Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Pelayanan  Publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan


yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka
pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang
diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk
pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam  rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan,, kesehatan, utlilitas, dan
lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform) yang dialami
negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh
tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik
yang diberikan oleh pemerintah.

Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah


sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No.
5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian
Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat
Keputusan Menteri  Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih
mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu
pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres  No. 1 Tahun 1995 tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah
Kepada Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula
Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan  Pelayanan Publik.Oleh karena saya membuat
makalah ini dengan judul “ Pelayanan Publik Pemerintahan Daerah”
,dan  diharapkan agar kita lebih memahami tentang Pelayanan Publik
Daerah tersebut.

1
B.  Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pelayan Publik?


2. Bagaimana kebijakan  pelayanan  publik dalam pemerintah
daerah  ?
3. Bagaimanakah paradigma pelayanan publik pemerintah
daerah  ?
4. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik pemerintah
daerah  ?  

C.  Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui tentang pengertian Pelayan Publik


2. Mengetahui tentang kebijakan pelayanan publik dalam
pemerintah.
3. Mengetahui tentang paradigma pelayanan publik
pemerintah daerah.
4. Mengetahui tentang  perubahan kualitas pelayanan publik
pemerintah daerah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pelayanan Publik

            Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi


dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani
kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan
(mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Menurut Kep. MenPan No
81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
BUMN/BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan
publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi privat,adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan oleh swasta,seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS,
perusahaan pengangkutan milik swasta.
2.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi publik.

     Yang dapat dibedakan menjadi :

Ø  Bersifat primer yang merupakan semua penyediaan barang/jasa publik


yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah
merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau
harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi,
pelayanan penjara dan pelayanan perizinan,

Ø  Bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik


yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya

3
pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan.

Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu :

1.) Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai


dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.

2.)  Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar


pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk
meminta pelayanan yang lebih baik.

3.)  Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara


pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.

4.)   Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang


kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.

5.)   Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau


penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.

            Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan


(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa
pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.Ia
tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani
masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan
profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi

4
adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara
sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
            Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik
dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara)dari suatu
negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga
Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di
Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam
bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturanperundang-undangan.
Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan
kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya
untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.Pelayanan publik
yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya
akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belitmudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan
3.  Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai :

            Sejak diberlakukan penerapan UU  No. 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari
yang semula menganut model efesiensi struktural ke arah model demokrasi.
Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian
masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan Negara bangsa.

5
Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi  merupakan keniscayaan dalam
oraganisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya
dianutnya desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi

            Dengan demikian, pemerintah daerah dalam  menjalankan monopoli


pelayanan publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir
dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah,  yaitu
memberikan dan  meningkatkan pelayanan yang  memuaskan masyarakat. Untuk
terwujudnya good governance, dalam menjalankan  pelayanan publik, Pemerintah
Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat,
untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip
kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik,
berhubungan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas dan kemampuan
pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam
kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh
masyarakat.

            Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus


tantangan bagi perbaikan ekonomi,  mendorong pemerintah untuk kembali
memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan
perbaikan  mutu  pelayanan. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas,
akan memacu potensi sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari
demokratisasi ekonomi. Penyediaan pelayanan publik yang bermutu  merupakan 
salah satu alat untuk mengembalikan  kepercayaan  masyarakat  kepada
pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus
berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik
yang berkualitas kepada masayarakat menjadi semakin penting untuk
dilaksanakan.

6
B. Kebijakan Pelayanan Publik

            Thomas R. Dye mendefinisikan bahwa "Public policy is whatever


government chose to do or not. to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan). 
Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang
dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Di samping
itu, kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
            Pandangan lain dari kebijakan publik yaitu melihat kebijakan publik
sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa
serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan
yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Dengan mengikuti paham
bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islami
menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu : 
Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk Perdanya berupa penetapan
tindakan-tindakan pemerintah ;
1.) Bhwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;
2.) Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak
melakukan sesuatu itu, mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan
tertentu;
3.) Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Dalam hal ini teori kebijkan publik yang penulis gunakan adalah teori
kebijkan publik menurut Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijkan
publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan apa yang tidak
dilakukan oleh pemerintah.
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan kebijakan publik adalah proses
pembuatan kebijakan publik. Menurut Thomas R. Dye Proses pembuatan

7
kebijakan publik merupakan proses politik yang melibatkan berbagai
kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut
adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari
pelaku kebijakan.

