Anda di halaman 1dari 21

Aspek yang Dinilai dalam Tes Karakteristik Pribadi (TKP)

Menurut Permen-PANRB No. 27 Tahun 2021, aspek:


a) Pelayanan publik, dengan tujuan mampu menampilkan perilaku keramahtamahan
dalam bekerja yang efektif agar bisa memenuhi kebutuhan dan kepuasan orang
lain sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki;
b) Jejaring kerja, dengan tujuan mampu membangun dan membina hubungan,
bekerja sama, berbagi informasi dan berkolaborasi dengan orang lain secara
efektif;
c) Sosial budaya, dengan tujuan mampu beradaptasi dan bekerja secara efektif
dalam masyarakat majemuk, terdiri atas beragam agama, suku, budaya, dan
sebagainya;
d) Teknologi informasi dan komunikasi, dengan tujuan mampu memanfaatkan
teknologi informasi secara efektif untuk meningkatkan kinerja;
e) Profesionalisme, dengan tujuan mampu melaksanakan tugas dan fungsi sesuai
dengan tuntutan Jabatan; dan
f) Anti radikalisme, dengan tujuan menjaring informasi dari individu tentang
pengetahuan terhadap anti radikalisme, kecenderungan bersikap, dan bertindak
saat menanggapi stimulus dengan beberapa alternatif situasi.
Pelayanan Publik

A. Konsep Pelayanan Publik


Pelayanan publik adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-
cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta
kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa
barang dan jasa. Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur
pertama, adalah organisasi penyelenggara pelayanan publik, unsur kedua, adalah
penerima layanan (pelanggan) yaitu orang, masyarakat atau organisasi yang
berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan atau
diterima oleh penerima layanan (pelanggan).

B. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik


1. Partisipatif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat
pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya;
2. Transparan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik harus menyediakan akses bagi warga negara untuk
mengetahui segala hal yang terkait dengan pelayanan publik yang
diselenggarakan tersebut, seperti: persyaratan, prosedur, biaya, dan
sejenisnya.
3. Responsif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan
memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan
bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan,
prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat,
birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat yang
menduduki posisi sebagai agen;
4. Tidak diskriminatif
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh
dibedakan antara satu warga negara dengan warga negara yang lain atas
dasar perbedaan identitas warga negara, seperti: status sosial, pandangan
politik, identitas, agama, profesi, jenis kelamin atau orientasi seksual, difabel,
dan sejenisnya;
5. Mudah dan Murah
Penyelenggaraan pelayanan publik dimana masyarakat harus memenuhi
berbagai persyaratan dan membayar fee untuk memperoleh layanan yang
mereka butuhkan harus diterapkan prinsip mudah, artinya berbagai
persyaratan yang dibutuhkan tersebut masuk akaldan mudah untuk dipenuhi.
6. Efektif dan Efisien
Penyelenggaraan pelayan publik harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan
yang hendak dicapainya (untuk melaksanakan mandat konstitusi dan mencapai
tujuan-tujuan strategis negara dalam jangka panjang) dan cara mewujudkan
tujuan tersebut dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja yang
sedikit, dan biaya yang murah;
7. Aksesibel
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah harus dapat
dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan dalam arti fisik (dekat,
terjangkau dengan kendaraan publik, mudah dilihat, gampang ditemukan, dan
lain-lain.) dan dapat dijangkau dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya
dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan
layanan tersebut.
8. Akuntabel
Penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan menggunakan fasilitas
dan sumber daya manusia yang dibiayai oleh warga negara melalui pajak yang
mereka bayar. Oleh karena itu semua bentuk penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada
masyarakat. Pertanggungjawaban di sini tidak hanya secara formal kepada
atasan (pejabat atau unit organisasi yang lebih tinggi secara vertikal) akan
tetapi yanglebih penting harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada
masyarakat luas melalui media publik baik cetak maupun elektronik.
Mekanisme pertanggungjawaban yang demikian sering disebut sebagai social
accountability.
9. Berkeadilan
Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah memiliki
berbagai tujuan. Salah satu tujuan yang penting adalah melindungi warga
negara dari praktik buruk yang dilakukan oleh warga negara yang lain. Oleh
karena itu penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dijadikan sebagai
alat melindungi kelompok rentan dan mampu menghadirkan rasa keadilan
bagi kelompok lemah ketika berhadapan dengan kelompok yang kuat.

