Anda di halaman 1dari 5

PENANGANAN NON FARMAKOLOGIS UNTUK MENGURANGI NYERI

SENDI LUTUT PADA LANSIA DI DESA GAYAMAN


MOJOANYAR MOJOKERTO
ARIK MEGA SANDY
1212020004
SUBJECT:
Penanganan non farmakologis, Nyeri sendi lutut, Lansia
DESCRIPTION:
Penanganan non-farmakologis merupakan salah satu pilihan para lansia untuk
mengurangi nyeri sendi lutut yang mereka alami. Karena pada dasarnya penangan nonfarmakologis ini tidak menimbulkan efeksamping dan paling mudah untuk dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis penanganan non-farmakologis apa yang
paling banyak digunakan para lansia untuk mengurangi nyeri sendi lutut yang mereka
alami.
Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancang penelitian survei dengan
variabel independen yaitu penanganan non-farmakologis untuk mengurangi nyeri sendi
lutut pada lansia. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Teknik sampling yang digunakan adalah
non-probability sampling tipe purposive sampling. Penelitian dilaksanakan pada tanggal
30 April 2015 sampai 30 Mei 2015 dengan menggunakan lembar kuesioner. Teknik
analisa data menggunakan analitik deskriptif.
Hasil penelitian didapatkan hampir setengah responden yaitu 57 responden (34,2%)
menggunakan penanganan masase frirage untuk mengurangi nyeri sendi yang mereka
alami sehingga dapat disimpulkan penanganan non-farmakologis yang paling banyak
digunakan untuk mengurangi nyeri sendi lutut karena dapat memperlancar peredaran darah
sehingga darah yang mengalir cepat dari vena ke jantung akan mempercepat pembuangan
sisa pembakaran melalui alat-alat pembuangan .
Simpulan dalam penelitian ini adalah hampir setangah responden yaitu para lansia
yang ada di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto menggunakan
penanganan non-farmakologis masase frirage untuk mengurangi nyeri sendi lutut.
ABSTRACT
Non-pharmacological treatment is one option for the elderly to reduce knee joint
pain they experienced. Because basically non-pharmacological treatment does not cause
side effects and easiest to do. The purpose of this study was to determine the type of nonpharmacological treatment most widely used by the elderly to reduce knee joint pain they
experienced.
This study was a descriptive survey research design with independent variables are
non-pharmacologic treatment to reduce the knee joint pain in the elderly. The population
was all elderly people in Gayaman village Mojoanyar Mojokerto. The sampling technique
used is non-probability sampling type of purposive sampling. The research was conducted
from April 30, 2015 to May 30, 2015 using questionnaire. Data analysis techniques used
descriptive analytic.
The result suggests that nearly half of the respondents, 57 respondents (34.2%)
used frirage massage treatment to reduce joint pain they are experiencing so that we can

conclude a non-pharmacological treatment most widely used to reduce the knee joint pain
because it can accelerate blood circulation so that blood rapidly flows from the vein to the
heart and speed up the disposal of combustion through disposing equipments.
The conclusions of this research are almost over half of the respondents of the
elderly Gayaman village Mojoanyar Mojokerto ed non-pharmacological treatment
massage frirage to reduce knee joint pain.
Keywords: non-pharmacological treatment, knee joint pain.
Contributor

: 1. Vonny Nurmalya M, S.Kep.Ns., M.Kep


2. Sulis Diana, M.Kes
Date
: 6 Juli 2015
Type Material : Laporan Penelitian
Identifier
:Right
: Open Document
Summary
:
Latar Belakang
Perubahan fisiologis yang terjadi seiring dengan proses penuaan berupa adanya
perubahan pada sistem muskuloskeletal. Perubahan sistem muskuloskeletal ini ditandai
dengan adanya nyeri pada sendi penopang tubuh yaitu salah satunya sendi lutut (Corwin,
2009). Nyeri sendi lutut akan mengakibatkan penurunan aktivitas pada lansia serta
imobilisasi berkepanjangan. Keterbatasan dalam pergerakan dan berkurangnya pemakaian
sendi akan memperparah kondisi sistem muskuloskeletal akibat proses penyakit (Price,
2005). Hal ini akan mengganggu aktivitas sehari-hari dan menurunkan produktivitas yang
akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup serta dapat mengganggu kenyamanan.
Biro Pusat Statistik (BPS) (2009), menyatakan bahwa peningkatan jumlah lansia di
Indonesia pada tahun 2000-2011 baik secara absolute maupun persentase mengalami
peningkatan. Persentase penduduk lansia meningkat dari 9,27% pada tahun 2000 menjadi
10,57% pada tahun 2011. Fenomena ini jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara
lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan
keperawatan. Dampak perubahan epidemiologis, penyakit pada lanjut usia cenderung ke
arah penyakit degeneratif (Nugroho, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati,
dkk (2006) melaporkan bahwa prevalensi kasus muskuloskeletal terbanyak yang
ditemukan pada lansia adalah osteoartritis lutut, yaitu sebanyak 87%. Survei awal
dilakukan peneliti di Puskesmas Dr. Soetomo Kelurahan Dr. Soetomo Kecamatan
Tegalsari Surabaya, pada bulan november 2013 mendapatkan hasil bahwa jumlah pasien
lansia yang didiagnosa mengalami osteoartritis pada tahun 2013 yaitu sebanyak 50 pasien.
Penyakit pada sendi yang sering menyebabkan gejala nyeri adalah akibat
degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi tulang yang banyak ditemukan pada
lanjut usia, terutama yang gemuk (Nugroho, 2008). Perubahan yang terjadi pada lansia
menyebabkan jaringan ikat sekitar sendi, ligament dan kartilago mengalami penurunan
elastisitas karena terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi sehingga kehilangan
fleksibilitasnya (Pudjiastuti, 2003). Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak
terjadi pada lansia antara lain; osteoarthritis, arthritis rheumatoid dan gout. Kelainan ini
dapat menimbulkan gangguan berupa rasa nyeri, bengkak, kekakuan sendi, keterbatasan
luas gerak sendi, gangguan berjalan dan aktivitas keseharian lainnya (Bangun, 2009).
Pada lansia sistem muskuloskeletal akan mengalami beberapa perubahan seperti
perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), berkurangnya kemampuan
kartilago untuk beregenerasi, kepadatan tulang berkurang, perubahan struktur otot, dan
terjadi penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar dari lansia
mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, yang menyebabkan nyeri sendi. Nyeri sendi

adalah tanda atau gejala yang mengganggu bagian persendian, nyeri sendi akan
mengganggu kinerja bagian tubuh. Pada nyeri sendi biasanya akan muncul rasa tidak
nyaman untuk disentuh, muncul pembengkakan, peradangan, kekakuan, dan pembatasan
gerakan. Penyakit-penyakit gangguan sistem muskuloskeletal yang menyebabkan nyeri
sendi antara lain: Osteoatritis, Arthritis Gout, Arthritis Rheumatoid, Arthritis Infeksi
(Anies, 2006).
Terapi non-farmakologi adalah tindakan dalam batas keperawatan yang dapat
digunakan untuk menurunkan nyeri sendi pada lansia. Selama ini bila terjadi nyeri
terutama nyeri sendi, kebanyakan perawat di Rumah Sakit ataupun Puskesmas langsung
memberikan tindakan medis (terapi farmakologi) dari pada melakukan tindakan mandiri
seperti memberikan kompres. Adapun terapi non-farmakologi yang dapat digunakan dalam
menurunkan nyeri sendi antara lain: yaitu terapi konservatif mencakup penggunaan
Latihan rentang gerak sendi, Upaya untuk mengistirahatkan sendi, Stimulasi dan masase
kutaneus, Terapi es dan panas, Trancutaneus electric nerve stimulation, Distraksi, Teknik
relaksasi, Imajinasi terbimbing dan Hipnosis.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang
Penanganan Non Farmakologi Untuk Mengurangi Nyeri Sendi Lutut Pada Lansia Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Mojokerto
Metodologi
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan survei.
Variabel dalam penelitian ini adalah penanganan non farmakologi untuk mengurangi nyeri
sendi lutut pada lansia. Populasi dari penelitian ini adalah 290 lansia di Desa Gayaman Kec.
Mojoanyar Mojokerto dengan sampel sebanyak 168 responden. Teknik sampling yang
digunakan adalah aksidental sampling. Pengambilan data dilakukan di Desa Gayaman Kec.
Mojoanyar Mojokerto. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2015 sampai 4 Juni
2015. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara kepada responden untuk
mendapatkan data penanganan non farmakologis untuk mengurangi nyeri sendi lutut pada
lansia di Desa Gayaman. Analisa data menggunakan analisa deskriptif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari hasil penghitungan dan penilaian`skor tertinggi yang didapatkan dari 168
responden diperoleh data hampir setengah responden menggunkan masase frirage (pijat)
yaitu 18 responden (38,3%) untuk mengurangi nyeri sendi lutut yang para lansia alami.
Pijatan secara umum akan membantu menyeimbangkan energi dan mencegah
penyakit. Secara fisiologis, pijatan merangsang dan mengatur tubuh, memperbaiki aliran
darah dan kelenjar getah bening, sehingga oksigen, zat makanan, dan sisa makanan dibawa
secara efektif ke dan jaringan tubuh anda dan plasenta. Dengan mengendurkan ketegangan
dan membantu menurunkan emosi pijat juga merelaksasi dan menenangkan saraf, serta
membantu menurunkan tekanan darah (Balaskas, 2005). Pijat dan sentuhan membantu
lansia lebih rileks dan nyaman. Sebuah penelitian menyebutkan lansia yang dipijat akan
lebih bebas dari rasa sakit, karena pijat meransang tubuh melepaskan senyawa endhorpin
yang merupakan pereda sakit alami dan menciptakan perasaan nyaman dan enak
(Danuatmadja dan Meiliasari, 2004).
Hampir setengah responden menggunakan stimulasi dan masase untuk mengurangi
nyeri sendi lututnya, hal ini disebabkan karena stimulasi dan masase (pijat) mudah
dilakukan dan seperti teori diatas pijat sangat efektif untuk mengurangi nyeri.
Penelitian di laboratorium oleh Marthin Julianto Sitorus 2014 tentang Tugas
Modalitas Fisioterapi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) menunjukkan
hasil bahwa stimulasi listrik oleh TENS mengurangi nyeri melalui hambatan nosiseptif

pada tingkat presinaptik pada kornu bagian dorsal. Sehingga menghambat transmisi ke
sentral. Rangsangan listrik pada kulit mengaktifasi ambang rendah serabut saraf bermyelin.
Input aferen dari serabut ini menghambat propagasi nosiseptif yang dibawa oleh serabutserabut C kecil tak bermyelin dengan menghambat transmisi sepanjang serabut saraf ini ke
target sel (sel-T) yang terdapat pada substansia gelatinosa kornu dorsal.
Mekanisme analgesia yang dihasilkan oleh TENS dapat dijelaskan dengan teori
pengontrolan gerbang (Gate Control Theory) oleh Melzack dan Wall. Teori ini
menjelaskan bahwa serabut syaraf dengan diameter kecil yang membawa stimulus nyeri
akan melaui pintu yang sama dengan serabut yang memiliki diameter lebih besar yang
membawa impul raba (mekanoreseptor) apabila kedua serabut saraf tersebut secara
bersama-sama melewati pintu yang sama, maka serabut yang lebih besar akan
menghambat hantaran impuls dari serabut yang lebih kecil. Gerbang biasanya tertutup,
menghalangi secara konstan transmisi nosiseptif melalui serabut C dari sel perifer ke sel-T.
Jika timbul rangsangan nyeri perifer, informasi dibawa oleh serabut C mencapai sel-T dan
gerbang akan terbuka, menyebabkan transmisi sentral ke Thalamus dan korteks dimana
impuls akan diinterpretasikan sebagai nyeri. TENS berperan dalam mekanisme tertutupnya
gerbang dengan menghambat nosiseptif serabut C dengan memberikan impuls pada
serabut bermyelin yang teraktifasi.
TENS yang berfrekuensi rendah bekerja terutama dengan menghasilkan senyawa
kimia opiodendogens dan efeknya dapat berkurang atau hilang dengan pemberian
antagonis reseptor opioid. b endorfin akan meningkat konsentrasinya pada aliran dan
cairan spinal setelah penggunaan TENS baik yang berfrekuensi rendah ataupun tinggi.
Senyawa ini akan menginhibisi sinyal nyeri di medulla spinalis. Senyawa kimia ke 2 yang
dikeluarkan susunan saraf pusat sebagai respon dari TENS adalah opioids endogens yang
menghambat transmisi nyeri pada substansia gelatinosa di medulla spinalis.
Tidak satupun dari responden yang menggunakan TENS karena tidak memiliki alat
tersebut dan tidak pernah mengetahui tentang alat ini sebelumnya.
Penelitian Hochberg, dkk (2012) merekomendasi untuk penggunaan terapi
nonfarmakologis dan farmakologis pada di osteoarthritis tangan, pinggul dan lutut. Sangat
menyarankan penanganan nonfarmakologis pada pasien dengan OA lutut harus melakukan
berikut: berpartisipasi dalam kardiovaskular (aerobik) dan atau latihan resistensi darat,
berpartisipasi dalam latihan air dan menurunkan berat badan (untuk orang-orang yang
kelebihan berat badan). Sangat membutuhkan pengawasan dan pembimbingan untuk
melaksanakannya. Sehingga perlu adanya sosialisasi yang lebih lanjut agar masyarakat
mampu melaksanakannya secara mandiri.
Simpulan
Berdasarkan data dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penanganan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri sendi lutut pada lansia di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto hampir setangah lansia menggunakan penanganan non
farmakologis masase frirage (memijat).
Rekomendasi
Diharapkan dapat melakukan beberapa upaya untuk memberikan pengetahuan
tentang penanganan non farmakologis untuk mengurangi nyeri sendi lutut pada lansi
dengan cara mengadakan penyuluhan melalui perawat desa atau bidan desa yang ada.
Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penanganan non-farmakologis untuk
mengurangi nyeri sendi lutut pada lansi yaitu melalui petugas kesehatan setempat.
Diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini untuk mengembangkan penelitian berikutnya
yang terkait, misalnya faktor-faktor yang mempengaruhi para lansia memilih penanganan

non farmakologis sehingga dapat diketahui faktor apa yang menyebabkan para lansia
memilih penanganan non-farmakologis. Contoh faktor keuangan, faktor usia, dan lain
sebagainya. Diharapkan melakukan upaya promosi kesehatan seperti penyuluhan tentang
penanganan-penanganan non-farmakologis untuk mengurangi nyeri sendi lutut pada lansia.
Alamat Correspondensi :
- Alamat
: Dsn. Krajan Desa Sumberanyar Kec. Mlandingan Kab. Situbondo
- Email
: amezkoplak@gmail.com
- No. HP
: 085258581818

Anda mungkin juga menyukai