Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Terapi Komplementer
1. Teknik Relaksasi Napas Dalam

a. Pengertian

Teknik relaksasi nafas dalam merupakam bentuk asuhan

keperawatan untuk mengajarkan kepada klien bagaimana cara

melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara

maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.

Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas

dalam ini juga dapat membuat ketentraman hati dan berkurangnya

rasa cemas (Arfa, 2013).

Teknik relaksasi nafas dalam yaitu proses yang dapat

melepaskan ketegangan dan mengembalikan keseimbangan tubuh.

Teknik nafas dalam dapat meningkatkan konsentrasi pada diri,

mempermudah untuk mengatur nafas, meningkatkan oksigen dalam

darah dan memberikan rasa tenang sehingga membuat diri menjadi

lebih rileks sehingga membantu untuk memasuki kondisi tidur,

karena dengan cara meregangkan otot-otot akan membuat suasana

hati menjadi lebih tenang dan juga lebih santai. Dengan suasana ini

lebih tenang dapat membantu mencapai kondisi gelombang alpha

yang merupakan suatu keadaan yang sangat diperlukan seseorang

untuk dapat measuki frase tidur lebih awal. Dengan keadaan rileks
juga dapat memberikan kenyamanan sebelum tidur sehingga para

lansia dapat memulai tidur dengan mudah relaksasi nafas dalam

adalah pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan,

berirama dan nyaman dilakukan dengan memejamkan mata.

(Brunner & Sudart, 2015).

Menurut Bare dan Smeltzer (2016) teknik relaksasi nafas

dalam bertujuan untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara

pertukaran gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi

batuk, mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan kecemasan.

b. Tujuan

Teknik relaksasi nafas dalam saat ini masih menjadi metode

relaksasi yang termudah. Metode ini mudah dilakukan karena

pernafasan itu sendiri merupakan tindakan yang dapat dilakukan

secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu. Tujuan relaksasi

nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,

memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis paru,

meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun

emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan

kecemasan (Smeltzer & Bare, 2016).


c. Indikasi

Indikasi klien dilakukan nafas dalam adalah (Aryani, dkk,

2009) :

1) Intoleransi aktivitas

2) Pola nafas tidak efektif

3) Kecemasan

4) Gangguan/ kerusakan pertukaran gas

5) Nyeri

6) Hipoksia

7) Fatique

d. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Langkah-langkah Teknik

Relaksasi Nafas Dalam

1) Atur posisi pasien dengan posisi duduk ditempat tidur atau

dikursi

2) Letakkan satu tangan pasien diatas abdomen ( tepat bawah iga)

dan tangan lainnya berada di tengah-tengah dada untuk

merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas

3) Keluarkan nafas dengan perlahan-lahan

4) Tarik nafas dalam melalui hidung secara perlahan-lahan selama

4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal,

jaga mulut tetap tertutup selama menarik nafas

5) Tahan nafas selama 3 detik


6) Hembuskan dan keluarkan nafas secara perlahan-lahan melalui

mulut selama 4 detik

7) Lakukan secara berulang dalam 5 siklus selama 15 menit dengan

periode istirahat 2 menit ( 1 siklus adalah 1 kali proses mulai

dari tarik nafas, tahan dan hembuskan)

2. Teknik Relaksasi Otot Progresif

a. Definisi relaksasi otot progresif

Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik

pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf

simpatetis dan parasimpatetis. Teknik relaksasi dapat dilakukan

megurangi ketegangan, imsonia dan asma serta dapat dilakukan pada

penderita hipertensi (Ramadhani, 2009). Teknik relaksasi otot

progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot,

dengan mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian menurunkan

ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan

perasaan relaks (Purwanto,2013).

b. Manfaat Relaksasi otot progresif

1) Menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup

pasien yang menjalani proses dialysis. 2. Mengurangi

kecemasan yang berimplikasi pada mual dan muntah pasien

yang menjalani kemoterapi.

2) Menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer

(Suratini,2013)
c. Prosedur Relaksasi otot progresif Prosedur

Gerakan 1: ditujukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan

relaks selama 10 detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan

keadaan relaks yang dialami.

5) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

Gerakan 2: ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga

otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jarijari

menghadap ke langit-langit. Gerakan melatih otot tangan bagian

depan dan belakang ditunjukkan pada gambar.Cara

Gerakan 3: ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada

bagian atas pangkal lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang


Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyantuh kedua telinga.

2) Fokuskan atas, dan leher

Gerakan 5 dan 6: ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti otot dahi, mata, rahang, dan mulut).

1) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa dan kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar mata

dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

Gerakan 7: ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami

oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi

sehingga terjadi ketegangan disekitar otot rahang.

Gerakan 8: ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.

Gerakan 9: ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian depan

maupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.


3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian

rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian

belakang leher dan punggung atas.

Gerakan 10: ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan

di daerah leher bagian muka.

Gerakan 11: ditujukan untuk melatih otot punggung

1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2) Punggung dilengkungkan.

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lemas.

Gerakan 12: ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas. 3. Saat

ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega. 4.

Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks


Gerakan 13: ditujukan untuk melatih otot perut.

1) Tarik dengan kuat perut kedalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.

Gerakan 14-15: ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha

dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

B. Hipertensi
1. Definisi

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan distolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi

juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh

darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resiko nya (Nurarif,

2016).

Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang

dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang


membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap

(Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai

dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya

(Lanny, 2014).

2. Penyebab

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan :

a. Hipertensi primer (esensial)

Disebut juga hipertensi idiopatik karena diketahui penyebabnya.

Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan,

hiperaktifitas, saraf simpatis system renin. Angiotensin dan

peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor – faktor yang

meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alcohol dan polisitemia.

b. Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sisdrom

cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan

(Nurarif, 2016)

Tingginya tekanan yang lama tentu saja akan merusak pembuluh

darah diseluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal, otot.

Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol

adalah gangguan penglihatan, okulasi kroner, gagal ginjal dan stroke.

Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja

saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Peningkatan tekanan

perifer yang dikontrol pada tingkat anteriola adalah dasar penyebab


tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tekanan tersebut belum

banyak diketahui. Selain itu hipertensi juga dipengaruhi oleh tekanan

emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, tembakau dan obat-

obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat

dipengaruhi faktor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita

dari pada pria (Smeltzer & Bare, 2016).

3. Tanda gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri

oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak

akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.

b. Gejala yang lazim

Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya

ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien

yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah
5) Mual

6) Muntah

7) Epistaksis

8) Kesadaran menurun

(Nurarif, 2016).

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari

vasomotor tersebut bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia

simpatis di thorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui system

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah. Dengan dilepaskannya norepineprin akan

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokontriktor (Ramdhani, 2014).

Seseorang dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.

Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.


Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid linnya, yang dapat

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan

rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan adanya sutu

vasokontriktor yang kuat. Hal ini merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal yang mengakibatkan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung menyebabkan hipertensi. Pada lansia, perubahan

struktur dan fungsi pada system pembuluh perifer bertanggung jawab

pada perubahan tekanan darah yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan menurunkan kemampuan

distensi daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta

dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ) sehingga

terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Ramdhani, 2014).

5. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Obat yang berfungsi mengontrol tekanan darah, bukan

menyembuhkan. Obat-obatan yang diberikan untuk penderita


hipertensi meliputi diuretik, angiotensin-converting enzyme (ACE),

Beta-blocker, calcium channel blocker (CCB), dll. Diuretik

merupakan pengobatan hipertensi yang pertama bagi kebanyakan

orang dengan hipertensi.

b. Non Farmakologi

1) Makan gizi seimbang

Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan

tekanan darah pada penderita hipertensi. Manajemen diet bagi

penderita hipertensi yaitu membatasi gula, garam, cukup buah,

sayuran, makanan rendah lemak, usahakan makan ikan berminyak

seperti tuna, makarel dan salmon (Kementerian Kesehatan RI,

2016).

2) Mengurangi berat badan

Hipertensi erat hubungannya dengan kelebihan berat

badan. Mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah

karena mengurangi kerja jantung dan volume sekuncup (Aspiani,

2015). Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat

badan (obesitas) dianjurkan untuk menurunkan berat badan

hingga mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2, lingkar

pinggang <90 cm untuk laki-laki dan <80 cm untuk perempuan

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

3) Olahraga yang teratur


Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang dan

bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki kinerja jantung (Aspiani, 2015). Senam aerobic atau

jalan cepat selama 30-45 menit lima kali perminggu dapat

menurunkan tekanan darah baik sistole maupun diastole. Selain

itu, berbagai cara relaksasi seperti meditasi dan yoga merupakan

alternatif bagi penderita hipertensi tanpa obat (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

4) Berhenti Merokok

Berhenti merokok dapat mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karenan asap rokok yang mengandung zat-zat kimia

beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok dapat menurunkan aliran dara ke bebagai organ dan

meningkatkan kerja jantung (Aspiani, 2015).

5) Mengurangi konsumsi alkohol

Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunan tekanan

darah sistolik. Sehingga penderita hipertensi diupayakan untuk

menghindari konsumsi alkohol (Kementerian Kesehatan RI,

2016).

6) Mengurangi stres

Stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung dan

meningkatkan kebutuhan oksigen ke berbagai organ sehingga

meningkatkan kinerja jantung, oleh karena itu dengan mengurangi


stres seseorang dapat mengontrol tekanan darahnya (Nurahmani,

2016).

DAFTAR PUSTAKA

Arfa, M. (2013). Pengaruh Teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan


nyeri pada pasien post operasi apendisitis di ruangan bedah RSUD prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo
Aryani, dkk, (2009). Prosedur Klinik Keperawatan pada Mata Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: CV.Trans Info Medika:111-138
Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta
Brunner & Sudart, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. (M.
Ester, Ed.) (8th ed.). Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI, (2016). Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Infodatin Hipertensi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Nurahmani, (2016). Stop Hipertensi. Jogjakarta: Familia
Nurarif, M. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Keperawatan Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction
Jogjakarta.
Purwanto, B & Zulaekah. (2009). Hipertensi Patogenesis, Kerusakan Target
Organ dan Penatalaksanaan. Cetakan Pertama. UPT Penerbitan dan
Percetakan UNS (UNS press). Jawa Tengah.
Ramdhani, (2014). Ramuan Ajaib Berkhasiat Dahsyat Tumpas Asam Urat ,
Diabetes, Hipertensi.Cetakan I .Yogyakarta:Penerbit Buku Pinang Merah
Smeltzer & Bare, (2016). Textbook of Medical-Surgical Nursing 10th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer & Bare, (2016). Textbook of Medical-Surgical Nursing 10th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Suratini. (2013). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Tekanan Darah
pada Lansia Hipertensi. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, 9(2),193-204

Anda mungkin juga menyukai