Anda di halaman 1dari 11

AB I

Pendahuluan
I. Latar Belakang
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap
masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Dan diperjelas lagi dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 63 tahun 2003 yang menguraikan pedoman umum penyelenggaraan
pelayanan public
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
lansung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek
kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas
pada tatanan organisasi pemerintah (Sinambela, 2006:42-43)
Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan sebagai akibat dari
kemajuan yang telah dicapai dalam proses pembangunan sebelumnya dan kemajuan
yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang dapat dirasakan
sekarang ini adalah terjadinya perubahan pola pikir masyarakat ke arah yang semakin
kritis. Hal itu dimungkinkan, karena semakin hari warga masyarakat semakin cerdas dan
semakin memahami hak dan kewajibannya sebagai warga. Kondisi masyarakat yang
demikian menuntut hadirnya pemerintah yang mampu memenuhi berbagai tuntutan
kebutuhan dalam segala aspek kehidupan mereka, terutama dalam mendapatkan
pelayanan yang sebaik-baiknya dari pemerintah. Dalam kaitannya itu (Rasyid 1997:11)
mengemukakan bahwa : Pemerintah modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah
pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.
Pemberian palayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan memang menjadi
bagian yang perlu dicermati. Saat ini masih sering dirasakan bahwa kualitas pelayanan
minimum sekalipun masih jauh dari harapan masyarakat. Yang lebih memprihatinkan
lagi, masyarakat hampir sama sekali tidak memahami secara pasti tentang pelayanan
yang seharusnya diterima dan sesuai dengan prosedur pelayanan yang baku oleh
pemerintah. Masyarakatpun enggan mengadukan apabila menerima pelayanan yang
buruk, bahkan hampir pasti mereka pasrah menerima layanan seadanya. Kenyataan
semacam ini terdorong oleh sifatpublic goods menjadi monopoli pemerintah khususnya
dinas/instansi pemerintah daerah dan hampir tidak ada pembanding dari pihak lain.
Praktek semacam ini menciptakan kondisi yang merendahkan posisi tawar dari
masyarakat sebagai penggunan jasa pelayanan dari pemerintah, sehingga memaksa
masyarakat mau tidak mau menerima dan menikmati pelayanan yang kurang memadai
tanpa protes.
Satu hal yang belakangan ini sering dipermasalahkan adalah dalam bidang publik
service (Pelayanan Umum), terutama dalam hal kualitas atau mutu pelayanan aparatur
pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah sebagai service provider (Penyedia Jasa)
bagi masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Apalagi pada
era otonomi daerah, kulitas dari pelayanan aparatur pemerintah akan semakin ditantang
untuk optimal dan mampu menjawab tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat, baik
dari segi kulitas maupun dari segi kuantitas pelayanan. Di negara-negara berkembang
dapat kita lihat mutu pelayanan publik merupakan masalah yang sering muncul, karena
pada negara berkembang umumnya permintaan akan pelayanan jauh melebihi
kemampuan pemerintah untuk memenuhinya sehingga pelayanan yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat kurang terpenuhi baik dilihat dari segi kulitas maupun
kuantitas.
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pelayanan public?
2. Siapa yang berwenang dalam penyelenggaraan pelayanan public di Indonesia?
3. Bagaimana undang-undang yang mengatur pelayanan public di Indonesia?
4. Bagaimana Kualitas Pelayanan public di Indonesia?
5. Apa sajakah factor yang mempengaruhi kualitas pelayanan public?
6. Apa solusi untuk menciptakan pelayanan public yang berkualitas?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pelayanan public
2. Untuk Mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik
di Indonesia.
BAB II
Pembahasan
Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia
I. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian berdasarkan UU Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik
terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik
II. Penyelenggara Pelayan Publik
Penyelengara Pelayanan Publik Berdasarkan UU “Penyelenggara pelayanan publik atau
Penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik, Atasan satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang
membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan
pelayanan publik, Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi
Penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di
lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik, Pelaksana
pelayanan publik atau Pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap
orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik”
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan
umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi
privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh
swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik
swasta.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi
publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
• Yang bersifat primer,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya
adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
• Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus
mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka
akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan
yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
pelayanan yang lebih dominan.

III. Undang-undang Pelayanan Publik


Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi
pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau
koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia,
mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan,
meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam,
memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun
kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara
pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan
tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik,
sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan
secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik
serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan public.
• Asas dan Tujuan Undang-undang Pelayanan Publik
Undang-Undang ini berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum,
adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas,
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan,
kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan agar batasan dan hubungan yang jelas
tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan
pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik.
• Pembina Dan Penanggung Jawab
Pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga
negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian,
pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya
terhadap pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang
sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-undang, gubernur pada tingkat provinsi
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan
perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri dan bupati pada tingkat kabupaten
beserta walikota pada tingkat kota wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja
pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota dan gubernur dan penanggung jawab mempunyai tugas untuk
mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar
pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan
publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik
di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik, Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara bertugas merumuskan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik, memfasilitasi lembaga terkait untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi antarpenyelenggara yang tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme yang
ada, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan publik atas hasil
pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi, membuat peringkat kinerja
penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan penghargaan kepada
penyelenggara dan penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara
bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan
penyelenggaraan pelayanan.
• Ruang Lingkup
Dalam perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan barang publik
dan jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan, pengajaran, pekerjaan
dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan,
jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata.
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan
oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan
dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi Negara.
Pelayanan atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara.
Skala kegiatan pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang
digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk
dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik yaitu tindakan administratif
pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda termasuk tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah
yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta
diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Jadi berbicara masalah Kualitas Pelayan Publik merupakan berbicara mutu dari pelayan
yang diberikan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, apakah sesuai tidaknya dengan
undang-undang pelayan public.

IV. Kualitas Pelayanan Publik Indonesia


Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu :
pertama, masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan
publik. Kedua yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala
kultural di dalam birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak
mencerminkan perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin
dilayani.
Selain itu, dalam Seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi indonesia yang
diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas,
Jakarta Pusat, ada beberapa permasalah yang ada dalam pelayanan publik yaitu:
kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, birokratis,
kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan efisien.
Baik Kuantitas (Akses), maupun Kualitas pelayanan publik di Indonesia masih buruk
(belum memadai) baik dilihat dari kebutuhan masyarakat maupun dari standard yang
ada (jika sudah ditetapkan). Banyak permasalahan dalam pelayanan public di Indonesia,
Antaranya:
1. Rendahnya Kualitas Pelayanan Publik
Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan
kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Perbaikan pelayanan publik di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat,
namun dalam perjalanan reformasi yang memasuki tahun ke enam, ternyata tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Berbagai tanggapan masyarakat justru
cenderung menunjukkan bahwa berbagai jenis pelayanan publik mengalami kemunduran
yang utamanya ditandai dengan banyaknya penyimpangan dalam layanan publik
tersebut. Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit, dan sumber daya manusia
yang lamban dalam memberikan pelayanan, mahal, tertutup, dan diskriminatif serta
berbudaya bukan melayani melainkan dilayani juga merupakan aspek layanan publik
yang banyak disoroti. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
sebagian aparatur pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Kondisi ini karena di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia
saat ini telah diatur tentang standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan
terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum termanifestasikan
dalam pelaksanaan tugas aparatur pemerintah.

2. Tingginya Tingkat Penyalahgunaan Kewenangan dalam Bentuk KKN


Upaya pemberantasan KKN merupakan salah satu tuntutan penting pada awal
reformasi. Namun prevalensi KKN semakin meningkat dan menjadi permasalahan di
seluruh lini pemerintahan dari pusat hingga daerah. Tuntutan akan peningkatan
profesionalisme sumber daya manusia aparatur negara yang berdaya guna, produktif
dan bebas KKN serta sistem yang transparan, akuntabel dan partisipatif masih
memerlukan solusi tersendiri. Ini berkaitan dengan semakin buruknya citra dan kinerja
birokrasi dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. KKN telah menjadi extraordinary state of affairs di Indonesia Laporan
terakhir di penghujung tahun 2003 mengukuhkan Indonesia di urutan ke-6 negara
terkorup didunia. Berdasarkan hasil survei Transparency International (TI) dari 133
negara, Indonesia berada diurutan ke 122 dari 133 negara terkorup.
3. Birokrasi yang panjang dan adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan.
Ini menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui
proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi,
terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan
diskriminatif, dan lain-lain.
4. Rendahnya pengawasan external dari masyarakat
Rendahnya pengawasan external dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik, merupakan sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan,
serta prosedur peyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu tidak
cukup dirasakan adanya tekanan sosial yang memaksa penyelenggara pelayanan publik
harus memperbaiki kinerja mereka.
5. Belum Berjalannya Desentralisasi Kewenangan Secara Efektif
Indonesia saat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan yang muncul sebagai akibat dari
perkembangan global, regional, nasional dan lokal pada hampir seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah merupakan intrumen utama untuk mencapai suatu
negara yang mampu menghadapi tantangan-tatangan tersebut. Di samping itu,
penerapan desentralisasi kewenangan dan otonomi daerah juga merupakan prasyarat
dalam rangka mewujudkan demokrasi dan pemerintahan yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat.
6. Sistem pelayanan publik yang belum diatur secara jelas dan tegas.
Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan publik yang belum diatur secara lebih
jelas dan tegas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia dewasa ini adalah Kode
Perilaku Petugas Pelaksana Pelayanan Publik (Code of Conduct for Public Servants).
Hal ini menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan sistem pelayanan publik,
terutama bila disadari bahwa sebagian besar dari permasalahan dan keluhan mengenai
pelayanan publik di Indonesia dapat dikembalikan pada unsur manusia pengemban
fungsi pelayanan publiknya (ekses-ekses KKN, conflict of interest, dsb). Kehadiran
sebuah Code of Conduct yang selengkapnya mungkin akan lebih mengkokohkan struktur
dasar dari Sistem Pelayanan Publik Indonesia.

Hanya kekecewaan yang dirasakan masyarakat, pelayanan publik dimonopoli oleh


Sekelompok orang, sarana prasarana tidak memadai, produk yang ditawarkan juga
buruk serta pelayanan yang buruk.

R Nugroho Dwijowiyoto menyatakan kondisi sesungguhnya birokrasi Indonesia saat ini,


digambarkan sebagai berikut :
1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau
pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil.
Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai
ada sisa pada akhir tahun buku.
2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di
mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada
permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani
pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya
pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

V. Pelayanan Publik Yang Diharapkan Serta Solusi Yang Harus Dilakukan


 KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,
program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Dwiyanto menjelaskan bebrapa tolak ukur kinerja birokrasi publik, yaitu sebagai berkut:
• Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur
efektivitas pelayanan.
• Kualitas Layanan, yaitu kemampuan dalam kinerja organisasi pelayanan publik yang
memberikan kepuasan pada masyarakat.
• Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyususun, agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat.
• Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu
dilakukan sesuai dengan kebijakan birokrasi.
• Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi
publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
 10 Dimensi Pelayanan Publik
Zethmel (dalam Widodo, 2001:275-276) mengemukakan tolok ukur kualitas pelayanan
publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi :
1. Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi;
2. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang
dijanjikan dengan tepat;
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap
mutu layanan yang diberikan;
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan keterampilan yang baik
oleh aparatur dalam memberikan layanan;
5. Courtesey, Sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;
7. Security, Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya
dan resiko;
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan
atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru
kepada masyarakat;
10. Understanding The Customer, Melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan;

 Pelayanan Publik Yang Berkualitas


Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya No:
81/1995 menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan
sendi-sendi sebagai berikut :
(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan
dilaksanakan.
(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
 Prosedur/tata cara pelayanan umum
 Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrative
 Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
umum
 Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya
 Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum
 Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum
berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk
memastikan pemrosesan pelayanan umum
 Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat)
(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan
keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.
(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif
dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik
diminta maupun tidak diminta.
(5) Efisien, meliputi
 Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberika
 Dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan persyaratan, dalam hal
proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara
wajar dengan memperhatikan:
 Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut biaya yang tinggi
diluar kewajara
 Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk membayar secara umum
 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
(8) Ketepapatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Dengan Keputusan Menteri Aparatur Negara mengenai kualitas pelayanan publik, maka
dapat dilihat kepedulian Pemerintah dalam hal pelayanan publik ini.
 Beberapa substansi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik, meliputi:
1. Core sklills, pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki perangkat birokrasi
baik menyangkut profesionalisme individu maupun kolektif untuk mengantisipasi
perubahan teknologi dan pasar secara kompetitif.
2. echnicians, adalah kemampuan birokrat untuk menguasai aspek teknis secara
professional di bidang pekerjaan sehingga menunjukkan kinerja yang penuh rasa
tanggung jawab (responsibility).
3. Management: kemampuan birokrat untuk dapat mengelola pekerjaan secara
professional baik menyangkut kinerja individual, kinerja tim maupun aspek managerial
dan leadership.
4. Business knowledge, tuntutan terhadap pemahaman pengetahuan bisnis khususnya
menyangkut nilai-nilai keuntungan (privit making) yang perlu diadopsi kesektor publik
dengan tidak mengabaikan aspek pemertaan dan keadilan.
5. Skill, ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh setiap aparatur khususnya
menyangkut bidang pekerjaanya, termasuk penyesuaian terhadap proses perubahan.
6. Habits, membiasakan bekerja secara profesional dengan tidak mengabaikan aspek
etika dan moral sehingga akan tercipta kultur kinerja yang kondusif.
7. Cohesion, membisakan bekerja secara sistemik atau keterpaduan antara berbagai
komponen yang terlihat dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
8. Collective Experience, menjadikan pengalaman individu atau kelompok tentang
keberhasilan atau kegagalan dalam bekerja sebagai penglaman bersama.
9. Knowledge of environment, menyadari terjadinya perubahan setiap saat dalam
suatu lingkungan sehingga pengetahuan tentang lingkungan untuk mengantisipasi
perubahan sangat diperlukan.
10. Technology, diperlukan penguasaan teknologi sebagaimana persyaratan penting
karena menguasai teknologi dapat diibaratkan menguasai dunia dan perubahan.
Maxwell (2000), juga mengungkapkan beberapa criteria untuk menciptakan pelayanan
yang berkualitas, yaitu:
(1) Tepat dan relevan, artinya pelayanan harus mampu memenuhi keinginan, harapan
dan kebutuhan individu atau masyarakat;
(2) Tersedia dan terjangkau, artinya pelayanan harus dapat dijangkau atau diakses oleh
setiap orang atau kelompok yang membutuhkan pelayanan tersebut;
(3) Dapat menjamin rasa keadilan, artinya terbuka dalam memberikan perlakuan kepada
individu atau sekelompok orang dalam keadaan yang sama tanpa membedakan ras,
jenis kelamin, asal usul, dan identitas lainnya;
(4) Dapat diterima, artinya layanan memiliki kualitas jika dilihat dari teknik, cara, kualitas,
kemudahan, kenyamanan, menyenangkan, dapat diandalkan, tepat waktu, cepat,
responsif, dan manusiawi;
(5) Ekonomis dan efisien, artinya dari sudut pandang pengguna jasa layanan dapat
dijangkau dari segi tarif yang ditentukan;
(6) Efektif, artinya menguntungkan pengguna jasa layanan dan semua lapisan
masyarakat yang dilayani.

Seiring dengan perkembangan Indonesia sudah mulai menata kembali keadaan


pelayanan public yang diberikan kepada masyarakat, Dengan belajar dari kekurangan
masa lalu untuk menggapai perubahan pelayanan public yang berkualitas dimasa depan
sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, muda dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat ddari
aspek apapun kususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial.

Dibandingkan Pelayanan Masa Lalu/sekarang ini


• Birokrasi berbelit-belit
• Monoton, tidak kreatif dan tidak inovatif
• Lama dan tidak ada kepastian waktu
• Pungli & biaya tidak jelas

BAB III
Penutup
I. Kesimpulan
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk
jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,
di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu
• Masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik.
• Yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di
dalam birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan
perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
3. kondisi birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
• Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau
pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil.
Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai
ada sisa pada akhir tahun buku.
• Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana
semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan
pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar
birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat
pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
4. Faktor yang harus diperbaiki untuk menigkatkan Pelayanan public:
Core sklills, echnicians, Management, Business knowledge, Skill, Habits, Cohesion,
Collective, Experience, Technology, Knowledge of environment.

II. Saran
 Mengingat pelayanan public di Indonesia masih sangat jauh dari pada yang
diharapkan hendaknya perlu diadakan evauluasi terhadap kinerja aparatur birokrasi
serta infratruktur dalam pemenuhan kebutuhan masyrkatat di tingkatkan.
 Diharpakan kepada pemimpin untuk melakukan pengrekrutan peagawai birokrasi
untuk lebih professional karena, pegawai birokrasilah penyebab kurang berkualitasnya
pelayanan yang diberikan.
 Untuk Meningkatkan pelayanan public di Indonesia tidak hanya diharapkan peran
internal dari aparatur pemerintah tetapi harus adanya peran masyarakat. Di harapakan
masyarakat lebih bekerja sama untuk mengawasi kinerja pegawai birokrasi serta
melaporkan setiap adanya kejanggalan yang terjadi.
 Mudahan makalah ini bermanfaat dan menjadi pembelajaran untuk semua
khususnya mahasiswa ilmu pemerintahan sabagai generasi penerus dalam
pemerintahan Indonesia Kedepannya

Anda mungkin juga menyukai