C. Ciri-ciri Pelayanan Publik


1. menunjukkan kepedulian, ramah, dan santun dalam memberikan pelayanan;
2. berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan
tugas;
3. berupaya memberikan layanan yang tepat waktu, cepat, dan transparan;
4. memberikan pelayanan sesuai kompetensi dan dalam hal terdapat
permasalahan, bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam penyelesaian
permasalahan;
5. menerima pihak lain yang tidak terkait dengan pekerjaan di luar jam kerja atau
pada jam kerja dengan seizin atasan dan/atau sepanjang tidak mengganggu
pekerjaan atau layanan; dan
6. tidak membeda-bedakan dan bersikap adil dalam memberikan pelayanan.
D. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Tujuan undang-undang tentang pelayanan publik adalah:
1. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
2. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai
dengan asas-asasumum pemerintahan dan korporasi yang baik;
3. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
4. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan:


1. kepentingan umum;
Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau
golongan.
2. kepastian hukum;
Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.
3. kesamaan hak;
Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender, dan statusekonomi.
4. keseimbangan hak dan kewajiban;
Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan,
baik olehpemberi maupun penerima pelayanan.
5. keprofesionalan;
Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang
tugas.
6. partisipatif;
Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
denganmemperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
7. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.
8. keterbukaan;
Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh
informasimengenai pelayanan yang diinginkan.
9. akuntabilitas;
Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.
10. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan
dalampelayanan.
11. ketepatan waktu;
Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan
standar pelayanan.
12. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
Profesionalisme

A. Pengertian Profesionalisme
• Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara
pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada
atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal dari kata
profession yang bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya.
• Profesionalisme, yang berarti seluruh Pegawai harus bekerja dengan tuntas dan
akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab serta
komitmen yang tinggi;

B. Ciri-Ciri Profesionalisme ASN


• mengutamakan kepentingan bangsa dan organisasi di atas kepentingan pribadi;
• bekerja sesuai standar operasional prosedur dan kewenangan jabatan;
• menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara bertanggung jawab hingga tuntas;
• menyusun rencana atau sasaran kinerja yang hendak dicapai;
• mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan;
• menjaga informasi dan data Kementerian terkait yang bersifat rahasia;
• disiplin dalam pemanfaatan waktu kerja;
• berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya;
• bersikap dan bertutur kata secara sopan;
• mengindahkan etika berkomunikasi dalam bercakapcakap, bertelepon,
menerima tamu, dan surat-menyurat termasuk surat elektronik (e-mail) serta
media komunikasi lainnya;
• menjaga kebersihan, keamanan, kenyamanan ruang kerja, termasuk tidak
merokok di luar areamerokok yang telah disediakan;
• berpenampilan, berpakaian, dan memakai sepatu kerja sesuai dengan
ketentuan dan standaretika yang berlaku;
• tidak menyalahgunakan tanda pengenal (name tag) Pegawai saat jam kerja
atau keperluandinas;
• tidak merespon kritik dan saran dengan negatif secara berlebihan;
• tidak memakai tindik (piercing), kecuali penggunaan di daun telinga khusus
untuk Pegawai perempuan atau karena alasan keagamaan; dan
• tidak bertato di bagian tubuh yang terbuka.
Jejaring Kerja

A. Pengertian Jejaring Kerja


Menurut Wayne E. Baker (1994) jejaring kerja adalah proses aktif membangun dan
mengelola hubungan-hubungan yang produktif baik personal maupun organisasi.
Pendapat lainnya menyatakan bahwa jejaring kerja merupakan suatu sistem
informasi yang terdiri dari manusia, datra, perangkat lunak (software), perangkat
keras (hardware) dan jaringan itu sendiri (O’Brien,1999).
Jejaring kerja (kemitraan) atau sering disebut partnership, secara etimologis berasal
dari akar kata partner. Partner dapat diartikan pasangan, jodoh, sekutu atau
kompanyon. Sedangkan partnership diterjemahkan persekutuan atau perkongsian.
Dengan demikian, kemitraan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan
antara dua pihak atau lebih yang membentuk satu ikatan kerjasama di suatu
bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu sehingga dapat memperoleh hasil yang
lebih baik. Pendapat senada disampaikan Agung Sudjatmoko dalam bukunya yang
berjudul Cara Cerdas Menjadi Pengusaha Hebat bahwa ”kemitraan bisnis
merupakan kerjasama terpadu antara dua belah pihak atau lebih, secara serasi,
sinergis terpadu, sitematis dan memiliki tujuan untuk menyatukan potensi bisnis
dalam mengahasilkan keuntungan yang optimal”.

B. Konsep Jejaring Kerja


Membangun jejaring kerja (kemitraan) pada hakekatnya adalah sebuah proses
membangun komunikasi atau hubungan, berbagi ide, informasi dan sumber daya
atas dasar saling percaya (trust) dan saling menguntungkan diantara pihak-pihak
yang bermitra yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman atau
kesepakatan guna mencapai kesuksesan bersama yang lebih besar. Dari definisi di
atas dapat dijelaskan bahwa membangun Jejaring Kerja (kemitraan) dapat
dilakukan jika pihak-pihak yang bermitra memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Ada dua pihak atau lebih organisasi/lembaga
2. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan organisasi/lembaga.
3. Ada kesepakatan/kesepahaman
4. Saling percaya dan membutuhkan
5. Komitmen bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.

C. Ciri-ciri Jejaring Kerja


• mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban setiap manusia serta
mengembangkan sikap tenggang rasa antarsesama manusia;
• menghormati dan menghargai perbedaan latar belakang, ras, warna kulit,
agama, asal-usul,jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan;
• tidak memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa;
• bersikap kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan
tugas;
• menghargai masukan, pendapat, dan gagasan orang lain;
• menjaga komitmen terhadap keputusan bersama dan implementasinya;
• bersedia untuk berbagi solusi, informasi dan/atau data sesuai kewenangan
untukmenyelesaikan masalah yang terkait dengan pekerjaan;
• memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah ketika rapat kerja atau
tugas kedinasansedang berlangsung;
• melaksanakan kegiatan terkait tugas atau jabatannya dengan izin atau
sepengetahuan atasan;dan
• tidak menyebarkan informasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya,
menimbulkan rasa kebencian dan/atau permusuhan.

D. Prinsip dalam Membangun Jejaring Kerja (Kemitraan)


1. Kesamaan visi-misi;
Kemitraan hendaknya dibangun atas dasar kesamaan visi dan misi dan tujuan
organisasi. Kesamaan dalam visi dan misi menjadi motivasi dan perekat pola
kemitraan. Dua atau lebih lembaga dapat bersinergi untuk mencapai tujuan
yang sama.
2. Kepercayaan (trust);
Setelah ada kesamaan visi dan misi maka prinsip berikutnya yang tidak kalah
penting adalahadanya rasa saling percaya antar pihak yang bermitra. Oleh
karena itu kepercayaan adalah modal dasar membangun jejaring dan
kemitraan. Untuk dapat dipercaya maka komunikasi yang dibangun harus
dilandasi itikad (niat) yang baik dan menjunjung tinggi kejujuran.
3. Saling menguntungkan;
Asas saling menguntungkan merupakan fondasi yang kuat dalam membangun
kemitraan. Jika dalam bermitra ada salah satu pihak yang merasa dirugikan,
merasa tidak mendapat manfaat lebih, maka akan menggangu keharmonisan
dalam bekerja sama. Antara pihak yang bermitra harus saling memberi
kontribusi sesuai peran masing-masing dan merasa diuntungkan.
4. Efisiensi dan efektivitas;
Dengan mensinergikan beberapa sumber untuk mencapai tujuan yang sama
diharapkan mampu meningkatkan efisiensi waktu, biaya dan tenaga. Efisiensi
tersebut tentu saja tidak mengurangi kualitas proses dan hasil. Justru
sebaliknya dapat meningkatkan kualitas proses dan produk yang dicapai.
Tingkat efektivitas pencapaian tujuan menjadi lebih tinggi jika proses kerja kita
melibatkan mitra kerja. Dengan kemitraan dapat dicapai kesepakatan-
kesepakatan dari pihak yang bermitra tentang siapa melakukan apa sehingga
pencapaian tujuan menjadi lebih efektif.
5. Komunikasi timbal balik;
Komunikasi timbal balik atas dasar saling menghargai satu sama lain
merupakan fondamen dalam membangun kerjasama. Tanpa komunikasi timbal
balik maka akan terjadi dominasi satu terhadap yang lainnya yang dapat
merusak hubungan yang sudah dibangun.
6. Komitmen yang kuat;
Jejaring Kerja sama akan terbangun dengan kuat dan permanen jika ada
komitmen satu sama lain terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dibuat
bersama.
Teknologi informasi dan komunikasi

A. Pendahuluan
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) atau dalam bahasa Inggris ICT
(Information and communication technology) saat ini sangat mempengaruhi
kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Semakin tinggi kemampuan dalam
memanfaatkan TIK, akan semakin tinggi pula kemampuan bersaing dalam
kehidupan. Teknologi komunikasi yang terus mengalami kemajuan akan
mempengaruhi pola komunikasi masyarakat nantinya.

B. Pengertian Informasi
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat
keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena informasi
menurunkan ketidakpastian (atau meningkatkan pengetahuan) Informasi menjadi
penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat mengetahui
kondisi obyektif perusahaannya.

C. Pengertian Teknologi Komunikasi


Teknologi telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang berkembang
dengan sangat cepat. Teknologi komunikasi mulai dengan berkembangnya
pemanfaatan teknologi VoIP (Voice over Internet Protocol). Teknologi satelit
memungkinkan melakukan komunikasi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa
saja.
Teknologi komunikasi merupakan teknologi dalam penyebaran informasi baik
untuk tingkat regional maupun internasional. Dalam teori komunikasi dikenal
dengan sistem komunikasi yang terdiri atas sumber informasi, informasi yang
disebarkan, saluran komunikasi, dan penerima informasi. Teknologi komunikasi
dalam sistem komunikasi analog dengan saluran komunikasi.

D. Pengertian Teknologi Informasi


Teknologi informasi merupakan teknologi yang digunakan untuk mengolah data
sehingga data dapat diubah menjadi informasi. Pada saat ini, teknologi informasi
lebih banyak diperankan oleh penggunaan komputer. Namun dalam
perkembangannya, teknologi informasi ini bukan saja komputer, namun dapat
berupa peralatan lain yang mempunyai prinsip kerja yang sama atau dapat
berfungsi sebagai pengganti komputer, misalnya handphone, iphone dan tablet.

E. Dampak Pengembangan Teknologi Komunikasi


Perkembangan TIK yang terjadi dalam masyarakat menimbulkan beragam
dampak, baik yang sifatnya positif maupun yang negatif terhadap sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Di bawah ini diuraikan dampak tersebut, diharapkan
dengan mengetahui dampak negatifnya, kita dapat mengantisipasi atau
mengambil jalan keluar yang baik sebagai pemecahan masalah.
a. Dampak Positif
Dalam bidang sosial, kemajuan teknologi komunikasi yang cepat dapat
mempermudah komunikasi antara suatu tempat dan tempat yang lain. Dengan
adanya internet, kita dapat menjangkau wilayah yang lebih jauh di semua
belahan dunia. Sebagai contoh dalam berjualan, kita dapat mempromosikan
produk kita ke seluruh Indonesia, atau bahkan mancanegara dengan biaya yang
jauh lebih rendah dibandingan dengan cara promosi tradisional.
Dalam bidang pendidikan pengaruh teknologi komunikasi telah sebagai berikut:
1. Informasi yang dibutuhkan akan semakin cepat dan mudah di akses untuk
kepentinganpendidikan.
2. Inovasi dalam pembelajaran semakin berkembang dengan adanya inovasi e-
learning yang semakin memudahkan proses pendidikan.
3. Pengajar juga dapat menerapkan konsep belajar yang kreatif dan atraktif.
4. Kemajuan TIK juga akan memungkinkan berkembangnya kelas virtual atau
kelas yang berbasis teleconference yang tidak mengharuskan sang pendidik
dan peserta didik berada dalam satu ruangan.
5. Sistem administrasi pada sebuah lembaga pendidikan akan semakin mudah
dan lancar karena penerapan sistem TIK.
Dalam bidang ekonomi, dampak positif teknologi komunikasi antara lain:
1. Semakin maraknya penggunaan TIK akan semakin membuka lapangan
pekerjaan.
2. Bisnis yang berbasis TIK atau yang biasa disebut e-commerce dapat
mempermudah transaksi-transaksi bisnis suatu perusahaan atau
perorangan
3. Dengan fasilitas pemasangan iklan di internet pada situs-situs tertentu
akanmempermudah kegiatan promosi dan pemasaran suatu produk.
Dalam pemerintahan, dampak positif teknologi komunikasi antara lain :
1. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dikembangkan dalam
pemerintahan atau yang disebut e-government membuat masyarakat
semakin mudah dalam mengakses kebijakan pemerintah sehingga program
yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan denganlancar.
2. e-government juga dapat mendukung pengelolaan pemerintahan yang lebih
efisien, dan bisa meningkatkan komunikasi antara pemerintah dengan
sektor usaha dan industri. Masyarakat dapat memberi masukan mengenai
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga dapat
memperbaiki kinerja pemerintah.

b. Dampak Negatif
Dalam bidang sosial, pesatnya teknologi komunikasi menyebabkan banyaknya
kejadian yang tidak diinginkan, seperti :
1. Berubahnya bentuk komunikasi yang tadinya berupa face to face menjadi
tidak. Hal inidapat menyebabkan komunikasi menjadi hampa.
2. Seseorang yang terus menerus bergaul dengan komputer akan cenderung
menjadiseseorang yang individualis.
3. Adanya peluang masuknya hal-hal yang berbau pornografi, pornoaksi,
maupun kekerasan.
4. Memperparah kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat antara orang
kaya dan orangmiskin.
5. Maraknya cyber crime yang terus membayangi seperti carding, ulah
cracker, manipulasi data dan berbagai cyber crime yang lainnya.
6. Interaksi anak dan komputer yang bersifat satu (orang) menghadap satu
(mesin) mengakibatkan anak menjadi tidak cerdas secara sosial (Paul C
Saettler dari California State University, Sacramento).

Dalam Bidang Pendidikan, kemajuan teknologi komunikasi mempermudah


terjadinya pelanggaran terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) karena
semakin mudahnya mengakses data menyebabkan orang yang bersifat
plagiatis akan melakukan kecurangan.
1. Apabila sistem administrasi suatu lembaga pendidikan kurang baik, dapat
menyebabkan pemalsuan dokumen administrasi pendidikan.
2. Televisi melatih anak untuk berpikir pendek dan bertahan berkonsentrasi
dalam waktu yang singkat (short span of attention).

Dalam Bidang Ekonomi, dampak negatif teknologi komunikasi adalah


1. Akan semakin memudahkan orang melakukan transaksi yang dilarang
seperti transaksi barang selundupan atau transaksi narkoba karena
transaksi di internet menjadi semakin mudah,
2. Menyebabkan terjadinya pembobolan rekening suatu lembaga atau
perorangan yang mengakibatkan kerugian finansial yang besar.

Dalam Bidang Pemerintahan, semakin bebasnya masyarakat mengakses situs


pemerintah akan membuka peluang terjadinya cyber crime yang dapat
merusak sistem TIK pada e- government. Misalnya kasus pembobolan situs KPU
ketika penyelenggaraan Pemilu oleh seorang cracker.
Sosial Budaya

Ilmu sosial dan budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya
dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam
bahas inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji
masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan
ilmu sosial dan budaya dasar bukan hanya ilmu tentang budaya, melainkan mengenai
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan kebudayaannya.

A. Pengertian Sosial dan Budaya Dasar


Sosial
Menurut Lewis, sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan
dalam interaksisehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya. Singkatnya,
sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan non-
individualis.
Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Ilmu sosial budaya dasar dapat diartikan sebagai integrasi ISBD dan IBD yang
memberikan dasar -dasar pengetahuan sosial dan konsep - konsep budaya kepada
manusia sehingga mampu mengkaji masalah sosial dan budaya secara arif. ISBD
sebagai kajian masalah sosial, kemanusiaan dan budaya sekaligus pula memberi
dasar yang bersumber dari dasar - dasar ilmu sosial yang terintregasi. ISBD
bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan hanyalah suatu
pengetahuan mengenai aspek - aspek yang paling dasar yang ada dalam hidup
manusia sebagai mahluk sosial yang berbudaya, dan masalah masalah yang
terwujud dari padanya.

B. Tujuan Sosial dan Budaya Dasar


Menurut Rahma, dkk (2010), tujuan umum ilmu sosial budaya dasar mengandung
3 rumusan utama yaitu :
a. Pengembangan kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk
budaya.
b. Kemampuan menanggapi secara kritis dan berwawasan luas masalah sosial
budaya danmasalah lingkungan sosial budaya.
c. Kemampuan menyelesaikan secara halus, arif dan manusiawi masalah –
masalah tersebut.
Selain tujuan umum, ilmu sosial budaya dasar secara khusus bertujuan untuk :
1. Mempertajam kepekaan terhadap sosial budaya dan lingkungan sosial budaya
terutama untuk kepentingan profesi, dalam arti cepat tanggap, mudah
bereaksi, sikap segera ingin tahu, dan kepedulian yang tinggi tentang peristiwa
sosial budaya disekitarnya dan kondisi lingkungan sosial budaya dimana
seseorang itu hidup atau berada. Setiap peristiwa sosial yangunik dan mencolok
cepat ditanggapi dan diupayakan penyelesaiannya. Peristiwa sosial budaya yang
unik mencolok umumnya menyangkut kepentingan umum dan nasib orang
banyak. Dalam hubungan kepentingan profesi atau institusi pelayanan
masyarakat (public service) yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang
memberi pelayanan kepada klien lebih mengutamakan kualitas pelayanan yang
berbasis keahlian profesional, dan bukan karena mengutamakan bayaran yag
mahal, dengan kata lain dicontohkan dalam pelayanan keahlian profesional
yang dimanipulasi oleh kehendak klien dengan imbalan uang.
2. Memperluas pandangan tentang masalah sosial budaya dan masalah
kemanusiaan serta mengembangkan kemampuan daya kritis terhadap kedua
masalah tersebut. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan kemampuan
memperluas wawasan pemikiran dalam arti mempunyai kemampuan berfikir
secara mendasar dan luas terhadap masalah sosial budaya dan masalah
kemanusiaan tidak hanya masalah sosial budaya yang terjadi dalam kelompok
tertentu seperti masalah dalam keluarga, kelompok profesi dan organisasi
kemasyarakatan pada masa sekarang, tetapi juga meliputi lingkup yang lebih
luas untuk masa mendatang. Selain itu mampu meningkatkan daya kritis
terhadap masalah sosial budaya dan masalah kemanusiaan dalam arti mampu
memahami dengan daya tangkap yang rasional berdasarkan penalaran yang
tinggi terhadap setiap masalah sosial budaya dan kemanusiaan yang terjadi
dalam masyarakat sehingga ia dapat membedakan mana peristiwa yang
merupakan masalah sosial budaya yang bersumber dari perbedaan sosial
budaya dan mana peristiwa yang dianggap masalah kemanusiaan yang
bersumber dari perbuatan tidak manusiawi.
3. Menghasilkan calon pimpinan bangsa dan negara yang tidak bersifat
kedaerahan dan tidak terkotak – kotak oleh disiplin ilmu yang ketat dalam
menanggapi dan menangani masalah dan nilai –nilai dalam lingkungan sosial
budaya.
4. Meningkatkan kesadaran terhadap nilai manusia dan kehidupan manusiawi.
Artinya bahwa mereka dapat memahami manusia sebagai makhluk yang
holistik dalam arti tidak hanya memandang manusia sebagai objek semata
melainkan memandangnya sebagai subjek pula.
5. Membina kemapuan berfikir dan bertindak objektif untuk menangkal pengaruh
negatif yang dapat merusak lingkungan sosial budaya.
Anti Radikalisme

Radikalisme atas nama agama, yang tidak jarang menggunakan instrumen


kekerasan menjadi fenomena menonjol dan menarik perhatian kembali dunia
internasional saat ini. Berkembangnya wacana tentang gerakan Islamic State of Iraq
and Syiria (ISIS) menjadi topik perbincangan dan perhatian serius berbagai kalangan.
Mereka berasal baik dari level lokal, nasional maupun internasional. Pemerintah di
berbagai negara dan kelompok-kelompok masyarakat merespon ISIS dalam beragam
pandangan. Umumnya menentang keberadaannya. Hal tersebut disebabkan oleh sifat
radikalisme ISIS yang lebih terbuka, massif, dan terorganisir. Mereka memiliki kekuatan
militer dan politik yang lebih baik dari bentuk-bentuk gerakan Islam radikal
sebelumnya. Pemerintah Indonesia ikut merespon secara serius. Pada akhir periode
masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah Indonesia memberi
peringatan secara jelas agar Indonesia tidak tidur menghadapi ISIS, karena telah
berkembang meluas di berbagai negara.

A. Radikalisme
Radikalisme adalah satu paham aliran yang menghendaki perubahan secara
drastis dalam penjelasan lebih lanjut, aliran paham politik dimaksud menghendaki
pengikutnya perubahan yang ekstrem sesuai dengan pengejawantahan paham
mereka anut. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari
perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan. Esensi radikalisme adalah
konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme
menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang
yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis
dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Radikalisme merupakan fakta sosial
yang spektrumnya merentang dari lingkungan makro (global), lingkungan messo
(nasional) maupun lingkungan mikro (lokal).
Apabila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan
fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari
paham/aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda
paham/aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan
dipercayainya untuk diterima secara paksa. Adapun yang dimaksud dengan
radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan
kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.
Dawinsha mengemukakan definisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.
Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya.
Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut.
Definisi Dawinsha lebih nyata bahwa radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang
membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan
kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru. Makna yang terakhir ini,
radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi
berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.
B. Faktor Radikalisme
Memiliki paham radikal belum tentu seseorang terjerumus pada aksi teror.
Namun, perlu diingat bahwa memiliki paham radikal sudah sangat rentan untuk
melangkah pada aksi teror jika didukung oleh faktor yang dapat memicu. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan proses radikalisasi berjalan dari intoleransi,
radikalisme ke terorisme. Faktor-faktor tersebut:
1. Pertama, Faktor domestik, yakni kondisi dalam negeri yang semisal kemiskinan,
ketidakadilan atau merasa kecewa dengan pemerintah.
2. Kedua, faktor internasional, yakni pengaruh lingkungan luar negeri yang
memberikan daya dorong tumbuhnya sentimen keagamaan seperti
ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, dan imperialisme modern
negara adidaya.
3. Ketiga, faktor kultural yang sangat terkait dengan pemahaman keagamaan
yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal (harfiah).

C. Corak Pemikiran Radikalisme


Mantan Kapolri Jendral (Pol) Badrodin Haiti pernah memberikan ciri-ciri paham
radikal dalam Islam dalam kaitannya dengan perilaku kegamaan sebagai berikut:
1. Mengklaim kebenaran, beranggapan hanya dia yang benar,
2. Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah mubah atau
sunnah seakan-akan wajib dan hal – hal yang makruh seakan-akan haram,
3. Kebanyakan tidak melalui tahapan yang gradual, tetapi overdosis yang tidak
pada tempatnya,
4. Mudah mengkafirkan orang yang tidak sependapat, jika orang lain tidak hijrah
dianggap kafir,
5. Menggunakan cara-cara kekerasan.
Sedangkan radikalisme dalam konteks kenegaraan mempunyai ciri-ciri:
1. Tujuan membuat Negara Islam dengan mewujudkan penerapan syariat Islam.
Sebaiknya tidak diformalkan dalam bentuk UUD/ Perda karena tidak semua
orang memiliki keyakinan yang sama.
2. Konsep Negara: NII dan Khilafah Islamiyah (seperti HTI). Tidak ada konsep
Negara khilafah yang sukses.
3. Jihad sebagai pilar perjuangan mewujudkan tujuan utama.
4. Dalam konteks di atas, kelompok ini tidak mengakui “Pancasila” sebagai
ideologi Negara bahkan tidak mengakui NKRI dengan berbagai implikasinya.
Hukum tidak diakui, pemerintah tidak diakui, tidak mau hormat dengan
bendera RI dan menyanyikan lagu kebangsaaan RI.

D. Kriteria Pelanggaran bagi ASN terkait Radikalisme


1. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang
bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, NKRI, dan pemerintah.
2. Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang
bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar-
golongan.
3. Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana
pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet,
repost Instagram, dan sejenisnya).
4. Membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
5. Menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung
maupun melalui media sosial.
6. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut,
memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,
NKRI, dan pemerintah.
7. Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan
menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
8. Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana
angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet, atau comment
di media sosial.
9. Menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
10. Melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung
maupun melalui media sosial.
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai 10 dilakukan secara
sadar oleh ASN.

E. Anti Radikalisme
Upaya menentang segala bentuk radikalisme merupakan bagian dari reaksi anti
radikalisme. Semangat anti radikalisme muncul sebagai bagian dari resistensi
masyarakat. Radikalisme dan anti radikalisme saling berkaitan secara dialektis.
Meskipun keduanya merupakan sesuatu yang paradoks, namun selalu menyatu
(Kusmanto et al., 2015). Anti radikalisme juga sering diartikan sebagai gerakan anti
kekerasan yang biasanya gerakannya berdasarkan sila-sila pancasila yang sangat
menentang adanya sebuah radikalisme atau gerakan perpecahan antar bangsa.

F. Strategi dan Upaya Pencegahan


Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Radikalisme merupakan
suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner
dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan
(violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Dalam upaya menanggulangi terorisme,
Pemerintah Indonesia telah membentuk lembaga bernama BNPT berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 yang kemudian dipebaharui menjadi
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012. BNPT mempunyai tiga kebijakan bidang
pencegahan, antara lain bidang perlindungan dan deradikalisasi; bidang penindakan
dan pembinaan kemampuan; serta bidang kerjasama internasional. Dalam
menjalankan kebijakan dan strateginya, BNPT menggunakan pendekatan holistik
dari hulu ke hilir. Penyelesaian terorisme tidak hanya selesai dengan penegakan dan
penindakan hukum (hard power) akan tetapi yang paling penting adalah
menyelesaikan persoalan dengan upaya pencegahan (soft power).
Dalam bidang pencegahan, BNPT menggunakan dua strategi yaitu:
1) Kontra radikalisasi yakni upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta
nilai-nilai non-kekerasan. Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui
pendidikan baik formal maupun non-formal. Kontra radikalisasi diarahkan
masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan,
tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan stakeholder lain dalam
memberikan nilai-nilai kebangsaan.
2) Deradikalisasi yang ditujukan pada kelompok simpatisan, pendukung inti dan
militan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan.
Deradikalisasi merupakan upaya mendeteksi secara dini, menangkal sejak awal,
dan menyasar berbagai lapisan potensial dengan beragam bentuk dan varian
yang relevan bagi masing-masing kelompok yang menjadi sasaran. Tujuan
utama dari deradikalisasi, bukan hanya mengikis radikalisme, memberantas
potensi terorisme tapi yang utama adalah mengokohkan keyakinan masyarakat
bahwa terorisme memberikan dampak yang buruk bagi stabilitas nasional
bahkan dapat memberikan citra Negara yang buruk bagi dunia Internasional.
Tujuan dari deradikalisasi agar; kelompok inti, militan simpatisan dan
pendukung meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam
memperjuangkan misinya serta memoderasi paham-paham radikal mereka
sejalan dengan semangat kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi
kebangsaan yang memperkuat NKRI.

Berikut adalah upaya lain yang dapat dilakukan untuk melakukan gerakan anti
radikalisme menurut Rani (2017):
1. Kekuatan ideologi dan psikologi
Menanamkan kembali nilai-nilai dasar pancasila pada kehidupan
berbangsa dan bernegara merupakan tanggungjawab serta kewajiban kita
bersama. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai
keagamaan, kemanusiaan, persatuan, kemusyawaratan, dan keadilan. Terhadap
nilai-nilai Pancasila seharusnya dapat kita hayati, fahami dan amalkan dalam
kehidupan sehari-hari, tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga demi
terwujudnya lingkungan yang tertib, aman, nyaman, dan tenteram.
Mempertahankan kekuatan ideologi dapat kita lakukan dengan tetap berpegang
teguh pada ajaran Ketuhanan, hakikatnya tidak ada satupun ajaran Tuhan yang
mengajarkan kepada kita untuk berbuat radikal dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sehingga dengan mengamalkan nilai-nilai ajaran Tuhan, kita akan
dapat terhindar dari perbuatan radikalisme yang merusak persatuan dan
kesatuan negara Indonesia.
2. Kekuatan politik
Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerjasama dan
memiliki kekuatan yang seimbang agar dapat menjaga stabilitas politik negara.
Melalui pranata-pranata politik, masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan
politik nasional. Dalam era reformasi saat ini, masyarakat memiliki peran yang
sangat besar dalam mengontrol jalannya politik. Terhadap kebijakan-kebijakan
politik yang dibuat atau akan dibuat oleh pemerintah harusnya juga
mempertimbangkan dari segi aspek tindakan radikal dalam lingkungan sosial
masyarakat. Pemerintah harus bisa menghadirkan kebijakan-kebijakan yang
tegas agar dapat membentuk tatanan kehidupan yang anti radikalisme. Sehingga
dengan keberadaan kebijakan tersebut kita semua dapat mewujudkan tujuan
nasional dalam menjaga ketertiban umum. Kebijakan-kebijakan yang dibuat
tersebut tidak hanya dibuat oleh pemerintah pusat, tetapi bisa saja dilakukan
oleh pemerintah daerah bahkan desa. Terhadap kebijakan yang dibuat itu harus
bersendikan pada nilai-nilai pancasila agar dapat diterima oleh masyarakat.
Sehingga masyarakat responsif dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Kebijakan yang mengatur tentang radikalisme harusnya sudah ada di tiap-tiap
daerah, kebijakan tentang radikalisme tersebut harus disesuaikan dengan nilai-
nilai kearifan lokal setempat agar sejalan dengan adat dan budaya masyarakat.
3. Kekuatan sosial-budaya
Nilai-nilai kearifan lokal juga dapat dijadikan aspek pencegahan
radikalisme di Indonesia. Tatanan nilai yang lahir dan merupakan warisan para
leluhur juga turut serta mempengaruhi perilaku moral etis bangsa dalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang
majemuk, bukan berarti menjadikan perbedaan itu sebagai alasan untuk tidak
bersatu tetapi justru dengan perbedaan yang ada dapat menyatukan bangsa
Indonesia dalam semangat kebhinnekaan. Bangsa Indonesia yang bersifat
magismetafisis sangat patuh terhadap nilai-nilai leluhur, tentunya nilai-nilai
leluhur yang diwarisi tersebut sudah disaring dan dipilah mana yang patut untuk
dilaksanakan dan mana yang tidak patut untuk dilaksanakan. Sehingga terhadap
nilai-nilai yang patut itulah yang berkembang dan terus diwarisi menjadi ciri
khas bangsa Indonesia dalam budaya dan adat istiadat. d. Kekuatan pertahanan
dan keamanan Perlu disadari bersama bahwa menciptakan perdamaian tidak
hanya merupakan cita-cita negara, tetapi juga cita-cita bangsa Indonesia. Sikap
anti radikalisme merupakan bentuk sikap menjaga pertahanan keamanan. Maka
dari itu, dibutuhkan penguatan-penguatan dari aspek pertahanan keamanan
seperti jiwa patriotisme yang bersendikan pada ideologi bangsa. Penguatan-
penguatan sikap bela negara juga menjadi prioritas penting yang harus
ditanamkan dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural masih diartikan sangat ragam dan belum ada
kesepakatan, apakah pendidikan multikultural tersebut berkonotasi pendidikan
tentang keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap agar
menghargai keragaman budaya. Kamanto Sunarto menjelaskan bahwa
pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya
dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan yang
menawarkan ragam model untuk keragaman budaya dalam masyarakat, dan
terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar
menghargai keragaman budaya masyarakat.

Selain konsepsi yang telah dinyatakan oleh Rani (2017) di atas, terdapat upaya
lain untuk mendukung gerakan anti radikalisme. Salah satunya dengan melakukan
upaya pencegahan di bangku pendidikan formal, misalnya saja perguruan tinggi.
Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan tinggi sebagai
tingkat lanjut dari jenjang pendidikan menengah di jalur pendidikan formal. Hal ini
sesuai dengan pengertian perguruan tinggi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
19 Ayat 1 yang menyatakan bahwa perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor. Peserta didik dilingkungan Perguruan Tinggi disebut
dengan mahasiswa. Lingkungan kampus dan mahasiswa sebenarnya lingkungan
yang tertutup untuk kegiatan yang bersifat radikal. Seperti diketahui bahwa
sebenarnya lingkungan kampus merupakan tempat dimana sivitas akademika
menimba ilmu dan pengetahuan, tempat pengkajian kegiatan ilmiah, serta kegiatan
akademik dan non akademik mahasiswa yang bersifat positif. Paham radikal
mampu masuk ke lingkungan kampus dikarenakan adanya organisasi-organisasi
yang ada lingkungan kampus dan diikuti oleh beberapa mahasiswa. Mahasiswa
yang belum memiliki pemahaman kuat terhadap nilai dan norma tentunya akan
mudah terpengaruh terhadap paham radikal atau radikalisme. Maka dari itu,
mahasiswa menjadi sasaran empuk bagi para penganut radikalisme. Semakin
maraknya paham radikalisme yang diikuti dengan aksi anarkis termasuk terorisme,
menuntut lembaga perguruan tinggi agar paham tersebut tidak ikut mempengaruhi
kegiatan pendidikan di perguruan tinggi apalagi mempengaruhi mahasiswa. Maka
dari itulah, dilakukan berbagai bentuk kegiatan preventif (pencegahan) sebagai
upaya dari perguruan tinggi untuk mencegah radikalisme yaitu sebagai berikut.
1. Penguatan pendidikan karakter melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan
Pendidikan Pancasila. Sebagai mata kuliah umum yang wajib diampu oleh
mahasiswa, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila mampu
menanamkan rasa nasionalisme terhadap mahasiswa sehingga mahasiswa
memiliki dasar nilai dan moral untuk berperilaku secara baik. Selain itu,
Pancasila merupakan filter bagi mahasiswa untuk menyaring mana pengaruh
yang baik dan buruk.
2. Pendidikan Agama. Sebagai negara dan bangsa yang unik karena keragaman
agama dan budaya, sangat perlu penanaman eksistensi religius pada diri
mahasiswa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman akan toleransi
antar umat beragama. Jika rasa toleransi sudah tertanam pada diri mahasiswa,
maka mustahil muncul paham radikal apalagi sikap anarkis seperti terorisme.
3. Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan
guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini meliputi keteladanan bagaimana
perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Berdasarkan grand design yang
dikembangkan Kemendiknas tersebut, secara psikologis dan sosial kultural
pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, konaktif, dan psikomotorik) dalam
konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat.

Anda mungkin juga menyukai