Anda di halaman 1dari 10

Pelayanan Publik

Untuk menjelaskan pengertian pelayanan publik Davidow dalam Lovelock (1988:18)


menyebutkan bahwa service is those thing which when added to a product, increase its utility of
value to the customer. Secara garis besar diuraikan bahwa pelayanan adalah hal-hal yang jika
diterapkan terhadap sesuatu produk akan meningkat daya atau nilai terhadap pelanggan.

Sedangkan pelayanan publik menurut Roth dalam Tim Peneliti STIA LAN Bandung (2007:98)
adalah sebagai : “Any services available to the public, whether provided publicy (as is a museum) or
privately (as is a restaurant meal)”. Pendapat lain mengenai pelayanan publik dikemukakan oleh
Londsdale dan Enyedi dalam Tim Peneliti STIA LAN Bandung (2007:101) sebagai berikut: “Something
made available to whole of population and it involves things which people can not provide for
themself, i.e. people must act collectively”.

Saefullah (1995:5) mengemukakan bahwa Pelayanan Umum (public services) adalah


pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara
sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Selanjutnya dikemukakannya bahwa dilihat dari
prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Dimana
pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah
mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah. Oleh karena itu Dale dalam
Saefullah (1995:5) menyatakan bahwa aparat birokrasi atau birokrat adalah the civil servant.

Sedangkan menurut Thoha, (1991:39) Pelayanan kepada masyarakat sebagai suatu usaha
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan
dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka pencapaian suatu tujuan.

Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik,
menurut ensiklopedia – Wikipedia Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki, 2007), dapat dibedakan
menjadi :

1. Yang bersifat primer, adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan
oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara
dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya pelayanan di
Kantor Imigrasi, pelayanan perizinan dan sebagainya.
2. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus
mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Kemudian Gaspersz (1997:241) mengemukakan sejumlah ciri pelayanan jasa kepada


masyarakat sebagai berikut :

1. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output).


2. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar.
3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi.
4. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan.
5. Pelanggan berpartisipasi dalam memberikan proses pelayanan.
6. Keterampilan personel diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan.
7. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.
8. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan.
9. Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya.
10. Fasilitas pelayanan benda dekat lokasi pelanggan.
11. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subjektif.
12. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses.
13. Option penerapan harga lebih rumit.

Selanjutnya, Salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat, karena itu organisasi pemerintah sering disebut sebagai ‘pelayan masyarakat’
(public servant). Pelayanan menurut Sugiarto, 2003:36) merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan
lain-lain). Ndraha (2003:44) menjelaskan bahwa kata publik berasal dari public, berarti masyarakat
secara kesaluruhan. Public dalam public policy yang menjadi dasar bagi pelayanan publik adalah hal
yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. Berbeda dengan jasa pasar yang dapat
dijualbelikan menurut mekanisme pasar (misalnya jasa bank, jasa wisata, jasa dokter), jasa public
(produk yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, jadi masyarakat lapisan bawah seperti air
minum, jalan raya, listrik, telkom; proses produksinya disebut pelayanan publik) diproduksi dan
dijual beli di bawah kontrol pemerintah. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mahmudi (2005:229)
menyatakan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggung jawab untuk


memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena
masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi dan berbagai
pungutan lainnya.

Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah seperti yang dikemukakan oleh
Mahmudi (2005:229) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu pelayanan
kebutuhan dasar (meliputi kesehatan, pendidikan dasar dan bahan kebutuhan pokok masyarakat )
dan pelayanan umum (terdiri dari pelayanan adtninistratif, pelayanan barang, pelayanan jasa).

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.


63/KEP/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik bahwa dalam
memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas
pelayanan publik, yaitu:

1. Transparansi
Pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional
Pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Tidak diskriminatif (kesamaan hak)
Pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif, dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.

Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan
publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan kriteria pelayanan publik. Menurut
keputusan Menpan Nomor 06/1995 tentang pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabakti Bagi
Unit Kerja/Kantor Pelayanan masyarakat yang baik yaitu antara lain:

1. Kesederhanaan:
Kriteria ini mengandng arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara
mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan
oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
2. Kejelasan dan Kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
- prosedur/tata cara pelayanan;
- persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif unit kerja dan
atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan;
- rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cata pembayarannya;
- jadwal waktu penyelesaian pelayanan
3. Keamanan kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi
rasa aman, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tata cara, persyaratan, satuan
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan; waktu penyelesaian, rincian niavaltarif
sertu hal-hal lain yang herkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara
terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak
diminta.
5. Efisien
- persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.
- dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan
masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari
satuan keria/instarrsi pemerintahan lain yang terkait.
6. Ekonomis Kriteria ini mengandung arti bahwa pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan
secara wajar dengan memperhatikan:
- nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang rerlalu
tinggi di luar kewajaran;
- kondisi dan kemampurn masyarakat untuk membayar;
- ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berlaku.
7. Keadilan dan Merata Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan/jangkauan pelayanan
harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara
adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
8. Ketepatan Waktu Kriteria ini mengadnung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu telah ditentukan.
Pelayanan publik harus diberikan berdasarkan standar tertentu. Standar adalah spesifikasi
teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian,
standar pelayanan publik adalah spesifikasi teknis pelayanan yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan pelayanan publik. Standar pelayanan publik tersebut merupakan ukuran atau
persyaratan baku yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati
oleh pemberi pelayanan (pemerintah) dan atau pengguna pelayanan (masyarakat). Setiap
penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai
jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN


Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, maka pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 25/M.Pan/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan, valid” dan
“reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada


masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya);
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan
terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas
dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golongan/status masyarakat yang dilayani;
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang
ditetapkan oleh unit pelayanan;
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya
yang telah ditetapkan;
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan;
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi,
dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan
pelayanan.
Teori Kualitas Pelayanan

Peningkatan kualitas pelayanan publik sangat diperlukan dalam menjawab tuntutan publik
akan prinsip better quality of life dan arus globalisasi. Untuk itu diperlukan strategi sebagaimana
dikemukakan oleh De Vreye (Sugiyanti, 1999 : 28-29) yang disebut simple strategi for succes yang
kemudian disebut service model, yaitu :

1. Self –esteem (harga diri), melalui tindakan :


- Pengembangan prinsip pelayanan bukanlah ‘tunduk’
- Menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya
- Menetapkan tugas pelayanan yang futuris
- Berpedoman pada kesuksesan ‘hari esok lebih baik dari hari ini’
2. Exeed expectation (memenuhi harapan, melalui tindakan :
- Penyesuaian standart pelayanan
- Pemahaman terhadap keinginan pelanggan
- Pelayanan sesuai harapan petugas
3. Recovery (pembenahan), melalui tindakan :
- Menganggap keluhan merupakan peluang, bukan masalah
- Mengatasi keluhan pelanggan
- Mengumpulkan informasi tentang keinginan pelanggan
- Uji coba standart pelayanan
- Mendengar keluhan pelanggan
4. Vision (pandangan ke depan), melalui tindakan :
- Perencanaan ideal di masa depan
- Memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin
- Memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan
5. Improve (perbaikan), melalui tindakan :
- Perbaikan secara terus menerus ‘better is better’
- Menyesuaikan dengan perubahan
- Mengikutsertakan bawahan dalam penyusunan rencana
- Investasi yang bersifat non material (training)
- Penciptaan lingkungan yang kondusif
- Penciptaan standar yang responsif
6. Care (perhatian), melalui tindakan :
- Menyusun sistem pelayanan yang memuaskan pelanggan
- Menjaga kualitas
- Menerapkan standart pelayanan yang tepat
- Uji coba standart pelayanan
7. Empower (pemberdayaan), melalui tindakan :
- Memberdayakan karyawan/bawahan
- Belajar dari pengalaman
- Memberikan rangsangan, pengakuan dan penghargaan

Sedangkan Osborn dan Plastrik mengelompokkan strategi dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan ke dalam lima strategi dasar yang disebut ‘Five C’s yaitu :

1. Menciptakan sebuah pernyataan tentang misi. Kejelasan misi organisasi publik menjadi aset
yang paling penting dari sebuah organisasi pemerintah. Suatu pernyataan misi organisasi
yang benar dapat menggerakkan suatu organisasi secara keseluruhan dari atas sampai
bawah. Dengan menekankan pada pentingnya misi dalam organisasi, maka penerapan
strategi ini dapat dilakukan dengan menghapus fungsi-fungsi yang tidak lagi menjalankan
tujuan pemerintah yang sebenarnya, fungsi yang lebih baik apabila dikerjakan oleh sektor
swasta. Strategi ini juga memisahkan fungsi mengarahkan dari fungsi melaksanakan,
sehingga setiap organisasi dapat memusatkan perhatian pada satu tujuan. Dengan kata lain
strategi ini lebih meningkatkan kemampuan pemerintah untuk mengarahkan dengan
menciptakan mekanisme baru guna mendefinisikan tujuan dan strategi.
2. Menggunakan cara chunking dan hiving. Chunking mempunyai arti memecah organisasi
menjadi bagian atau kelompok kecil-kecil, sedang hiving berarti menyatukan beberapa tim
atau unit organisasi kecil menjadi satu.
3. Mengorganisasikan pelayanan berdasarkan misi ketimbang kekuasaan. Dengan demikian
strategi yang harus dilakukan oleh seorang manajer publik dalam memberikan pelayanannya
tidak terlalu kaku dalam mempertahankan wilayah tugasnya, tetapi lebih mengacu pada misi
organisasinya. Strategi ini juga memberi pilihan kepada pelanggan mengenai organisasi yang
memberikan pelayanan dan menetapkan standart pelayanan pelanggan yang hanrs dipenuhi
oleh organisasi-organisasi tersebut.
4. Menciptakan suatu budaya dalam misi. Untuk menanamkan misi sebuah organisasi kepada
para anggotanya, maka manajer perlu mernbanguan suatu kultur yang mengacu pada misi
organisasinya. Dengan demikian, mereka dapat mengartikulasikannya ke dalam nilai dan
model perilaku yang mereka inginkan.
5. Mengijinkan membuat ataupun melakukan kesalahan dan kegagalan. Strategi ini
memberikan kemungkinan pada setiap anggota organisasi untuk berbuat kesalahan atau
mengalami kegagalan, namun tidak mengizinkan selalu berbuat salah. Dengan kata lain,
kesalahan yang diperbuat atau kegagalan yang dialami karyawan dianggap wajar jika terjadi
sekali, untuk kemudian clipelajari dan diperbaiki.

Menurunnya kualitas pelayanan tersebut akan membawa dampak buruk pada citra organisasi
publik tersebut, karena masyarakat yang menerima pelayanan buruk tersebut akan menyampaikan
kepada pihak lain dan hal ini akan membentuk pendapat umum tentang organisasi publik tersebut.
Oleh karena itu untuk menjaga agar organisasi publik tetap memiliki citra baik dalam pandangan
masyarakat, maka perlu dilakukanpeningkatan kualitas pelayanan. Gespersz (1997:2) menyebutkan
adanya beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas
jasa/layanan, yaitu:

1. Ketepatan waktu pelayanan;


2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas;
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4. Tanggungjawab yang berkaitan dengan penerimaan pesanan, maupun penanganan keluhan;
5. Kelengkapan, menyangkut ketersediaan sarana pendukung;
6. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan
7. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi;
8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas/penanganan permintaan khusus;
9. Kenyamanan dalam memperolell pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang, kexnudahan,
informasi;
10. Atribut yaitu pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan lingkungan, AC, fasilitas ntang
tunggu, fasilitas musik atau TV, dan sebagainya.

Melalui langkah-langkah tersebut, paling tidak akan mengurangi citra buruk pemerintah atas
pelayanan publik. Jika organisasi publik mampu menerapkan atribut kualitas pelayanan tersebut
dan melakukan perubahan budaya yang lebih berorientasi pada pelanggan/masyarakat serta
menjadikan kualitas pelayanan sebagai suatu komitmen, maka dimungkinkan akan tercipta
organisasi publik yang benar-benar dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Dalam
kaitannya dengan kualitas pelayanan masyarakat, Lovelock (1994:179) mengemukakan bahwa
suatu produk bila ditambah dengan pelayanan (service) yang baik akan menghasilkan suatu
kekuatan yang memberikan manfaat dan keuntungan bahkan untuk menghadapi persaingan.
Dimensi-dimensi pelayanan yang oleh Lovelock (1994 : 179-188) digambarkan sebagai ‘kelopak-
kelopak sebuah bunga’ tersebut mempunyai 8 (delapan} dimensi yang terdiri dari: information,
consultation, ordertaking, hospitality, caretaking, exceptions, billing dan payment. Penjelasan
masing-masing dimensi tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Information
Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari produk
dan jasa yang diperlukan oleh customer. Seorang customer akan menanyakan pada
penjual tentang apa, bagaimana, berapa, kepada siapa, dimana diperoleh, dan berapa
lama memperolch barang dan jasa yang diinginkannya. Penyediaan saluran informasi
yang langsung memberikan kemudahan dalam rangka menjawab keingintahuan
customer tersebat, adalah penting. Absennya saluran inforamsi pada petal yang pertama
ini akan membuat minat para pembeli menjadi surut.
2. Consultation
Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya customer akan mernbuat
suatu keputusan, yaitu membeli atau tidak membeli. Di dalam proses memutuskan ini
acapkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak untuk berkonsultasi baik menyangkut
masalah tekois, administrasi, harga, hingga pada kualitas barang dan manfaatnya. Untuk
mengantisipasi titik kritis yang kedua ini, para penjual harus menyiapkan sarananya,
menyangkut materi konsttltasi, tempat konsultasi, personil konsultan, dan waktu vntuk
konsultasi secara cuma-cuma.
3. Ordertaking
Keyakinan yang diperoleh customer melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan
untuk memesan produk yang diinginkan. Penilaian pembeli pada titik ini adalah
ditekankan pada_kualitas pelayanan yang mengacu pada kemudahan pengisian. Aplikasi
maupun administarsi pemesanan barang yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya
murah, syarat-syarat ringan, dan kemudahan memesan melalui saluran telepon/fax, dan
sebagainya.
4. Hospitality
Customer yang berurusan secara langsung ke tempat-tempat transaksi akan
memberikan penilaian terhadap sikap ramah dan sopan dari para karyawan, niang
tunggu yang nyaman, kafe untuk makanan dan minuman, hingga tersedianya wc/toilet
yang bersih.
5. Caretaking
Latar belakang customer yang berbeda-beda akan menuntut pelayanan yang berbeda-
beda pula. misalnya yang bennobil tnenginginkan tetnpat parkir mobil yang leluasa, yang
tidak mau keluar rumah menginginkan fasilitas delivery. Kesemuanya harus dipedulikan
oleh penjual.
6. Exeptions
Beberapa customer kadang-kadang menginginkan, misalnya saja bagaimana dan dengan
cara apa perusahaan melayani klaim-klaim pelanggan yang datang secara tiba-tiba,
garansi terhadap tidak berfungsinya produk; restitusi akibat produk tidak bisa dipakai;
layanan untuk orang diet, anak-anak, kecelakaan, dan sebaginya.
7. Billing
Titik rawan ketujuh berada pada administrasi pembayaran. Niat baik pembeli untuk
menuntaskan transaksi sering digagalkan pada titik ini. Artinya penjual harus
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pembayaran, apakah itu
menyangkut daftar isian formulir transaksi, mekanisme pembayaran hingga keakuratan
penghitungan rekening tagihan.
8. Payment
Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasarkan pada
keinginan pelanggan. dapat saja berupa self service payment seperti penggunaan
koin/uang receh pada telpon umum, kemudian melalui transfer bank, melalui credit
card, debet langsung pada rekening pelanggan di bank, hingga tagihan ke rumah.

Kepuasan masyarakat sebagai penerima layanan merupakan perbandingan antara layanan


yang diterima (perceived service) dengan layanan yang diharapkan (expected service). Bila hasilnya
mendekati satu maka masyarakat akan puas, begitu juga sebaliknya bila harganya jauh lebih kecil
dari satu maka masyarakat semakin tidak puas. Idealnya adalah melebihi satu yang berarti bahwa
jasa layanan yang diberikan melebihi harapan, atau ada harapan yang tidak diduga (antisipasi) yang
dipuaskan. Bila hal ini tercapai maka masyarakat akan sangat puas terhadap layanan yang diterima.

Salah satu produk organisasi publik adalah pelayanan publik. Seperti yang disampaikan oleh
Lenvine et. al. (1990:188), maka produk pelayanan publik didalam negara demokrasi paling tidak
harus memenuhi tiga indikator, yakni responsiveness, responsibility, dan accountability.

1. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan,
keinginan, aspirasi ataupun tuntutan pengguna layanan.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar
dan telah ditetapkan.
3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang mentrnjukkan seberapa besar
proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan nonna-
norma yang berkembang di masyarakat.

Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami pula melalui perilaku konsumen (consumer
behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat
memuaskan kebutuhan mereka. Selanjutnya, Zeithaml, et. al. (1990:20), menyatakan bahwa kualitas
pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu expected service dan pr-eceived service. Expected service
dan pr-eceived service ditentukan oleh dimention of service quality yang terdiri dari sepuluh
dimensi, yaitu : tangible (terjamah}, reliability (handal), responsiveness (tanggap), competence
(kompeten), courtesy (ramah), credibility (dapat dipercaya), security (aman), access (akses),
communication (komunikasi), dan understanding the customer (memahami pelanggan).

Dari sepuluh dimensi kualitas pelayanan, kemudian Zeithaml, et. al. (1990:26),
menyederhanakan menjadi lima dimensi yaitu Dimensi SERVQUAL (Kualitas Pelayanan) sebagai
berikut :
1. Tangible : appearance of physical facilities, equipment personnel and communication
materials
2. Reliability : ability to perform the promised service dependably and provide prompt service
3. Responsiveness : willingness to help customers and provide prompt service
4. Assurance : knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and
confidence
5. Empathy : caring, individualized attention the firm provides its customers

Zeithaml (1990), pada halaman pengantar dari bukunya menyatakan bahwa metode service
quality tersebut dapat digunakan dan dipraktekkan untuk semua tipe pelayanan organisasi yang
beroriantasi profit maupun non profit.

Di samping itu, Brown dalam Moenir (1998 : 33) berpendapat bahwa di mata masyarakat
kualitas pelayanan meliputi ukuran-ukuran sebagai berikut :

a. Reability, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan secara tepat;
b. Assurance, yaitu pengetahuan dan kemampuannya untuk meyakinkan.
c. Empaty, yaitu tingkat perhatian dan atensi individual yang diberikan kepada pelanggan;
d. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan
yang tepat;
e. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan kelengkapan serta penampilan pribadi.

Keputusan-keputusan seorang konsumen untuk menggunakan atau tidak menggunakan suatu


suatu barang/jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah persepsinya terhadap kualitas
pelayanan. Pernyataan ini menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara kepuasan konsumen
dengan kualitas pelayanan. Menurut Zeithaml, et. al. (1990:23), harapan konsumen terhadap
kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya dari mulut ke mulut,
kebutuhan-kebutuhan konsumen itu sendiri, pengalaman masa lalu dalam menggunakan suatu
produk/jasa, hingga pada komunikasi eksternal melalui iklan dan sebagainya.

Gaspersz (1997 : 265) mengemukakan hambatan-hambatan pengembangan sistem manajemen


kualitas sebagai berikut :

1. Ketiadaan komitmen dari manajemen


2. Ketiadaan pengetahuan atau kekurangpahaman tentang manajemen kualitas
3. Ketidakmampuan mengubah kultur organisasi
4. Ketidaktepatan perencanaan kualitas
5. Ketiadaan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
6. Ketidakmampuan membangun suatu learning organization yang memberikan perbaikan
terus menerus.
7. Ketidakcocokan struktur organisasi serta departemen dan individu yang terisolasi.
8. Ketidakcukupan sumber daya
9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan
10. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi
11. Ketidakefektifan teknik-teknik pcngukuran dan ketiadaan akses ke data dan hasil-hasil
12. Berfokus jangka pendek dan menginginkan hasil yang cepat
13. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan internal dan eksternal
14. Ketidakcocokan kondisi untuk implementasi manajemen kualitas
15. Ketidaktepatan menggunakan pemberdayaan (empowerment) dan kerja sama (teamwork)
Selanjutnya Gaspersz berpendapat bahwa yang menjadi penghambat dalam pengembangan
manajemen kualitas mencakup kualitas sumber daya manusia, budaya organisasi, aspek- aspek
manajerial, tujuan organisasi, kesalahan dalam memperhatikan pelanggan, dan rendahnya
sumberdaya organisasi.

Pada judul buku yang lain, Gasperzs (2003 : 304) menyatakan bahwa kinerja total pelayanan
ditentukan oleh tiga elemen kunci yaitu kualitas, efektifitas dan efisiensi yang terlebih dahulu harus
dibangun untuk meningkatkan produktifitas dan performansi atau kinerja total secara terus-
menerus (Gambar 2.7.).

Gambar 2.7. Model strategi peningkatan kinerja total

Performansi Total

(Total Performance)

Perbaikan
Produktivitas Terus-
(Efektivitas/Efisiensi) Menerus

 Kualitas
 Efektivitas
 Efisiensi

Sumber : Gasperzs (2003 : 305)

Kualitas adalah spesifikasi bentuk-bentuk pelayanan total (total service) yang terkait dengan
aspek pengendalian manajemen pemerintahan yang memberikan kepuasan terus-menerus kepada
pengguna jasa. Efektifitas merupakan pencapaian tujuan (output) ditetapkan oleh organisasi.
Efisiensi mencakup penggunaan sumber daya (input) berupa biaya, waktu, tenaga kerja, informasi,
manajerial dan lain-lain dalam mencapai tujuan (output) yang mencapai tujuan yang telah
ditetapkanoleh organisasi. Produktifitas adalah efektifitas dan efisiensi pelayanan total dalam aspek
pengendalian manajemen pemerintahan pada tingkat kualitas tertentu. Sedangkan kinerja total
pelayanan yang produktif (efektif dan efisien) serta berkualitas melalui pengendalian manajemen
pemerintahan secara terus menerus sehingga kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya meningkat.

Anda mungkin juga menyukai