Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik yaitu setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Kegitan tersebut dilaksanakan oleh
pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang
bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Dalam pelaksanaan pelayanan publik harus berdasarkan standar pelayanan sebagai tolok
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Pelayanan publik diatur dalam Undang-
Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pengaturan ini dimaksudan untuk
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam
pelayanan publik. Selain itu, pengaturan mengenai pelayanan publik bertujuan agar terwujudnya
batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan
seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; agar terwujudnya sistem
penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik; agar terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan agar terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat
dalam penyelengaaran pelayanan publik.
Pelayanan Publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Pada hakekatnya Pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat, oleh
karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik
dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi
negara dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya
akuntabilitas dan resposibiltas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah), dengan ciri sebagai
berikut: Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;
Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat,
tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang
meminta pelayanan; Kejelasan dan kepastian (transparan), mengenai: 1) prosedur/tata cara
pelayanan; 2) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; 3)
unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;
4) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan 5) jadwal waktu penyelesaian
pelayanan; Keterbukaan, artinya prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyeleaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta; Efisiensi, artinya: 1)
persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran
pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan
yang berkaitan; 2) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses
pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari
satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait; Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti
pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah,
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani; Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang
menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami
tumbuh kembang.
Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah
tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),
fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function).
Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-
fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif,
efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, pemerintah
dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, artinya
pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif.
Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi tersebut diatas, namun tidak berarti bahwa
pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tersebut.
Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership)
antar pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya.
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakikat
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan
perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Dalam Keputusan tersebut, untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut:
Transparansi, Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektifitas; Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; Kesamaan Hak. Tidak
diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status
ekonomi; Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 62
Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip
sebagai berikut: Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan; Kejelasan. Kejelasan ini mencakup beberapa hal penting bagi
masyarakat, seperti: Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik, Unit kerja/pejabat yang
berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian biaya pelayanan publik
dan tata cara pembayaran; Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat; Akurasi. Produk
pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah sesuai dengan aturan yang berlaku dan
dengan peruntukannya; Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum bagi para stakeholder; Tanggungjawab. Pimpinan penyelenggaraan
pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik; Kelengkapan sarana dan
prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informasi (telematika); Kemudahan akses.
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai dan mudah dijangkau oleh masyarakat,
dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasitka; Kedisiplinan, kesopanan dan
keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas; Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,
disediakan tuang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat yang
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, serta tempat parkir, toilet, tempat ibadah dan
lain-lain.
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan yang
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan
merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau penerima layanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 62 Tahun2003, standar pelayanan sekurang-kurangnya harus meliputi: Prosedur
pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan;
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan pelayanan; Biaya pelayanan beserta rincian yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan; Produk pelayanan yaitu hasil pelayanan yang akan
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; Sarana dan prasarana, yaitu penyediaan
sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik;
Kompetensi petugas pemberi pelayanan yang telah ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan public sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program pembangunan
nasional (PROPENAS), disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolak ukur untuk menilai
tingkat kualitas pelayanan. Indeks Kepuasan Masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap
unsure pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara
pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan nya.
Penyusunan Indeks Kepuasaan Masyarakat dimaksudkan sebagai acuan bagi unit
pelayanan instansi pemerintah dalam menyusun indeks kepuasan masyarakat, dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan
kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan public selanjutnya. Bagi masyarakat,
Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit
yang bersangkutan.
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk penyerahan
sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain dengan ketentuan perjanjian
kerja sama tersebut dituangkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam
pelaksanaannya didasarkan pada standar pelayanan; penyelenggara berkewajiban untuk
memberikan informasi terkait perjanjian kerja sama tersebut kepada masyarakat; tanggung jawab
pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama sedangkan tanggung jawab
penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada penyelenggara; informasi terkait identitas pihak
lain dan identitas penyelenggara sebagai penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh
penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah diketahui oleh masyarakat; dan penyelenggara
dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana
untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan
singkat, laman, e-mail, dan kotak pengaduan. Pihak lain yang dimaksud dalam hal ini wajib
berbadan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kerja sama yang
diselenggarakan tidak menambah beban bagi masyarakat serta dalam rangka untuk
menyelenggarakan pelayanan publik.
1) Pola Pelayanan Teknis Fungsional. Adalah pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh
suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya.
2) Pola Pelayanan Satu Pintu. Merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan
secaratunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit
kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan.
3) Pola Pelayanan Satu Atap. Pola pelayanan disini dilakukan secara terpadu pada satu instansi
pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing.
4) Pola Pelayanan Terpusat. Adalah pola pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi
pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya
yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan.
5) Pola Pelayanan Elektronik. Adalah pola pelayanan yang menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat on-line
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan dan kapasitas pelanggan
Unit Pelayanan Publik Kementerian Perindustrian (UPP) merupakan unit kerja non
struktural yang melakukan kegiatan penyelengaraan pelayanan publik di lingkungan
Kementerian Perindustrian. Tugas UPP adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat atau
badan hukum atas permintaan informasi, konsultasi, dan pelaksanaan pelayanan publik yang
berada pada ruang lingkupnya.
Ruang lingkup UPP Pusat adalah memberikan informasi, konsultasi, dan pelaksanaan
pelayanan publik yang berada pada Direktorat Jenderal Industri Agro, Direktorat Jenderal Basis
Industri Manufaktur, Direktorat Jenderal Industri Unggulan Basis Teknoligi Tinggi, Direktorat
Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri
dan LS Pro Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri. Sedangkan ruang lingkup UPP
Daerah disesuaikan dengan masing-masing Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pendidikan di
Lingkungan Kementerian Perindustrian.
Pasal 349
1. Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik untuk
meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing Daerah.
c. Analisis perizinan
Prosedur perizinan:
1) Proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan tidak hanya sebatas aspek legal dari
proses perizinan, tetapi lebih jauh dari itu. Misalnya untuk memberi izin, pihak pelaksana juga
harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari izin tersebut.
2) Proses perizinan memerlukan dukungan keahlian aparatur tidak hanya dalam hal mengikuti tata
urutan prosedurnya, tetapi juga hal-hal lain yang sangat mendukung kelancaran proses
perizinan itu sendiri.
3) Proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antara pemohon dengan pemberi izin. Dalam
interaksi tersebut terkadang muncul perilaku yang menyimpang, baik yang dilakukan oleh
aparatur maupun yang dipicu oleh kepentingan bisnis pelaku usaha, sehingga aparatur
pelaksana perizinan dituntut untuk memiliki perilaku yang positif dengan tidak memanfaatkan
situasi demi kepentingan pribadi. Ini semata-mata demi terciptanya good governance.
Persyaratan perizinan:
1) Tertulis dengan jelas. Regulasi akan sulit terlaksana dengan baik tanpa tertulis dengan jelas.
2) Memungkinkan untuk dipenuhi. Karena itulah maka perizinan harus berorientasi pada pada
azas kemudahan untuk dilaksanakan oleh si pemohon izin.
3) Berlaku universal. Perizinan hendaknya tidak menimbulkan efek diskriminatif, tapi harus
inklusif dan universal.
4) Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait.
100. Penerbitan Surat Ijin Usaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) .
101. Penerbitan Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (JPT)
102. Surat Izin Usaha Pelayaran Rakyat.
103. Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut.
104. Penerbitan Izin Usaha Tally
105. Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek Untuk Angkutan Sewa
Khusus.
106. Pembaharuan Masa Berlaku Izin Penyelengaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek
Untuk Angkutan Sewa Khusus.
107. Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri
108. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal Dalam Negeri
109. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal Dalam Negeri
110. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) Dalam Negeri
6. Menjelaskan..
a. Pelanggan
Pelanggan merupakan konsumen berupa pembeli ataupun pengguna jasa yang
melakukan kegiatan pembelian ataupun penggunaan jasa secara berulang-ulang
dikarenakan kepuasan yang diterimanya dari penjual ataupun penyedia jasa. Dalam
sebuah bisnis pelanggan sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan dan juga
keuntungan sebuah bisnis. Tanpa pelanggan yang tetap, maka bisnis yang dijalankan
cenderung terombang-ambing dan lebih beresiko.
