Anda di halaman 1dari 93

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh

masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua

bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan

sebelumnya. Tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yaitu mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual. Pencapaian

tujuan nasional diatas dilakukan dengan rangkaian upaya pembangunan

berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

yang dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudkan

masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan

pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan

suasana yang menunjang. Keberhasilan pembangunan nasional tidak lepas dari

peran dan fungsi organisasi pemerintah yang mengemban tugas-tugas pemerintah

karena keberhasilan organisasi pemerintah dalam mencapai tujuan sangat

mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan tujuan pembangunan

nasional tersebut diperlukan peran serta Pegawai Negara sebagai unsur aparatur

negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang tugasnya adalah untuk

melaksanakan pemerintahan dan tugas pembangunan. Dalam Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun


2

1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pada Bab II, Pasal 3 ayat 1 ditegaskan

bahwa :

Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang

bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,

pemerintahan, dan pembangunan.

Sebenarnya Pegawai Negeri Sipil bukan hanya unsur aparatur

pemerintah, melainkan juga abdi negara dan abdi masyarakat yang pada dasarnya

adalah pelayan masyarakat.

Dengan demikian output dari pelaksanaan tugas adalah berupa jasa

pelayanan kepada masyarakat sehingga pelayanan dikatakan efektif apabila aparat

berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain keberhasilan tugas

pemerintah dalam pembangunan nasional banyak tergantung pada kerja dan

kemampuan pegawai negeri. Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa

kedudukan dan peranan pegawai negeri sangat penting dan menentukan

keberhasilan pembangunan nasional.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pelayanan Terpadu dituntut untuk

dapat menjadi motor penggerak pembangunan karena Perusahaan Listrik Negara

(PLN) Pelayanan Terpadu bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga

akan lebih memahami keadaan dan kondisi masyarakat. Dalam penjelasan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa


3

kelancaran menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan

nasional, terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara, dan

kesempurnaan aparatur negara tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa kesempurnaan birokrasi

aparatur negara kita tercermin dari kualitas kinerja aparatur negara.

Tugas pemerintah tidak hanya melindungi dan mengatur saja, akan

tetapi diantaranya juga memberikan pelayanan dan memberdayakan kepada

masyarakat. Fungsi pelayanan selama ini belum mendapat perhatiKinerja para

aparat birokrasi kita sebab fungsi yang lain lebih dominan dibandingkan porsi

pelayanannya.

Difinisi dari birokrasi pemerintah menempati posisi yang penting dalam

pelaksanaan pembangunan karena merupakan salah satu instrumen penting yang

akan menopang dan memperlancar usaha-usaha pembangunan. Berhasilnya

pembangunan ini memerlukan sistem dan aparatur pelaksana yang mampu

tanggap dan kreatif serta pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip

manajemen modern seperti e - governance yang memiliki bentuk pada efektifitas

dan efisiensi dalam melayani masyarakat. Karena pelayanan yang efektif dan

efisien akan memperlancar jalannya proses pembangunan.

Sejak masa orde baru sampai saat ini, kondisi birokrasi di Indonesia

terkenal sangat buruk seperti inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi,

korupsi dan nepotisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya tuntutan dan keluhan

masyarakat terhadap pelayanan jasa yang dinilai kurang memuaskan Masyarakat


4

semakin jauh dari harapan memperoleh pelayanan sesuai hak yang dimiliki

sebagai warga negara. Birokrasi dalam hal ini pemerintah menjadi kurang

mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ( PKL)

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten ini, dan berdasarkan

pengamatan maka dijumpai hal-hal sebagai berikut :

1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pelayanan publik

2. Belum maksimalnya kualitas kinerja pelayanan publik

1.3 Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Untuk mengetahui sejauh mana kualitas atau kinerja pelayanan publik,

serta pemberdayaan masyarakat dalam partisipasinya untuk menyadari dalam

rangka memberikan hak dan kewajiban, terutama dalam proses pelayanan Listrik

oleh Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

1.4 Manfaat Praktek Kerja Lapangan

1. Mampu mengembangkan daya kreatifitas dalam rangka menerapkan ilmu

yang diperoleh dari bangku kuliah dan pengalaman yang didapat dari

lapangan.

2. Untuk pengembangan karakter mahasiswa pada dunia kerja nantinya, agar

mengerti betul bagaimana bersikap dalam dunia kerja, dan menghadapi

publik dengan sistem pelayanan publik.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi

itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Dengan kata

lain pelayanan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen,

diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan

untuk waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dalam jangka

panjang, Cristopher (1992).

Apabila pelayanan yang bersentuhan dengan pemerintahan menurut

Rasyid (1998), sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan

pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk

melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan

kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan

kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karenanya

birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan

baik dan profesional.

Pelayanan publik ( public services) oleh birokrasi publik tadi adalah

merupakan salah satu perwujuKinerja fungsi aparatur negara sebagai abdi

masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik ( public services)

oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga


6

negara) dari suatu negara kesejahteraan ( welfare state). Pelayanan umum oleh

Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan

pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah

dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah ( BUMN/ BUMD) dalam

bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat

maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang

telah ditetapkan.

Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu

perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin

baik, merupakan indikasi dari pemberdayaan ( empowering) yang dialami oleh

masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak

dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan

dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin

berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik

harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,

transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat

membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan

masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri. Arah


7

pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia

dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat

mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan

masa depannya sendiri.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang

dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan

( aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan

sasaranya.

2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan

secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah

dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian ( transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan

dan kepastian mengenai :

a. Prosedur/tata cara pelayanan;

b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan

administratif;

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan;

d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;

e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan

kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,

rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan
8

wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh

masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung

dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan

keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses

pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya

kelengkapan persyaratKinerja satuan kerja/instansi pemerintah lain yang

terkait.

6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang

menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan

dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh

kembang.

Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas,

birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran ( revitalisasi)

dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah

berubah menjadi suka melayanai, dari yang suka menggunakan pendekatan

kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel

kolaboratis dan dialogis Kinerja cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja

yang realistik pragmatis. Dengan revitalitas birokrasi publik ( terutama aparatur


9

pemerintah daerah), pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam

menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya

dapat terwujud.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan

oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat

( public service function), fungsi pembangunan ( development function) dan

fungsi perlindungan ( protection function).

Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat

mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa

( pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh

masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk

menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya

pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan

diberikan tanpa memandang status, pangkat, Golongan ,Kinerja masyarakat dan

semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan

tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas,

namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam

pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagiKinerja fungsi tadi bisa

menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak

swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan ( partnership), antara

pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara

pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai pelayanan kepada


10

masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang

dikembangkan Osborne dan Gaebler ( 1992).

Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik

murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban

menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules

atau aturan ( kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut

tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena

bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-

kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan

vested interest dan menjadi tidak adil ( unfair rule). Karena itu peran pemerintah

yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia

barang publik murni yang bernama aturan.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat

sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan

masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (

public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauh mana

pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat,

yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan

perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat

pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun

pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu

yang membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz


11

(1994), adalah outputnya yang tidak berbentuk ( intangible output), tidak standar,

serta tidak dapat disimpan dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi

pada saat produksi.

Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi

secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya

keduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang

intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat

tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana

yang dimiliki oleh barang. Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses

interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen.

Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum

adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,

mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan

kepada publik (publik=umum). Senada dengan itu, bahwa pelayanan publik

adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam

usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Dalam versi

pemerintah, definisi pelayanan publik dikemukakan dalam Surat Keputusan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ( SK MENPAN) Nomor 81 Tahun

1993, yaitu segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah

di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) atau

Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik

dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.


12

Tetapi banyak juga bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat

pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun

jasa. Dalam hal ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada

umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang

dikehendaki atau dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan

tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang

direncanakan dan disediakan oleh pemerintah.

Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :

1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya;

2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;

3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan

mereka;

4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas;

5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.

Sumber : Warsito Utomo, (1997)

Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat

terhadap apa yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik

adalah pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu

sejauh mana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka.

Dengan demikian dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara

harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat

mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
13

Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti

ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut

masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah

diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada

pertanyaan berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat

berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.

Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat

tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan publik, yaitu sebagaimana gambar 1

berikut ini :

Gambar 1
Segitiga Keseimbangan dalam Kualitas Pelayanan
(The Triangle of Balance in Service Quality)

BAGIAN ANTAR PRIBADI YANG MELAKSANAKAN


( Inter Personal Component)

BAGIAN PROSES & BAGIAN PROFESIONAL &


LINKUNGAN YANG TEHNIK YANG DIPERGUNAKAN
MEMPENGARUHI (Professional/Technical
(Process/Environment Component)
Component)

Sumber : Warsito Utomo, (1997)


14

Dari gambar 1 tersebut menjelaskan bahwa dalam melihat tinggi

rendahnya kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan adanya keseimbangan

antara :

1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan ( Inter Personal Component);

2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi ( Process and

Environment Component);

3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan

( Professional and Technical Component).

Jadi pada umumnya pelayanan publik juga menpunya hakikat, Pelayanan

merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan

abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945

alenia keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap

masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2.1.1 Paradigma Pelayanan Publik

Birokrasi sebagai wujud organisasi sector public tidak terlepas dari

pengaruh perubahan paradigma tersebut. Mutu yang diberikan aparatur birokrasi

akan sangat menetukan kelangsungan hidup birokrasinya, dan mutu pelayanan

yang diberikan sangat ditentukan oleh pengguna / yang berkepentingan dengan

jasa layanan ( stake holder). Paradigma baru mengenai organisasi pelayanan

aparatur birokrasi pada dasarnya menuntut perubahan dalam orientasi pelayanan,


15

dimana aparatur/ birokrat dituntut memiliki visi dan misi yang jelas, dalam

mewujudkan pelayanan prima kepada pelanggan ( masyarakat). Salah satu

pendekatan yang dapat digunakan dalam paradigma baru mengenai orientasi

pelayanan aparatur/ birokrat adalah pemberdayaan ( empowerment).

Pemberdayaan dalam hal ini dimaksudkan sebagai proses transformasi dari

berbagai pihak yang mengarah pada saling menumbuh kembangkan, saling

memperkuat, dan menambah nilai daya saing global yang sama – sama

menguntungkan.

Paradigma adalah suatu konsepsi yang dapat mendasari seseorang untuk

merefleksikan keyakinanya dalam memberikan pelayanan pada pelangganya,

Agus Dwiyanto, 2002. Sehingga pelanggan yang dilayani tidak lagi menyatakan

bahwa pelayanan aparatur pemerintah dalam melayani pelanggan selama masih

bisa dipersulit kenapa dipermudah, kalau masih bisa dibayar kenapa mesti gratis,

mumpung kita dibutuhkan dll. Uraian tersebut mebuktikan bahwa selama ini

bahwa aparatur pemerintahan dalam melayani masyarakat ( pelanggan) belum

mengacu pada pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan ( pelayanan

yang cepat, tepat, akurat, akurat, murah dan dengan pelayanan yang ramah).

Ungkapan ini memang sangat menggelitik aparatur yang salah satu tugas dan

fungsi pokoknya sebagai pelayan masyarakat. Berikut adalah tabel perkembangan

paradigma pelayanan publik;


16

Unsur-unsur OPA NPM EG NPS

( Old Public ( New Publik ( Entre ( New Publik


Administration) Management) preneural Service)
Goverment)

Tujuan Efisiensi dan Pelayanan Pelayanan Kualitas


professional prima dengan pelayanan
pemberdayaan

Insentif Fungsional dan System System Fungsional


structural konsekuen konsekuen struktur
swasta

Pertanggung Pada klien dan Pada Pada Pada warga


Jawaban konstituen pelanggan ala pelanggan ala negara
secara hierarkis pasar pasar ( citizen)
secara
multidimensi

Kekuasaan Top Pekerjaan dan Pekerjaan dan Warga negara


management pengguna jasa pengguna jasa

Budaya Arogan, rutin, Menyentuh Menyentuh Ramah,


penekanan hati winning hati winning inovatif,
pada ketaatan mind, mind penekanan
menjalankan penekanan pada
aturan dan pada perombakan
efisiensi perombakan kultur
visi dan misi pelayanan

Peran Rowing Steering atau Steering Serving


Pemerintah ( mengayuh) mengarahkan mengarahkan ( melayani)

Konsep Tercermin pada Merupakan Merupakan Merupakan


Kepentingan UU yang agregat agregat hasil dialog
Publik secara politis kepentingan kepentingan mengenai
sudah didesain individu individu nilai
oleh
pemerintah

2.1.2 Arti Paradigmatik Perda pelayanan public di Jawa Timur

Lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 11 Tahun 2005

tentang Pelayanan Publik di Provinsi Jawa Timur ( Perda Pelayanan Publik)

sesungguhnya membuka babak baru dalam eskalasi Publik Service. Perda tersebut
17

merupakan tonggak “perombakan paradigma” dalam relasi politik hokum

pemerintahan di Indonesia yang selama ini terkesan didominasi pandangan “klasik

– antic - positivistik” yang mengabaikan “logika – logika sosial”. Dengan

berbagai contoh “pungli berbiak” dan “calo bergentayangan” di ranah pelayanan

public, ada pula dengan “persyaratan calaon kepala daerah via partai politik” yang

dirumuskan dalam undang – undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah ( UU Pemda). Ini semua adalah simbul “distorsi dan anomaly normatif”

hukum pemerintahan yang jauh dari nuansa spirit Good Governance. Hukum

administrasi perlu berbenah secara konseptual.

Dalam tatanan pemerintahan terdapat konsepsi yang berbelah kontraris:

pemerintah yang berbasis “birokrasi” dan yang berotasi “demokrasi”. Masa

kolonialis – feodalis menciptakan interaksi yang diperintah dan pemerintah yang

berlebel “birokrasi” telah menciptakan “tauhid” public service yang bergerak di

ranah “daulat birokrat” dan bukan “daulat rakyat”. Para birokrat pemerintah

berposisi sebagai “sang tuan” dari pada menjadi “sang hamba ( pelayan)”. Hal ini

terjadi karena pemegang cratie ( kuasa) adalah benar – benar “sang biro”

( bureaucracy), dan rakyat hanyalah sekadar “si butuh”. Dan konteks demikianlah

sesungguhnya “tidak ada yang namanya demokrasi” ( dimana yang memegang

“krasi” adalah “sang demos”). Persoalanya adalah: maukah hokum pemerintahan

yang ”menormakan” perilaku “birokrasi” bergeser ke wilayah “demokrasi” dalam

konstelasi good governance yang “beruhani” transparansi, akuntanbilitas dan

human rights. Dan ini membawa implikasi praksis da psikologis pola – pola

hubungan hukum antara rakyat dengan birokrat: state oriented ataukah people
18

oriented. Pemerintah propinsi dan DPRD Jawa Timur telah mendobrak dan

“mengkreasi demokrasi” melalui perda pelayanan publik.

Hukum pemerintahan dalam lingkup “kecil” kerap kali mengkonstruksi

bahwa para “pemerintah” ( birokrat)- pelayan public civil servants – ambtenaar itu

sebagai landsdienaar ( pengabdi negara) yang hubungan hukumnya termasuk

“openbare diensbetrekking” hubungan dinas public. Organ pemerintahan ini

mempunyai kekuasaan riil ini yang terus bertahan ( staying power) dan mampu

membuat keputusan ( policy – making power). Di Indonesia dalam perkembangan

hukumnya terdeteksi bahwa “birokrat” pada akhirnya memilih jalan hidup sebagai

abdi Negara dan abdi masyarakat, suatu bentuk pengabdian yang mafhum dan

paradoksal. Bisakah mereka melakukan pengabdian kepada Negara dan

masyarakat sekaligus! Tatkala kepentingan masyarakat dan Negara

berseberangan, maka dengan ketentuan hukum yang cenderung menjadikan “abdi

negara” berkehidupan diantara “dosa dan pahala”pemerintah. Dewasa ini hukm

pemerintahan telah ramai membincangkan good governance yang menurut G.H.

Addink mempunyai empat tipe utama: proper administration, demokratik

administration, transparan administration dan human rights administration. Dalam

lingkup ini pola – pola interaksi yang bermuara pada logika “birokrasi” ataukah

“demokrsi” dalam pemerintahan yang berbentuk good governance tentunya

membutuhkan perangkat hukum. UUD 1945 memfirmakan bahwa “Indonesia

adalah Negara hukum”.

Keberadaan hukum seyogianya disikapi dengan produk dan budaya dan

politik yang dicitakan. Penyelenggaraan pemerintah Negara merupakan forum

organisatorik yang didalamnya proses budaya dan politik berlangsung, dan hukum
19

adalah bentuk yang didalamnya produk akhir dari kegiatan tersebut memperoleh

sosoknya. Hukum memang memiliki substrat politik dan politik memperoleh

sesuatu voorlopige stabiliteit dari hukum. Secara spesifik terdapat tiga aspek

utama prinsip good governance dalam pengembangan administrasi pelayanan

publik yaitu finansial, instusional, dan lingkungan Tanpa hukum akan tidak akan

nada pelayanan publik yang ideal sebagai jejaring kehendak politk public.

Keberadaan hukum ( perda pelayanan publik) seyogianya disikapi sebegai produk

budaya politik yang dicitakan. Perda perda pelayanan publik dipropinsi jawa

timur harus mampu menjamin pelaksanaan publik yang “daulah rakyatku”

( demokratis). Demokratisasi pelayanan public adalah wujud nyata tipe ideal

pelaksanaan pelayanan publik dan good governance. Karakteristik good

governance mencitrakan pelaksanaan pelayanan public yang ideal dengan dipandu

oleh prinsip – prinsip dasar: transparansi, partisipasi, akuntanbilitas, responsive,

demokratis, efektif – efisien dan perlindungan hukum hak – hak asasi manusia.

Ciri good governance yang mutlak diinternalisasi dalam pelaksanaan pelayanan

public secara yuridis telah dituangkan dalam perangkat hukum: undang – undang

dasar 1945, UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah maupun, UU No.

28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari

korupsi, kolusi dan nepotisme.

Perda Pelayanan Publik di Provinsi Jawa Timur itu pun disusun dengan

berfondasi aturan hukum yang termaksud dan bersandaran pada UU No. 10 tahun

2004 tentang pembentukan peraturan perundang – undangan. Perda pelayanan

publik ini selayaknya diapresiasi sebagai “ruang penyedia” pengembangan

birokrasi yang bersistem, proposional dan kredibel sebagaimana “dinisbatkan ”


20

oleh banyak pihak. Sebagai system, birokrasi “diharamkan” melakukan “lompatan

– lompatan liar” keluar area fungsionalnya.

Pemilihan orientasi pelayanan public yang dilakukan birokrat secara

yuridis konstitusional harus diberi wadah hokum. Membangun birokrasi yang

proposional dan kredibel tidak cukup dengan tekanan moral tetapi juga dengan

legal. Optic yuridis memang mengkonstruksikan birokrasi itu “sepernafasan”

dengan civil servants alias ambetenaar sebagai abdi Negara yang hubungan

hokum termasuk hubungan dinas public. Mengikuti konsep de bereucratic

organization ala ideal tipe weberian, birokrasi berfungsi sebagai agent bukan

master.

2.2 Peran Strategis Pelayanan Publik

Karena pelayanan public selama ini menjadi ranah dimana Negara yang

diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga – lembaga non-pemerintah.

Dalam ranah ini terjadi pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah

dengan warganya. Buruknya praktek governance dalam penyelenggaraan

pelayanan public sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas. Dan bila

terjadi perubahan yang signifikan pada ranah pelayanan public dengan sendirinya

dapat dirasakan menfaatnya secara langsung oleh warga dan masyarakat luas.

Keberhasilan dalam mewujudkan good governance dalam ranah

pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaKinerja

masyarakat luas bahwa membangun good governance bukan hanya sebuah mitos

tetapi dapat menjadi menjadi suatu kenyataan. Kepercayaan diri sangat penting

dalam kondisi kejiwaan bangsa seperti sekarang ini, mengingat kegagalan –


21

kegagalan reformasi pemerintah selama ini telah menggerogoti semangat warga

bangsa sehingga menjadi pesimis untuk benar – benara mewujudkan Indonesia

baru yang bercirikan praktik good governance. Meluasnya praktek bad

governance dibanyak daerah seiring dengan pelaksanaan desentralisasi dan

otonomi daerah sering meruntuhkan semangat pembaharuan yang dimilik oleh

sebagian bangsa, dan sebaliknya, semakin menumbuhkan pesimisme dan apatisme

dikalangan mereka.

Semakin meluasnya apatisme dan pesimisme ini tentu sangat berbahaya

dalam beberapa hal dapat menumbuhkan toleransi secara luas dalam praktik bad

governance. Praktik bad governance semakin dianggap sebagai yang wajar dan

dapat diterima dalam kehidupan mereka. Warga dan masyarakat luas akan terbiasa

dalam memberikan pembenaran dalam memberikan praktek bad goovernace

dengan mengembangkan mekanisme survival untuk emnyiasati praktek bad

governance ini. Hasil Governance dan Decentralisation Survey 2002 ( GDS 2002)

yang menunjukan bahwa sebagian warga menganggap wajar terhadap praktek

pungutan liar ( pungli) dan justru merasa lega karena proses pelayanan dapat

segera selesai, menjadi indicator bahwa warga bangsa menjadi semakin toleran

terhadap praktek pemerintahan yang buruk ( bad governance). Hal ini tidak saja

dapat mendorong warga untuk mengembangkan mekanisme survival dengan

adanya praktek bad governancen, tetapi juga menghindari upaya untuk

membangun good governance. Kalau hal seperti ini terus terjadi dan semakin

meluas tentu sangat membahayakan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

Dengan menjadi praktik pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam

membangun good governance, maka diharapkan toleransi terhadap praktik bad


22

governaceyang semakin meluas dapat dihentikan. Kesadaran warga bangsa yang

beranggapan membayar pungli adalah bagiKinerja pemerinthan yang buruk ( bad

governance) dapat ditumbuhkan. Keberanian untuk mengatakan tidak kepada bad

governance akan tumbuh meluas dan semangat perubahan akan dapat ditumbuh

kembangkan. Keberanian dan semangat untuk melakukan perubahan ini perlu

dipelihara karena api semangat semakin luas sehingga cahayanya mampu

menyinari perjalanan warga bangsa untuk menuju praktik good governance.

Pelayanan public adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat

diartikulasikan secara relative lebih mudah. Aspek kelembagaan yang selama ini

sering dijadikan rujukan dalam menilai praktik governace dapat dengan mudah

dinilai dalam praktik penyelenggaraan pelayanan public. Seperti dijelaskan

sebelumnya, bahwa salah satu makna penting dalam governance yang

membedakan dengan government, adalah keterlibatan actor – actor di luar Negara

dalam merespon masalah – maslah public. Governance lebih luas dari government

karena dalam praktik governace melibatkan unsur – unsur masyarakat sipil dan

mekanisme pasar.

Dalam pelayanan publik, keterlibatan unsur – unsur masyarakat sipil dan

mekanisme pasar selama ini sudah banyak terjadi, sehingga praktik governance

dalam ranah pelayanan publik sebenarnya bukanlah hal yang baru lagi. Hal ini

merupakan suatu keuntungan untuk mencapai perubahan karena fondasi

keterlibatan unsur masyarakat sipil dan mekanisme pasar sebelumnya telah ada.

Selanjutnya nadalah mereposisi antara ketiga unsur tersebut dan mendistribusi

peran yang proporsional dan saling melengkapi diantara pemerintah, masyarakat

sipil, dan mekanisme pasar sehingga sinergi dapat dikembangkan.


23

Mewujudkan nilai – nilai yang selama ini mencirikan praktek good

governance seperti efisien, non-diskriminatif dan berkeadilan, berdaya tanggap

tinggi, dan memiliki akuntanbilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan

parameternya didalam ranah pelayanan public. Kompleksitas konsep good

governance dan sifatnya yang multidimensional sering mempersulit

pengembangan parameter dan indicator yang dapat digunakan untuk mengukur

perkembangKinerja praktek good governance. Kesulitan memformulasikan tolok

ukur dan indicator yang dapat digunakan praktek good governance menjadi awal

dari kegagalan upaya melakukan reformasi mewujudkan good governance. Tidak

adanya tolok ukur dan indicator yang jelas membuat perkembangan dalam

membangun good governance tidak dapat dimonitor secara jelas sehingga upaya

untuk mengetahui kegagalan atau kebnerhasilanya tidak dapat dilakukan. Tidak

tersedianya tolok ukur dan indicator yang jelas membuat para reinventor dan

pembaharu tidak dapat mengembangkan strategi yang tepat untuk

mengembangkan startegi yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah yang

berkembang dalam proses perubahan. Mereka juga mengalami kesulitan untuk

mengetahi apakah program – program yang dilaksanakan telah menghasilkan

perubahan – perubahan yang berarti dalam berbagai aspek good governance.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan karena menyebabkan langkah –

langkah dalam pengembangan good governance menjadi kehilangan arah dan

strategi yang tepat untuk mengembangkan good governance tidak dapat

dirumuskan dengan baik. Dengan menjadi pelayanan public sebagai pintu masuk

untuk mengenalkan good governance maka tolok ukur dan indicator yang jelas

dari pengembangan good governance menjadi relative mudah dikembangkan.


24

Mengembangkan tolok ukur dan indicator praktik pelayanan public yang

berwawasan good governance dapat dengan mudah dilakukan. Pelayanan public

yang efisien, non-diskriminatif, berdaya tanggap tinggi, dan memilikim

akuntanbilitas yang tinggi dapat dinilai dan diukur secara mudah. Tolok ukur dan

indicator yang sederahana dapat digunakan oleh penyelenggara, warga pengguna,

serta stakeholders lainya dapat dirumuskan dengan mudah. Lebih dari itu,

kemajuKinerja proses pengembangan pelayanan public yang berwawasan good

governance juga dapat dinilai dengan mudah oleh semua stakeholders.

Pelayanan public melibatkan kepentingan semua unsur governance.

Pemerintah sebagai representasi Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar

memiliki kepentingan dan keterlibatan yang penting dalam ranah ini. Pelayanan

public memiliki high stake dan menjadi pertaruhan yang penting bagi berbagai

unsur governance tersebut dan baik buruknya praktek pelayanan public sangat

berpengaruh terhadap unsur – unsurnya. Nasib sebuah pemerintahan, baik di pusat

maupun daerah, akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam

mewujudkan pelayanan public yang baik. Keberhasilan sebuah rezim penguasa

dalam membangun legitimasi kekuasaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan

mereka dalam menyelenggarakan pelayanan public yang baik dan memuaskan

warga.

Apalagi dalam era dimana warga dapat menggunakan hak – hak

politiknya untuk menetukan sebuah rezim dengan cara memilih presiden,

gubernur, bupati dan walikota secara langsung, maka legitimasi kekuasaan akan

sangat ditentukan oleh warga sebagaimana sebagai pengguna jasa terhadap

kemampuan seorang presiden, gubernur, dan bupati atau walikota dalam


25

menyelenggarakan pelayanan yang mereka perlukan. Dalam system pemilu

seperti sekarang ini, warga pengguan dapat berperan seperti konsumen didalam

mekanisme pasar. Konsumen di pasar dapat menghukum suatu penyedia layanan

dengan tidak mengguanakan layanan yang tidak diproduksi oleh penyedia layanan

tersebut. Perilaku konsumen yang demikian dapat membuat perusahaan penyedia

jasa mengalami kerugian besar dan khirnya gulung tikar. Dalam penyelenggaraan

pelayanan publik, warga bangsa yang tidak puas dengan pelayanan yang

diselenggarakan oleh sebuah rezim atau penguasa juga memiliki banyak cara

untuk menghukum rezim penguasa.

Cara tersebut terbentang luas mulai dari tidak menggunakan pelayanan,

mengajukan protes pada penguasa, mengajukan mosi tidak percaya melalui

wakil–wakilnya dilembaga perwakilan, sampai menentukan nasib sang penguasa

ketika pemilu diselenggarakan. Rezim yang gagal dalam melaksanakan

kewajibanya dalam menyelenggarakan pelayanan public yang baik akan diakhiri

kekuasaanya melalui pemilu yang jurdil. Dengan demikian berbagai hal diatas

tentu pejabat publik memiliki kepentingan untuk melakukan pembaharuan dalam

praktik penyelenggaraan pelayanan publik. Nasib mereka, apakah dapat

mempertahankan jabatanya atau tidak, sedikit banyak dipengaruhi oleh penilain

warga terhadap kualitas pelayanan publik yang mereka selenggarakan.

Ketidakpuasan warga terhadap praktek pelayanan publik dapat memperkecil

legitimasi kekuasaan dan membahayakan kelangsungan kekuasaan sebuah rezim

pemerintahan. Bagi warga, reformasi pelayanan publik tentu sangat penting untuk

menjadi prioritas mengingat mereka selama ini telah menjadi korbKinerja praktek

pelayanan publik yang buruk. Hampir dari semua aspek kehidupan sejak
26

dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, warga harus menghadapi pelayanan

pemerintah yang buruk. Seperti yang dilaporkan dalam GDS 2002, praktek

pelayanan publik di Indonesia masih penuh dengan ketidapastian, waktu, biaya,

dan cara pelayanan. Akibatnya adalah, banyak warga yang tidak bisa mengurus

pelayanan secara langsung dan wajar serta lebih suka menggunakan biro jasa.

Reformasi pelayan publik tentu mendapatkan sambutan yang hangat dari warga

dan memperoleh dukungKinerja masyarakat luas.

Mulai dari perubahan pada hal – hal secara langsung dapat dirasakan

oleh masyarakat sangat penting untuk dilakukan. Apalagi dalam mewujudkan

good governance yang membutuhkan perjuangan panjang serta waktu dan stamina

yang banyak, perlu memperoleh dukungKinerja masyarakat secara luas untuk

menumbuhkan semangat dan harapan dalam menghadapi segala rintangan yang

pasti akan ditemui pada saat mengelola proses perubahan. Dukungan yang luas

dari masyarakat dapat membuat lingkuangan perubahan menjadi lebih bersahabat

dan menjadi modal awal yang baik bagi proses perubahan itu sendiri.

Bagi mekanisme pasar, pemilihan pelayanan publik sebagai titik awal

untuk memulai perubahan tentu sangat menarik. Mereka selama ini sangat

dirugikan oleh kualitas pelayanan pemerintahan yang buruk, bahkan sejak

perusahaan mereka belum berdiri. Mereka merasakan pelayanan pemerintahan

yang buruk mulai dari pengurusan ijin usaha dan segala macam ijin lainya,

pengelolaan tenaga kerja, dan pengelolaan kegiatan operasional sehari – hari.

Pelayanan pemerintah yang buruk ini sering kali membuat biaya

transaksi yang sangat tinggi. Akibatnya biaya produksi total yang harus dibayar
27

oleh perusahaan menjadi besar dan perusahaan menjadi kurang mampu bersaing

dipasar global. Hal seperti ini juga memperburuk iklim investasi dan mempersulit

upaya untuk menciptakan lapangan kerja. Para pelaku pasar tentu menyambut

gembira dan memberi dukungan pada upaya mewujudkan pelayanan public yang

berwawasan good governance. Dukungan mereka sangat penting karena

penguasaan tehadap sumber daya ekonomi dan politik yang besar diperlukan

untuk mendukung keberhasilan reformasi pelyanan publik. Dengan dimulai

perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh

para pelaku pasar maka dukungan mereka akan semakin besar dan nyata. Dengan

demikian upaya untuk mengembangkan good governance akan memperoleh

dukungKinerja berbagai stakeholders yang luas. Dukungan ini sangat penting

dalam menentukan keberahsilan upaya tersebut karena upaya membangun good

governance membutuhkan stamina dan tenaga yang kuat.

Maka dengan kita juga harus mengetahui dan melihat misi utama dari

birokrasi untuk melayani warga dan meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi

warga. Pengembangan budaya baru yang sesuai dengan visi dan misi sebagai agen

pelayanan publik tentu harus dilakukan. Orientasi pada kekuasaan yang sangat

kuat selama ini telah menggusur orientasi pada pelayanan

2.3 Kualitas dan Penilaian Pelayanan Publik

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi

harapan. Kata kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh

pengertian kualitas menurut Fandy Tjiptono (1995) adalah :


28

1. Kesesuaian dengan persyaratan;

2. Kecocokan untuk pemakaian;

3. Perbaikan berkelanjutan;

4. Bebas dari kerusakan/cacat;

5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;

6. Melakukan segala sesuatu secara benar;

7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima.

Yang menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut – atribut apakah yang ikut

menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut

tersebut yaitu antara lain :

1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;

2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang

melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;

5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang

tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;

6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC,

kebersihan dan lain-lain.

Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang

diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah

suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithaml

(1990) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 10 (sepuluh) dimensi


29

yang harus diperhatikan dalam melihat tolok ukur kualitas pelayanan publik, yaitu

sebagai berikut :

1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;

2. Realiable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;

3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab

terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;

4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang

baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;

5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan

konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;

6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan

masyarakat;

7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan

resiko;

8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;

9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara,

keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu

menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;

10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui

kebutuhan pelanggan.

Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability,

dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas

pelayanan yang mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu
30

pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima

pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari

pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas

pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu

pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu

diberikan.

Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan

berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini

tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang

lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini

yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan

produsen di dalam menilai kualitas pelayanan.

Gambar 2
Matrik Penilaian Pelayanan
Tingkat kesulitan Tingkat kesulitan pengguna di dalam
produsen di dalam mengevaluasi kualitas

Mengevaluasi kualitas Rendah Tinggi

Rendah Mutual knowledge Producer knowledge

Tinggi Consumer knowledge Mutual ignorance

Sumber : Kieron Walsh, 1991 (dalam majalah Public Administration)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kualitas dapat diberi pengertian

sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang

menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali


31

diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan

persyaratan atau kebutuhan.

Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan

Peningkatan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah:

1. Meningkatkan mutu produktivitas palaksanaan tugas dan fungsi instansi

pemerintah di bidang pelayanan umum.

2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan,

sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara berdaya guna dan

berhasil guna.

3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat

dalam pembangunan serta dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

luas.

Oleh karena itu dalam pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur

dasar sebagai berikut :

1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan

diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak;

2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi

kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh

pada efisiensi dan efektivitas;

3. Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat

memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat

dipertanggung jawabkan;
32

4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa

harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban

memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya.

Selain itu, Zeithaml, Valarie A., (et.al) (1990) mengatakan bahwa ada 4

(empat) jurang pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik, yaitu

sebagai berikut :

1. Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat;

2. Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan masyarakat;

3. Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri;

4. Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.

Beberapa peneliti pernah melakukan Praktek Kerja Lapangan bahwa ada

7 (tujuh) hal yang harus dihindari oleh pemerintah dalam melakukan pelayanan

publik, ketidaktahuan pemerintah akan hal ini menyebabkan timbulnya jurang

pemisah antara masyarakat dengan pemerintahnya, yaitu :

1. Apatis;

2. Menolak berurusan;

3. Bersikap dingin;

4. Memandang rendah;

5. Bekerja bagaikan robot;

6. Terlalu ketat pada prosedur;

7. Seringnya melempar urusan kepada pihak lain.

Sementara itu, peneliti lain pernah melakukan Praktek Kerja Lapangan untuk

mengetahui faktor buruknya kualitas pelayanan publik pada birokrasi pemerintah, yang

lebih banyak disebabkan :


33

1. Gaji rendah;

2. Sikap mental aparat pemerintah;

3. Kondisi ekonomi buruk pada umumnya.

Pada hakekatnya, kualitas pelayanan publik dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan yang

sesungguhnya mereka inginkan. Apabila pelayanan dalam prakteknya yang

diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka, maka

pelanggan tersebut dikatakan sudah memuaskan. Pengaruh harapan pelanggan

dengan kenyataan yang diterima

Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan berbagai manfaat,

diantaranya hubungan antara pelanggan dan pemberi layanan menjadi harmonis,

sehingga memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan,

membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) (lihat

gambar 3). Yang menguntungkan bagi pemberi layanan, reputasi yang semakin

baik di mata pelanggan, serta laba (PAD) yang diperoleh akan semakin meningkat

(Tjiptono, 1995).

Hakekat dan Makna Pelayanan

Hakikat dari pada service (pelayanan) terdapat 3 hal dalam hakekat

pelayanan yaitu :

a. Menciptakan Kepuasan Pelanggan

Pelayanan itu dapat dikatakan baik apabila dapat menciptakan

kepuasan pelanggan. Memang agak sulit dalam mengukur sampai dimana

tingkat kepuasan pelanggan dapat terpuaskan oleh Karyawan perusahaan.


34

Banyak diantara kita sering menaganggap bahwa pelanggan atau

nasabah hanyalah mereka pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan

dan pihak Karyawan dalam perusahaan tidak dianggap sebagai nasabah. Jika

hingga saat ini masih terdapat anggapab bahwa yang disebut dengan nasabah

hanyalah orang luar perusahan (pihak ketiga) yang berhubungan dengan

perusahaan, maka penciptaan kepuasan pelanggan tidak akan tercapai dengan

baik.

Dikatakan oleh Hermawan Kertajaya (2000-190) bahwa sesungguhnya

penciptaan kepuasan pelanggan hanya dapat dilakukan oleh para people

(Karyawan perusahaan) yang telah terlebih dahulu mendapatkan service oleh

pemilik perusahaan yang dalam hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk

kesejahteraan Karyawan . Dan pada akhirnya pelanggan yang terpuaskan oleh

pemberi service akan dapat memberikan keuntungan jangka panjang kepada

perusahaan. Begitu seterusnya, dan pada akhirnya perusahaan dapat tumbuh

dan berkembang menjadi perusahaan yang besar dan menguntungkan.

Sehingga untuk dapat menciptakan kepuasan kepada pelanggan, tidak

saja menjadi tugas para fron linier tetapi semua jajaran dalam perusahaan

mulai dari petugas satpam sampai dengan direktur mempunyai tugas yang

sama untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Oleh karenanya

dikatakan bahwa untuk dapat menciptakan kepuasan kepada pelanggan

terlebih dahulu harus tercipta suatu synergitas di dalam tubuh perusahaan

tersebut.
35

b. Menciptakan Pola Piker orang lain

Kita tahu bahwa motto perusahaan merupakan janji perusahaan

tersebut kepada pihak ketiga yang harus ditepati. Namun oleh siapakah janji

tersebut harus dilaksanakan kadang-kadang tidak jelas. Kadang-kadang

masing-masing bagian dalam perusahaan saling tuding dan menuduh bahwa

bagian customer servislah yang mempunyai tugas untuk memberikan

kepuasan kepada pelanggan.

Melalui motto perusahaan itulah citra perusahaan tercipta, dan yang

terpenting adalah bagaimana kita dapat menjanjikan sebatas yang diinginkan

oleh pelanggan, jangan sesekali kita memberikan yang lebih tinggi dari yang

dinginkan.

c. Front Linier

Fungsi : Melayani kebutuhan pelanggan

Peran : - Ujung tombak perusahaan

- Komunikator / hubungan interpersonal

- Duta perusahaan

Penting : - Peluang bertemu dengan pelanggan

- Peluang mendapat informasi dari dan mengenai pelanggan


36

- Peluang membentuk opini perusahaan

d. Makna Pelayanan

Pelayanan disini dapat diartikan sebagai :

- Lebih ditekankan pada pelayanan

- Pada era kompetisi / persaingan ketat setiap produk yang bervariasi mudah

- Kesan yang ada mudah dan untuk ditinggalkan

- Penting untuk menekankan sisi personal service

- Dasar untuk melakukan peningkatan secara menyeluruh

- Citra diri

- Citra perusahaan

C. Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Umum

Menurut Keputusan menteri Penerbitan Aparatur Negara No 81 tahun

1993 : Segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi

Pemerintah Pusat di Daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara /

Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupaun dalam rangka pelaksanaan ketentuan

perundang-undangan.

2. Program Model Pelayanan Publik Yang Prima

- Kebijaksanaan Pemerintah dalam perbaikan dan peningkatan mutu

pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, tertuang dalam Inpres


37

No. 1 tahun 1995 yang tata laksanan pelayananannya berpedoman pad

Kep. Men.Pan Nomor 81 tahun 1993.

- Pedoman tata laksanan pelayanan umum atas dasar mutu / kualitas sampai

saat ini masih berpedoman pada Kep Men. Pan Nomor 81 tahun 1993.

- Manajemen pelayanan prima Birikrasi pemerintah disamakan dengan

manajemen pelayanan perusahaan.

- Birokrasi Pemerintah di dalam memberikan pelayanan lebih berpeluang

dari perusahaan, oleh karena itu perbaikan pelayanan terwujudnya

konsepsi pelayanan baik ditinjau dimensi menejerial dan dimensi kualitas

untuk kepuasan pelanggan.

3. Hakekat Pelayanan Umum Yang Prima

- Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi

Instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

- Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksanan pelayanan

umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.

- Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat

dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

- Untuk mewujudkan hakekat pelayanan prima harus dilaksanakan

rangkaian kegiatan terpadu bersifat :


38

 Sederhana, aertinya prosedurnya pendek, cepat, tepat dan lancara.

 Terbuka, artinya diinformasikan sejujurnya secara luas, lewat

penyuluhan, brosur, media radio, media televise, dan apabila perlu

lewat media internet.

 Lancar, artinya pelayanan yang diberikan harus ikhlas dan sepenuh

hati.

 Tepat, artinya pelayanan yang diberikan secara lengkap di satu tempat

pelayanan.

 Wajar, artinya tidak ada tambahan di luar ketentuan yang mendasari.

 Terjangkau, artinya biaya pelayanan disesuaikan dengan tingkat

kemampuan dan daya pikul masyarakat.

4. Sendi-Sendi Kualitas Pelayanan Menurut Keputusan Menteri Penerbitan

Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993

Hakekat pelayanan publik yang prima adalah meliputi titik startegis

interaksi antara pemberi layanan dan penerima layanan oleh karena itu harus

mengandung sendi-sendi kualitas pelayanan sebagai berikut :

- Kesederhanaan, dimaksudkan adalah indikator kinerja prosedur pelayanan

tidak berbelit-belit, lancer, cepat dan mudah dilaksanakan

- Kejelasan dan kepastian, dimaksudkan adalah hak dan kewajiban bagi

yang melayani dan yang dilayani diatur jelas dan dilaksanakan dengan

konsisten.
39

- Keamanan, dimaksudkan harus aman dan memberikan kenyamanan serta

kepastian hukum.

- Ketertiban, dimaksudkan adalah indikator kinerja informasi pelayanan

disampaikan secara terbuka dan luas kepada masyarakat.

- Efisien, dimaksudkan adalah indikator kinerja persyaratan pelayanan

hanya yang berkaitan langsung dengan pelayanan dan tidak diulang-ulang.

- Ekonomis, dimaksudkan adalah indikator kinerja biaya pelayanan wajar

dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan masyarakat.

- Keadilan yang merata, dimaksudkan adalah indikator kinerja perlakuan

adil terhadap semua peminta layanan.

- Ketepatan waktu, dimaksudkan adalah indikator kinerja waktu yang

dijanjikan untuk semua layanan harus dipenuhi.

5. Ciri Pelayanan Jasa

Sejumlah kriteria / cirri yang membedakan pelayanan jasa dari pelayanan

barang (Gaspersz, 241:1974)

- Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output)

- Pelayanan merupakan output Jawaban Responden, tidak standar

- Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat disimpan

dalam produksi.

- Terdapat hubungan yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan

- Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.

- Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.


40

- Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang

memberikan pelayanan.

- Perusahaan jasa biasanya bersifat pada karya.

- Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelayanan.

- Pengukuran efektifitas pelayanan bersifat subjektif.

- Pengendalian kualitas dibatasi pada pengendalian proses

- Option penetapan harga lebih rumit.

Tabel 1. Standarisasi Pelayanan Minimal

Bentuk Standart Pelayanan Minimal (SPM)


jenis
peleyanan Indikator Jawaban Standard Satuan Hasil
Kinerja Responden Kualitas Ukuran
Kinerja

Barang / Informasi Penyuluhan, Baik / 3


jasa Brosur, radio, terbuka
TV, Internet
Seuai Tepat
Persyaratan Wajar 3
Terjangkau Baik /
Biaya efisien 3
Cepat, Lancar,
Prosedur Baik
Mudah
dipahami, ekonomi
3
mudah
Baik/
dilaksanakan,
sederhana
tidak berbelit-
belit
Tepat, cepat
Waktu 3

Baik /
ketepatan
Aman,
waktu
Hasil Nyaman, pasti 3
Baik /
Jelas, Aman
41

Hak dan Konsisten 3


Kewajiban
Baik, jelas
Perlakuan dan pasti
Adil Tidak ada
deskriminasi Baik /
budaya antri keadilan 3
yang
merata

Sumber : Gaspersz, 241:1974

6. Prinsip Kualitas Pelayanan

a. Prinsip Kualitas Pelayanan

Selanjutnya, berkaitan dengan kualitas pelayanan maka Lovelock

(225:1992) menyatakan perlunya perhatian lima prinsip untuk

menyiapkan kualitas pelayanan :

- Tangibles the appeareance of physical facilities, equipment and

communication materials (berwujud, seperti penampilan fisik,

peralatan, personal dan komunikasi material).

- Reliability, the ability to perform the promised service dependably and

accurately (handal, yaitu kemampuan membentuk pelayanan yang

dijanjikan dengan tepat dan memiliki ketergantungan)

- Responsiveness, the willing ness to help and provide prompot service

(pertanggungjawaban, yakni rasa tanggung jawab terhadap mutu

pelayanan)
42

- Assurance, the knowledge and courtesy of employess and their ability

to convoy and confidence (jaminan, yaitu pengetahuan, perilaku dan

kemampuan pegawai)

- Empathy, the provision of caring, individualized attention to

customers (empaty, perhatian perorangan pada pelanggan).

b. (Lima) Dimensi untuk menentukan kualitas pelayanan Fitzsimmons

(190:1994)

- Reability, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis

pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsemen / pelanggan

- Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen

dan memberikan pelayanan yang cepat.

- Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan,

kepercayaan diri dari pemberi pelayanan serta respek terhadap

konsumen

- Empathy, kemauan pemberi pelayanan untuk melakukan pendekatan,

memberi perlindungan layanan layanan serta respek terhadap

konsumen.

- Tangibles, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, serta

peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.


43

7. Perilaku pelayanan Publik dan Kepuasan Pelanggan

a. Perilaku Pelayanan Publik

1) Faktor manusia dalam memberikan pelayanan sangat berpengaruh

terhadap kepuasan pelanggan, oleh karena itu dalam memberikan

pelayanan hendaknya mengacu pada hal-hal berikut :

- kepuasan total pelanggan

- menjadikan kualitas sebagai tujuan utama dalam pelayanan

- membangun kualitas dalam sebuah proses

- menerapkan filosofi berbicara berdasarkan fakta

2) Bagi aparatur pelayanan selain dituntut menggunakan acuan seperti

diatas, juga diharapkan :

- memahami apa itu kualitas

- mengidentifikasi keistimewaan produk sehingga mampu

memberikan kepuasan pelanggan

- memahami transformasi manajemen kualitas

- mengaplikasikan konsep kualitas dalam manajemen

- mengevaluasi pratek-praktek manajemen kualitas


44

1. Karakteristik utama pekerjaan

Dengan didasarkan pada model karakteristik utama pekerjaan yang

dikembangkan oleh Hackman dan Oldham, terdapat lima karakteristik utama

dari pekerjaan yang mempengaruhi kondisi kejiwaan kritis. Tiga karakteristik

mempengaruhi arti pekerjaan, satu karakteristik mempengaruhi

tanggungjawab dan satu yang terakhir berpengaruh terhadap pengetahun atas

hasil atau keluaran.

a. Arti penting pekerjaan

Tiga karakteristik utama pekerjaan dihipotesiskan mempengaruhi

arti pekerjaan bagi individu. Tiga karakteristik tersebut didefinisikan

seperti sebagai berikut:

1. Ragam keterampilan. Tingkat dimana pekerjaan membutuhkan

ragam aktivitas yang berbeda dalam menyeleseikannya,

termasuk digunakannya ketrampilan-ketrampilan yang berbeda

dan bakat individu.

2. Identitas Tugas. Tingkat dimana tugas membutuhkan

penyelesaian dari “keseluruhan” dan bagian yang bisa

diidentifikasikan dari pekerjaan – artinya melakukan suatu

pekerjaan dari awal sampai akhir dengan suatu hasil kerja

nyata.
45

3. Arti Tugas. Sejauh mana pekerjaan berpengaruh terhadap hidup

atau pekerjaan oranglain, baik dalam organisasi itu sendiri

maupun lingkungan. (Kast dan Rosenzweig, 1991:307).

Masing-masing dari ketiga karakteristik tersebut memberikan

sumbangan terhadap keseluruhan anggapan atas arti pekerjaan. Pekerjaan

dengan karakteristik yang tinggi disini secara alami mempunyai potensi

yang besar untuk menumbuhkan perasaan berarti bagi seseorang didalam

melaksanakannya. Namun penting untuk digarisbawahi bahwa perasaan

berarti ini tidak harus ditumbuhkan oleh keseluruhan dari ketiga

karkteristik utama pekerjaan tersebut. Meskipun salah satu dari

karakteristik tersebut tidak menonjol, bisa saja perasaan berarti tersebut

tetap tumbuh.

b. Tanggung jawab atas hasil kerja pekerjaan

Otonomi adalah karakteristik keempat yang dihipotesiskan

mempunyai hubungan langsung terhadap tingkat tanggungjawab pribadi

terhadap keluarannya. Otonomi sendiri diartikan sebagai “sejauh mana

pekerjaan memberikan kebebasan, keleluasaan, dan kebijaksanan bagi

individu dalam menjadwalkan pekerjaanya dan menentukan prosedur yang

akan dipakai dalam pekerjaannya”, (Kast dan Rosenzweig, 1991:307).

Jika seseorang merasa bahwa dia secara pribadi merasa

bertanggungjawab atas efektifitas kerja, adalah penting untuk menyusun


46

suatu pekerjaan yang menyediakan tingkat kebebasan, keleluasaan dan

kebijaksanaan dalam menentukan bagaimana serta kapan pekerjaan

tersebut dilaksanakan. Menurut pendapat Feldman dan Arnold bahwa “…

it is essential that the job provide the individual with some degree of

freedom, independence, and discretion in determining precisely how and

when the works is to be performed”, (Feldman dan Arnold, 1985:243).

c. Pengetahuan atas hasil kerja aktual

Tingkat pengetahuan atas hasil aktual dari aktivitas kerjanya

ditentukan oleh tingkatan dimana pekerjaan memberikan umpan balik

langsung pada pekerja. Umpan balik disini didefinisikan sebagai “sejauh

mana pelaksanaan aktifitas pekerjaan yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu

akan menghasilkan diperolehnya informasi langsung dan jelas oleh

individu mengenai efektifitas dari pekerjaannya”, (kast dan Rosenzweig,

1991:307).

Ada banyak sumber dari umpan balik yang berkenaan dengan

prestasi kerja individu seperti dari atasan, ataupun rekan keja. Namun

disini dibatasi hanya pada umpan balik yang dapat ditangkap langsung

oleh individu sebagai hasil dari pekerjaannya. Menurut Feldman dan

Arnold (1985:243), “it should be pointed out that emphasis here is upon

feed back that the individual receives directly as a result of performing the

job obviously there are other sources of feed back such as superiors and

coworkers”.
47

2. Perbedaan Individu

Model karakteristik utama pekerjaan ini tidak menganggap bahwa

pekerjaan yang baik daari sei karakteristik utama pekerjaan akan membawa

pada motivasi kerja internal yang baik bagi setiap orang. Pada kenyataannya

model karakteristik utama pekerjaan mengidentifikasikan tiga karakteristik

individu yang mempengaruhi atau menengahi hubungan disain pekerjaan dan

motivasi kerja internal. Ketiga karakteristik tersebut adalah pengetahuan dan

keterampilan, pertumbuhan dan kekuatan, konteks kepuasan, (Feldman dan

arnold, 1985:244).

a. Pengetahuan dan keterampilan

Pekerjaan dengan karakteristik utama yang kuat mempunyai

potensi untuk menimbulkan motivasi kerja internal yang baik. Namun

bagaimanapun juga prestasi kerja pada pekerjaan tidak hanya ditentukan

oleh motivasi pekerja, tapi juga relevansi antara pekerjaan dengan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja. Feldman dan Arnold

mengatakan:

“Workers with a high degree of job relevant knowledge and skill, when
placed on job with high motivating potential are likely to perform well and
as a result, will experience positive feeling, self rewards and continued
high level of internal motivation. On the other hand, workers lacking
knowledge and skill requaired for the job will be unable to perform well
regardless of high levels of internal motivation generated by the work
itself. The result will be poor performance, negative feelings, no self-
rewards and before long, a drastic reduction in the capacity of the job to
generate the key psychological states and hence internal motivation”,
(Feldman dan Arnold, 1985: 245).

Dari pendapat tersebut, bisa disimpulkan bahwa meskipun motivasi

kerja internal dari suatu pekerjaan tinggi, akan tetapi apabila tidak ada
48

relevansinya dengan pengetahuan dan keterampilan pekerja terhadap

pekerjaan tersebut maka tidak akan berarti apa-apa.

b. Kekuatan dan kebutuhan untuk berkembang

Kebutuhan untuk berkembang didefinisikan oleh Feldman dan

Arnold sebagai: “Individual’s needs for such things as personal

accomplishment, learning and personal growth, and development”

(1985:246). Menurut model karakteristik utama pekerjaan ini, individu

dengan keinginan kuat untuk tumbuh dan berkembang akan lebih

memberikan respon positif pada pekerjaan dengn motivasi yang tinggi

daripada mereka yang keinginan untuk tumbuh dan berkembangnya

lemah. Perbedaan reaksi ini terjadi dalam dua cara, yaitu:

1. Orang dengan keinginan untuk berkembang kuat akan lebih

menunjukkan kejiwaan kritis yang dalam saat ditempatkan

pada pekerjaan dimana kelima karakteristik utama pekerjaan

adalah tinggi.

2. Orang dengan keinginan untuk berkembang yang kuat akan

menunjukkan tingkat motivasi internal yang lebih tinggi ketika

kondisi kejiwaan kritis muncul daripada individu dengan

keinginan untuk tumbuh dan berkembang yang lemah.

c. Konteks kepuasan

Pada dasarnya pekerjaan tersebut bukanlah satu-satunya faktor

yang mempengaruhi orang untuk bekerja dan puas akan pekrjaannya. Ada

bermacam-macam faktor yang mempengaruhi seperti upah, supervisi

rekan kerja, dan kondisi kerja. Jika individu merasa tidak puas dengan
49

beberapa faktor tersebut lalu kemudian diargumenkan bahwa potensi

pekerjaan yang diperkaya bisa menghasilkan tingkat yang tinggi atas

motivasi internal maka hal tersebut adalah kurang bernar. Orang yang

merasa telah diperlakukan dengan tidak adil dalam hal upah, supervisi

yang buruk, dan rekan kerja yang tidak bersahabat didalam llingkungan

yang kurang menyenangkan, cenderung untuk tetap tidak puas meskipun

pekerjaan tersebtu menantang dan menjanjikan.

A. Produksi dan karakteristik utama pekerjaan produksi massa

1. Pengertian produksi

Produksi didefinisikan sebagai “setiap usaha manusia yang membawa

benda kedalam suatu keadaan, sehingga dapat dipergunakan untuk memenuhi

kebutuhan manusia dengan baik”, (Harsono, hal. 9). Sedangkan menurut

Mohammad Hatta, produksi adalah “segala pekerjaan yang menimbulkan

guna, memperbesar guna yang ada dan membagikan guna itu diantara orang

banyak”, (Harsono, hal 9).

Joko Winarso memberikan dua batasan definisi produksi, yaitu:

 Proses mengubah barang dari kurang berguna menjadi lebih

berguna. Contoh: sebatang kayu yang hanyut di sungai adalah

barang yang kurang berguna, lalu ada orang yang mengambilnya

dan merubah kayu itu menjadi kursi.

 Proses mengubah bahan baku menjadi barang jadi, (Winarso,

1995:78)
50

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

produksi merupakan usaha untuk meningkatkan hasil guna suatu barang

hingga dapat dipergunakan secara maksimal oleh manusia.

2. Pengertian produksi massa

Semakin besarnya kebutuhan manusia akan barang juga menuntut

pengadaan barang tersebut dalam jumlah yang besar. Untuk memenuhi tuntuta

tersebut, lahirlah teknologi produksi massa.

Produksi massa didefinisikan oleh Harsono sebagai; “produksi untuk

kepentingan massa”, selanjutnya dikatakan bahwa, “…lain halnya dengan

proses produksi massa, karena proses produksi ini boleh dikatakn terus

menerus atau kontinyu, tidak mengalami perubahan. Pabrik akan membuat

produk yang sama dari waktu ke waktu, (Harsono, Hal 40).

Selanjutnya Winarso memberikan pengertian tentang produksi massa

seperti berikut: “Produksi besar-besaran merupakan kumpulan proses yang

jumlahnya lebih besar dari produk yang diproduksi. Hasil produksi masing-

masing sama dengan berikutnya”, (Winarso, 1995:97).

3. Karakteristik Utama Pekerjaan Produksi Massa

Menurut Sayles dan Staruss (1996:74): “Dalam menganalisa pekerjaan

produksi massa, para ahli telah berkonsentrasi pada delapan karakteristik

utama. Kami menyebutkan autonomi, ketrampilan, arti, identitas, umpan balik,

varies, perhatian dan hubungan sosial”.

Menurut Sayles dan Strauss (1996:74) karakteristik utama dari

pekerjaan produksi massa antara lain:


51

1. Autonomi. Pekerjaan produksi massa dirancang untuk

menghilangkan semua kebijakan karyawan.

2. Keterampilan. Hampir tidak perlu dikatakan bahwa pekerjaan yang

sudah diprogram dan sangat dispesialisasi seperti itu merenggut semua

persaan mampu berkerja.

3. Arti pekerjaan. Sama jelasnya bahwa setiap pekerjaan karyawan

produksi massa tidak mempunyai arti pekerjaan sekalipun produk

akhir merupakan produk yang sangat memberikan arti bagi kehidupan

manusia. Sumbangan individual terasa remeh disini.

4. Identitas tugas. Pekerjaan produksi massa secara khas tidak

menimbulkan rasa berhasil atau bahkan perasaan maju kearah suatu

tujuan.

5. Umpan balik. Kalau kita ingin mempunyai sebuah persaan

berprestasi, kita harus memiliki suatu cara untuk mengukur kemajuan.

Banyak pekerjaan rutin dianggap monoton justru karena tidak adanya

saran untuk mengecek kemajuan.

6. Variasi. Pekerjaan produksi massa cenderung membosankan dan

berulang-ulang.

7. Perhatian. Sebuah faktor lain yang mempengaruhi kepuasan para

pekerja adalah banyaknya perhatian yang dibutuhkan. Pekerjaan yang

paling tidak memuaskan adalah yang membutuhkan perhatian yang

dangkal. Disini orang harus mengerjakan tugas rutin yang tidak

menarik.
52

8. Hubungan sosial. Pengulangan fisik dari banyak pekerjaan pabrik

mengurangi kesempatan untuk berhubungan sosial.

B. Kepuasan Pelanggan

1. Definisi Kepuasan Pelanggan

Pada dasarnya Kepuasan Pelanggan merupakan hal yang bersifat

individual. Setiap individu akan memiliki tingakt kepuasan masing-masing

yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini

disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin

banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu

tersebut, maka semaki tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, demikian juga

sebaliknya.

Definisi Kepuasan Pelanggan menurut Wesley dan Yuki (1977)

adalah: “The way an employee feels about his or her job”, (As’ad, 1987:105).

Mengutip pendapat lain yaitu pendapat dari Hoppeck yang merupakan

kesimpulannya setelah meneliti sebuah perusahaan di Pennsylvinia, USA,

Hoppeck mengatakan kepuasan pekerja sebagai: “Penilaian dari pekerja yaitu

seberapa jauh pekerjaanya secara keseluruhan memuaskan ekbutuhannya”,

(As’ad, 1987:105). Sedangkan definisi Kepuasan Pelanggan menurut

Feldman dan Arnold (1985:192), adalah: “the amount of overall positive

affect (or feeling) that individuals have toward their jobs”.

Definisi lain dari Kepuasan Pelanggan tercermin dari pendapat Tiffin

(1958) yang mengatakan bahwa “Kepuasan Pelanggan berhubungan erat

dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja,

kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan”, (As’ad, 1987:105).


53

Pengertian kepuasan secara lebih lengkap dapat dilihat dari pendapat Blum

yang mengemukakan bahwa “Kepuasan Pelanggan merupakan sikap umum

yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor

pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja”

(As’ad, 1987:105).

Dari batasan-batasan mengenai Kepuasan Pelanggan tersebut, batasan

secara sederhana dan operasionalnya dapat disimpulkan bahwa Kepuasan

Pelanggan adalah persaan seseorang terhadap pekerjaanya. Ini berarti bahwa

konsepsi Kepuasan Pelanggan semacam ini melihat kerja itu sebagai hasil

interaksi antaramanusia dengan pekerjaanya yang meliputi perbedaan

individual maupun situasi lingkungan kerja. Di samping itu perasaan

seseorang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari

sikapnya terhadap pekerjaan itu sendiri. Batasan-batasan tentang Kepuasan

Pelanggan tersebut rata-rata juga tidak dibatasi hanya pada rasa puas saja, tapi

juga dikonsepsikan sebagai rasa puas dan tidak puas.

2. Teori-teori Kepuasan Pelanggan

Menurut Wexley dan Yuki ada tiga teori Kepuasan Pelanggan yang

lazim dikenal, yaitu:

a. Discrepancy Theory

b. Equity Theory

c. Two Factor Theory

a. Discrepancy Theory
54

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur

Kepuasan Pelanggan sesorang dengan menghitung selisih antara apa yang

seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locker (1969)

menerangkan bahwa: “Kepuasan Pelanggan seseoarang bergantung pada

discrepancy antar should be (expectation, needs, atau value) dengan apa

yang menurut persaanya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai

melalui pekerjaannya. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila

tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas

kenyataan, kaerna minimum yang diinginkan telah terpenuhi”, (As’ad,

1987:106). Apabila yang didapati ternyata lebih besar daripada yang

diinginkan, maka orang menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat

discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin

jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum, sehingga

menjadi discrepancy negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan

seseorang terhadap pekerjaan.

Lawler dalam bukunya Motivation in Work Organization

kemudian mencoba mengembangkan suatu model tentang Kepuasan

Pelanggan yang didasarkan teori discrepancy seperti terlihat pada gambar

2.
55

BAB III

METODE KEGIATAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Praktek kerja lapang dilaksanakan di Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates Kab.Kabupaten Malang . sebagai salah satu

Adapun Pelaksanaan Praktek Kerja lapangan dilaksanakan pada awal sampai

akhir Bulan Juli – Desember 2010.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Sesuai dengan jenisnya data yang diperoleh dapat digolongkan

menjadi.

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya

atau data yang didapat sendiri dari lapangan secara langsung (oleh

peneliti). Data primer dalam Praktek kerja lapangan ini adalah:

a. Hasil wawancara dengan Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates Kab.Kabupaten Malang . Data yang diperoleh berupa

data dan informasi yang berkaitan dengan perijinan mendirikan

bangunan.

b. Pengamatan langsung dari peneliti terhadap kegiatan-kegiatan

pelayanan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

Kab.Kabupaten Malang
56

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yang

dapat memperkuat atau mendukung data primer yang bersumber

dari dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan tema.

Data sekunder dapat diperoleh dalam praktek kerja lapangan melalui:

a. Data-data yang berupa surat-surat dokumen resmi

b. Media massa (majalah, koran, dan tabloit), makalah atau paper,

laporan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan Data (logging the Data)

Dalam pengumpulan data, teknik yang kami gunakan dalam

memperoleh data selama Praktek Kerja Lapangan:

1. Observasi

Merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data dan

informasi melalui pengamatan secara langsung pada lokasi praktek

kerja lapangan, dengan demikian dapat melihat fenomena atau

gejala yang sebenarya terjadi dilapangan. Observasi ini dilakukan

di Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates Kab.Kabupaten

Malang .

2. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu. Dalam melakukan

wawancara secara terbuka, dimaksudkan subjek mengetahui bahwa


57

mereka sedang diwawancarai, sehingga dapat diperoleh data dan

informasi yang diperlukan.

3. Dokumentasi

Merupakan pengumpulan data yang menyakinkan dokumen-

dokumen yang terkait dengan fokus praktek kerja lapangan yang

dapat menunjang pemahaman dan penggalian data. Dokumentasi

ini berupa upaya pencatatan dokumen-dokumen yang ada berupa

arsip-arsip, makalah dan laporan resmi yang berkaitan Praktek

kerja lapangan.

4. Studi Kepustakaan atau Literatur

Dalam kegiatan ini bertujuan meningkatkan penguasaan data

sekunder atau data tertulis yang telah ada, juga dengan

meningkatkan penguasaan terhadap buku-buku atau literatur-

literatur yang ada hubunganya dengan materi. Dengan literatur

yang ada, maka dapat digunakan sebagai pembanding.

3.4 Analisis Data

Menurut Nasir (1999:419), analisis data adalah mengelompokan,

membuat satu urutan, memanipulasi serta menyingkat data agar mudah

dibaca. Setelah itu secara deskritif, data diolah dan disajikan untuk

menunjukan fenomena yang terjadi di lapangan.

Adapaun analisis yang digunakan dalam laporan praktek kerja

lapangan ini adalah analisis data kualitatif. Data-data yang telah


58

dikumpulkan baik melalui wawancara maupun dokumentasi sebelum

digunakan (ditampilkan) telah diproses melalui pencatatan

mengelompokkan atau menggolongkan, membuang yang tidak perlu,

serta mengorganisasikan sehingga mempermudah dalam penarikan

kesimpulan. Sedangkan Miles dan Huberman (1992:16) menyatakan

bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara

kebersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan/verifikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur

kegiatan dalam analisis data kualitatif terdiri dari:

a. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

dan penyederhanaan, pengabstrakan dan tranfomasi data "kasar" yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan

data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan

fmalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

b. Penyajian data. Setelah reduksi data dilakukan, kemudian data

tersebut disajikan sehingga mempermudah dalam melihat gambaran

secara umum. Selain itu, dengan melihat penyajian-penyajian data

tersebut kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang

yang harus dilakukan lebih jauh, menganalisis ataukah mengambil

tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian data

tersebut.
59

c. Penarikan kesimpulan (verifikasi). Melakukan pembahasan terhadap

data yang telah disajikan. kemudian menarik kesimpulan terhadap

hasil pembahasan. Selain memberikan kesimpulan terhadap hasil

pembahasan, pemberian saran juga perlu dilakukan.


60

BAB IV

HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

4.1. Gambaran umum Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

Gardu induk karangkates terdiri pada Tahun 1963. Sebelumnya Tenaganya

di ambil dari PLTA sengguruh dengan kekuatan 70 KV untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Setelah beraalih di Gardu Induk Karangkates maka

diturunkan menjadi 20 KV. Tenaga tersebut dapat melayani proyek PLTA Sutami

dan penyulang beberapa daerah yaitu : Penyulang Kalipare, Sumberpucung dan

Olak alen.

4.2. Karateristik Responden

1. Menurut Umur

Responden dalam Praktek Kerja Lapangan tersebut adalah 50 orang

karyawan yang bekerja pada Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates sebagai

sampel dimana 94 % dilakukan kepada Karyawan yang berada pada Lapangan

dan 6 % pada Karyawan yang ada pada administrasi . Adapun data Responden

menurut umur sebagai berikut:

Tabel 4.4:

Karakteristik Responden menurut


Umur
No Umur Jumlah Prosentase (%)
< 20 Tahun 0 0
20 –29 Tahun 26 46
30 – 39 Tahun 16 32
40 – 49 Tahun 14 28
50 – 59 Tahun 4 8
Jumlah 50 100
Sumber : Data Diolah
61

2. Menurut Jenis Kelamin

Berikut disajikan Responden dalam Praktek Kerja Lapangan tersebut

menurut gender dari 50 orang sebagai sampel dimana 94 % dilakukan kepada

Karyawan yang berada pada Gardu Induk PLTA Karangkates Kabupaten

Malang dan 6 % pada Karyawan yang . Adapun data Responden menurut Jenis

Kelamin sebagai berikut:

Tabel 4.5:
Karakteristik Responden menurut Jenis Kelamin

No Kelamin Jumlah Prosentase (%)


Perempuan
Laki laki 50 100
Jumlah 50 100
Sumber : Data Diolah

4.3. Analisa Statistik Deskriptif

Analisa deskriptif dimaksudkan untuk mengintepretasikan distribusi

frekuensi jawaban responden dengan tujuan untuk mendeskripsikan Jawaban

Responden bebas dan terikat berdasarkan data lapangan yang diperoleh dari

Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang yang

menjadi responden dalam Praktek Kerja Lapangan ini. dimana dari 50 responden

yang diteliti untuk setiap item dari masing masing Jawaban Responden akan

dibandingkan jumlah dan prosentasenya antara yang memberikan jawaban Positif

yakni jawaban yang menyatakan Cukup Baik, Baik Sangat Baik.

Dengan yang memberikan jawaban negatif yakni Responden yang

memberikan jawaban kurang Baik dan sangat kurang Baik . Berikut deskriptif
62

mengenai item dalam Praktek Kerja Lapangan berdasarkan jawaban responden

yaitu :

4.3.1. Distribusi Jawaban Responden Arti Penting kerja ( X1 )

Tabel 4.6.
Distribusi Frekuensi item Jawaban Responden Arti Penting kerja ( X1 )

Bobot
No Item 1 2 3 4 5 Mean
f % f % f % f % F %
1 Karyawan 0 0 13 26 31 62 6 12 0 0 2.86
2 Operasional 0 0 6 12 34 68 8 16 2 4 3.12
3 Karyawan 0 0 7 14 36 72 5 10 2 4 3.04
4 Supervisior 0 0 2 4 3 39 4 5 5 4 3.22
5 Kepala Bagian / Pimpinan 0 0 0 0 32 64 10 20 8 16 3.52
Mean Jawaban Responden 3.07
Sumber : Data SPSS Versi 10.00

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (X1,1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 37 Responden

(72%) , dengan rincian 31 Responden(62 %) menyatakan Cukup Baik, untuk

jawaban Baik diperoleh sebanyak 6 Responden (12 %) dan tidak ada untuk

jawaban Sangat Baik. Sedangkan yang memberikan jawaban negatif sebanyak 13

Responden (26 %) dengan rincian sebagai berikut: 13 Responden( 26 %)

memberikan jawaban kurang Baik dan tidak ada Responden yang memberikan

pernyataan sangat kurang Baik

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 2.86 berarti mendekati

3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum terhadap

Bangungan Gedung Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten

Malang memberikan jawaban positif terhadap (X1.1) yakni cukup Baik.

Dari 50 responden yang diteliti untuk item Operasional (X1,2) yang

memberikan jawaban Positif sebanyak 44 Responden ( 88 %), dengan rincian 34


63

Responden (68 %) menyatakan Cukup Baik, untuk jawaban Baik diperoleh

sebanyak 8 Responden (16 %) dan jawaban Sangat Baik sebanyak 2 Responden (4

%). Sedangkan untuk jawaban negatif sebanyak 6 Responden (12 %) dengan

rincian sebagai berikut: 6 Responden (12 %) memberikan jawaban kurang Baik

dan tidak ada Responden yang memberikan pernyataan sangat kurang Baik

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.12 berarti mendekati

4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap Operasional yang baik (X1.2)

Dari 50 responden yang diteliti untuk item Karyawan (X1,3) yang

memberikan jawaban Positif sebanyak 43 Responden (86 %), dengan rincian

sebagai berikut : 36 Responden (72 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban

baik diperoleh sebanyak 5 Responden (10 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak

2 Responden (4 %).

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.04 berarti mendekati

3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap Karyawan (X1.3).

Dari 50 responden yang diteliti untuk item Supervisior (X1,4) yang

memberikan jawaban Positif sebanyak 48 Responden (96 %), dengan rincian

sebagai berikut : 39 Responden (78 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban

Baik diperoleh sebanyak 5 Responden (10 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak

4 Responden (8 %). Sedangkan untuk jawaban negatif sebanyak 2 Responden (4

%) dengan rincian sebagai berikut: 2 Responden (4 %) menyatakan kurang baik

dan pernyataan sangat kurang baik tidak ada Responden yang memberikan
64

pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.22 berarti mendekati

skala 3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Supervisior (X1.4) yakni Cukup baik

Dari 50 responden yang diteliti untuk item (X1,5) yang memberikan

jawaban Positif sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian 32 Responden

(64 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 10

Responden (20 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 8 Responden (16 %).

Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan

pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.52 berarti mendekati

4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap Kepala Bagian / Pimpinan (X1.5) yakni bahwa Kepala

Bagian atau Pimpinan yang digunakan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang adalah baik.

4.3.2. Distribusi Jawaban Responden Tanggung Jawab Kinerja (X2)

Tabel 4.7
Distribusi Frekwensi item Jawaban Responden Tanggung Jawab Kinerja ( X2 )

Bobot
Mean
No Item 1 2 3 4 5
Item
f % f % f % f % f %
1 Presensi Kinerja 0 0 2 4 14 28 18 36 16 32
3.96
2 Loyalitas Kinerja 0 0 0 0 10 20 24 48 16 32
4.12
3 Target Kinerja 1 2 12 24 32 64 2 4 4 8
2.96
Efektifitas Waktu
4 0 0 0 0 3 6 26 56 21 42 4.36
Kinerja
5 Penanganan Kerja 0 0 2 4 5 10 15 30 28 56 4.38
MEAN JAWABAN RESPONDEN 38.38
Sumber : Data Diolah SPSS Versi 10.00
65

Dari tabel 4.7 diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (X2,1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 49 Responden (48

%,) dengan rincian 11 Responden (22%) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban

baik diperoleh sebanyak 27 Responden (54) dan jawaban Sangat baik sebanyak 11

Responden (22%). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif sebanyak 1

Responden (2%) dengan rincian sebagai berikut: 1 Responden (2%) memberikan

pernyataan kurang Baik

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.96 berarti mendekati

4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap (X2,1) dimana Pemberian Presensi Kinerja pada

Karyawan tersebut adalah baik

Untuk item (X2,2) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 49

Responden (98 %), dengan rincian sebagai berikut: 20 Responden (40 %)

menyatakan Cukup Baik ,untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 20 Responden

(40%) dan jawaban Sangat Baik sebanyak 9 Responden (18 %). Sedangkan yang

memberikan jawaban negatif sebanyak 1 Responden (2%) dengan rincian sebagai

berikut : 1 Responden (2 %) memberikan pernyataan kurang mampu

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.12 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap (X2,2) yakni Loyalitas Kinerja adalah baik.

Untuk item (X2,3) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 47 (94%),

dengan rincian 23 Responden (46 %) menyatakan Cukup Baik, untuk jawaban

baik diperoleh sebanyak 17 (34%) dan jawaban Sangat Baik sebanyak 7


66

Responden (14 %). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif sebanyak 3

Responden (6 %) dengan rincian sebagai berikut: 2 Responden (4%) memberikan

jawaban kurang baik dan 1 Responden (2 %) memberikan pernyataan sangat

kurang baik.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 2.96 berarti mendekati

3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap (X2,3) dimana adanya Target Kinerja yang baik pada

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang . Pernyataan

responden tersebut dinilai dari sudut keseimbangan nya dan yang dilakukan.

Untuk item (X2,4) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 49

Responden (48 %), dengan rincian 18 Responden (36 %) yang menyatakan Cukup

Baik, untuk jawaban Baik diperoleh sebanyak 13 Responden (26%) dan jawaban

Sangat Baik sebanyak 18 Responden( 36 %). Sedangkan yang memberikan

jawaban negatif sebanyak 1 Responden (2 %) dengan rincian sebagai berikut: 1

Responden (2%) memberikan jawaban kurang Baik

Bila dilihat dari rata rata skor ( Mean ) item sebesar 4.36 berarti mendekati

4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap (X2,4) yakni bahwa penggunaan Tekonologi dalam

membantu dalam Karyawan tersebut adalah baik

Untuk item (X2,5) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 48

Responden (96 %,) dengan rincian 13 Responden (26%) menyatakan Cukup Baik,

untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 17 (54%) dan jawaban Sangat Baik

sebanyak 18 Responden( 36 %). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif


67

sebanyak 2 Responden (4 %) dengan rincian sebagai berikut: 2 Responden (4%)

memberikan kurang Baik

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.38 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap (X2,5) yakni Penanganan Kerja Karyawan

dalam Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang tersebut

adalah Baik

4.3.3. Distribusi Jawaban Responden Hasil Kinerja (X3)

Tabel 4.8.
Distribusi Frekwensi item Jawaban Responden Hasil Kinerja (X3)
Bobot
No Item 1 2 3 4 5 Mean
f % f % f % f % f %
1 Emosi Karyawan 0 0 0 0 15 30 29 58 6 12 3.82
2 Intelegensi Karyawan 0 0 0 0 21 42 21 42 8 16 3.74
3 Interaksi Karyawan 0 0 4 8 23 46 18 36 5 10 3.48
4 Adanya Kompensansi 0 0 3 6 20 40 24 48 3 6 3.54
5 Bonus 1 2 4 8 19 38 22 44 4 8 3.48
Mean Jawaban Responden 3.83
Sumber : Data Diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (X3,1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50 Responden

(100 %), dengan rincian 15 Responden (30 %) menyatakan Cukup Baik, untuk

jawaban Baik diperoleh sebanyak 29 Responden (58 %) dan jawaban Sangat Baik

sebanyak 6 Responden (12 %). Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada

Responden yang memberikan pernyataannya

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.82 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap (X3.1) yakni bahwa nilai Orientasi pada
68

Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah

baik.

Untuk item (X3,2) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50

Responden (100 %), dengan rincian 21 Responden (42 %) menyatakan Cukup

Baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 42 Responden (82 %) dan jawaban

Sangat Baik sebanyak 8 Responden (16 %). Sedangkan yang memberikan

jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.74 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Keadilan (X3.2) pada Karyawan Gardu

Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah baik.

Untuk item (X3,3) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 46

Responden (92 %), dengan rincian 23 Responden (46 %) menyatakan Cukup

Baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 18 Responden (36 %) dan jawaban

Sangat Baik sebanyak 5 Responden (10 %). Sedangkan yang memberikan

jawaban negatif sebanyak 4 Responden dengan rincian sebagai berikut: 4

Responden (8 %) menyatakan kurang baik dan untuk jawaban sangat kurang baik

tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.48 berarti mendekati

skala 3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Kedisiplinan terhadap rencana tugas (X3.3)

pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

memimiliki nilai cukup baik.


69

Untuk item (X3,4) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 47

Responden (94 %), dengan rincian 20 Responden (40 %) menyatakan Cukup Baik

,untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 24 Responden (48 %) dan jawaban

Sangat Baik sebanyak 3 Responden (6 %). Sedangkan yang memberikan jawaban

negatif sebanyak 3 Responden (6 %) dengan rincian sebagai berikut: 3

Responden (6 %) memberikan kurang Baik dan untuk jawaban sangat kurang baik

tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.54 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Kecepatan an (X3.4) yakni bahwa

Kompensasi pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang memiliki nilai baik

Untuk item (X3,5) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 45

Responden (90 %), dengan rincian 19 Responden (38 %) menyatakan Cukup

baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 22 Responden (44 %) dan jawaban

Sangat baik sebanyak 4 Responden (8 %). Sedangkan yang memberikan jawaban

negatif sebanyak 5 Responden (10 %) dengan rincian sebagai berikut: 4

Responden (8 %) memberikan jawaban kurang baik dan Responden yang

memberikan pernyataan sangat kurang sebanyak 1 Responden (2 %)

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.48 berarti mendekati

skala 3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Ketepatan an (X3.5) yakni bahwa

Pemberian Bonus pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di


70

Kabupaten Malang memiliki nilai cukup baik

4.3.4. Distribusi Jawaban Responden Kebutuhan (X4 )

Tabel 4.9 :
Distribusi Frekwensi item Jawaban Responden Kebutuhan (X4 )
Bobot
No Item 1 2 3 4 5 Mean
f % f % f % f % f %
Keamanan terhadap Ruang 4.06
1 0 0 0 0 7 14 33 66 10 20
Kerja
Keamanan terhadap
2 0 0 0 0 9 18 26 52 15 30 4.12
Lingkungan
3 Asuransi Karyawan 0 0 2 4 16 32 23 46 9 18 3.78
4 Komputerisasi 0 0 0 0 12 24 22 44 16 32 4.06
5 Telephon 0 0 1 2 24 48 21 42 4 8 3.52
Mean Jawaban Responden 3.07
Sumber : Data Diolah SPSS Versi 16.00

Dari tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (X4,1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50 Responden

(100%), dengan rincian sebagai berikut: 7 Responden (14 %) menyatakan Cukup

baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 33 Responden (66 %) dan jawaban

Sangat baik sebanyak 10 Responden (20 %). Sedangkan untuk jawaban negatif

tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.06 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Keamanan terhadap Karyawan (X4.1)

yakni bahwa Kebutuhan keamanan ruang kerja Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik

Dari 50 responden yang diteliti untuk item (X4,2) yang memberikan

jawaban Positif sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian sebagai berikut:
71

9 Responden (18 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh

sebanyak 26 Responden (52 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 15 Responden

(30 %). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif tidak ada Responden yang

memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.12 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Keamanan Lingkungan Kerja (X4.2), yakni

bahwa Kebutuhan keamanan Lingkungan kerja Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Dari 50 responden yang diteliti untuk item Keamanan Lingkungan (X4,3)

yang memberikan jawaban Positif sebanyak 48 Responden (96 %), dengan rincian

sebagai berikut: 16 Responden (32 %) Cukup baik , untuk jawaban baik diperoleh

sebanyak 23 Responden (46 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 9 Responden

(18 %). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif sebanyak 2 Responden (4

%) dengan rincian sebagai berikut: 2 Responden ( 4 %) memberikan kurang baik

dan untuk jawaban sangat kurang baik tidak ada Responden yang memberikan

pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.78 berarti mendekati

nilai 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Keamanan Lingkungan (X4.3) yakni bahwa

Kebutuhan Keamanan Lingkungan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Dari 50 responden yang diteliti untuk item (X4,4) yang memberikan


72

jawaban Positif sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian 12 Responden

(24 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 22

Responden (44 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 16 Responden (32%).

Sedangkan yang memberikan jawaban negatif tidak ada responden yang memberi

pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.06 berarti mendekati

nilai 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Komputerisasi (X4.4) yakni bahwa

Komputerisasi pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Dari 50 responden yang diteliti untuk item (X4,5) yang memberikan

jawaban Positif sebanyak 49 Responden (98 %), dengan rincian 24 Responden (38

%) menyatakan Cukup Baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 21

Responden (42%) dan jawaban Sangat baik sebanyak 4 Responden (8 %).

Sedangkan yang memberikan jawaban negatif sebanyak 1 Responden ( 2 %)

dengan rincian sebagai berikut: 1 Responden (2 %) memberikan kurang baik dan

untuk jawaban sangat kurang baik tidak Responden yang memberikan

penyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.52 berarti mendekati

nilai 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Kebutuhan Telepon (X4.5) dari pada proses

kinerja Karyawan pada Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten

Malang memiliki nilai baik.


73

4.3.5. Distribusi Jawaban Responden Kemampuan (X5 )

Tabel 4.10:
Distribusi Frekwensi item Jawaban Responden Kemampuan ( X5 )
Bobot
No Item 1 2 3 4 5 Mean
f % f % f % f % f %
1 Ketaatan Kinerja 0 0 0 0 17 34 23 46 10 20 3.86
2 Kejujuran Kinerja 0 0 0 0 5 10 37 74 8 16 4.06
3 Orientasi Kinerja 0 0 0 0 9 18 28 56 13 26 4.08
4 Ketrampilan Kinerja 0 0 0 0 6 12 33 66 11 22 4.10
5 Semangat Kinerja 0 0 0 0 7 14 27 54 16 32 4.16
Mean Jawaban Responden 3.63
Sumber : Data Diolah
Dari Tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang

diteliti untuk item (X5,1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50

Responden (100 %), dengan rincian 17 Responden (34 %) menyatakan Cukup

baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 23 Responden (46%) dan jawaban

Sangat baik sebanyak 10 Responden (20 %). Sedangkan yang memberikan

jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.86 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Perhatian yang tinggi dari Karyawan

(X5,1) yakni bahwa PerhatiKinerja Karyawan pada Karyawan Gardu Induk

PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dapat diniliai baik

Dari tabel diatas untuk item (X5,2) yang memberikan jawaban Positif

sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian 5 Responden (10 %)

menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 37 Responden


74

(74 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 8 Responden (16 %). Sedangkan untuk

jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.06 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Kejujuran Kerja(X5,2) yakni bahwa

PerhatiKinerjapada pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang dapat dinilai baik

Dari tabel diatas untuk item (X5,3) yang memberikan jawaban Positif

sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian sebagai berikut; 7 Responden

(14 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 30

Responden (60 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 13 Responden (26 %).

Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan

pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.08 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Orientasi Kerja Karyawan (X5,3) yakni

bahwa Orientasi Kerja Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik.

Dari tabel diatas untuk item (X5,4) yang memberikan jawaban Positif

sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian 6 Responden (12 %)

menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 33 Responden

(66 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 11 Responden (22 %). Sedangkan

untuk jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya.


75

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.10 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Orientasi Kerjaa Karyawan (X5,4) yakni

bahwa Orientasi Kerja Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik

Dari tabel diatas untuk item (X5,5) yang memberikan jawaban Positif

sebanyak 50 Responden (100 %), dengan rincian 7 Responden (14 %)

menyatakan Cukup baik, untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 27 Responden

(54 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak 16 Responden (32 %). Sedangkan

untuk jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.16 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Semangat Kerja (X5,5) yakni bahwa

Semangat Kerja Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik

4.3.6. Distribusi Jawaban Responden Kepuasan Pelanggan Karyawan (Y)

Tabel 4.11:
Distribusi Frekwensi item Jawaban Responden Kepuasan Pelanggan Karyawan
(Y)

Bobot
No Item 1 2 3 4 5 Mean
f % F % f % f % f %
1 Optimisme Karyawan 0 0 0 0 0 0 27 54 23 46 4.46
2 Kenyamanan Kerja 0 0 0 0 16 32 23 46 11 22 3.9
Profesionalisme
3 0 0 0 0 14 28 17 34 19 38 4.1
Admnistrasi
4 Kerharmonisan Kinerja 0 0 2 4 13 26 21 42 14 28 3.94
5 Struktur Tepat Guna 0 0 0 0 11 22 23 46 16 32 4.1
76

Mean Jawaban Responden 4.03


Sumber : Data Diolah

Dari tabel 4.11 diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang

diteliti untuk item (Y1) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50

Responden (100 %), dengan rincian 0 Responden ( 0 %) menyatakan Cukup

Optimis, untuk jawaban Optimis diperoleh sebanyak 27 Responden (54 %) dan

jawaban Sangat Optimis sebanyak 23 Responden (46 %). Sedangkan untuk

jawaban negatif tidak ada Responden yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.46 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Optimisme Karyawan untuk (Y1)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (Y2) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50 Responden (100

%), dengan rincian 16 Responden (32 %) menyatakan Cukup baik ,untuk jawaban

baik diperoleh sebanyak 23 (46 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak

Responden 11(22 %). Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada Responden

yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.9 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap kenyamanan Kerja dalam (Y.2)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden y ang diteliti

untuk item (Y.3) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50 Responden (100
77

%), dengan rincian 14 Responden (28 %) menyatakan Cukup baik, untuk jawaban

baik diperoleh sebanyak 17 Responden (34 %) dan jawaban Sangat baik sebanyak

19 Responden (38 %). Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada Responden

yang memberikan pernyataannya.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.1 berarti mendekati

skala 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Profesionalisme Kerja(Y.3)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden y ang diteliti

untuk item (Y,4) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 48 Responden

(96%), dengan rincian 13 Responden (26 %) menyatakan Cukup baik, untuk

jawaban baik diperoleh sebanyak 21 Responden (42 %) dan jawaban Sangat baik

sebanyak 14 Responden (28 %). Sedangkan yang memberikan jawaban negatif

sebanyak Responden (4%) dengan rincian sebagai berikut: 2 Responden (4 %)

memberikan jawaban kurang kurang baik Bila dilihat dari rata rata skor (Mean)

item sebesar 3.94 berarti mendekati 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian

Responden secara umum memberikan jawaban positif terhadap Keharmonisan

Kinerja(Y.4) pada Karyawan tersebut .

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti

untuk item (Y,5) yang memberikan jawaban Positif sebanyak 50 Responden %,

dengan rincian sebagai berikut : 11 Responden (22 %) menyatakan Cukup baik,

untuk jawaban baik diperoleh sebanyak 23 Responden (46 %) dan jawaban Sangat

baik sebanyak 16 Responden (32 %). Sedangkan untuk jawaban negatif tidak ada

Responden yang memberikan pernyataannya.


78

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.1 berarti mendekati 4,

hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap Struktur Tepat Guna(Y.5)

4.10.1 Hubungan Arti Penting kerja ( X1 ) dengan Kepuasan Karyawan (Y)

Dari pembahasan diatas dapat diketahui Jawaban Responden Arti Penting

kerja (X1) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kepuasan (Y).

maksud daripada berpengaruh secara positif dan signifikan adalah peningkatan

atau sebaliknya akan berpengaruh terhadap Kepuasan Karyawan , oleh karena itu

Arti Penting kerja perlu peningkatan yang besar untuk menunjukkan efek

Kepuasan Karyawan yang besar pula.

Bangungan Gedung Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

Kabupaten Malang yakni bahwa perlu dikembangkan pengadaan gedung dan

peningkatan keBaikan supaya tidak terjadi pandangan Karyawan yang negatif

dimulai dengan memperhatikan kondisi Cat Tembok, Atap , Kaca Jendela dan lain

sebagainya. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 2.86 berarti

mendekati 3, hal ini menunjukkan bahwa penilaian secara umum terhadap

Bangungan Gedung Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

Kabupaten Malang cukup Baik.

Operasional yang Baik akan membantu proses daripada Karyawan

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.12 berarti mendekati

4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan

jawaban positif terhadap Operasional yang Baik. Dengan didukungan Alat yang

canggih bahwa dapat membuktikan secara psikologis bahwa KepuasKinerjapada


79

Karyawan akan digenapi karena pendetkesian dini untuk mengetahui yang

diderita oleh Karyawan Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.04

berarti mendekati 3, hal ini menunjukkan penilaian yang positif terhadap Alat an

yang canggih.

Untuk item Supervisior perlu pengembangan lebih lanjut sesuai

kebutuhKinerjapada bidang Admnistrasi, bila dimungkin dilakukannya suatu

operasi terhadap suatu atau yang lainnya maka pihak Karyawan dapat

memberikan yang intensif. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar

3.22 berarti mendekati skala 3, hal ini menunjukkan bahwa yakni bahwa yang

difungsikan oleh Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang Cukup canggih

Kepala Bagian / Pimpinan merupakan hal yang utama dalam kinerja

karena. alat yang digunakan secara terus menerus untuk kegiatan an rentan dengan

virus maka perlu adanya sterilisasi yang higienis terhadap peralatan . Bila

dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.52 berarti mendekati 4, hal ini

menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan jawaban

positif artinya Kepala Bagian/Pimpinan yang digunakan di Karyawan Gardu

Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah baik dan perlu

dikembangkan lebih lanjut.

Pakaian daripada Karyawan yang seragam memberikan penilaian yang

positif untuk memberikan penampilan dan yang baik karena hal ini yang

membedakan antara Karyawan dan Karyawan untuk menjalankan fungsi

kinerja. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.28 berarti mendekati
80

3, hal ini menunjukkan bahwa Keseragaman pakaian Karyawan Gardu Induk

PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai cukup baik dan

perlu diperhatikan secara dinamis.

Hal ini berhubungan langsung dengan Kepuasan Karyawan secara

langsung dikarenakan kepribadian dan kemampuan seorang dipengaruhi oleh

penampilannya untuk membuktikan keseriusannya dalam menangani Karyawan .

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.48 berarti mendekati skala 3 ,

hal ini menunjukkan pakain pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang cukup baik dan perlu diperhatikan secara

dinamis

Diatas telah disinggung bahwa keBaikKinerjapada tetap yang Baik dapat

membantu demikian pula dengan daripada tetap karena kondisi tetap yang rapi

memberikan Arti Penting kerja untuk proses kesembuahn. Bila dilihat dari rata

rata skor (Mean) item sebesar 3.24 berarti mendekati skala 3, hal ini menunjukkan

Operasional (X1.4) pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang adalah cukup baik.

Alat Panggil memberikan fungsi sarana panggilan darurat dari Karyawan

bila ada sesuatu yang dibutuhkan. Alat panggil tersebut selalu ada pada setiap

Karyawan dengan kompisisi 1 tempat tidur terdapat 1 Alat Panggil . Bila dilihat

dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.08 berarti mendekati 3, hal ini Alat

panggil pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten

Malang adalah cukup baik, dan perlu perbaikan lebih lanjut bila ada peralatan

yang tidak berfungsi sebagai mestinya


81

Telpon umum pada diperlukan untuk sarana komunikasi kepada pihak

luar yang terutama kepada pihak Karyawan dan keluarganya. Bila dilihat dari

rata rata skor (Mean) item sebesar 1.88 berarti mendekati skala 2, hal ini

menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum memberikan jawaban

negatif terhadap Telpon umum pada yakni bahwa pengadaan Telpon dalamsetiap

meja Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

kurang baik .

4.10.2 Hubungan Tanggung Jawab Kinerja ( X2 ) dengan dengan Kepuasan

Karyawan (Y)

Jawaban Responden Tanggung Jawab Kinerja (X2) dengan Kepuasan (Y),

dimana dari hasil Persamaan Regresi linier Berganda menyatakan Jawaban

Responden Tanggung Jawab Kinerja (X2) memiliki nilai Regresi sebesar 0.598,

artinya Jawaban Responden Tanggung Jawab Kinerja (X2) mempengaruhi

Kepuasan (Y) sebesar 59 %. Sedangkan dilihat dari Nilai signifikan t sebesar

0.002 berarti lebih kecil dari pada 0.05. Artinya Jawaban Responden Kualitas

secara Parsial signifikan berpengaruh terhadap Kepuasan (Y).

Penanganan tindakan Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

di Kabupaten Malang melibatkan langsung . Penanganan dilakukan

memberikan kontribusi yang baik kepada Perusahaan dengan harapan jika yang

menangani maka akan lebih intensif dan efekfif. Bila dilihat dari rata rata skor

(Mean) item sebesar 3.96 berarti mendekati 4, hal ini menunjukkan bahwa

Penanganan pada Karyawan tersebut adalah baik

Kemampuan sesuai bidangnya sangat diperlukan dalam proses kinerja


82

karena mendasarkan kepada kemampuan dan dasar pendidikan individu untuk

melakukan tindakan . Supaya tidak terjadi kesalahan dalam menjalankan

fungsinya. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.12 berarti

mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa Kemampuan sesuai bidangnya

adalah baik dan perlu ditingkatkan Kualitas personalia untuk lebih progresif

dalam nya.

Nilai jual ekonomis artinya adalah tarif yang dikenakan pada setiap

pengguna jasa Admnistrasi, ukuran ekonomis merupakan sudut pandang yang

beragam dari semua pihak, ekonomis dipandang dari segi materi dengan nilai

rupiah yang rendah atau sebaliknya ekonomis dari segi an yang cepat tetapi

mahal. Keseimbangan pandangan tersebut perlu diperhatiakan mengingat faktor

yang lain secara ekonomi terus meningkat. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean)

item sebesar 2.96 berarti mendekati 3, hal ini menunjukkan adanya Target Kinerja

yang baik pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten

Malang . Pernyataan tersebut dinilai dari sudut keseimbangan nya dan yang

dilakukan.

Adanya Teknologi yang canggih seperti halnya Komputerisasi, dan

lainnya adalah sangat membantu dalam pelaksanaan . Bila dilihat dari rata rata

skor ( Mean ) item sebesar 4.36 berarti mendekati 4, hal ini menunjukkan

penggunaan Tekonologi dalam membantu dalam Karyawan tersebut adalah

baik. Hal ini merupakan suatu Tanggung Jawab Kinerja bagi Karyawan untuk

ditingkatkan pengadaanya dan sumberdaya manusianya ketingkat asi.

Penanganan Kerja rehabilitas yakni dalam penanganan Karyawan


83

khususnya di rawat darurat oleh Karyawan perlu diperhatikan. Hal ini

diperlukan melihat kondisi Karyawan yang perlu penanganan yang intesif dan

seksama. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.38 berarti

mendekati skala 4, hal ini menunjukkan Penanganan Kerja dalam Karyawan

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang tersebut adalah

Baik

Rentang waktu setelah penanganan rehabiltiasi diupayakan dengan waktu

yang cepat sesuai ukuran . Hal ini untuk menghindari masa Pengaduan Pelanggan

dan hal hal yang tidak diinginkan dalam hasil daripada . Bila dilihat dari rata rata

skor (Mean) item sebesar 4.14 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan

bahwa penilaian Responden secara umum memberikan jawaban positif terhadap

penanganan

Penanganan yang Pengaduan Pelanggan dalam arti lain yakni yang

menular merupakan hal khusus ditangani oleh Karyawan tersebut . Hal ini

menentukan sistematika tindakan untuk proses rehabilitasnya. Bila dilihat dari

rata rata skor (Mean) item sebesar 4.24 berarti terdapat pada skala 4 , hal ini

menunjukkan bahwa Penanganan Pengaduan Pelanggan pada Karyawan Gardu

Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah baik dan terus

ditingkatkan secara dinamis.

Helm adalah salah satu bentuk alat Pengaman dan Keselamatan bagi

Karyawan pengguna jasa dalam proses kinerja. Tetapi Penggunaan Helm pada

Karyawan tersebut kurang begitu memiliki peran yang positif. Hal ini Bila

dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 2.84 berarti mendekati skala 3, hal
84

ini menunjukkan penggunaKinerjapada Helm pada Karyawan Gardu Induk

PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah Cukup Baik.

Diharapkan kemudian hari Penggunaan Helm Terus ditingkatkan

Karyawan yang mudah merupakan suatu alternatif bagi mereka yang

memiliki mereka yang kurang mampu dalam sudut Karyawan keuangan. Bila

dilihat dari rata rata skor (Mean) item (X2.9) sebesar 4.36 berarti mendekati skala

4, hal ini menunjukkan bahwa kemudahan proses Karyawan pada Karyawan

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang adalah baik . Hal

ini didukung sistem informasi manajemen yang baik dalam operasional pada

Karyawan tersebut

Bantuan Sosial diberikan kepada mereka yang dibawah garis kemiskinan

untuk diberikan fasilitas yang khusus dalam rehabiltasi .Bila dilihat dari rata rata

skor (Mean) item sebesar 3.02 berarti mendekati skala 3, hal ini menunjukkan

bahwa Bantuan Sosial pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

di Kabupaten Malang adalah cukup baik dalam pelaksanaanya.

4.10.3 Hubungan Hasil Kinerja (X3) dengan Kepuasan Karyawan (Y)

Orientasi merupakan fokus kinerja kepada Karyawan . Bila dilihat dari rata

rata skor (Mean) item sebesar 3.82 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan

bahwa nilai Orientasi pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

di Kabupaten Malang adalaha baik dan perlu ditindaklanjuti secara progresif

Meskipun demikian orientasi tetap memperhatikan keadilan dalam tanpa

membedakan strata sosial dalam tindakan kinerja. Bila dilihat dari rata rata skor

(Mean) item sebesar 3.74 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa
85

Keadilan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang adalah baik.

Sebelum melaksanakan tugas perlu adanya kedisiplinan perencanaan

tindakan . Hal ini diterapkan kepada Karyawan yang mendapati jam kerja (Shif)

baru untuk menindaklanjuti proses kinerja selanjutnya. Bila dilihat dari rata rata

skor (Mean) item sebesar 3.48 berarti mendekati skala 3, hal ini menunjukkan

bahwa Kedisiplinan terhadap rencana tugas pada Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memimiliki nilai cukup baik.

Kecepatan Kinerja Karyawan merupakan upaya pertama untuk tindakan

berikutnya.Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.54 berarti

mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa Kecepatan an pada Karyawan

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai

baik

Tidak hanya kecepatan tetapi kepatan dalam an untuk menentukan jenis

atau kasus yang dilakukan Karyawan untuk memberikan tindakan kinerja. Bila

dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.48 berarti mendekati skala 3, hal

ini menunjukkan bahwa Ketepatan an pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai cukup baik

Kecepatan Penanganan Karyawan perlu ditingkatkan dengan baik, hal ini

tolok ukur dari pada Hasil Kinerja daripada AdmnistrasiKaryawan . Bila dilihat

dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.82 berarti mendekati skala 4, hal ini

menunjukkan bahwa Kecepatan dalam menangani Karyawan pada Karyawan

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai


86

yang Baik

Kesiagaan dalam bekerja merupakan kesiapan Karyawan dalam proses

kinerja, jika dalam waktu yang tak terduga perlu diadakan tindakan yang

mendadak tidak perlu diragukan lagi, tetapi hal ini perlu tingkatkan secara

struktural. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.60 berarti

mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa Kesiagaan Karyawan dalam

bekerja pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten

Malang memiliki nilai baik. Khusus yang shif malam pada perlu adanya

pengawasan yang progresif .

Pengawasan yang reguler diperlukan baik secara maupun . Hal ini

menunjukan kinerja Karyawan dalam rangka mengawasi

perkembangKinerjapada Karyawan . Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item

sebesar 3.80 berarti mendekati skala 4 , hal ini menunjukkan bahwa Pengawasan

secara reguler pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Pengawasan Kerjaberfungsi untuk mendukung proses . hal ini diperlukan

dan diawasi secara serius baik secara dan penggunaan bahan baku yang Baik.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.72 berarti mendekati skala 4,

hal ini menunjukkan bahwa Pengawasan Kerjapada Karyawan Gardu Induk

PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik

Kualitas Pelayanan seorang Karyawan dalam Karyawan apapun harus

memiliki ketelitian dalam kinerjanya . Hal ini diperlukan untuk proses waktu demi

waktu selama masa kinerja di Karyawan melihat perkembangan secara reguler


87

daripada Karyawan . Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.70

berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa Ketelitian dalam pada

Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

memiliki nilai baik

Kehadiran Karyawan dalam menjalankan tugas adalah sangat vital sekali

karena yang prima merupakan eksistensi dan kesiapKinerjapada Admnistrasi.

Keterlambatan kehadiran Karyawan berarti tidakm memiliki Hasil Kinerja

terhadap . Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.56 berarti

mendekati 4, hal ini menunjukkan bahwa penilaian Responden secara umum

memberikan jawaban positif terhadap Kehadiran Karyawan yakni bahwa

kehadiran Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates

di Kabupaten Malang memiliki nilai baik. Hal ini perlu diperhatikan bila terjadi

keterlambatan dalam memenuhi jam kerja artinya belum memenuhi Hasil Kinerja

yang diharapkan, maka presentasi dan kehadiran Karyawan perlu diperketat dan

ditingkatkan secara progresif.

4.10.4 Hubungan Kebutuhan ( X4 ) dengan Kepuasan Karyawan (Y)

Adanya Pengaruh antara Jawaban Responden Kebutuhan (X4) dengan

Kepuasan (Y), dimana dari hasil Persamaan Regresi linier Berganda menyatakan

Jawaban Responden Kebutuhan ( X4 ) memiliki nilai Regresi sebesar 0.243,

artinya Jawaban Responden Kebutuhan (X4) mempengaruh Kepuasan (Y)

sebesar 24 %. Sedangkan dilihat dari Nilai signifikan t sebesar 0.085 berarti lebih

kecil dari pada 0.05. Artinya Jawaban Responden Kualitas secara parsial

signifikan berpengaruh terhadap Kepuasan (Y).


88

Keamanan terhadap Karyawan Perusahaan baik yang tetap dan

merupakan kepercayaan yang diberikan oleh pengguna jasa Karyawan atas

keamanan dalam proses . Hal ini memberikan kontribusi yang kuat sekali

terhadap Kebutuhan untuk . Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar

4.06 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan Kebutuhan keamanan

terhadap Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang memiliki nilai baik dan perlu ditingkatkan

Keamanan sangat diutamakan dalam proses kinerja, kemungkinan

terjadinya mal praktek dan keselahan tindakan tidak terjadi dalam proses kinerja.

Kebutuhan ini dilakukan untuk memberikan yang maksimal kepada Karyawan ,

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.12 berarti mendekati skala 4,

hal ini menunjukkan Kebutuhan keamanan terhadap pada Karyawan Gardu

Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Untuk item Keamanan Lingkungan memberikan rasa ketenanagan dan

kenyamanan kepada Karyawan dalam paska . Oleh karena itu untuk

menciptakan ketenangan adanya sistem keamanan lingkungan yang representatif

yakni penjagaan satpam 24 jam, Karyawan yang dikelilingi oleh tembok dengan

kawat berduri dan anggota keluarga Karyawan yang membantu untuk

menjaga ,Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.78 berarti

mendekati nilai 4, hal ini menunjukkan bahwa Kebutuhan Keamanan Lingkungan

pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

memiliki nilai baik.

Keamanan Karyawan merupakan suatu proses non yang membantu


89

kelancaran dalam proses kinerja dengan cara Karyawan , Karyawan keuangan

dan Perusahaan. Dengan keamanan adminitrasi Perusahaan tidak perlu ragu untuk

melakukan proses tersebut dan tidak perlu kuatir jika terjadi tindakan kriminalitas

terhadap proses administrasi. Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar

4.06 berarti mendekati nilai 4, hal ini menunjukkan bahwa keamanan Karyawan

pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang

memiliki nilai baik disamping profesionalisme Perusahaan juga dilengkapi

dengan sistem informasi manajemen yang representatif.

Ketepatan distribusi barang adalah suatu prediksi dari akhir an , hal ini

adalah suatu proses yang intensif atau reguler agar Karyawan segera yang

mendasarkKinerjapada an Karyawan dan item item yang lainnya. Sehingga dapat

dipredisksikan kapan suatu kondisi Karyawan dapat . Bila dilihat dari rata rata

skor (Mean) item sebesar 3.52 berarti mendekati nilai 4, hal ini menunjukkan

bahwa Ketepatan Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

an yang efektif dari Karyawan akan segera memberikan Kebutuhan yang

diharapkan oleh Perusahaan. Hal ini biasanya dilakukan mendasarkan kepada an

dan klasifikasi tindakan secara profesional. Efektifitas an berhubungan yang

positif dengan item sebelumnya yakni ketepatan distribusi barang. Bila dilihat dari

rata rata skor (Mean) item sebesar 3.56 berarti mendekati skala 4, hal ini

menunjukkan bahwa an terhadap Karyawan yang efektif pada Karyawan Gardu

Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Penangan tindakan dalam kinerja Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami


90

Karangkates di Kabupaten Malang melibatkan langsung . Penanganan dilakukan

memberikan kontribusi yang baik kepada Perusahaan dengan harapan jika yang

menangani maka akan lebih intensif dan efekfi. Bila dilihat dari rata rata skor

(Mean) item sebesar 4.04 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan bahwa

penanganan pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di

Kabupaten Malang memiliki nilai baik.

Penangan Perusahaan dengan cepat mengalami bila ditangai dengan

intensif oleh Karyawan terlebih kepada Karyawan yang memiliki menular

dengan penyediaan kamar isolasi. Dengan penanganan yang intensif berarti fokus

Karyawan kepada Karyawan untuk dapat disesuaikan dengan harapan mereka.

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar 3.58 berarti mendekati skala 4,

hal ini menunjukkan bahwa pada Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten Malang semua Karyawan ditangani secara intesif

dengan nilai baik.

4.10.5 Hubungan Kemampuan ( X5 ) dengan Kepuasan Karyawan (Y)

Perhatian kepada Karyawan yang tinggi mendorong Karyawan

memiliki kepercayaan untuk Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item sebesar

3.86 berarti PerhatiKinerja Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik.Hal yang tidak jauh

berbeda perhatian dan Orientasi Kerja dari pada sehingga Kepuasan

KemampuKinerjapada psikis Karyawan dapat terpenuhi. Dengan hal ini dapat

menciptakan harmonisasi antara Karyawan dengan Admnistrasi. Bila dilihat dari

rata rata skor (Mean) item sebesar 4.06 berarti mendekati skala 4, hal ini berarti

Perhatian dan Orientasi Kerja daripada pada Karyawan Gardu Induk PLTA
91

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik

Dalam pemberian informasi yang jelas dapal proses kinerja tentang waktu

minum , visitasi Karyawan dan jam berkunjung diperlukan informasi yang jelas

dari supaya Karyawan mengerti tindakan tindakan yang diperlukan. Hal ini

juga disertai dengan Semangat Kerja yang sopan supaya menciptakan buah

pikiran yang positif dan saling membangun antara Karyawan dan Karyawan .

Bila dilihat dari rata rata skor (Mean) item skala 4, hal ini menunjukkan bahwa

Pemberian informasi dan Semangat Kerja Karyawan yang sopan Karyawan

Gardu Induk PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik.

Penilaian terhadap senyuman adalah berbeda beda, tetapi dalam proses

kinerja senyuman merupakan faktor yang memiliki dampak yang besar terhadap

Karyawan . Karyawan seberat apapun akan memberikan kontribusi sendiri

dengan senyumKinerja hati yang tulus untuk melayani. Bila dilihat dari rata rata

skor (Mean) item sebesar 3.88 berarti mendekati skala 4, hal ini menunjukkan

bahwa yakni bahwa senyum Karyawan pada Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dinilai baik

Keindahan lingkungan pasti memberikan kesan yang positif pagi

Karyawan pengguna jasa diAdmnistrasi. Keindakah lingkungan dapat

menciptakan panorama yang segar dalam kejiwaan Karyawan baik. Bila dilihat

dari rata rata skor (Mean) item sebesar 4.04 berarti mendekati skala 4, hal ini

menunjukkan bahwa keindahan lingungan pada Karyawan Gardu Induk PLTA

Sutami Karangkates di Kabupaten Malang dapat dinilai baik. Dan perlu

ditingkatkan secara inovatif dan kreatif bukanlah suatu tindakan yang statis.
92

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan bahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Faktor-faktor kualitas pelayanan Publik oleh Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten terdiri dari Arti penting Kerja, Tanggung Jawab

Karywan, Hasil Kinerja, Kebutuhan dan Kemampuan pelayanan berpengaruh

secara bersama-sama terhadap kualitas pelayanan masyarakat di Gardu Induk

PLTA Sutami Karangkates di Kabupaten dengan besarnya pengaruh 85% pada

taraf signifikansi 0,05.

2. Dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan masyarakat,

faktor kepastian pelayanan memiliki pengaruh yang dominan terhadap kualitas

pelayanan dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.

5.2 Saran
93

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diambil tersebut berikut ini

diajukan saran-saran yang sekiranya dapat dipergunakan bagi kepentingan

praktis maupun teoritis, yaitu:

1 Melihat rendahnya tingkat kepuasan Karyawan Gardu Induk PLTA Sutami

Karangkates di Kabupaten terhadap pekerjaannya maka harus disusun

kembali suatu disain pekerjaan yang sekiranya dapat membangkitkan motivasi

Karyawan terhadap pekerjaannya sendiri. Perlu disusun suatu disain

pekerjaan yang sekiranya membuat Karyawan bisa menyukainya. Salah satu

cara dengan memperkaya pekerjaannya.

2 Perlu untuk meningkatkan tanggungjawab individu terhadap pekerjaannya

masing-masing sehingga memunggkinkan lebih banyak pengendalian dan

otoritas pekerja terhadap pekerjaannya seraya tetap mempertahankan

pertanggungjawaban akhir pada pihak manajer.

3 Menyediakan pengalaman belajar yang baru, sehingga dapat membuka

kesempat bagi Karyawan untuk mendapat pengalaman ppribadi yang baru

serta pertumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai