Anda di halaman 1dari 21

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBERIKAN

PELAYANAN PUBLIK TERHADAP MASYARAKAT

Diajukan Sebagai Persyaratan Pemenuhan


Instrumen Penilaian Mata Kuliah

Oleh :

Muhammad Rezza Meirani, SH


NPM. 2021221113

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN,


RISET, DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
UNIVERISTAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023

1
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP MASYARAKAT

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang

sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi

memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai

dari pelayanandalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan,

kesehatan, utlilitas,dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik

(public reform)

yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak

diilhami oleh tekananmasyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan

publik yang diberikanoleh pemerintah. Di Indonesia, upaya memperbaiki

pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah,

antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan

dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha.Upaya ini dilanjutkan dengan Surat

Keputusan Menteri Negara PendayagunaanAparatur Negara No. 81/1993

tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.Untuk lebih mendorong

komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatanmutu pelayanan, maka

telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentangPerbaikan dan

2
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah KepadaMasyarakat. Pada

perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang

Pelayanan Publik

Penerapan desentralisasi masih sebatas sebagai upaya meningkatkan

PAD. Komitmen untuk memperbaiki kondisi masyarakat lokal secara nyata dan

sistemik melalui perbaikan kinerja organisasi dan layanan publik relatif masih

rendah. Tidak sedikit fakta yang diamplikasikan media menunjukan bahwa

kualitas kebijakan publik belum mengalami peningkatan yang signifikan dengan

peningkatan belanja daerah, peningkatan beban masyarakat yang berupa

kenaikan pajak dan biaya layanan (Wahyudi Kumorotomo, 2005). Realitas

tersebut menunjukan, bahwa layanan publik sebagai bagian yang sangat penting

dari peran negara dalam tatanan demokrasi belum dapat dioptimalkan. Pada hal

layanan publik menjadi indikator utama sejauh mana suatu pemerintahan telah

menjalankan mandat yang diberikan rakyat kepada penyelenggara negara.

Layanan publik merupakan suatu arena transaksi paling nyata dan intensif

antara rakyat dengan pemerintah, interaksi aktif antara pemberi dan penerima

layanan merupakan bagian penting dari proses membangun partisipasi dan

akuntabilitas publik.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan

mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi

di tangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan

3
pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah

sebagaimana mestinya, sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke

daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus

kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, maka diidealkan

bahwa sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika

kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.

Kebijakan otonomi dan desentralisasi kewenangan ini dinilai sangat

penting terutama untuk menjamin agar proses integrasi nasional dapat dipelihara

dengan sebaik-baiknya. Karena dalam sistem yang berlaku sebelumnya, sangat

dirasakan oleh daerah-daerah besarnya jurang ketidakadilan struktural yang

tercipta dalam hubungan antara pusat dan daerah-daerah. Untuk menjamin agar

perasaan diperlakukan tidak adil yang muncul di berbagai daerah seluruh

Indonesia tidak makin meluas dan terus meningkat yang pada gilirannya akan

sangat membahayakan integrasi nasional, maka kebijakan otonomi daerah ini

dinilai mutlak harus diterapkan dalam waktu yang secepat-cepatnya sesuai

dengan tingkat kesiapan daerah sendiri. Bahkan, TAP MPR tentang

Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

No.IV/MPR/2000 menegaskan bahwa daerah-daerah tidak perlu menunggu

petunjuk dan aturan-aturan dari pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah

itu sebagaimana mestinya. Sebelum dikeluarkannya peraturan yang diperlukan

dari pusat, pemerintahan daerah dapat menentukan sendiri pengaturan

mengenai soal-soal yang bersangkutan melalui penetapan Peraturan Daerah.

Setelah peraturan pusat yang dimaksud ditetapkan, barulah peraturan daerah

4
tersebut disesuaikan sebagaimana mestinya, sekedar untuk itu memang perlu

diadakan penyesuaian.

Dengan demikian, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi

kewenangan tidak hanya menyangkut pengalihan kewenangan dari atas ke

bawah, tetapi pada pokoknya juga perlu diwujudkan atas dasar keprakarsaan

dari bawah untuk mendorong tumbuhnya kemandirian pemerintahan daerah

sendiri sebagai faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah

itu. Dalam kultur masyarakat kita yang paternalistik, kebijakan desentralisasi dan

otonomi daerah itu tidak akan berhasil apabila tidak dibarengi dengan upaya

sadar untuk membangun keprakarsaan dan kemandirian daerah sendiri.

Pemerintah daerah sebagai penyedia layanan publik senantiasa dituntut

kemampuannya meningkatkan kualitas layanan, mampu menetapkan standar

layanan yang berdimensi menjaga kualitas hidup, melindungi keselamatan clan

kesejahteraan rakyat. Kualitas layanan juga dimaksudkan agar semua

masyarakat dapat menikmati layanan, sehingga menjaga kualitas layanan publik

juga berarti menjamin hak-hak asasi warga negara (Joe Fernandes, dkk, 2002).

Konsep layanan prima menjadi model yang diterapkan guna

meningkatkan kualitas layanan publik. Pelayanan prima merupakan strategi

mewujudkan budaya kualitas dalam pelayanan publik. Orientasi dari pelayanan

prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan. Membangun pelayanan

prima harus dimulai dari mewujudkan atau meningkatkan profesionalisme SDM

untuk dapat memberi pelayanan yang terbaik, mendekati atau melebihi standar

pelayanan yang ada (Sedaryanti, 2004).

5
Kendala terbatasnya SDM yang berkompeten harus menjadi tantangan

bagaimana kompetensi SDM yang ada dapat ditingkatkan. Upaya peningkatan

kualitas layanan publik melalui pelayanan prima mengandung makna menutup

kesenjangan antara persepsi pemberi layanan dan pengguna layanan akan

proses dan hasil layanan. Dalam perspektif pengguna layanan kriteria kualitas

layanan meliputi, murah, mudah dan baik. Oleh sebab itu pemerintah daerah

sebagai pemberi layanan senantiasa mengupayakan pelayanan yang terjangkau

(dekat), tepat dan cepat (Riswanda Imawan, 2005).

Salah satu pola pelayanan prima yang telah diterapkan oleh pemerintah

daerah adalah pelayanan satu atap, yaitu: pola pelayanan publik yang dilakukan

secara terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi pemerintah yang

bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing (LAN, 1998).

Permasalahannya :

1. Bagaimana bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah

daerah ?

6
BAB II

PEMBAHASAN

Kriteria Pelayanan Publik

Definisi pelayanan public menurut Kepmen PAN nomor 25 tahun 2004

adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara

pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan,

maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hubungan antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik

Indonesia sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan

pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan

segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi

tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia.

Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara

Indonesia , dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini

mempunyai arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan

mengenai terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali

masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal

pelayanan publik.

1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang

sangatpenting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu

komitmenpenyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan

7
suatu kualitastertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan

masyarakat dankemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar

pelayanan yangdilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan,

identifikasi pelanggan,identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi

pelayanan, analisis prosesdan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan

biaya pelayanan.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan

bahwaproses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya

StandardOperating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses

pengolahan yangdilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat

berjalan sesuai denganacuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara

konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:

 Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan

 uninterupted

 Jika terjadi hal-haltertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani

satu proses tertentuberhalangan hadir, maka petugas lain dapat

menggantikannya.Oleh karena ituproses pelayanan dapat berjalan terus;

 Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai

denganperaturan yang berlaku;

 Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran

terhadapkesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;

 Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-

perubahantertentu dalam prosedur pelayanan;

8
 Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian

pelayanan;

 •Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang

akandiserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu

proses pelayanantertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas

yang terlibat dalamproses pelayanan memiliki uraian tugas dan

tangungjawab yang jelas.

3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga

kepuasanmasyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian

kepuasanmasyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh

penyelenggara pelayananpublik. Dalam konsep manajemen pelayanan,

kepuasan pelanggan dapat dicapaiapabila produk pelayanan yang diberikan

oleh penyedia pelayanan memenuhikualitas yang diharapkan masyarakat.

Oleh karena itu, survey kepuasan pelangganmemiliki arti penting dalam upaya

peningkatan pelayanan publik.

4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat

merupakansatu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara

pelayanan untuksecara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang

secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduanmasyarakat

menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan;Sedangkan dari

9
sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukanmelalui

pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal

tertentu,memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat

dilakukansecara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa

model yang sudahbanyak diperkenalkan antara lain:

contracting out , dalam hal ini pelayanan publikdilaksanakan oleh swasta melalui

suatu proses lelang, pemerintah memegangperan sebagai pengatur; franchising,

dalam hal ini pemerintah menunjuk pihakswasta untuk dapat menyediakan

pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur

harga maksimum. Dalam banyak halpemerintah juga dapat melakukan

privatisasi.Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu

didukungadanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai

kompleksitaspelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks

menjadiladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.

Strategi Pelayanan Prima Pola Layanan satu kesatuan

Pelayanan prima merupakan terjemahan dari excellent service yang

artinya pelayanan terbaik. Pelayanan prima sebagai strategi adalah suatu

pendekatan organisasi total yang menjadikan kualitas pelayanan yang diterima

pengguna jasa sebagai penggerak utama pencapaian tujuan organisasi

(Lovelok, 1992). Arti pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pengguna

layanan. Penanganan layanan secara profesional menjadi kunci keberhasilan.

Oleh sebab itu perlu SDM yang memiliki kompetensi yang relevan dengan

bidang-bidang layanan yang dikelola.

10
Hal tersebut agaknya tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dinas/instansi di

daerah dalam kurun waktu yang pendek. Karena sistem penerimaan pegawai

(PNS) yang masih unijbrm, selain dari pada itu pola pengembangan pegawai

yang cenderung lebih menekankan pada aspek struktur dari pada aspek

fungsional. Akibatnya SDM di daerah dalam meniti kariernya cenderung untuk

menggapai jabatan, bukan untuk berprestasi di fungsi tertentu. Dengan demikian

jika dinas/instansi daerah ingin menerapkan layanan prima, maka yang paling

mendasar harus dilakukan adalah mengupayakan peningkatan kompetensi SDM

yang ada di lini depan, karena pada banyak organisasi kualitas layanan sangat

dipengaruhi secara signifikan oleh SDM yang ada di lini depan. Semakin tinggi

relevansi kompetensi SDM dengan bidang-bidang yang dikelola. Maka akan

semakin tinggi pula efektifitas layanan. Namun perlu dukungan ketersediaan

fasilitas dan peralatan fisik yang memadahi serta sistem insentif dan program

yang dirancang berdasarkan evaluasi dan kajian terhadap dinamika faktor

internal dan eksternal, termasuk keluhan masyarakat pengguna layanan. Hal ini

penting diupayakan karena pelayanan prima juga harus ditopang terbentuknya

budaya kualitas sebagai bagian dari etos kerja dan sistem kualitas untuk kinerja

yang hendak dicapai oleh organisasi. Jika hal tersebut dapat diwujudkan, maka

aparat di semua lini mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, secara

operasional mereka melakukan empati, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,

bekerja secara tim, mampu mencapai kineda sesuai dengan tugas yang

diberikan.

11
Strategi pelayanan prima pola layanan satu atap atau sering disebut

sebagai layanan terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi daerah yang

bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing, sebenarnya bukan

merupakan sesuatu hal yang baru, strategi ini telah berhasil diterapkan pada

layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang melibatkan beberapa

instansi daerah, antara lain Dipenda, Kepolisian, dan Jasa Raharja. Penerapan

layanan satu atap pada dasarnya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

melalui peminimalan jarak geografis antar fungsi terkait, dengan demikian dapat

diperpendek waktu yang diperlukan untuk proses layanan, pengguna layanan

juga menjadi lebih mudah untuk memperoleh layanan. Yang senantiasa harus

dicermati dalam penerapan pola layanan satu atap adalah koordinasi diantara

beberapa instansi yang terkait.

Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak

kendaraan bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk

menerapkan layanan terpadu pada bidang layanan dokumen, seperti layanan

KTP, KK, akta kelahiran dan perijinan yang dulunya dilakukan pada tempat yang

terpisah kemudian disatu atapkan di satu tempat. Persoalan yang muncul dalam

hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai bentuk layanan yang

berbeda proses penanganannya.

Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatuatapkan

perlu dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam

penyelenggaraan layanan satu atap bagi bidangbidang yang berbeda, hanya

sebatas pada layanan lini pertama, yaitu tempat penerimaan berkas ajuan

12
layanan, tindakan selanjutnya untuk penyelesaiannya tetap pada instansi

masingmasing. Penempatan personal yang andal sangat menentukan efektifitas

penyelenggaraan. Selain petugas lini depan, maka perlu ditempatkan seorang

kurir untuk masing-masing instansi guna memperlancar alur layanan dan

penyelesaian pekerjaan layanan. Kemudian, untuk mempermudah masyarakat

pengguna layanan memperoleh layanan, maka desain layanan harus

dikomunikasikan sejelas-jelasnya.

Fasilitas kerja dan sarana penunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan

layanan perlu disediakan pada tingkat yang memadai. Oleh sebab itu, analisis

terhadap kebutuhan fasilitas kerja dan pendukung perlu dilakukan secara cermat

dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana.

Menurut Joe Fernandes (2002) ada dua hal yang penting untuk dicermati

dalam kaitannya dengan layanan publik, yaitu: Pertama, dimensi pemberi

layanan dan kedua masyarakat pengguna layanan. Berdasarkan dimensi

pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja yang meliputi

layanan yang adil, kesiapan petugas dan mekanisme kerja, harga terjangkau,

prosedur sederhana dan waktu penyelesaian yang dapat dipastikan. Sedangkan

dari dimensi masyarakat pengguna layanan publik harus memiliki pemahaman

dan reaktif terhadap penyimpangan yang muncul dalam praktek

penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan masyarakat terutama stakeholder

representatif baik dalam mengawasi dan menyampaikan aspirasi atau keluhan

terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting sebagai

13
umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan memenuhi standar yang

telah ditetapkan.

Pemberian layanan publik dengan pola layanan satu atap yang

memenuhi standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi

bagian yang perlu dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas

layanan minimum sekalipun belum memenuhi harapan sebagian besar

masyarakat pengguna layanan. Yang lebih memprihatinkan lagi sebagian besar

masyarakat pengguna layanan publik belum memahami secara pasti tentang

standar layanan yang seharusnya diterima clan sesuai dengan prosedur layanan

yang dibakukan. Masyarakat pun enggan mengadukan jika menerima layanan

yang kurang berkualitas.

Belum meningkatnya kualitas pelayanan publik di era otonomi daerah

juga dikemukakan oleh Ratminto dan Winarsih (2005) yang didasarkan atas

penelitian yang dilakukan di Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta clan Jawa

Tengah, disimpulkan bahwa kesadaran akan otonomi daerah masih belum

secara optimal meningkatkan kualitas layanan publik. Karena otonomi daerah

belum berhasil mewujudkan sistem administrasi yang diletakan atas dasar

kesetaraan posisi tawar antara pemerintah sebagai penyedia layanan publik

dengan masyarakat sebagai pengguna layanan publik, masih terdapat

kecenderungan bahwa masyarakat sebagai pengguna layanan publik dalam

posisi yang yang kurang diuntungkan dengan adanya otonomi daerah.

14
Belum Ada Regulasi Yang Memadai

Regulasi yang ada belum mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara

semestinya diiringi dengan kemampuan member pelayanan yang terbaik kepada

warganya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan

belum optimal, meski terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.

Pengaturan tentang pentingnya pelayanan public mempunyai beberapa elemen

penting yang harus terpenuhi dan wajib diciptakan atau disediakan oleh setiap

factor dalam pelayanan public yang menunjukan perlunya pelayanan public yang

menunjukan perlunya pelayanan public adil dan berkualitas, yaitu

a. Relasi tanggung jawab dan paradigma pelayanan publik bagi penerima

layanan.

Pelayanan public yang adil dan berkualitas merupakan dambaan

masyarakat dimana harus memenuhi standar minimum sesuai yang

dirumuskan penyelenggara dan tidak bertentangan dengan kontrak

layanan yang merupakan hukum bagi pemberi dan penerima layanan.

Selain itu, pelayanan public juga harus adil, tidak hanya melayani orang

yang “mampu membayar” saja tetapi juga orang lain yang tidak mampu

membayar dan “kurang beruntung”. Karena pada prinsipnya, pelayanan

public terutama pelayanan hak-hak dasar merupakan hak public di satu

sisi dan kewajiban Negara di sisi lain.

b. Kualitas Layanan bagi Pemberi layanan

15
Memberikan pelayanan public yang adil dan berkualitas juga menjadi

dambaan para pemberi layanan Karena akan menaikkan citra dan

kapabilitasnya sebagai pemberi layanan. Buat mereka, aspek penting

penilaina kinerja adalah kepuasan pelanggan atau warga penerima

layanan. Kepuasan merupakan bentuk keberhasilan dari pemberian

layanan.

c. Buah Pelayanan Publik yang baik bagi Masyarakat

Karena prinsip dari pelayanan hak-hak dasar adalah hak masyarakat

dan kewajiban Negara, maka semua orang tanpa kecuali akan

mendapatkan layanan tersebut. Ini tentu saja akan mengurangi

kesenjangan social dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Pelayanan yang adil member kesempatan setiap orang atau warga

Negara untuk menikmati jenis pelayanan yang terbaik untuk perbaikan

kehidupannya. Bila masyarakat telah mampu mendapatkan apa yang

menjadi kebutuhannya, maka secara tidak langsung akan member

kesempatan dalam peningkatan taraf hidupnya dimasa depan.

d. Fator penyebab Pelayanan public yang buruk

Pelayanan public yang tidak parsitisipatif dan akuntabel, tentu

mengakibatkan buruknya pelayanan public. Hal ini tidak jauh berbeda

dengan hasil survei yang dilakukan oleh Yappika (2005). Berdasarkan

hasil survey yang dilakukan oleh Yappika tentang keterlibatan masyarakat

dalam proses penyusunan kebijakan pelayanan, mayoritas masyarakat

menyatakan tidak dilibatkan. Bahkan di Makasar dan Bulukumba hampir

16
90% responden menyatakan tidak terlibat dalam proses penyusunan

perbaikan pelayanan public. Kondisi fisik yang sering dikeluhkan oleh

masyarakat adalah dinding yang rusak, atap yang bocor, keberhasilan

tidak terjaga, fasilitas tidak terpenuhi. Sedangkan untuk besaran biaya

pelayanan pelayanan kesehatan dan kependudukan standar biaya

pelayanan seringkali tidak tercantum secara resmi dan berbeda-beda dari

satu warga ke warga lain.

17
BAB III

KESIMPULAN

Dengan kenyataan bahwa kualitas pelayanan atau kebijakan publik di era

otonomi daerah belum dapat ditingkatkan secara signifikan dengan peningkatan

pendapatan daerah dan beban masyarakat, maka upaya peningkatan kualitas

secara terprogram harus terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Untuk hal itu,

peran DPRD melalui perangkat kelembagaan yang ada memfasilitasi kelancaran

proses legislasi bagi kebijakan penyelenggaraan layanan yang berkualitas,

melakukan koordinasi dengan instansi terkait, dan secara aktif menghimpun

masukan dari stakeholder representatif, baik untuk kepentingan fungsi legislasi,

fungsi anggaran maupun pengawasan secara menyeluruh.

Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Hubungan antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara

Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan

kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan

mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap

dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas

Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan salah satu

sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat

berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan

sistem administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya

suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah

18
mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan

publik.

2. Secara umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan

kepuasan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof

Chaniago (2006) mengamati berbagai persoalan seputar pelayanan public

di Indonesia. Hasil pengamatannya memperlihatkan berbagai persoalan

tersebut diantaranya: Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang

wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas, banyak

instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki

prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan, tidak banyaknya

perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada

sistem monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan

oleh instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.

3. Untuk mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem

Administrasi Negara Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa

permasalahan yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public

berjalan dengan baik diantaranya : Pengembangan kelembagaan

birokrasi pemerintah, identitas aparatur pemerintah, dan pengembangan

kualitas proses pelayanan.

Saran

Semoga dengan selesai dibuatnya makalah ini, dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca. Dan apabila ada kekurangan

19
dari makalah ini, kami selaku penulis mengharapkan adanya koreksi terhadap

kekurangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Joe Fernandes, dkk, 2002, Otonomi Daerah di Indonesia Masa Reformasi:


Antara Ilusi dan Fakta, Jakarta: IPOS dan Ford Fondation.
Joko Widodo, 2001, Good Governance, Telaah Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi di Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya:
Insan Cendekia.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005, Manajemen Pelayanan: Pengembangan

20
Model Konseptual, Penerapan Citizen's Chapter dan Standar Pelayanan
Minimal, Jogjakarta: Putaka Pelajar.

Sedaryanti, 2004, Good Governance: Membangun Sistem Manajemen Kinerja


una Meningkatkan Produktivitas. Bandung: Mandar Maju.
Wahyudi Kumorotomo, 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa.
Riswanda Imawan, 2005, "Aspek Demokrasi Dalam UU No 32 Th 2004 Tinjauan
Terhadap Masa Depan Politik Loka ", Makalah Seminar UndangUndang No. 32
dan Upaya Mewujudkan Good Governance, Surakarta FISIP UNS

21

Anda mungkin juga menyukai