Pelanggan pada dasarnya berasal dari konsumen biasa yang mencoba
menggunakan jasa ataupun produk dari sebuah perusahaan. Pelanggan terbentuk dari pola
kerja sama saling menguntungkan yang terjadi dalam proses kerja sama antara penyedia
layanan dan pengguna layanan. Tanpa kerja sama yang saling menguntungkan tidak akan
ada yang disebut sebagai pelanggan. Tanpa kerja sama yang saling menguntungkan yang
ada hanyalah proses pembelian barang biasa tanpa diikuti dengan pembelian barang
berulang-ulang di waktu lainnya.
Jenis-jenis Pelanggan
1) Pelanggan Internal
Pelanggan internal merupakan pelanggan yang tidak mengonsumsi suatu barang ataupun
jasa secara langsung. Pelanggan tipe ini membeli barang ataupun jasa untuk dijual
kembali oleh orang lain. Pelanggan jenis ini dapat berupa produsen suatu barang ataupun
agen penjualan yang bekerja sama dengan perusahaan penyedia barang ataupun jasa.
Pelanggan jenis ini akan didapatkan oleh perusahaan dengan jalan memberikan berbagai
keuntungan untuknya. Dengan memberikan keuntungan yang lebih untuk pelanggan ini,
maka pelanggan ini akan tetap setia menjadi pelanggan perusahaan Kita.
2) Pelanggan Eksternal
Dari kedua jenis pelanggan tersebut, pada dasarnya pelanggan yang memberikan
keuntungan lebih besar adalah pelanggan internal. Pelanggan internal lebih memiliki
andil yang besar dalam proses penemuan pelanggan-pelanggan baru untuk perusahaan,
sedangkan pelanggan eksternal cenderung tidak memberikan kontribusi yang besar
terhadap pertambahan pelanggan sebuah perusahaan.
b. Mutu pelayanan
Mutu pelayanan dapat didefinisikan sebagai jarak antara harapan dan kenyataan
yang dirasakan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima. Jika jarak harapan dan
keyataan itu dekat bahkan sesuai maka mutu pelayanan yang dirasakan pelanggan positif
atau baik, jika jarak harapan dan kenyataan itu jauh maka mutu pelayanan yang dirasakan
pelanggan negatif atau kurang baik.
Menurut pendapat Lewis dan Booms (Manullang, 2008) mutu pelayanan sebagai
ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai harapan pelanggan.
Maka dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulkan bahwa ada hal yang sangat
mempengaruhi mutu pelayanan yaitu antara jasa yang diharapkan dengan jasa yang
dirasakan. Dimensi yang biasa digunakan oleh pelanggan untuk mengukur kepuasan
pelanggan atas mutu pelayanan (Effendy, 2010) adalah Responsiveness, Reliability,
Assurance, Emphaty dan Tangibles. Bahkan Zeithami (Manullang, 2008)
mengembangkan alat ukur yang dinamakan SERVQUAL (Service Quality). SERVQUAL
merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas mutu
layanan yang meliputi 5 dimensi:
1) Responsiveness (Tanggapan)
Kemampuan petugas di lembaga memahami keinginan peserta diklat dan kemampuan
memberikan tanggapan atas keluh kesah dan permasalahan yang dihadapi peserta.
2) Reliability (Keandalan)
Kemampuan petugas di lembaga untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat dan memuaskan sesuai dengan harapan peserta.
3) Assurance (Jaminan)
Pengetahuan, sopan santun, keramahan, dan kemampuan petugas dalam menumbuhkan
rasa percaya kepada peserta diklat.
4) Emphaty
Kemampuan petugas di lembaga memberikan perhatian yang tulus dan bersifat khusus
yang diberikan kepada para peserta berupupaya untuk dapat memahami keinginan
peserta.
