dalam Erna, 2014. menyampaikan bahwa pelayaan publik

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tersedia SDM yang baik.

b. Tersedia sarana dan prasarana yang memadai.

c. Bertanggungjawab kepada pelanggan.

d. Melayani secara tepat dan cepat.

e. Komunikatif.

f. Memberikan jaminan kerahasiaan.

g. Berkompetensi dan professional dalam bidang masing-masing.

h. Memahami kebutuhan pelanggan.

i. Memberikan kepercayaan dan dipercaya baik dari dan oleh

pelanggan.

14
Pendapat yang serupa sebagaimana disampaikan oleh Al Assaf,

2014. menyampaikan bahwa ciri-ciri pelayanan publik adalah:

a. Ketepatan waktu.

b. Akurasi pelayanan.

c. Kesopanan dan keramahan.

d. Kemudahan pelayanan.

e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

f. Terdapat atribut pendukung pelayanan seperti saran dan prasarana


yang memadai.

3. Standar Pelayanan Publik.

Asas – asas palayanan publik menurut Keputusan Menpan

Nomor 63/2003 sebagai berikut:

a. Transparantasi/sifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memdai serta

mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang – undangan.

c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi

dan efektifitas.

d. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.

15
e. Kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan

suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban. Pemberi dan penerima

pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-

masing pajak.

Dalam pelaksanaannya ada sepuluh prinsip pelayanan umum

yang diatur oleh keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Apratur

Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/72003 tentang pedoman umum

penyelenggaraan pelayanan publik, kesepuluh prinsip tersebut adalah

sebagai berikut;

1) Kesederhanaan; prosedur pelayanan publik tidak belit- belit mudah

dipahami, dan mudah dilaksanakan;

2) Kejelasan; (1) persyaratan teknis dan administratif pelayanan

publik;(2) unit kerja/pejabat yang berwenang bertanggungjawab

dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik dan tata cara

pembayaran.

3) Kepastian waktu; pelaksanaan pelayanan publik dapat deselesaikan

dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4) Akurasi; produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan

sah.

16
5) Keamanan; proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa

aman dan kepastian hukum.

6) Tanggung jawab; pimpinan penyelenggaran pelayanan publik atau

pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan

pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan

publik.

7) Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan

pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana

teknologi telekomuikasi dan informasi.

8) Kemudahan akses; tempat dan lokasi sarana dan prasarana

pelayanan yang memdai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan

dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi.

9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan; pemberi pelayanan harus

bersikapdisplin, sopan dan santun, ramah.

10) Kenyamanan; lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,

disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan

yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung

pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lainnya.

Sementara dalam pasal 34 UU No.25/2009 disebutkan bahwa

pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus

berperilaku sebagai berikut:

1) Adil dan tidak diskriminatif;

17
2) Cermat;

3) Santun dan ramah;

4) Tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut – larut;

5) Professional;

6) Tidak mempersulit;

7) Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;

8) Menjunjung tinggi nilai- nilai akuntabilitas dan integritas institusi

penyelenggara;

9) Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib

dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang – undangan;

10) Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari

benturan kepentingan;

11) Tidak menyalahgunaan sarana dan prasarana serta fasilitas

pelayanan publik;

12) Tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam

menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi

kepentingan masyarakat;

13) Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/ atau wewenang

yang dimiliki;

14) Sesuai dengan kepantasan, dan

15) Tidak menyimpang dari prosedur.

Sementara penyelenggaraan pelayanan publik harus mempunyai

standar pelayanan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Apratur

18
Negara nomor 63/KEP/M.PAN/72003 mengatakan bahwa

penyelenggaraan standar pelayanan pubkiik sekurang – kurangnya

meliputi:

1) Prosedur pelayanan;

Prosedur pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan

publik. Prosedur pelayanan ditetapkan melalui standar pelayanan

minimal sehingga pihak penerima pelayanan dapat memahami

mekanismenya.

2) Waktu penyelesaian;

Waktu penyelesaian merupakan salah satu dari standar pelayanan

publik yang ditetapkan sejak saat pengajuan sampai dengan

penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. Semakin cepat waktu

penyelesaian pelayanan, maka akan semakin meningkatkan

kepercayaan masyarakat akan pelayanan yang diberikan.