Terdapat banyak proses atau tahap-tahap yang perlu dilalui untuk membuat
suatu kebijakan.
1)Tahap pertama, Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat
strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang
untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah public dan prioritas dalam
agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status
sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,
maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain.

            Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu
publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan
(policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy
problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat
di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh,
atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk
menjadi suatu agenda kebijakan.

Hanya ada  beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik:
1. Telah mencapai titik kritis tertentu  jika diabaikan, akan menjadi ancaman
yang serius.

2.Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis.

8
3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat
manusia) dan mendapat dukungan media massa.

4. Menjangkau dampak yang amat luas


5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat.

2)Tahap kedua ialah tahap formulasi kebijakan.Masalah yang masuk ke


dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan.Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari
alternatif pemecahan masalah yang terbaik.Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap perumusan kebijakan
ini, masing-masing alternatif akan bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-
masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.

3)Tahap ketiga merupakan tahap adopsi kebijakan.Tahap ini merupakan tahap


lanjutan dari tahap formulasi kebijakan, yakni memilih kebijakan.Dari sekian
banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,
pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan
dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau
keputusan peradilan.

4)Tahap keempat ialah implementasi kebijakan. Suatu program hanya akan


menjadi catatan-catatan elit jika tidak diimplementasikan. Pada tahap ini,
berbagai kepentingan akan saling bersaing, beberapa implementasi kebijakan
mendapat dukungan dari para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin
akan ditentang oleh para pelaksana.

5)Tahap yang terakhir ialah tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah
dijalankan  dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk
meraih dampak yang diiinginkan.

9
C. Paradigma Pelayanan Publik

Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan


negara, dan dalam upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas,
paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer-driven government) yang
memiliki Ciri-ciri sebagai berikut:

1. Lebih memfokuskan diri kepada fungsi pengaturan, melalui berbagai


kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi yang kondusif bagi
kegiatan pelayananoleh masyarakat;
2. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat, sehingga
masyarakat mem[punyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas yang
telah diabngun bersama
3. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan public
tertentu, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas
4. Terfokus pada pencapaian dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran
Berorientasi pada hasil (outcomes) yang sesuai dengan input yang
digunakan;

5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat;


Pada hal tertentu, pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat
dari pelayanan yang dilaksanakan;

6. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan;


7. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan;
8. Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Dalam konteks Indonesia, upaya menerapkan pelayanan berkualitas dilakukan
melalui konsep pelayanan prima. Konsep ini dijabarkan dalam berbagai system
seperti pelayanan satu atap, dan pelayanan satu pintu. Perubahan kebijakan dan
peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah juga tak lepas dari upaya untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas pelayanan. Perubahan tersebut juga didasari pergeseran paradigma yang
berisikian perubahan perilaku pelayanan dari yang sifatnya sentralistis ke
desentralistis dalam upaya meningkatkan efisiensi, mutu, dan efektivitas

10
pelayanan. Selain itu, adanya keharusan setiap instansi pemerintah untuk
menyusun rencana stratejiknya masing-masing, juga merupakan salah satu upaya
untuk mendorong terwujudnya akuntabilitas pelayanan, dan terjadinya revitalisasi
fungsi pelayanan aparatur pemerintah.

D. Kualitas Pelayanan Publik Pemerintah Daerah  

Di penghujung tahun 90-an—dimulai dengan berakhirnya rezim Presiden


Soeharto tahun 1998, bergulirnya reformasi, terbukanya keran informasi,
keberhasilan pendidikan—terjadi peningkatan kesadaran warga negara terhadap
hak dan tuntutan kepada negara untuk melayani warga negaranya secara
maksimal, termasuk di bidang pelayanan.