d. Keluhan pelanggan
Keluhan pelanggan adalah bentuk aspirasi pelanggan yang terjadi karena adanya
ketidakpuasan terhadap suatu barang atau jasa. Macam-macam keluhan pelanggan pada
dasarnay terbagi 2 yakni keluhan yang disampaikan lewat lisan (berbicara langsung atau
lewat telepon) dan keluhan yang disampaikan secara tertulis (lewat guest complaint
form). Selain itu, keluhan pelanggan merupakan ketidakpuasan yang dirasakan oleh
konsumen ketika membeli dan menggunakan barang, baik itu berupa produk fisik atau
jasa pelayanan. Keluhan pelanggan tidak bias diabaikan, karena mengabaikan hal tersebut
akan membuat pelanggan merasa tidak dihargai dan tidak diperhatikan sama sekali
(Rusadi : 2004)
e. Kepuasan pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah sebuah pendahuluan dari pembelian
kembali konsumen, loyalitas pelanggan, dan bertahannya konsumen yang akhirnya
menguntungkan perusahaan. Kepuasan konsumen memberikan banyak keuntungan bagi
perusahaan dimana salah satu yang penting yaitu memungkinkan tercapainya loyalitas
pelanggan (Lovelock et al 2005).
Menurut Kotler & Keller pengertian kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan perasaan
seseorang yang merupakan hasil perbandingan antara penilaian kinerja/hasil
akhir produk dalam hubungannya dengan harapan pelanggan.
Kepuasan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja yang dirasakan. Jika
kinerja produk atau jasa lebih rendah dari yang diharapkan, konsumen akan merasa tidak
puas. Jika kinerja produk atau jasa sesuai harapan maka konsumen akan merasa puas
(satisfied), dan jika kinerja produk atau jasa melebihi harapan maka konsumen akan
merasa sangat puas (delighted).
Pada saat ini persoalan yang dihadapi begitu mendesak, masyarakat mulai tidak
sabar atau mulai cemas dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan yang pada
umumnya semakin merosot atau memburuk. Pelayanan publik oleh pemerintah lebih
buruk dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta, masyarakat
mulai mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyelenggarakan pemerintahan dan
atau memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
Pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses,
prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang
tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya
kualitas pelayanan publik di Indonesia. Di mana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai
permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada
kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang
tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang
memiliki “uang“, dengan sangat mudah mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu,
apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan
yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan
berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar
antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang
lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara
keseluruhan.
Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering atau
selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif, birokrasi sering kali dianggap tidak
mampu melakukan hal-hal yang sesuai dan tepat, serta sering birokrasi dalam pelayanan
publik itu sangat merugikan masyarakat sebagai konsumennya. Hal ini sangat
memerlukan perhatian yang besar, seharusnya birokrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik itu memudahkan masyarakat menerima setiap pelayanan yang
diperlukannya, seharusnya pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan terhadap
masyarakat itu mempermudahkannya, bukan mempersulit.
1) Pelayanan Publik Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah akan
mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya di suatu daerah.
Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di
pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah
dan murah serta tariff yang jelas dan pasti. Pemerintah perlu menyusun Standard
Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di daerah yang bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas yang mengeluarkan perizinan bagi
pelaku bisnis. Perizinan berbagai sector usaha harus didesain sedemikian rupa agar
pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin usaha,
sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar hanya untuk mengurus
perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh
Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secra berkala agar pelayanan publik senantiasa
memuaskan masyarakat. Ada hasil penelitian tentang kualitas pelayanan yang perlu
dijadikan pedoman oleh aparat pemda dalam melayani masyarakat di daerah Studi
International menyatakan bahwa tiga 3-6 dari 10 pelanggan akan bicara secara
terbuka kepada umum mengenai perlakuan buruk yang mereka terima. Pada akhirnya
6 dari 10 pelanggan akan mengkonsumsi barang atau jasa alternatif (Pantius D,
Soeling, 1997, 11). Hasil studi The Tehnical Assistens Research Program Institute
menunjukkan: 95 % dari pelanggan yang dikecewakan tidak pernah mengeluh kepada
perusahaan. Rata-rata pelanggan yang komplain akan memberitahukan kepada 9 atau
10, orang lain mengenai pelayanan buruk yang mereka terima. 70 % pelanggan yang
komplain akan berbisnis kembali dengan perusahaan kalau keluhannya ditangani
dengan cepat. (Pantius D. Soeling, 1997 : 11). Dengan demikian pelayanan
memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga loyalitas konsumen,
demikian pula halnya pelayanan yang diberikan oleh pemda kepada para pelaku
bisnis. Bila merasa tidak mendapat pelayanan yang memuaskan maka mereka akan
dengan segera mencari daerah lain yang lebih kompetitif untuk memindahkan
usahanya. Penilaian Kualitas Pelayanan menurut Konsumen menurut Zeitmeml Para
suraman Berry yang dikutip oleh Amy YS. Rahayu penilaian kualitas pelayanan oleh
konsumen adalah sebagai berikut : Indikator kualitas pelayanan menurut konsumen
ada 5 dimensi berikut (Amy Y.S. Rahayu, 1997:11): Tangibles: kualitas pelayanan
berupa sarana fisik kantor, komputerisasi Administrasi, Ruang Tunggu, tempat
informasi dan sebagainya. Realibility: kemampuan dan keandalan dalam
menyediakan pelayanan yang terpercaya. Responsivness: kesanggupan untuk
membantui dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap
keinginan konsumen. Assurance: kemampuan dan keramahan dan sopan santun dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen. Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam
memberikan payanan kepada konsumen.