3) Biaya pelayanan;

Biaya pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan

publik. Biaya pelayanan publik termasuk rinciannya ditentukan

secara konsisten dan tidak boleh ada diskriminasi yang dapat

menimbulkan ketidakpercayaan penerima pelayanan kepada

pemberi pelayanan. Biaya pelayanan harus jelas pada setiap jasa

pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat, sehingga tidak

menimbulkan kecemasan, khususnya kepada pihak atau masyarakat

yang kurang mampu.

19
4) Produk pelayanan;

Produk pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan

public. Hasil pelayanan akan diterima sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan. Produk pelayanan harus dipahami secara

baik, sehingga memang dibutuhkan sosilisasi masyarakat.

5) Sarana dan prasarana;

Sarana dan prasarana merupakan salah satu standar pelayanan

publik. Penyediaan sarana dan prsarana pelayanan yang memadai

oleh peneyelenggara pelayanan publik sangat menentukan dan

menunjang keberhasilan penyelengaraan pelayanan.

6) Kompetensi petugas pelayanan

Kompetensi petugas pemberi layanan merupakan salah satu standar

pelayanan publik. Kompetensi petugas pemberi layanan harus

ditetapkam dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian,

keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan agar pelayanan

yang diberikan bermutu.

Untuk melengkapi standar pelayanan tersebut diatas, maka

ditambahkan materi muatan yang dikutip dari rancangan Undang –

Undang tentang Pelayanan Publik karena dianggap realistis untuk

menjadi muatan Standar Pelayanan Publik realistis sehingga

susunannya sebagi berikut:

1) Dasar Hukum;

20
2) Persyaratan;

3) Prosedur Pelayanan;

4) Waktu Penyelesaian;

5) Biaya Pelayanan;

6) Produk Pelayanan;

7) Sarana dan Prasarana;

8) Kompetensi petugas pelayanan;

9) Pengawasan intern;

10) Pengawasan ekstern;

11) Penanganan Pengaduan, sarana dan masukan

12) Jaminan Pelayanan.

4. Kualitas Pelayanan Publik.

Kualitas pelayanan merupakan kondisi dinamis yang

berhubungan dengan suatu produk, jasa, proses dan lingkungan yang

penilaiannya ditentukan pada saat terjadinya pelayanan, kualitas

pelayanan yang baik merupakan faktor penting dalam konteks

pelayanan. Dalam kasus di rumah sakit standar kualitas akan menjadi

prioritas utama agar dapat mendapatkan kepuasan pelanggan hal

tersebut akan meningkatkan rasa percaya pasien terhadap rumah sakit

(Azwar, 1996).

Maka dari itu kualitas pelayanan harus selalu konsisten dan

berkelanjutan dalam prosesnya, agar dapat menjaga kualitas dan mutu

pelayanan yang secara teoritis didasarkan pada 3 ketentuan pokok

21
dengan melihat tinggi rendahnya kualitas pelayanan publik, pada

gambaran dibawah ini:

Gambar 2.1.
Segitiga Keseimbangan Kualitas Pelayanan Publik

The Triangle of Balance in Service Quality


Bagian antar pribadi yang melaksanakan
(Interpersonal Component)

Bagian Proses dan Bagian Proses dan


Lingkungan Lingkungan

Sumber: Environment Component & Technical Component. Deddy Mulyadi, 2018

Interpersonal component pada segitiga diatas merupakan

puncak suatu pelayanan, pada sisi kanan dan kiri terdapat konteks fisik

dan prosedur dan juga proses, selain itu juga terdapat komponen teknik

dan prosfesionalitas dalam memberikan pelayanan. Dari gambaran

tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan setiap komponen masing-

masing agar tidak saling menekankan yang akan mengakibatkan kesan

dan terkesan rumit dan berbelit-belit.

Jika di tekankan pada komponen interpersonal akan terjadi

impresi sehingga akan mengakibatkan penyedia kurang

memperhatikan professional dan teknik pelayanan, namun jika lebih

menekankan pada aspek teknik hal tersebut akan terkesan

memperhatikan khusus pada individu tertentu.

22
Pada dasarnya pelayanan publik dapat diukur dengan berbagai

macam metode dan teknik, salah satunya yaitu model Servqual yang

diadaptasi dari teori Zeitheml, et.al, (1988) yang menyebutkan terdapat

5 (lima) dimensi pelayanan publik yang terdiri dari:

a. Bukti Langsung (Tangibles) yaitu terdiri dari indikator fasilitas

fisik, perlengkapan, pegawai/SDM dan sarana komunikasi.

b. Kehandalan (Reability) yaitu terdiri dari kemampuan memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

c. Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu terdiri dari keinginan pra

petugas pelaksana dalam membantu pasien dan memberikan respon

pelayanan secara tanggap.

d. Jaminan (Assurance) yang terdiri dari tingkat pengetahuan,

kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki petugas

pelaksana, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.

e. Empati (Emphaty) yaitu terdiri dari kemudahan dalam

berkomunikasi, sikap perhatian, dan memahai kebutuhan pasien.

5. Rumah Sakit Sebagai Sarana Pelayanan Kesehatan. Tidak perlu.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan SDM yang produktif secara sosial ekonomi.

23
Yang bertanggungjawab dalam menjalankan paragraf

kesatu yaitu pemberian pelayanan dalam pasal 52 sampai dengan pasal

55, dan juga memberikan perlindungan kepada pasien sesuai dengen

pasal 56 sampai dengan pasal 58, pada Undang-Undang tersebut.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009

tentang kesehatan yang kemudian disinergikan juga melalui Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit yang secara terperinci menjelaskan bahwa tujuan dari Undang-

Undang tersebut adalah mempermudah akses masyarakat,

perlindungan keselamatan, mutu dan standar dan memberikan

kepastian hukum kepada pasien maupun masyarakat (Hardyanti, dkk.

2014).

Yang memiliki tugas dan fungsi memberikan pelayanan

kesehatan perorangan yang paripurna yang dalam tanggung jawabnya

baik pemerintah maupun pemerintah daerah tertuang dalam pasal 6

ayat 1 dan ayat 2. Dalam penyelenggaraan rumah sakit,

diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang

terdiri atas Rumah Sakit Umum Kelas A, B, C dan D dan Rumah Sakit

Khusus yang terdiri dari Rumah Sakit Khusus A, B dan C.

Semua itu dijelaskan dalam pasal 26 yang mana Rumah Sakit

Kelas A dan Rumah Sakit Penanaman Modal Asing atau Penanaman

Modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah memperoleh

rekomendasi dari pejabat yang berwenang dan memperoleh

24
rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan penanaman

modal asing atau dalam negeri.

Sedangkan Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah

Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang

berwenang di bidang kesehatan dari pemerintah Kabupaten/Kota, dan

Rumah Sakit Kelas C dan D diberikan oleh pemerintah daerah

Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat

berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah daerah

kabupaten/kota.

Ketentuan dalam memberikan pelayanan kesehatan juga ada

pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan sebagai dasar

melaksanakan ketentuan pasal 6 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2

Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.

Dalam Permenkes RI Nomor 4 Tahun 2019 menjelaskan jenis

pelayanan dasar baik dalam kewenangan provinsi maupun kabupaten,

yang mana otoritas kewenangan provinsi adalah memberikan

pelayanan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana

dan atau berpotensi bencana provinsi.

Sedangkan jenis pelayanan dasar pada SPM kesehatan daerah

yang menjadi otoritas kewenangan dan kewajiban kabupaten/kota

adalah 12 indikator wajib seperti; Pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu

25
bersalin, bayi baru lahir, balita, usia Pendidikan dasar, usia produktif,

usia lanjut, penderita hipertensi, penderita DM, orang dengan ODGJ,

orang terduga TBC dan orang dengan resiko HIV (Hatta, 2016).

Mutu pelayanan setiap jenis pelayanan dasar dalam SPM

kesehatan ditetapkan dalam standar teknis antara lain; standar jumlah

dan kualitas barang/jasa, personel/SDM Kesehatan dan tata cara

pemenuhan standar yang tertulis dalam pasal 3 ayat 2. Organisasi

pelayanan kesehatan adalah sistem sosial yang rumit, dalam mengelola

organisasi-organisasi ini, ada suatu masa yang konstan antara

kebutuhan untuk hal yang dapat diramalkan, order dan efisien pada

keterbukaan, adaptivibilitas dan inovasi lainnya (Hatta, 2016).

Organisasi ini seperti halnya rumah sakit dan puskesmas adalah

jenis organisasi pelayanan masyarakat yang berhubungan langsung

dengan masyarakat yaitu dengan memberikan pelayanan yang bermutu

dan berkualitas, jadi bisa juga diartikan sebagai upaya untuk mencapai

tujuan pembangunan kesehatan di bawah kepemimpinan kesehatan.

Perubahan-perubahan dalam pelayanan kesehatan membentuk

suatu pembangunan baru yaitu “Paradigma Sehat” yang mana lebih

pada upaya preventif dan kuratif, semula yang bersifat

fragmented/terpecah belah bergeser menjadi terintegrasi, semua yang

pembiayaan bersumber dari pemerintah, saat ini perlahan lebih banyak

dari masyarakat. Padangan pemahaman tentang kesehatan menjadi

26
investasi, upaya kesehatan menjadi partnership, dan juga bottom up

seiring dengan era desentralisasi (Borkowsky, 2015).

Tabel 2.2
Jenjang Tingkat Pelayanan Kesehatan.

JENJANG KOMPONEN
(HIERARKI)
Tingkat rumah Pelayanan kesehatan oleh individua tau keluarganya
tangga. sendiri.
Tingkat masyarakat. Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka
sendiri oleh kelompok paguyuban, PKK, Saka Bhakti
Husada, anggota RT, RW dan masyarakat.
Fasilitas pelayanan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
kesehatan Poskesdes, Praktik Dokter swasta, poliklinik swasta dan
professional tingkat lain-lain.
pertama.
Fasilitas pelayanan Rumah Sakit Kabupaten/Kota, RS Swasta, Klinik
rujukan tingkat Swasta, Laboratorium dan lain-lain.
pertama.
Fasilitas pelayanan RS tipe B dan tipe A, Lembaga spesialistik swasta,
rujukan yang lebih laboratorium kesehatan daerah, laboratorium klinik
tinggi. swasta dan lain-lain.
(Sumber: M. Fais Satrianegara, 2014).

Dari teori organisasi dan pelayanan kesehatan tersebut diatas

maka mulai berkembangnya manajemen kesehatan yang mana

merupakan kebutuhan dasar yang harus dilakukan dan dikembangkan

baik tingkat pusat maupun tangkat daerah dari segala level jenis

sarana pelayanannya (Herlambang, 2016).

Sistem manajemen kesehatan harus menganggap bahwa

organisasi adalah sistem yang saling terhubung dan tergantung yang

beroperasi sebagai suatu keseluruhan untuk mencapai tujuan. Yang

mana aplikasi manajemen tersebut dikategorikan dalam 4 (empat

model) sebagai berikut:

27
Tabel 2.3
Aplikasi manajemen pada pelayanan kesehatan.

MODEL URAIAN
Model Manajemen Model ini adalah model yang diimplementasikan di
P1,P2 dan P3 puskesmas yang mana P1 adalah Perencanaan, P2
adalah Penggerakan dan Pelaksanaan dan P3 adalah
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian.
Model Manajemen Analisis, Rumusan, Rencana,Implementasi dan Forum
ARRIF Komunikasi) yang mana menekankan juga peran
masyarakat dalam sector kesehatan.
Model Manajemen Analisis, Rumusan, Implementasi, Monitoring dan
ARRIME Evaluasi pada dasarnya serupa dengan ARRIF namun
yang ditonjolkan adalah monitoring dan evaluasi.
Model POAC/E Planing, Organizing, Actuating Controling / Evaluating
ini merupakan model manajemen dari Terry yang mana
ini lebih diimplementasikan di Puskesmas daripada di
rumah sakit.
Sumber: M. Fais Sattianegara, 2014.

Manajemen pelayanan kesehatan adalah untuk memperoleh

sumberdaya, efektivitas, dan mengelola keperawatan, efisiensi,

kualitas dan peningkatan kesehatan. Didalam rumah sakit perlu

dibentuknya sebuah tim untuk negosiasi dengan pihak pemberi

jaminan pemberdayaan seperti asuransi, para stakeholder dan pemilik

rumah sakit seperti pemerintah, yayasan, investor ataupun legislator

(Satrianegara, 2014).

6. Poliklinik Sebagai Unit Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit.

Pelayanan poliklinik merupakan rangkaian prosedur kegiartan

pelayanan kesehatan pada ruangan rawat jalan dirumah sakit, yang

secara sistematis dimulai dari melakukan registrasi, ruang tunggu,

28
pemeriksanaan oleh dokter diruang pemeriksaan yang dipilih sesuai

kondisi penyakit, melakukan pemeriksaan penunjang jika diperlukan,

mengambil obat di apotek dan melakukan pembayaran dikasir dan

selanjutnya dapat pulang (Wijono,1999).

Merujuk pada Kepmenkes Nomor 66/Menkes/II/1987 definisi

dari poliklinik rawat jalan merupakan pelayanan terhadap orang yang

masuk ke rumah sakit untuk kepentingan observasi, diagnose,

pengobatan, rehabilitasi medik serta pelayanan kesehatan lainnya

sesuai kebutuhan pasien, tujuannya adalah mengupayakan kesehatan

yang optimal serta pemulihan dengan mengikuti prosedur yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal poliklinik

rawat jalan merupakan hal-hal berikut:

a. Dokter yang memberikan pelayanan 100% merupakan dokter

spesialis.

b. Rumah sakit setidaknya memiliki pelayanan anak, penyakit

dalam, kebidanan dan bedah.

c. Jam buka pelayanan 08.00-13.00 setiap hari kerja kecuali hari

jumat sampai dengan 08.00-11.00.

d. Waktu tunggu tidak lebih dari 60 menit.

e. Kepuasan pelanggan lebih dari 90%

f. Tersedia pelayanan rawat jalan di rumah sakit jiwa.

29
7. Mutu Pelayanan Rumah Sakit. ok
Mutu adalah sesuatu yang harus dicapai, atau dalam definisi lain

ialah ukuran baik buruknya suatu pelayanan. Dalam kamus bahasa

indonesia dan inggris sebenarnya mutu memiliki definisi yang sama

yaitu quality yang berarti taraf atau tingkatan kebaikan, menilai

sesuatu atau sering disimpulkan sebagai nilai kebaikan suatu hal

(Suardi, 2014).

Mutu sebagai standar dan tolok ukur yang harus dicapai

penyedia layanan pada saat memberikan pelayanan, mutu pelayanan

ialah tingkat kesempurnaan pelayanan yang diberikan, yaitu

memberikan rasa puas pada pemakai jasa pelayanan, yang

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah

ditetapkan (Muninjaya, 2019).

Mutu secara umum ialah dipandang sebagai ukuran relatif dari

sebuah kebendaan, yang tujuannya adalah memenuhi ekspektasi

pelanggan dalam menerima pelayanan baik berupa produk atau jasa,

yang dalam pendapat Hansen & Moven, 2004, suatu mutu yang

memenuhi ekspektasi penerima jasa harus memenuhi 8 (delapan)

dimensi mutu sebagai berikut:

1. Kinerja-performance ialah tingkat konsistensi dari fungsi-fungsi

produk.

30
2. Estetika-aestetic ialah bagaimana kemenarikan wujud dari

prosuk.

3. Kemudahan perawatan-service ability.

4. Keunikan-features.

5. Reabilitas-reliability ialah probabiditas produk dan jasa dalam

menjalankan fungsinya dalam waktu tertentu.

6. Durabilitas-durability bagaimana manfaat dan kebergunaannya.

7. Tingkat kesesuaian - quality of conformance bagaimana

pemenuhan spesifikasinya.

8. Pemanfaatan - fitness of uses ialah keserasian produk

sebagaimana diiklankan.

Sebenarnya tidak ada definisi yang mutlak mengenai pengertian

mutu, namun dapat disimpulkan bahwa mutu merupakan ukuran yang

dibuat oleh konsumen atas suatu produk yang diobservasi dari berbagai

sudut dimensinya, yang pada intinya memenuhi kriteria individu baik

dari segi kebutuhan, keamanan, kenyamanan dan kemudahannya

(Prawirosentono, 2004).

Mutu merupakan kesesuaian terhadap persyaratan yang telah

ditentukan (Prihantoro, 2012). Dalam pandangan Edward Deming ia

berpendapat bahwa mutu ialah pemecahan masalah untuk mencapai

penyempurnaan secara berkelanjutan. Pendapat yang serupa

menyebutkan bahwa mutu merupakan kepuasan pelanggan, baik

31
pelanggan internal mapun eksternal, kepuasan pelanggan internal akan

menyebabkan kepuasan pelanggan eksternal (Nasution, 2015).

Pakar lain juga memiliki pendapat yang pada intinya semakna

ialah Garvin dan Davis berpendapat bahwa mutu adalah suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja,

proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi

harapan pelanggan (Prawirosentono, 2004). Jadi mutu sesuatu yang

berbeda untuk orang yang berbeda tergantung pada waktu dan tempat,

dan standar mutu itu disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan

(Muninjaya, 2019).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu merupakan sesuatu

untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan, untuk dapat

menghasilkan keluaran yang diharapkan dan harus selalu memiliki

fleksibelitas dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat

diukur dengan derajat pencapaian tujuan, yang secara ringkas mutu

ialah lingkar kesempurnaan dari penampilan suatu yang sedang

diamati (Muninjaya, 2019).

Jika ditinjau dari perspektif pelayanan kesehatan, maka mutu

pelayanan kesehatan ialah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan

setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat

kepuasan yang berpatokan pada standar serta kode etik yang telah

ditentukan (Azwar, 1996). Yang pada kriterianya mutu pelayanan

32
kesehatan harus dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan serta

harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas

seluruh proses, baik itu pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan lainnya.

Jadi mutu ialah penampilan yang sesuai atau pantas yang

mengacu kepada standar, yang diintervensi yang diketahui aman, baik

itu berakibat pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan, kekurangan

gizi atau bahkan kesembuhan (Wijono, 1999). Dalam Donabedian,

ie1980 berpendapat bahwa mutu pelayanan kesehatan ialah suatu

pelayanan yang dapat mengoptimalkan ukuran inklusif bagi

kesejahteraan klien, yang terukur yang merupakan hasil penyelesaian

proses atau hasil dari pelayanan.

Menurut Permenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, mutu ialah pandangan dalam

menentukan penilaian terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari

akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan kenyamanan,

kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan antar

manusia berdasarkan standar WHO.

Jika digeneralkan definisi mutu pelayanan kesehatan merupakan

derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang mengacu pada standar

dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumberdaya yang tersedia,

baik dirumah sakit, atau sarana pelayanan kesehatan yang efektif dan

efisien yang mampu mencapai kondisi aman, sesuai dengan norma,

33
etika, hukum, dan sosial budaya yang disesuaikan dengan keterbatasan

dan kemampuan.

Jadi mutu pelayanan kesehatan merupakan usaha untuk dapat

menimbulkan rasa puas kepada diri pasien, jadi semakin tinggi rasa

puas yang dirasakan semakin tinggi pula pencapaian mutu pelayanan

kesehatan yang diraih. Namun, kepuasan disini sangat subjektif, dan

tergantung pada latar belakang yang dimiliki, sehingga akan

menghasilkan nilai nilai yang berbeda.

Sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia

1945 pada pasal 28 H ayat (I) dan pasal 24 ayat (3) bahwa setiap warga

negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, dan

negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan fasilitas tersebut

secara layak.

A. Kerangka Teori atau Kerangka Berfikir.

Sebagaimana latar belakang masalah dan pengkajian teori yang

telah di tulis oleh peneliti, maka peneliti menyusun kerangka berpikir

dengan mengadopsi teori pelayanan publik dan juga metode analisis

kualitas pelayanan publik SERVQUAL-Service Quality untuk

meningkatkan kualitas pelayanan sebagaimana gambaran di bawah ini:

Gambar 2.2.
Kerangka Berpikir.

34
Administrasi Publik
Denhard & Denhard,2007

Kebijakan Publik Manajemen Publik


Deddy Mulyadi, 2018. Agus Dwiyanto, 2015

Kualitas Pelayanan Publik,


Servqual - Zeitheml, 1988

Pelaksanaan Pelayanan Faktor Penghambat kualitas


Publik di Poliklinik RSUD pelayanan publik di RSUD
Pringsewu Pringsewu

Dimensi Kualitas Pelayanan


Publik, Servqual - Zeitheml,
1988.
Tangibles
Reability
Responsiveness
Assurance
emphaty

Kepuasan Pasien/Masyarakat pada kualitas


peleyanan Publik di RSUD Pringsewu

Pengkajian terhadap kualitas pelayanan publik berangkat dari bagaimana

gambaran administrasi publik di RSUD Pringsewu, yaitu dengan

menganalisis bagaimana implementasi kebijakan dan manajemen publik

35
yang diterapkan di Pringsewu, untuk melihat bagaimana pencapaian

kebijakan dan manajemen tersebut, peneliti menggunakan pendekatan

menggunakan teori kualitas pelayanan publik Servqual - Zeitheml, 1988.

Dengan pendekatan teori tersebut peneliti berusaha melihat bagaimana

pelaksanaan pelayanan di poliklinik RSUD Pringsewu dan faktor-faktor

pendukung dan penghambatnya dengan menggunakan indikator atau

dimensi kualitas pelayanan public teori Servqual - Zeitheml, 1988,

sehingga peneliti dapat merumuskan strategi untuk memecahkan masalah

dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di poliklinik RSUD

Pringsewu.

B. Kerangka Konsep.

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi tentang

bagaimana hubungan atau keterkaitan antara konsep-konsep atau variable-variabel

yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Creswell,

2015).

Gambar 2.3.
Kerangka Konsep.

Faktor Predisposisi Kualitas


Pelayanan Publik Indikator Kualitas Pelayanan
Sikap Publik (SERVQUAL)
Kompetensi Sarana dan Prasarana
Bukti langsung SOP
Kehandalan SDM
Daya tanggap Penampilan
Jaminan Kebersihan
Empati Ketepatan
Tindaklanjut
Kecepatan
Kemudahan
Respon
Kemampuan
Keamanan
Pengetahuan
Faktor Pendukung Kualitas Sikap
Pelayanan Publik Empati
36
Ketersediaan sarana dan Hambatan
Prasarana
Keterangan:

: Variabel Bebas yang diteliti

: Variabel Terikat yang diteliti

Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada kualitas pelayanan

publik terutama pada masalah, hambatan dan kendala dalam memberikan

pelayanan kepada publik di RSUD Pringsewu dengan menerapkan analisis

menggunakan dimensi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik (tangibles),

keandalan (reabelity), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance)

dan empati (emphaty). Penjelasan secara rinci dijelaskan pada tabel

operasional konsep sebagai berikut:

Tabel 2.4
Indikator Kualitas Pelayanan Publik Servqual.

Variabel Penelitian Dimensi Indikator


1 2 3
Kualitas Pelayanan 1. Bukti langsung 1. Sarana dan prasarana
Publik (tangibles) 2. SOP dan alur kerja
3. SDM
4. Penampilan kebersihan dan
kerapihan
5. Kebersihan ruangan
pelayanan
2. Kehandalan 1. Ketepatan waktu tunggu.
(reabelity) 2. Tindaklanjut keluhan
masyarakat
3. Kecepatan pelayanan.
4. Kemudahan administrasi

37
dan prasaratan pelayanan
3. Daya tanggap 1. Kecepatan respon petugas
(responsiveness) 2. Kemampuan petugas dalam
memberikan bantuan pada
pasien dan keluarga.
4. Jaminan 1. Keamanan lingkungan
(Assurance) 2. Penguasaan pengetahuan
dan kompetensi
sertatanggung jawab
3. Sikap sabar dan bijak dalam
memberikan pelayanan
5. Empati (emphaty) 1. Sikap empati petugas
pelaksana dalam
memberikan layanan.
2. Sikap yang ditunjukan dan
menyikapi saran
3. Hambatan yang dihadapi
dalam pelayanan.

Dengan demikian, indikator-indikator dari dimensi kualitas

pelayanan publik tersebut dituangkan dan dijabarkan dalam bentuk

pedoman observasi dan wawancara sebagai media untuk melakukan

analisis terhadap kualitas pelayanan publik di RSUD Pringsewu.

38

Anda mungkin juga menyukai