Masyarakat mempertanyakan, sudah sedemikian lama Indonesia merdeka


tetapi kualitas pelayanan publik di instansi pemerintah belum juga sesuai dengan
idaman mereka. Kalau pun terjadi peningkatan tetapi tidak menyeluruh, hanya
pada lembaga-lembaga dan daerah-daerah tertentu saja. Kekayaan yang dimiliki
daerah belum mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan pelayanan
publik.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan ditemukan permasalahan di bidang


pelayanan publik, antara lain:

Pertama, Peraturan perundang-undangan. Terlalu banyak peraturan, tumpang-


tindih, tidak sinkron. Ada kecenderungan setiap kementerian/lembaga memiliki
aturan-aturan sendiri. Dalam pembuatannya kurang maksimal melakukan
koordinasi kementerian/lembaga lain sehingga peraturan perundang-undangan
tersebut selain bertabrakan antarsektor juga dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Akibatnya dalam implementasinya menemui berbagai
kendalam. Kondisi ini berpengaruh ke pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

Kedua, Prosedur pelayanan publik terlalu kaku, berbelit-belit, biaya dan waktu
tidak jelas, tidak ada SOP/tidak dijalankan, dan ada persyaratan yang tidak
menyambung/rasional. Hal ini membosankan semua pihak yang berurusan. Yang

11
tidak menyambung/rasional, misalnya, mengaitkan pembuatan KTP atau Akte
Kelahiran dengan pelunasan BBB.

Ketiga, Tidak konsisten menjalankan peraturan perundang-undangan. Pada pihak


tertentu semua persyaratan harus dilengkapi tetapi pada lain tidak diterapkan.

Keempat, Masih kurangnya komitmen dan kesadaran pimpinan dalam


meningkatkan kualitas pelayanan publik. Tugas-tugas yang dijalankan pimpinan
masih banyakdikaitkan dengan keinginan mendapatkan imbalan.

Kelima, Belum berubahnya pola pikir dan budaya kerja. Belum sesuai dengan
tuntutan dan perkembangan.

Keenam, Penempatan pegawai yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip “the


righ men in the righ pleace”. Akibatnya banyak aparatur yang tidak bisa bekerja
sesuai tuntutan instansi tempatnya bekerja. Kondisi ini berpengaruh pada kinerja
lembaga.

Ketujuh, Kesejahteraan aparatur. Kurangnya kesejahteraan aparatur—walaupun


masalah ini bisa diperdebatkan dan akan menjadi perdebatan panjang—akan
berkorelasi dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan
aparatur.

Kedelapan, Kurangnya pelaksanaan reward dan funishment.Selama ini ada


istilah: rajin-malas, pintar-goblok, pendapatannya sama saja.

Kesembilan, Pengaruh perilaku masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang


sengaja mempengaruhi integritas aparatur. Misalnya dengan memberikan sesuatu.

Kesepuluh, Pengaruh tatap langsung antara yang berurusan dengan petugas. Tatap
muka langsung antara petugas dengan yang berurusan sedikit banyak akan
mempengaruhi integritas petugas. Apalagi bila yang berurusan itu memiliki
hubungan tertentu dengan petugas: hubungan keluarga, teman kerja, setempat
tinggal, se-daerah, se-agama dan sebagainya.

Kesebelas, Masih kurangnya mengaitkan nilai-nilai keagamaan dengan pekerjaan.


Kurangnya pengetahuan keagamaan—apapunagamanya—bisa mempengaruhi

12
pelaksanaan tugas aparatur. Biasanya, semakin jauh seseorang dari agama maka
semakin jauh pula dia mengaitkan nila-nilai agama dengan tugas yang
dijalankannya.

Pada hakikatnya Kondisi yang Diharapkan kebalikan dariGambaran Umum


Kondisi Sekarang, seperti yang telah diuraikan di atas. Berikut uraian
singkatnya:

1.Penyempurnaan, sinkronisasi, penyederhanaan persyaratan dan konsistensi


pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan publik. Mulai
dari peraturan perundang-undangan tertinggi di lingkungan pemerintah pusat
sampai ke sampai ke pemerintah terendah di tingkat RT.

Dari waktu ke waktu Pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas pelayanan


publik dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan. Ketika
Soehato memegang tampuk kekuasaan di Indonesia beliau membentuk
Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara/Pengawasan Pembangunan. Selain
itu pernah juga dikeluarkan kebijakan yang dikenal dengan Paket Oktober (Pakto)
tentang Regulasi dan Debirokratisasi.

Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono nomenklatur


kementerian itu ditambah dengan frasa ReformasiBirokrasi. Pemerintahan beliau
juga mengeluarkan Undang-udang Tentang Pelayanan Publik.

Kita berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat memperbaiki


kekurangan-kekurangan yang ada. Sehingga kualitas pelayanan publik semakin
baik. Pelaksanaannya harus dikomunikasikan dan disenergikan dengan kepala
daerah, gubernur dan bupati/walikota. karena yang berhubungan langsung dengan
masyarakat adalah para kepala daerah itu, terutama bupati/walikota.

2.Memperkuat komitmen dan keteladanan pimpinan di semua tingkatan untuk


meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan menerapkan
sistim reward dan funishmen dan meningkatkan kesejahteraan aparaturnya.

13
Orang bijak mengatakan, “Hubungan pimpinan dengan bawahan/masyarakat
bagaimana tongkat dengan bayang-bayangnya; bagaimana bayang-bayang akan
lurus kalau tongkatnya sendiri yang bengkok.”

Kesejahteraan—walaupun ukurannya bisa diperdebatkan—tak disangkal lagi


sangat berpengaruh dalam pelaksanaan tugas aparatur. Dengan penghasilan yang
memadai aparatur diharapkan dapat bekerja dengan tenang dan fokus.

3.Memperkuat peran lembaga pengawas, meningkatkan independensinya,


memperkuat peran media massa dan lembaga masyarakat.

Ini untuk memastikan agar peraundang-undangan yang dibuat berjalan


sebagaimana yang diharapkan dan mencegah terjadinya penyimpangan sejak dini.

Secara institusional Presiden SBY telah mengeluarkan Undang-undang tentang


Komisi Ombusman yang tugas berkaitan dengan pemantauan, penilaian dan
saran-rekomendasi atas penyelenggaraan pelayanan di lingkungan instansi
pemerintah. Kantor perwakilan lembaga ini sudah berdiri di seluruh Indonesia.
Bertugas memberikan saran-rekomendasi. Sampai setakad ini pelaksanaan tugas
dan fungsinya berjalan cukup baik. Sebagian masyarakat telah merasakan
manfaatnya. Keberadaannya harus terus disosialisasikan/diberitakan karena
ditengarai masih masyarakat yang belum mengetahuinya.

4.Memaksimalkan pelaksanaan pelayanan satu pintu (one stop service). Ini


berguna untuk memperpendek rentang kendali (spin of control) penyelenggaraan
pelayanan.

Karena urusan investasi/penanaman modal ada kaitannya dengan urusan


perizinan/rekomendasi Presiden SBY telah mengeluarkan peraturan perundang-
undangan menyatukan kedua urusan itu dilaksanakan dalam satu wadah sehungga
menjadi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu.
Pembentukannya di daerah harus dipercepat karena masih ada daerah-daerah yang
belum menerapkannya.

5.Memberikan ruang kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota


untuk melakukan terobosan/inovasi. Wujudnya berupa seperangkat peraturan

14
perundang-undangan yang dapat dijadikan payung hukum oleh kepala daerah.
Selama ini ketiadaan payung hukum tersebut ikut memandulkan terobosan/inovasi
bagi kepala daerah karena takut tersandung hukum di kemudian hari. Jangan
sampai niat baik memajukan daerah malah berakhir dengan masuk bui seperti
yang pernah terjadi pada beberapa kepala daerah.

6.Perbaikan pola pikir dan budaya kerja organisasi. Untuk pimpinan dan staf
dipandang perlu membaca buku-buku yang bersifat pencerahan, rajin memonitor
perkembangan terkini yang sedang berlangsung baik di Tanah Air maupun di luar
negeri, membaca berbagai peraturan perundang-undangan, mengikuti pengajian
agama. Ada juga baiknya kita hayati tips AA Gym dalam merubah pola pikir dan
budaya kerja yang dirumuskannya ke dalam D-3: Dimulai dari diri sendiri,
dimulai dari hal-hal yang kecil, dan dimulai sekarang juga (jangan ditunda-tunda
lagi).

7.Penempatan aparatur yang sesuai dengan kapabiltasnya. Walaupun aparatur


dapat ditempatkan dimana saja tetapi hendaknya diperhatikan juga latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan, kepribadian. Karena hal tersebut sangat
menentukan karier dan kinerja lembaga di kemudian hari.

8.Partisipasi masyarakat dalam mencegah perilaku negatif aparatur dalam bentuk


ikut mengawasi dan tidak mempengaruhi dengan memberikan dan atau
menjanjikan sesuatu. Jika terjadi penyimpangan laporkan secara berjenjang naik
bertangga turun,termasuk ke Komisi Ombudsman dan disertai bukti-bukti supaya
tidak menimbulkan fitnah.

9.Pemberlakuan dan memperketat pelaksanaan sistem loket dalam pengurusan.


Tidak boleh tatap langsung antara yang mengurus dengan petugas karena
dikhawatirkan akan mempengaruhi integritas petugas. Apalagi bila yang
berurusan itu memiliki hubungan tertentu dengan petugas, seperti hubungan
keluarga, kerja, agama, tempat tinggal, daerah dan sebagainya.

10.Mengaitkan pelaksanaan pekerjaan sebagai ibadah kepada Sang Pencipta.


Sebagai orang yang beragama—apapunagamanya—kita percaya ada kehidupan
lain setelah hidup di dunia yang fana ini. Agama mengajarkan kepada bahwa bila

15
manusia berbuat baik dan beramal ibadah semasa hidup di dunia ini, kelak di
kemudian hari akan ganjaran mendapat pahalanya. Untuk itu aparatur perlu
mempelajari, mendalami, memahami, melaksanakan dan mengaitkan ajaran
agama masing-masing dengan aktifitas kerjanya sehingga bernilai ibdaha di mata
Tuhan Yang Maha Kuasa. 

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang


sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi
dan kinerja Pemerintah Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan
publik untuk memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan
kesejahteraan.

Peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan
mekanisme pasar, penerapan  manejemen publik modern,  dan perluasan makna
demokrasi.

B. Saran

Ø  Pelayanan  Publik Pemerintah Daerah dapat terwujud apabila terdapat


konsistensi dari sikap Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-
mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya.

Ø  Otonomi adalah diberikan kepada masyarakat, sehingga keberadannya harus


memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang memiliki otonomi tersebut.

Ø  Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang
berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika pelayanan
publik.

Ø  Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu :
sistem, kelembagaan, sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini
pemerintah harus benar-benar memenuhi keempat aspek tersebut, karena dengan
begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.

17
DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Pelayanan Publik : Apa yang harus dilakukan?,
Policy

Brief. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Atep Adya Brata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

 Lembaga Administrasi Negara. 2003. Jakarta: Penyusunan Standar Pelayanan


Publik. LAN.

B. SUMBER INTERNET

Seemoreat: http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-pelayanan-publik-
pemerintah.html#sthash.Hi6xg3EE.dpuf

RudiHartono;https://www.kompasiana.com/www.rudharjs.com/54f8ca57a33311a
f098b4a2f/kualitas-pelayanan-publik-instansi-pemerintah-buruk-muka-cermin-
dibelah

18

Anda mungkin juga menyukai