2) Pengisian Formasi Jabatan Formasi jabatan di pemerintah daerah Tk. I maupun Tk. II
ada yang bertambah akan tetapi ada juga yang berkurang, karena harus disesuaikan
dengan kemampuan daerah untuk membiayai perangkat daerah (dinas) sesuai dengan
besarnya pendapatan asli daerah yang dimiliki. Pengisian formasi jabatan baik untuk
jabatan politik maupun untuk jabatan karir di Instansi daerah sering diwarnai dengan
menguatnya isu putra daerah. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
menyatakan otonomi daerah sering menimbulkan berbagai gejolak biasanya terkait
dengan proses pemilihan kepala daerah dan pertanggung jawaban kepala daerah.
(Republika, 10 Januari 2001). Kasus pemilihan Bupati Sampang Madura yang
berlarut-larut sampai saat ini belum dilantik menunjukkan bahwa belum semua
anggota masyarakat di daerah siap melaksanakan demokrasi di tingkat lokal.
Demokrasi menuntut adanya sikap dewasa dan rasional serta sanggup untuk
menerima adanya perbedaan pendapat termasuk kekalahan dari calon atau partai yang
didukungnya. Sepanjang proses pemilihan Kepala Daerah telah dilakukan secara
demokratis dengan mengikuti aturan main yang telah ditetapkan maka semua pihak
harus siap menerima apapun hasilnya. Dalam demokrasi ada idiom yang menyatakan
bahwa tidak mungkin suatu pilihan memuaskan semua orang. Sepanjang pemilihan
itu telah memuaskan dan diterima oleh sebagian besar masyarakat maka hasilnya
harus diterima dan disahkan sebagai keputusan yang legal. Teror, ancam-mengancam
secara fisik dan psikis merupakan manifestasi dari sikap yang belum dewasa dalam
berdemokrasi, sehingga hal ini harus dihindarkan dalam praktek-praktek politik di era
reformasi saat ini. Untuk pengisian formasi jabatan karir pemda hendaknya
mengedepankan profesionalisme sehingga tidak terjebak pada fanatisme sempit
berupa kesukuan, sebab bila hal ini yang ditonjolkan oleh pemda maka selain
merugikan pemda sendiri, juga akan mengusik rasa persatuan dan kesatuan bangsa
yang telah sejak lama dibangun dan diperjuangkan bahkan jauh sebelum
kemerdekaan RI. Menurut Ibnu Purna untuk dapat mengeliminir terjadinya ego
daerahisme pelaksanaan otonomi daerah harus dilandasi dengan semangat plurarisme
dengan cara mempelajari kembali sejarah pergerakan Nasional dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia (Republika, 22 November 2000). Strategi
pengisian formasi jabatan yang paling valid, adil dan layak di daerah adalah dengan
mengadakan Fit and Proper Test secara obyektif kepada setiap calon, tanpa melihat
dari mana suku dan daerahnya yang penting masih warga negara Indonesia. Hal ini
akan mampu menekan isi kesukuan yang sudah tidak relevan lagi untuk
dipertahankan di era GLOBALISASI karena keaslian dan kesukuan tidak akan
menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas. Selaiknya dengan profesionalisme akan
dapat memberikan kinerja yang unggul karena pendekatan yang bersifat primordial
adalah masa lalu yang harus segera ditinggalkan. Pembinaan pegawai di pemerintah
daerah harus sudah menerapkan merit system agar kinerja pemda dapat menjadi clean
government di tingkat local sebagai sumbangan untuk menciptakan clean government
secara Nasional.
