Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN (PATEN)


DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
DI KECAMATAN MAKBON KABUPATEN SORONG

Disusun Oleh :
RITA FLORDA ERGOR
NIM. 2017RK09042
Semester VII (Tujuh) Kelas Khusus

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


UNIVERSITAS VICTORY SORONG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah


Citra buruk pelayanan publik di Indonesia  pada masa  lalu terlanjur melekat di
kalangan masyarakat luas. Lambanya pelayanan, sulit dan rumitnya persyaratan yang harus
dipenuhi dan  tidak transparannya masalah pembiayaan menimbulkan keengganan
masyarakat  untuk mengurus perijinan. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi
perkembangan perekonomian sehingga menghambat proses terwujudnya peningkatan
kesejahteraan masyarakat.  Bagi Pemerintah Daerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri
yang harus diselesaikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang  Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah.  Menurut undang-undang tersebut bahwa salah satu tujuan
dari kebijakan  Otonomi adalah mewujudkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
semakin baik kepada masyarakat. Untuk itu kualitas pelayanan kepada masyarakat
merupakan salah satu indikator penilaian  keberhasilan otonomi daerah.

Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat merupakan fungsi yang harus


diemban pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, sebagai tolak ukur
terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pintu masuk bagi
percepatan reformasi birokasi di daerah dalam mewujudkan tata kelola pemeritahan di daerah
yang baik, keinginan mewujudkan birokrasi yang efektif, efisien dan akuntabel dalam rangka
perbaikan kinerja manajemen pemerintahan atau kualitas pelayanan publik adalah dengan
memperbaiki proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
Pelayanan Pemerintah kepada masyarakat yang dikenal dengan pelayanan umum
(Public Service) pada hakekatnya adalah serangkaian layanan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah kepada semua lapisan masyarakat dengan tujuan memenuhi semua kebutuhan
masyarakat.
Menurut direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia (2010; 27) pintu masuk (entry point) bagi percepatan reformasi birokrasi
di daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang baik (good local
governance) terfokus pada peningkatan kualitas penyelenggaraan publik. Kualitas
penyelenggaraan pelayanan umum (publik) di daerah masih perlu ditingkatkan ke arah yang
lebih baik. Banyak hal yang menyebabkan belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan
tersebut, misalnya perilaku petugas yang belum bersifat melayani, tidak jelasnya waktu
pelayanan, dan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan publik, serta panjangnya
prosedur yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu jenis layanan publik.
Fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat menjadi relevan bila dilihat
dari segi kedekatan jarak, kecepatan waktu, dan kualitas pelayanan yang diberikan.
Berbagai keluhan terus dialami oleh masyarakat, pelayanan dengan metode
konvensional ternyata menghadirkan berbagai masalah yang dialami oleh masyarakat, antara
lain :
1.      Kurangnya ketepatan waktu dalam penyelesaian berkas yang diminta oleh masyarakat;
2.      Warga harus bolak balik ke kantor karena kurangnya keterbukaan informasi pelayanan;
3.      Tidak transparannya jumlah biaya yang harus dibayarkan sebagai imbalan pelayanan;
4.      Adanya berbagai kesalahan dalam pengetikan berkas masyarakat;
5.      Petugas yang melayani masyarakat cenderung kurang menyadari posisi dan
tanggungjawabnya sebagai pelayan masyarakat,
Melihat masalah tersebut, hendaknya perlu diadakan perubahan dalam badan serta
sistem birokrasi. Meninggalkan birokrasi lama kemudian memulai pada tahap birokrasi yang
lebih efisien dan efektif dengan mengganti metode pelayanan dengan cara konvensional
menggunakan metode PATEN seperti halnya yang dilakukan oleh Kecamatan Makbon
Kabupaten Sorong. PATEN merupakan kebijakan makro karena berasal dari pusat sehingga
bisa diterapkan secara menyeluruh di wilayah di Indonesia. Pelayanan Administrasi Terpadu
(PATEN) untuk mempermudah dan mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat
khususnya dalam pelayanan publik. Dengan PATEN, untuk mengurus palayanan perijinan 
dan non perijinan yang berskala kecil, masyarakat tidak perlu lagi sampai ke kantor
kabupaten karena adanya PATEN dapat menghemat waktu dan biaya dalam pemenuhan
pelayanan yang diinginkan masyarakat.
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kecamatan Makbon
Kabupaten Sorong merupakan bentuk respon yang memperhatikan kebutuhan dan  tuntutan
masyarakat dalam pelayanan, serta dinamika perkembangan penyelenggaraan Pemerintah
Daerah menuju Tata kelola Pemerintahan daerah yang baik, Sebagai kebutuhan dasar warga
negara atas suatu barang dan jasa dalam pelayanan administrasi yang terkait dengan
kepentingan publik. Orientasi kegiatannya adalah barang-barang publik dan pelayanan publik
sehingga dalam dinamika kehidupan, masyarakat yang bertindak selaku konsumen akan
berhubungan atau terkait dengan kegiatan pelayanan publik. Selain itu perlu diketahui
bersama bahwa sumber dana kegiatan pelayanan publik berasal dari masyarakat melalui
pajak sehingga wajar apabila masyarakat mengharapkan adanya pelayanan yang baik dan
berkualitas.
Berdasarakan pada uraian-uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
mendalam mengenai “Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) dalam
peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Kecamatan Makbon Kabupaten Sorong”.

1.2.   Rumusan Masalah

Apakah Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kecamatan


Makbon Kabupaten Sorong dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kantor
Kecamatan Makbon Kabupaten Sorong?

1.3.   Tujuan dan Manfaat Penelitian

1)   Tujuan
a)      Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)
di Kecamatan Makbon Kabupaten Sorong;
b)      Untuk mengetahui pengaruh  Pelayanan Administasi Terpadu Kecamatan (PATEN)
terhadap peningkatan pelayanan publik Kantor Kecamatan Makbon Kabupaten Sorong.

2)   Manfaat
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara obyektif  terkait
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) terhadap Peningkatan kualitas
pelayanan publik di Kecamatan Makbon. Dan dapat memberikan masukan kepada para
pengambil keputusan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong dalam penataan kelembagaan
pemerintah daerah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.  Pelayanan Publik


Pelayanan Publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan.
Pada hakekatnya Pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat, oleh karenanya
birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan
profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi
negara dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh
adanya akuntabilitas dan resposibiltas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan
ciri sebagai berikut: Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran; Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan
oleh masyarakat yang meminta pelayanan;
Kejelasan dan kepastian (transparan), mengenai:
1) prosedur/tatacara pelayanan;
2) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif;
3) unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan;
4) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan
5) jadwal waktu penyelesaian pelayanan;
Keterbukaan, artinya prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab
pemberi pelayanan, waktu penyeleaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;
Efisiensi, artinya: 1) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan; 2) dicegah adanya pengulangan
pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan
mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain
yang terkait; Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; Responsif, lebih
mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan
dan aspirasi masyarakat yang dilayani; Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang
menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa
mengalami tumbuh kembang.
            Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

2.2.  Kualitas Pelayanan


 Kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang
ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Hal ini tampak jelas
dalam definisi yang dirumuskan Goetsh dan Davis dalam Arief (2007; 117) bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut pakar lainnya yakni Evans
dan Lindsay dalam Amin Ibrahim (2008; 22) melihat kualitas pelayanan itu dari berbagai
segi, yakni dari pelanggan (masyarakat atau konsumen) dari sudut dasar produknya, dan
sudut dasar pemakaiannya dan dari sudut dasar nilainya. Dari sudut pelanggan tentulah
kualitas pelayanan itu muaranya pada kepuasan, sesuatu yang sebaik mungkin memuaskan.
Dari sudut dasar produk, harus ada spesifikasi dari setiap pelayanannya. Sedangkan dari
sudut dasar pemakaiannya bermakna tingkat-tingkat kesesuaian dengan keinginan
pelanggan/konsumen/masyarakat.
Pengukuran kualitas seharusnya melibatan semua individu yang terlibat dalam proses
itu, dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisifatif. Orang-orang yang bekerja
dalam proses harus memahami secara baik bagaimana memproleh nilai itu, karna penilaian
teradap kualitas pelayanan bukan diukur atau dinilai oleh pemberi pelayanan, akan tetapi
diberikn oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan. Namun demikian, tidak ada
suatu standar yang dapat dipakai sebagai ukuran umum tentang kualitas pelayanan. Hal ini
disebabkan unsur subyektivitas dalam diri penerima pelayanan, seseorang mungkin menilai
suatu pelayanan yang diterimanya sudah memuaskan tetapi belum memuaskan bagi orang
lain.
 Kualitas Pelayanan Publik 
Dalam Sinambela (2008; 6) secara teoritik, tujuan pelayanan publik pada dasarnya
adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan
prima yang tercermin dari :
a.     Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhknan dan disediakan secara memadai serta mudah
dimengerti;
b.    Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.     Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas,
d.    Parsipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan
harapan masyarakat;
e.    Kesamaan Hak, yaitu pelayanan yang tidak diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya suku, agama, ras, golongan, status sosial dan lain-lain;
f.    Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek
keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Pelayanan publik sudah seharusnya memperhatikan kualitas pelayanan karena pelayanan
yang baik adalah awal bagi tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, yang
selanjutnya akan menjadi penentu pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, pengukuran
mengenai kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara pelayanan yang diharapkan
dengan pelayanan yang diterima. Dalam metode pengukuran ini, penilaian masyarakat selaku
konsumen berperan penting dalam mengukur kualitas pelayanan publik. Menurut
Parasuraman (1990 : 23), pengukuran kualitas pelayanan publik didasarkan pada indikator-
indikator:
1.      Tangibles, artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang
tunggu, dan lain-lain.
2.      Reliability, yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya.
3.      Responsiveness, yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen
4.      Assurance, yakni kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam
meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen
5.      Emphaty, yakni sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

Standar Pelayanan Publik


Dalam Kemenpan Nomor 63 tahun 2003, setiap penyelenggaraan pelayanan publik
harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dilakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan
publik. Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi :
a.       Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk
pengaduan.
b.      Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c.       Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian
pelayanan
d.      Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e.       Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik.
f.       Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Pengertian PATEN
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) adalah penyelenggaraan pelayanan
publik di kecamatan yang proses pengelolaannya, dimulai dari permohonan sampai ke tahap
terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat pelayanan (Dian Utomo; 2010: 32). Satu
tempat ini disini berarti cukup melalui satu meja  atau loket pelayanan. Sistem ini
memposisikan warga masyarakat hanya berhubungan dengan petugas meja/loket pelayanan
di kecamatan.

Maksud Penyelenggaraan PATEN


Dian Utomo 2010:36, mengemukakan PATEN diselenggarakan dengan maksud untuk
mewujudkan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan
bagi Badan/Kantor/Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kabupaten/ kota bagi
kecamatan yang secara kondisi geografis daerah akan lebih efektif dan efisien di layani
melalui kecamatan. Pusat pelayanan masyarakat berarti dimasa datang kecamatan harus
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara proporsional berdasarkan kriteria
dan skala kecamatan di bidang perijinan dan non perijinan.

Asas PATEN
Sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, khususnya jenis pelayanan
administrasi, maka PATEN menganut asas-asas pelayanan publik sesuai dengan Undang-
undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Asas-asas itu
adalah :
1.      Kepentingan umum, yang berarti pemberian pelayanan oleh petugas pelaksana PATEN
tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan;
2.      Kepastian hukum, berarti ada jaminan bagi terwujudnya hak dan kewajiban antara
penerima pelayanan (warga masyarakat) dan pemberi pelayanan (kecamatan) dalam
penyelenggaraan PATEN;
3.      Kesamaan hak, berarti pemberian pelayanan dalam PATEN tidak membedakan suku,
agama, ras, golongan, gender, dan status ekonomi;
4.      Keseimbangan hak dan kewajiban, berarti pemenuhan hak harus sebanding dengan
kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan;
5.      Keprofesionalan, berarti setiap pelaksana PATEN harus memiliki kompetensi yang
sesuai dengan bidang tugasnya;
6.      Partisipatif, berarti peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan PATEN
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;
7.      Persamaan perlakuan/tidak diskriminasi, berarti dalam penyelenggaraan PATEN setiap
warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan yang adil;
8.      Keterbukaan, berarti setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan
memperoleh informasi tentang PATEN;
9.      Akuntabilitas, berarti proses penyelenggaraan PATEN harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan;
10.  Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, berarti ada pemberian kemudahan
terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan;
11.  Ketepatan waktu, berarti penyelesaian setiap jenis pelayanan yang dikelola dilakukan
tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan PATEN;
12.  Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, berarti setiap jenis pelayanan dalam
PATEN dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau oleh warga masyarakat penerima
pelayanan.

2.3      Kerangka Konseptual Penelitian


            Pelanggan atau orang yang menerima pelayanan dalam konsep ini adalah  masyarakat
yang selalu ingin mendapatkan kepuasan yang maksimal terutama dalam hal kualitas
pelayanan publik. Dengan semakin tinginya kualitas pelayanan  publik maka kepuasan
masyarakat terhadap instansi pemerintah terpenuhi.
            Berdasarkan hal diatas, pelayanan publik, kualitas pelayanan publik, standar pelayan
publik,  maka kerangka konseptual penelitian dapat dirumuskan, bahwa Pelayanan
Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)  dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, sehingga diduga ada hubungan antara Pelayanan Adminstrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) dengan peningkatan kualitas pelayanan publik.

2.4      Hipotesis
            Dari penjelasan kerangka konseptual yang ada, maka dibuat hipotesis dari penelitian,
sebagai berikut:
1.  Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) terhadap Peningkatan kualitas pelayanan Publik pada Kantor
Kecamatan Makbon.
2.  Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan
(PATEN) terhadap Peningkatan kualitas pelayanan Publik pada Kantor Kecamatan
Makbon.
Dari  dua hipotesis tersebut, maka peneliti mengambil salah satu hipotesis untuk
penelitian ini bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pelayanan Administrasi
Terpadu (PATEN) terhadap Peningkatan kualitas pelayanan Publik  pada Kantor
Kecamatan Makbon”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1     Pendekatan Penelitian


            Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif
adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan. Menurut Sugiono
(2006;11) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan
atau menghubungkan antar variabel yang satu dengan yang lain. Alasan yang
melatarbelakangi peneliti mengambil pendekatan kuantitatif deskriptif adalah memberikan
fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat populasi atau
daerah tertentu, yaitu untuk memberikan fakta mengenai kualitas pelayanan administrasi
terpadu kecamatan (PATEN).

3.2     Lokasi Penelitian


Lokasi dari penelitian ini bertempat di Kantor Kecamatan Makbon Jalan Trikora
Kabupaten Sorong Papua Barat. Alasan pemilihan lokasi penelitian berdasarkan atas
pertimbangan bahwa kecamatan Makbon merupakan instansi yang sudah menerapkan
kebijakan pelayanan administrasi terpadu kecamatan  (PATEN) sekitar 2 (dua) tahun
terhitung dari tahun 2019.

3.3     Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi
Dalam Saifuddin Azwar (2005; 77) populasi didefinisikan sebagia kelompok
subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagi suatu populasi,
kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama
yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Ciri yang dimaksud tidak
terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri dari karakteristik-
karakteristik individu. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan
Makbon yang menggunakan pelayanan administrasi terpadu kecamatan (PATEN)
dalam kurun waktu 4 (empat) bulan. Pengambilan responden dibatasi guna
mempermudah peneliti didalam melakukan penelitian.

Sampel
Sample menurut sugono (2004:91) sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Dan menurut Hadi (1983:63) adalah sebagian indivdu atau
populasi yang diselidiki. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memiliki
peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilh menjadi
sampel, Sugiono (2006; 95). Kemudian menggunakan teknik Accidental sampling, yang
mana teknik penentuan sampelnya berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.  

3.4  Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara, yaitu
sebagai berikut :
Pengumpulan Data Primer
Data Primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak
tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari
melalui narasumber atau responden, yaitu orang yang dijadikan objek penelitian atau orang
yang kita jadikan sebagai sumber mendapatkan informasi ataupun data (Jonathan Sarwono,
2006;129)  olah Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara membagikan Kuesioner (Angket) yaitu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono,2008:142)
Kuesioner (angket)
Dalam penelitian ini menggunakan angket. Angket adalah teknik pengumpulan data
melalui penyebaran kuesioner (daftar penyebaran/isian) untuk diisi langsung oleh responden
seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun pendapat umum (Abdurrahmat
Fathoni, 2006; 111). Kuesioner dalam penelitian ini dikembangkan dari variabel melalui
standar pelayanan publik yaitu prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan,
produk pelayanan, sarana dan prasarana, dan kompetensi petugas pemberi pelayanan.
Untuk menganalisis jawaban dari responden, maka jawaban diberi skor berdasarkan
skala interval dengan metode Likert. Skala Likert mempunyai interval 1 – 5, untuk jawaban
yang mendukung pertanyaan atau pernyataan diberi skor tertinggi dan untuk jawaban yang
tidak mendukung pertanyaan atau pernyataan diberi skor terendah.
Adapun pemberian skor tersebut adalah sebagai berikut :
-          Skor 4 “untuk jawaban yang menyatakan baik”
-          Skor 3 “untuk jawaban yang menyatakan cukup baik”
-          Skor 2 “untuk jawaban yang menyatakan kurang baik”
-          Skor 1 “untuk jawaban yang menyatakan sangat kurang baik”

Observasi
Pengumpulan data melalui data pengamatan atau observasi dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang dapat melengkapi data kuesioner yaitu dengan melihat kondisi
pada Kecamatan Makbon.

Wawancara
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tak
berstruktur, yaitu wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah disusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan, Sugiyono (2011; 234)
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan (Jonathan Sarwono, 2006; 123). Data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari lembaga atau instansi tertentu. Data sekunder merupakan data yang sudah
diolah oleh pihak lembaga atau institusi tertentu, seperti data profil serta tugas pokos dan
fungsi Kecamatan Makbon.  

Uji Validitas dan Reliabitas


Kuesioner dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kualitas
pelayanan administrasi terpadu kecamatan di Kecamatan Makbon. Untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan dan kecermatan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, maka harus
dilakukan suatu uji Validitas dan Reabilitas, yaitu :
Pengujian Validitas
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang
mampu mengukur apa yang akan diukur, sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono (2006;
137) bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Uji validitas digunakan untuk mengukur ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen penelitian sebagai alat ukur dalam mendapatkan data yang sesuai dengan korelasi
masing-masing pernyataan dengan skor total.
Secara teknis valid tidaknya suatu butir pertanyaan dinilai berdasarkan kedekatan
jawaban responden pada pertanyaan lain. Nilai kedekatan jawaban tersebut diukur
menggunakan korelasi dengan rumuss analisis korelasi Product Moment, yaitu nilai korelasi
setiap butir pertanyaan dengan total butir lainnya.
Uji validitas ditujukan sebagai uji tentang kemampuan suatu angket, sehingga benar-
benar dapat  mengukur apa yang ingin diukur. Sebuah instrumen valid jika mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Pengujian Realibilitas
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai, maka instrumen yang digunakan
untuk mendapatkan data seharusnya merupakan data yang valid dan realibel. Maka setelah
dilakukan uji validasi pada instrumen penelitian, akan dilakukan uji reliabilitas pada
instrumen penelitian.
Jonathan Sarwono (2006; 100) menguraikan bahwa realibilitas menunjuk pada adanya
konsistensi dan stabilitasi nilai hasil skala pengukuran tertentu. Realibilitas berkonsentrasi
pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya. Sugiyono (2006; 138) realibel instrumen
merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu walaupun instrumen
yang valid umumnya realibel, tetapi pengujian realibilitas instrumen yang perlu dilakukan.
Dengan kata lain bahwa instrumen penelitian yang realibel merupakan instrumen penelitian
yang konsisten dan bisa diandalkan. Untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini realibel atau tidak, maka, dilakukan pengujian realibilitas dengan
menggunakan rumus Spearmen Brown. Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen
dibelah menjadi dua kelompok yaitu kelompok ganjil dan kelompok genap, selanjutnya skor
data tiap kelompok itu disusun sendiri. Koefisien ini selanjutnya dimasukkan dalam rumus
Spearman Brown.

3.5 Teknik Analisis Data


            Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
analisis statistik. Analitik  yaitu menggunakan suatu masalah dan keadaan sebagaimana
adanya,sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta (Warsito, 1992:10)
Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil
kosioner maka data yang sudah terkumpul harus diolah dan di analisis. Dalam pengolahan
data ada beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain:
1.      Editing.
Hal ini berarti bahwa semua data yang diperoleh diteliti tentang kelengkapan dan kejelasan
jawaban dari butir-butir pertanyaan yang telah dibuat. Adapun proses editing yang dilakukan
adalah:
a)    Kelengkapan pengisian terhadap semua pertanyaan dalam angket.
b)    Tulisan yang tertera harus dapat dibaca.
c)    Kalimatnya harus jelas maknanya sehingga tidak menyebabkan kesalahan dalam
menafsirkan.
d)    Apakah jawaban-jawaban responden cukup logis dan terdapat kesesuain antara jawaban
yang satu dengan yang lainnya.
 e)    Jawaban harus relevan dengan pertanyaan.

2.      Coding dan Scoring, merupakan usaha mengklasifikasi atau mengelompokkan jawaban


responden berdasarkan macamnya, dengan cara memberikan kode terhadap jawaban
responden dalam kuesioner sesuai dengan kategori masing-masing, kemudian diberikan
skor dengan menggunakan skala likert.
3.      Signifikansi Korelasi Produk Moment
Untuk menguji signifikansi pengaruh (Sugiyono,2008:184) yaitu apakah hubungan
yang ditentukan itu berlaku untuk seluruh populasi yang berjumlah 100 orang, maka perlu
diuji signifikansinya. Rumus uji signifikansi korelasi produk moment
(sugiyono,2008:184) sebagai berikut:
 
Setelah diuji harga “t” hitung, maka signifikansi ditentukan dengan “t” table dengan
tingkatkesalahan 5% maka apabila:
 ρ = 0   :Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan
ρ ≠ 0    :Berarti ada pengaruh yang signifikan
Selanjutnya untuk menetukan tingkat koefisien variabel yang dianalis diatas maka digunakan
interpretasi atau pedoman koefisien korelasi menurut buku Metode Penelitian Kuntitatif dan
Kualitatif Dan R&D (Sugiyono,2008:184).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Faried. 2011. Teori dan Konsep Administrasi: Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju
Redefinisi. Jakarta; Rajawali Pers.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; Rineka
Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Yoggyakarta; Pustaka Pelajar


Dian, Utomo. Sad. 2010. Kebijakan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN).
Direktorat Jenderal Pemetintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan teknik penyusunan Skripsi. Jakarta;
Rineka Cipta.

Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya . Bandung;
Mandar Maju.

Irawan, Prasetya. 2012. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi. Tangerang


Selatan; Universitas terbuka.

Miftah Thoha. 2010. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta; Kencana

Moenir. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta; Bumi Aksara.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuatitatif dan Kualitatif. Yogyakarta; Graha
Ilmu.

Sinambela. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta; Bumi Aksara.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung; Alfabeta.

Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung; Alfabeta.


Dokumen Perundang-undangan

Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang  Pelayanan Publik.

Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang


Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 4 tahun 2010 Tentang Pedoman Pelayanan
Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN).

Anda mungkin juga menyukai