3) Pengawasan Keuangan di Daerah Pelaksanaan otonomi daerah telah mengakibatkan
terjadinya pergeseran peran dari Departemen yang berada di Pusat ke Dinas-dinas di
daerah. Demikian juga pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang dahulu
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dengan Pemimpin Proyek yang diangkat dan
ditunjuk oleh Menteri., kini telah diserahkan kewenangan untuk mengangkat dan
menunjuk Pinpro kepada pemerintah daerah. Diserahkannya kewenangan
pelaksanaan proyek ke daerah berarti diserahkan pula kewenangan pengelolaan
keuangan negara yang cukup besar kepada daerah. Sementara tugas pelaksanaan
kegiatan dari Departemen secara berangsur-angsur akan menciut dan tinggal
pembinaan dengan pembuatan standar-standar baku. Meningkatnya jumlah anggaran
yang dikelola di daerah perlu dibarengi dengan peningkatan kemampuan pengawasan
keuangan di daerah . Sebab membengkaknya anggaran di pemda bila tidak diikuti
dengan pengawasan keuangan yang memadai tidak tertutup kemungkinan akan
menyuburkan praktek KKN di daerah. Untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan
pengawasan keuangan di daerah diperlukan pendistribusian aparat pengawasan (Itjen
dan BPKP) ke daerah tingkat I maupun TK II. Pengawasan keuangan di daerah tidak
dapat sepenuhnya diserahkan kepada DPRD sebab DPRD bersifat politis dan tidak
semua anggota DPRD memiliki staf ahli yang mampu dan menguasai seluk beluk
pelaksanaan keuangan daerah.
4) Lembaga Pengawasan Independen Untuk mengawasi kinerja DPRD yang kini
berfungsi sebagai independent yang bertugas memantau kinerja DPRD. Kewenangan
yang cukup besar yang dimiliki oleh DPRD ini dapat saja disalahgunakan untuk
kepentingan para anggota DPRD sendiri, sementara kepentingan rakyat tetap saja
terabaikan. Tugas dari lembaga ini adalah untuk menekan praktek-praktek politik
yang kolusif yang dilakukan oleh DPRD dan Kepala Daerah. Pada saat penyusunan
RAPBD dan penyampaian Laporan Pertangungjawaban Kepala Daerah kepada
DPRD, adalah saat yang kritis dan perlu mendapat perhatian serius dari segenap
lapisan masyarakat agar tidak terjadi persekongkolan politik yang merugikan
kepentingan masyarakat. Kasus pemberian mobil dinas kepada setiap anggota DPRD
telah mendapat dana sebesar Rp 75.000.000,00 sebagai subsidi pembelian kendaraan.
(Republika, 9 Maret 2001) dinilai oleh sebagian perbuatan yang dilakukan agar
pertanggungjawaban kepala daerah tidak dipermasalahkan oleh DPRD, padahal
masih banyak pos-pos untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu dibiayai dari
APBD. Disini jelas bahwa demi memuluskan penilaian atas LPJ gubernur telah
memanjakan DPRD dengan berbagai fasilitas berlebihan. Di daerah kasus yang
hampir sama juga terjadi di Kab. Purbalingga Jateng dimana utang pribadi anggota
Dewan berupa kredit Sepeda Motor senilai Rp. 450.000.000,00 dilunasi dengan
anggaran APBD Kabupaten. Hal ini ada kaitannya dengan penyampaian Laporan
Pertanggungjawaban Bupati yang disampaikan pada bulan Maret 2001. (Republika,
20 Maret 2001). Eforia rupanya juga menghinggapi sikap para DPRD sehingga tidak
tertutup kemungkinan para anggota DPRD menyalahgunakan kekuasaan yang
dimiliki. Lembaga pengawasan Independen ini beranggotakan para tokoh masyarakat,
kalangan perguruan tinggi dan LSM yang konsen terhadap Clean Government
sehingga perlu mengawal ketat pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia,
agar otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah, tanpa dibarengi dengan meningkatnya KKN di seluruh
daerah. PENUTUP Pelaksanaan otonomi daerah me mungkinkan pelaksanaan tugas
umum Pemerintahan dan tugas Pembangunan berjalan lebih efektif dan efisien serta
dapat menjadi sarana perekat Integrasi bangsa. UU No. 22 1999 jauh lebih
Desentralistik dibandingkan dengan UU No. 5 1974 namun karena pelaksanaan nya
berbarengan dengan pelaksanaan Reformasi yang mengakibatkan efuria-efuria di
kalangan masyarakat maka pelaksanaan otonomi daerah dapat juga diwarnai efuria
baik dari Kepala daerah maupun dari para anggota DPRD. Untuk menjamin agar
pelaksanaan otonomi daerah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers
maupun para pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja Pemda dengan
mitranya DPRD agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri,
transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan
pemerintahan yang baik good government dan Clean government. Bila semua daerah
otonom dapat menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan demokratis, maka
pemerintah kita secara nasional pada suatu saat nanti entah kapan mungkin juga akan
dapat menjadi birokrasi yang bersih dan professional sehingga mampu menjadi
negara besar yang diakui dunia.
Pelaksanaan otonomi daerah telah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada
di daerah tidak terkecuali di Bangka Belitung. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi
masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak
daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga
akan lebih efisien.
Ada dua pendekatan yang didasarkan pada dua proposisi (Penni Chalid, 2005).
Pertama, pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkan persoalan, kecuali untuk persoalan-
persoalan yang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif
keutuhan negara-bangsa. Kedua, seluruh persoalan pada dasarnya harus diserahkan
kepada pemerintah pusat kecuali untuk persoalan-persoalan tertentu yang telah dapat
ditangani oleh daerah. Yang pertama disebut sebagai pendekatan federalistik, sedangkan
yang kedua sebagai pendekatan unitaristik.
Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal atau disingkat
dengan SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang
merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara
secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga negara.
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
6. Sosial
Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal atau disingkat
dengan SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang
merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara
secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga negara.
1) Pendidikan
2) Kesehatan
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 19
(2)Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang yang sesuai dengan jenis
SPM melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara teknis.
(3)Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SPM provinsi oleh
perangkat Daerah provinsi.
(5)Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten oleh
perangkat Daerah kabupaten dan wali kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan penerapan
SPM Daerah kota oleh perangkat Daerah kota.
(6)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan.
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan
“kratos” yang berarti kekuasaan. Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh
Aristosteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan
bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam
pidato Gettysburg nya mendefiniskan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi pemerintahan
dipegang oleh rakyat.
Nilai Demokrasi
Elemen Demokrasi
2) Rakyat berdaulat (kedaulatan rakyat) : alinia keempat pembukaan UUD 1945 dan
pasal 1 ayat (2)
3) Kepentingan umum (Respublica) : pasal 1 ayat (1) negara Indonesia ialah negara
yang berbentuk republic
Kelembagaan Demokrasi
Pasal 395
penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan program dan
kegiatan pembangunan di bidang kelembagaan demokrasi.
Perkembangan Demokrasi
Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945,
dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut
paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), atau tergolong
sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan.
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali
ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu
disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat
sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan
oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi
lembaga legislatif.
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama,
pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara
konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil
Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian
menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya
dalam sejarah kehidupan politik kita.
Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD
Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa
kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat
ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat
atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak
percaya kepad pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan
jabatannya.
Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer,
dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa
demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal
disebabkan :
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
Bubarkan konstituante
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
Dominasi Presiden
Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik
sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan
kepentingan politik nasional secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan
gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia
yang dijiwai oleh Pancasila.
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR
Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.
Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir.
Soekarno sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini menerapkan
Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah yang
sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang
melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.Namun demikian
perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan
sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses
formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari
kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat kepada
negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai,
dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap
perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk
mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya
pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas
dan pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6)
sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok
rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab
struktural.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai
hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan
masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak
dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai
sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden
Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari
KKN
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden RI
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali
yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi
Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi
perlementer tahun 1950 1959. Perbedaan demkrasi reformasi dengan demokrasi
sebelumnya adalah:
Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat
desa.
Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat