Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ANALISIS SISTEMATIKA PENULISAN KARYA ILMIAH


BERDASARKAN JURNAL ILMIAH

NADYA CAHYANDA

1910301181

UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA


TAHUN AJARAN
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG & TUJUAN


Maksud dan Tujuan penyususnan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia dengan judul analisis sistematika penulisan karya ilmiah berdasarkan
jurnal ilmiah
BAB II
ISI

Analisis Jurnal Ilmiah


Jurnal Ilmiah
ke-1 Penulis
Ismail cahyo
Judul Jurnal
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis Genu Sinistra Di Rsu
Aisyiyah Ponorogo

No Bagian karya ilmiah Tanggapan/informasi


1 Halaman judul Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis Genu
Sinistra Di Rsu Aisyiyah Ponorogo
2 Abstrak Latar Belakang : Osteoarthritis merupakan gangguan degenarasi
struktur tulang rawan pada persendian. Lutut merupakan
persendian yang paling sering mengalami OA. Pada kasus
tersebut ditanggulangi dengan modalitas fisioterapi infrared,
transcutaneus electrtrical nerve stimulation dan terapi latihan.
Fisioterapi pada kasus ini dapat menurunkan nyeri meningkatkan
kekuatan daya tahan otot dan peningkatan aktivitas fungsional .
Tujuan : untuk mengetahui pengaruh pemberian infra red,
transcutaneus electrical stimulation dan terapi latihan terhadap
pengurangan nyeri,peningkatan kekuatan otot dan peningkatan
fungsional.
Hasil : Setelah dilakukan enam kali terapi, hasilnya terdapat
pengurangan nyeri pada nyeri dia, T0:1 hingga T6 masih 1, nyeri
tekan T0:3 dan T6:1, nyeri gerak T0:1 dan T6 masih 1. Untuk
peningkatan kekuatan otot eksternal genu T0:4-t6:4, fleksor genu
T0:4 T6:4. Untuk peningkatan aktivitas fungsional T0:7,5 T6:5.
Kesimpulan : Infra red, transcutaneus electrical stimulation dan
terapi latihan dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan
oot dan meningkatkan aktivitas fungsional.
Kata Kunci : Osteoarthritis, infra red, transcutaneus electrical
nerve stimulation dan terapi latihan
3 Pendahuluan Masalah gangguan kesehatan yang paling sering pada usia lanjut
adalah gangguan musculoskeletal, terutama osteoarthritis (OA).
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang banyak dan sering
ditemukan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini
menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari. Osteoarthritis atau penyakit
sendi generatif merupakan gangguan sendi yang sering
ditemukan pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut.
Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada sendi yang menopang
badan, terutama sendi lutut. Osteoarthritis pada sendi lutut ini
dapat menyebabkan nyeri yangdapat menganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup.
(Dharmawirya, 2000) dalam (Nursyarifah, etc. 2013).
Osteoarthritis atau disebut juga penyakit sendi generatif adalah
suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai
dengan perubahan klinis, histologi dan radiologi. Penyakit ini
bersifat asimetris, tidak meradang dan tidak ada komponen
sitematik (WHO, 2008).
Penanganan osteoarthritis pada lutut harus diusahakan seoptimal
mungkin, dengan lebih dulu memahami keluhan-keluhan yang
ditimbulkan pada osteoarthritis pada lutut tersebut.
Osteoarthritis pada lutut dapat menimbulkan gangguan kapasitas
fisik berupa nyeri sendi, kaku sendi, kelemahan dan disabilitas
(Furqonita, 2007).
Fisioterapi dapat memberikan terapi pada kasus osteoarthritis
dengan menggunakan Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical
Stimulation (TENS) dan terapi latihan. Bahwasannya IR dapat
meningkatkan proses metabolisme pada lapisan superficial kulit
sehingga pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan untuk
diperbaiki sehingga didapatkan pengaruh efek sedatif pada
jaringan ujung-ujung saraf sensorik. TENS juga dapat
mengurangi nyeri karena efek stimulasi listrik yang diaplikasikan
pada serabut saraf akan menghasilkan aktivasi antidromi, dengan
adanya aktivasi antidromik ini dapat
menyebabkan vasodilatasi dan penekanan aktivasi simpatis
sehingga meningkatkan aliran darah dan pengangkutan materi
yang berpengaruh terhadap nyeri juga akan meningkat. Dan
terapi latihan dapat menambah lingkup gerak
sendi,meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas
fungsional karena efek yang didapatkan adalah memperlancar
sirkulasi darah, sebagai rileksasi otot, memelihara kekuatan otot,
meningkatkan kekuatan otot sehingga dapat meningkatkan
aktivitas fungsional.
Penelitian yang dilakukan oleh Nursyarifah, Herlambang,
dan Tiyas (2013) di RSUD Kariadi Semarang Periode Oktober-
Desember 2011 rata - rata usia responden yaitu 58,03 tahun
dengan kisaran umur antara 39 tahun sampai dengan 76
tahun. Mayoritas jenis kelamin adalah perempuan sebanyak
35 orang (87,5%). Pekerjaan terbanyak adalah 20 orang
(50%) ibu rumah tangga. Responden yang menderita
obesitas sebanyak 30 orang (75%). Responden yang
menderita osteoarthritis lutut baik secara unilateral maupun
bilateral lebih banyak terjadi pada osteoarthritis lutut
ekstrim berat. Terdapat hubungan yang bermakna antara
obesitas dengan kejadian osteoarthritis lutut. Penelitian
yang dilakukan oleh Fatoni (2014) di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta bahwasannya pemberian ketiga modalitas tersebut
sangat berpengaruh terhadap kondisi osteoarthritis sendi
lutut yaitu dapat membantu mencegah dan menangani
permasalahan berupa: mengurangi nyeri pada lututnya
mulai dari nyeri tekan dan gerak dengan menggunakan
skala VDS, meningkatkan lingkup gerak sendi dengan
geneometer, meningkatkan kekuatan otot dengan MMT,
meningkatkan
aktivitas fungsional pasien dengan skala
jette.
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2015) di RSO
Prof. Dr. Soeharso Surakarta bahwasannya faktor
predesposisi OA antara lain usia, obesitas, aktifitas fisik
maupun pekerjaan. Adanya permasalahan yang muncul baik
pada tingkat impainment, functional limitation, dan
disability sehingga diperlukan penanganan fisioterapis
secara efektif dalam hal ini adalah pemberian terapi dengan
menggunakan Infra Merah dan terapi latihan. Infra Merah
diberikan dengan dosis 3 kali seminggu dalam waktu 15
menit. Sedangkan TENS juga diberikan 3 kali seminggu
dalam waktu 15 menit. Terapi latihan yang diberikan
dengan metode free active movement and

4. Metode penelitian Anamesis dapat dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab
langsung (auto anamesis) atau tanya jawab tidak langsung yang
dilakukan dengan orang lain atau keluarga pasien yang dianggap
mengetahui keadan pasien (hetero anamesis), dimana ini
bertujuan untuk mengetahui riwayat timbulnya keluhan atau
tanda pada tubuh pasien yang diingat. Hasil anamesis yang
berhubungan dengan kasus ini didapatkan hasil sebagai berikut,
nama Ny. SA, umur 61 tahun, jenis kelamin perempuan, agama
islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat JLA. Yani No.16 Rt
02 Rw 01 Kel. Sinduro Ponorogo.
No RM 172248
5 Hasil dan pembahasan 1. Hasil
Permasalahan yang timbul pada pasien atas nama Ny. SA
umur 61 tahun dengan diagnosa OA adalah gangguan
degenerasi struktur tulang rawan pada persendian. Setelah
didapatkan pelaksanaan fisioterapi sebanyak 6x, dengan
menggunakan modalitas Infra Red (IR),Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan terapi latihan
resiced exercise metode endurance dengan quadriceps bench
didapatkan hasil yang positif. Berikut ini catatan hasil,
grafik dan kemajuan pasien.

Pembahas
an 3.2.1
Nyeri
Efek termal dari IR pada suatu reaksi kimia akan dapat
dipercepat, sehingga proses metabolisme yang terjadi pada
area nyeri akan diperbaiki, maka akan terjadi vasodilatasi
dan sirkulasi menjadi lancer pada jaringan kulit yang akan
menyebabkan reabsorbsi dan terjadi relaksasi, sehingga sisa-
sisa metabolism tersebut seperti zat ‘P’ yang menumpuk di
jaringan akan dibuang sehingga nyeri dapat berkurang atau
menghilang (Prianthara, 2015). Dengan pemberian TENS
maka serabut saraf berdiameter besar akan diaktivasi dan
dapat mengaktivasi sel-sel interneuron di subtansia
gelatinosa sehingga susunan saraf berdiameter kecil
terhalang menyampaikan rangsangan nyeri ke pusat saraf
dan menutup spinal gate. Dengan menutupnya spinal gate
maka informasi nyeri terputus (Pardjoto, 2006)
3.2.2 Kekuatan Otot
Pada kasus ini, latihan yang dilakukan adalah resisted
exercise dengan metode endurance menggunakan quadriceps
bench. Latihan beban dapat meningkatkan protein kontraktif
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi ATP-PC dan enzim
glikolisis dan latihan dapat berpengaruh terhadap hipertrofi
otot, ukuran mitokondria, meningkatkan ukuran myofibril
dan sakoplasmik, meningkatkan konsentrasi ATP-PC dan
enzim glykolisis. Pendapat yang sama dikatakan Coker
(dikutip oleh Suharjana, 2013 dan Setiwan, 2014) bahwa
latihan dapat menyebabkan otot menjdai responsif terhadap
beban latihan, pembesaran serabut otot, peningkatanjumlah
kapiler, peningkatan jumlah dan ukuran mitochondria, dan
peningkatan protein kontraktif (Setiawan, 2014). Latihan
daya tahan otot akan mengalami sedikit hipertrofi namun
adaptasi terbesar terjadi pada proses biokimiawi di dalam
otot. Mitokondria otot meningkat jumlahnya, disertai
peningkatan jumlah dan aktivitas enzim oksidatif yang
ditunjang oleh perubajhan struktur lain yang menunjang
peningkatan kerja otot seperti peningkatan mikrosirkulasi
(Sudarsono, 2006).
3.2.3 Kemampuan Fungsional
Faktor kekuatan otot dan daya tahan otot anggota gerak
bawah berhubungan dengan kemampuan fungsional khususnya
kemampuan mobilitas seperti penurunan kecepatan jalan,
penurunan keseimbangan dan peningkatan resiko jatuh (Ferruci
etal, 1997 dikutip oleh Utomo, 2010). Kenaikan nilai penurunan
kekuatan otot quadriceps femoris dan daya tahan otot quadriceps
femoris lansia akan diikuti kenaikan kemampuan fungsional
lansia (Utomo, 2010). Faktor yang mendukung peningkatan
kemampuan fungsional yaitu dengan berkurangnya nyeri dan
meningkatnya kekuatan otot quadriceps maka secara otomatis
akan terjadi peningkatan kemmapuan fungsional.

6 Penutup 4.1 Kesimpulan


Penulis melakukan pembahasan pada kasus OA, permasalahan
yang didapatkan pasien dengan nama Ny.SA umur 61 tahun
dengan diagnosis osteoarthritis genu sinistra. Setelah dilakukan
terapi sebanyak 6 kali dengan modalitas Infra Red (IR),
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dan terapi latihan,
terjadi penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot, dan
peningkatan kekuatan fungsional. Dalam proses pemulihan
menujukan normal pada kasus OA membutuhkan waktu yang
lama.
4.2 Saran
1. Pasien
Pasien disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta
melakukan latihan-latihan yang diajarkan fisioterapis secara rutin
8 di rumah. Pasien disarankan untuk mengurangi aktivitas yang
berlebihan, seperti tumpuan yang berlebih pada lutut kirinya,
dianjurkan untuk melakukan latihan dirumah seperti yang
dilakukan sat terapi yaitu latihan dengan menggunakan beban
yang ditempatkan pada bagian ankle dan bergerak kea rah
menekuk dan meluruskan lutut, memakai knee decker, dan
mengompres hangat pada lutut saat terasa nyeri dengan
demikianakan mengurangi keluhan yang timbul (Lesmana, 2006).
Untuk olahraga pasien disarankan melakukan olahraga, seperti
bersepeda statis, berjalan dalam air, berenang (Ambardini, 2010).
2. Fisioterapis
Bagi fisioterapis hendaknya benar-benar melakukan tugasnya
secara professional yaitu melakukan pemeriksaan dengan teliti
sehingga dapat menegakkan diagnose, menentukan problematik,
menentukan modalitas yang tepat dan efektif untuk
penderita.Fisioterapis hendaknya menigkatkan ilmu pengetahuan
serta pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya trobosan
baru dalam suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman
lebih lanjut.
3. Masyarakat
Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan
aktifitas kerja yang mempunyai resiko untuk terjadinya trauma
atau cidera. Jika telah terjadi cidera atau trauma dengan keluhan
yang dirasakan lengan tidak dapat digerakkan atau tidakdapat
merasakan sentuhan, maka tindakan yang harus dilakukan adalah
segera pergi kerumah sakit untuk mendapatkan
7 Referensi Ambardini, R. 2010. Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia. Laporan
Penelitian.Universitas Negeri Jogjakarta.
Lesmana, I., Andrianto. 2006. Manfaat Penambahan Knee
Support Pada Pelaksanaan Terapi MWD, US, Latihan Isometrik
Terhadap Pengurangan Nyeri Akibat Cidera Ligamen Collateral
Medial Lutut Stadium Lanjut. Jurnal Fisioterapi Indonusa. Vol 6.
Nomor 1: April 2006.
Prianthara, D, M, I., Winaya, N, M, I., Muliarta, M, I. 2015.
Kombinasi Strain Counterstrain Dan Infrared Sama Baik
Dengan Kombnasi Contract Relax Stretching Dan Infrared
Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot
Upper Trapezius Pada Mahasiswa Fisioterapi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Majalah Ilmiah Fisioterapi
Indonesia. Volume 1. Number 1 : Januari 2015.
Setiawan, A. 2014. Pengaruh Latihan Beban Dengan Metode
Set System Terhadap Kekuatan, Daya Tahan Otot dan
Fleksibilitas Members Bahtera Fitness Center Yogyakarta.
Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Suriani, S dan Lesmana, I, S. 2013. Latihan Theraband Lebih
Baik Menurunkan Nyeri Daripada Latihan Quadriceps Bench
Pada Osteoarthritis Genu. Jurnal Fisioterapi. Volume 13.
Nomor 1: Mei 2014:hlm 1-6.
Utomo, B. 2010. Hubungan antara Kekuatan Otot dan Daya
Tahan Otot AnggotaGerak Bawah dengan Kemampuan
Fungsional Lanjut Usia. Tesis.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA DI RSU AISYIYAH PONOROGO

ABSTRAK

Latar Belakang : Osteoarthritis merupakan gangguan degenarasi struktur tulang rawan pada
persendian. Lutut merupakan persendian yang paling sering mengalami OA. Pada kasus tersebut
ditanggulangi dengan modalitas fisioterapi infra red, transcutaneus electrtrical nerve stimulation
dan terapi latihan. Fisioterapi pada kasus ini dapat menurunkan nyeri meningkatkan kekuatan
daya tahan otot dan peningkatan aktivitas fungsional .
Tujuan : untuk mengetahui pengaruh pemberian infra red, transcutaneus electrical stimulation dan
terapi latihan terhadap pengurangan nyeri,peningkatan kekuatan otot dan peningkatan fungsional.
Hasil : Setelah dilakukan enam kali terapi, hasilnya terdapat pengurangan nyeri pada nyeri dia, T0:1
hingga T6 masih 1, nyeri tekan T0:3 dan T6:1, nyeri gerak T0:1 dan T6 masih 1. Untuk peningkatan
kekuatan otot eksternal genu T0:4-t6:4, fleksor genu T0:4 T6:4. Untuk peningkatan aktivitas fungsional
T0:7,5 T6:5.
Kesimpulan : Infra red, transcutaneus electrical stimulation dan terapi latihan dapat mengurangi nyeri,
meningkatkan kekuatan oot dan meningkatkan aktivitas fungsional.

Kata Kunci : Osteoarthritis, infra red, transcutaneus electrical nerve stimulation dan terapi latihan.

ABSTRACT

Backgroud : Osteoarthritis (OA) is a degenaration disorder of cartilaginous structure in the joints. The
most common joint that have OA is knee. In this case the patient could treated with physiotheraphy
modalities which are infrared, transcutaneus electrical stimulation and exercise therahy. In this case,
physiotheraphy could reduce pain, enhase muscle strength and functional activity. Aim of Reseacrh : to
find out the effect of infra red, transcutneous electrical stiulation and exercise theraphy on pain reduction,
enchance muscle strength and functional activity.
Result : After six treatments, the result is a reduction of pain in her pain, T0: 1 to T6 is still 1, T0: 3 and
T6: 1 tenderness, T0: 1 and T6 still still 1. To increase external muscle strength of genus T0: 4-t6: 4,
genuine flexor T0: 4 T6: 4. For increased functional activity T0: 7.5 T6: 5.
Conclusion : Infra red, transcutaneous electrical stimulation and exercise therapy can reduce pain,
increase oot strength and improve functional activity.

Key Word : Osteoarthritis, infra red, transcutaneous electrical nerve stimulation and exercise therapy.

PENDAHULUAN
Masalah gangguan kesehatan yang paling sering pada usia lanjut adalah gangguan
musculoskeletal, terutama osteoarthritis (OA). Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang banyak dan
sering ditemukan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada
penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis atau penyakit sendi generatif merupakan gangguan sendi yang sering ditemukan
pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut. Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada sendi yang
menopang badan, terutama sendi lutut. Osteoarthritis pada sendi lutut ini dapat menyebabkan nyeri
yang dapat menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup.
(Dharmawirya, 2000) dalam (Nursyarifah, etc. 2013).

Osteoarthritis atau disebut juga penyakit sendi generatif adalah suatu kelainan pada kartilago
(tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologi dan radiologi. Penyakit ini
bersifat asimetris, tidak meradang dan tidak ada komponen sitematik (WHO, 2008).

Penanganan osteoarthritis pada lutut harus diusahakan seoptimal mungkin, dengan lebih dulu
memahami keluhan-keluhan yang ditimbulkan pada osteoarthritis pada lutut tersebut. Osteoarthritis
pada lutut dapat menimbulkan gangguan kapasitas fisik berupa nyeri sendi, kaku sendi, kelemahan
dan disabilitas (Furqonita, 2007).

Fisioterapi dapat memberikan terapi pada kasus osteoarthritis dengan menggunakan Infra Red
(IR), Transcutaneus Electrical Stimulation (TENS) dan terapi latihan. Bahwasannya IR dapat
meningkatkan proses metabolisme pada lapisan superficial kulit sehingga pemberian oksigen dan
nutrisi kepada jaringan untuk diperbaiki sehingga didapatkan pengaruh efek sedatif pada jaringan
ujung-ujung saraf sensorik. TENS juga dapat mengurangi nyeri karena efek stimulasi listrik yang
diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan aktivasi antidromi, dengan adanya aktivasi
antidromik ini dapat menyebabkan vasodilatasi dan penekanan aktivasi simpatis sehingga
meningkatkan aliran darah dan pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri juga akan
meningkat. Dan terapi latihan dapat menambah lingkup gerak sendi,meningkatkan kekuatan otot dan
meningkatkan aktivitas fungsional karena efek yang didapatkan adalah memperlancar sirkulasi darah,
sebagai rileksasi otot, memelihara kekuatan otot, meningkatkan kekuatan otot sehingga dapat
meningkatkan aktivitas fungsional.
Penelitian yang dilakukan oleh Nursyarifah, Herlambang, dan Tiyas (2013) di RSUD Kariadi
Semarang Periode Oktober-Desember 2011 rata - rata usia responden yaitu 58,03 tahun dengan kisaran
umur antara 39 tahun sampai dengan 76 tahun. Mayoritas jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 35
orang (87,5%). Pekerjaan terbanyak adalah 20 orang (50%) ibu rumah tangga. Responden yang menderita
obesitas sebanyak 30 orang (75%). Responden yang menderita osteoarthritis lutut baik secara unilateral
maupun bilateral lebih banyak terjadi pada osteoarthritis lutut ekstrim berat. Terdapat hubungan yang
bermakna antara obesitas dengan kejadian
osteoarthritis lutut. Penelitian yang dilakukan oleh Fatoni (2014) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
bahwasannya pemberian ketiga modalitas tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi osteoarthritis
sendi lutut yaitu dapat membantu mencegah dan menangani permasalahan berupa: mengurangi nyeri
pada lututnya mulai dari nyeri tekan dan gerak dengan menggunakan skala VDS, meningkatkan
lingkup gerak sendi dengan geneometer, meningkatkan kekuatan otot dengan MMT, meningkatkan
aktivitas fungsional pasien dengan skala jette.

Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2015) di RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta
bahwasannya faktor predesposisi OA antara lain usia, obesitas, aktifitas fisik maupun pekerjaan.
Adanya permasalahan yang muncul baik pada tingkat impainment, functional limitation, dan
disability sehingga diperlukan penanganan fisioterapis secara efektif dalam hal ini adalah pemberian
terapi dengan menggunakan Infra Merah dan terapi latihan. Infra Merah diberikan dengan dosis 3
kali seminggu dalam waktu 15 menit. Sedangkan TENS juga diberikan 3 kali seminggu dalam waktu
15 menit. Terapi latihan yang diberikan dengan metode free active movement and resisted active
movement dengan quadrisep banch.pengurangan nyeri yang dapat dievaluasi dengan VAS,
peningkatan aktivitas fungsional pasien yang dapat dievaluasi dengan skala jette. Adanya
peningkatan LGS sendi lutut kiri meskipun tidak begitu besar.

METODE PENELITIAN
Anamesis dapat dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab langsung (auto anamesis)
atau tanya jawab tidak langsung yang dilakukan dengan orang lain atau keluarga pasien yang
dianggap mengetahui keadan pasien (hetero anamesis), dimana ini bertujuan untuk mengetahui
riwayat timbulnya keluhan atau tanda pada tubuh pasien yang diingat. Hasil anamesis yang
berhubungan dengan kasus ini didapatkan hasil sebagai berikut, nama Ny. SA, umur 61 tahun, jenis
kelamin perempuan, agama islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat JLA. Yani No.16 Rt 02 Rw 01
Kel. Sinduro Ponorogo.
No RM 172248

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1


Hasil
Permasalahan yang timbul pada pasien atas nama Ny. SA umur 61 tahun dengan
diagnosa OA adalah gangguan degenerasi struktur tulang rawan pada persendian. Setelah
didapatkan pelaksanaan fisioterapi sebanyak 6x, dengan menggunakan modalitas Infra Red (IR),
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan terapi latihan resiced exercise
metode endurance dengan quadriceps bench didapatkan hasil yang positif. Berikut ini catatan
hasil, grafik dan kemajuan pasien.

Tabel 1 Nyeri

Tabel 2 Kekuatan Otot

4,1
4
3,9
3,8
3,7 Fleksor
3,6
3,5 Ekstensor
3,4
3,3
3,2
Terapi Terapi Terapi Terapi Terapi Terapi Terapi
0 1 2 3 4 5 6

Tabel 3 Lequesne Algo Functional Index


8
7
6
5
4 Nilai total lequesne
3
algo functional index
2
1
0

3.2 Pembahasan
3.2.1 Nyeri
Efek termal dari IR pada suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat, sehingga
proses metabolisme yang terjadi pada area nyeri akan diperbaiki, maka akan terjadi
vasodilatasi dan sirkulasi menjadi lancer pada jaringan kulit yang akan menyebabkan
reabsorbsi dan terjadi relaksasi, sehingga sisa-sisa metabolism tersebut seperti zat ‘P’
yang menumpuk di jaringan akan dibuang sehingga nyeri dapat berkurang atau
menghilang (Prianthara, 2015). Dengan pemberian TENS maka serabut saraf berdiameter
besar akan diaktivasi dan dapat mengaktivasi sel-sel interneuron di subtansia gelatinosa
sehingga susunan saraf berdiameter kecil terhalang menyampaikan rangsangan nyeri ke
pusat saraf dan menutup spinal gate. Dengan menutupnya spinal gate maka informasi
nyeri terputus (Pardjoto, 2006).
3.2.2 Kekuatan Otot
Pada kasus ini, latihan yang dilakukan adalah resisted exercise dengan metode
endurance menggunakan quadriceps bench. Latihan beban dapat meningkatkan protein
kontraktif sehingga terjadi peningkatan konsentrasi ATP-PC dan enzim glikolisis dan latihan
dapat berpengaruh terhadap hipertrofi otot, ukuran mitokondria, meningkatkan ukuran
myofibril dan sakoplasmik, meningkatkan konsentrasi ATP-PC dan enzim glykolisis.
Pendapat yang sama dikatakan Coker (dikutip oleh Suharjana, 2013 dan Setiwan, 2014)
bahwa latihan dapat menyebabkan otot menjdai responsif terhadap beban latihan, pembesaran
serabut otot, peningkatanjumlah kapiler, peningkatan jumlah dan ukuran mitochondria, dan
peningkatan protein kontraktif (Setiawan, 2014). Latihan daya tahan otot akan mengalami
sedikit hipertrofi namun adaptasi terbesar terjadi pada proses biokimiawi di dalam otot.
Mitokondria otot meningkat jumlahnya, disertai peningkatan jumlah dan aktivitas enzim
oksidatif yang ditunjang oleh perubahan struktur lain yang menunjang peningkatan kerja otot
seperti peningkatan mikrosirkulasi (Sudarsono, 2006).

3.2.3 Kemampuan Fungsional


Faktor kekuatan otot dan daya tahan otot anggota gerak bawah berhubungan dengan
kemampuan fungsional khususnya kemampuan mobilitas seperti penurunan kecepatan jalan,
penurunan keseimbangan dan peningkatan resiko jatuh (Ferruci et al, 1997 dikutip oleh
Utomo, 2010). Kenaikan nilai penurunan kekuatan otot quadriceps femoris dan daya tahan
otot quadriceps femoris lansia akan diikuti kenaikan kemampuan fungsional lansia (Utomo,
2010). Faktor yang mendukung peningkatan kemampuan fungsional yaitu dengan
berkurangnya nyeri dan meningkatnya kekuatan otot quadriceps maka secara otomatis akan
terjadi peningkatan kemmapuan fungsional.

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penulis melakukan pembahasan pada kasus OA, permasalahan yang didapatkan pasien
dengan nama Ny.SA umur 61 tahun dengan diagnosis osteoarthritis genu sinistra. Setelah
dilakukan terapi sebanyak 6 kali dengan modalitas Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation dan terapi latihan, terjadi penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot, dan
peningkatan kekuatan fungsional. Dalam proses pemulihan menujukan normal pada kasus OA
membutuhkan waktu yang lama.
4.2 Saran
4.2.1 Pasien
Pasien disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan latihan-latihan yang
diajarkan fisioterapis secara rutin di rumah. Pasien disarankan untuk mengurangi
aktivitas yang berlebihan, seperti tumpuan yang berlebih pada lutut kirinya, dianjurkan
untuk melakukan latihan dirumah seperti yang dilakukan sat terapi yaitu latihan dengan
menggunakan beban yang ditempatkan pada bagian ankle dan bergerak kea rah menekuk
dan meluruskan lutut, memakai knee decker, dan mengompres hangat pada lutut saat
terasa nyeri dengan demikianakan mengurangi keluhan yang timbul (Lesmana, 2006).
Untuk olahraga pasien disarankan melakukan olahraga, seperti bersepeda statis, berjalan
dalam air, berenang (Ambardini, 2010).
4.2.2 Fisioterapis
Bagi fisioterapis hendaknya benar-benar melakukan tugasnya secara professional yaitu
melakukan pemeriksaan dengan teliti sehingga dapat menegakkan diagnose, menentukan
problematik, menentukan modalitas yang tepat dan efektif untuk penderita. Fisioterapis
hendaknya menigkatkan ilmu pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya trobosan
baru dalam suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut.
4.2.3 Masyarakat
Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktifitas kerja yang
mempunyai resiko untuk terjadinya trauma atau cidera. Jika telah terjadi cidera atau
trauma dengan keluhan yang dirasakan lengan tidak dapat digerakkan atau tidakdapat
merasakan sentuhan, maka tindakan yang harus dilakukan adalah segera pergi kerumah
sakit untuk mendapatkan penanganan medisse cepat mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Ambardini, R. 2010. Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia. Laporan Penelitian. Universitas Negeri
Jogjakarta.

Lesmana, I., Andrianto. 2006. Manfaat Penambahan Knee Support Pada Pelaksanaan Terapi
MWD, US, Latihan Isometrik Terhadap Pengurangan Nyeri Akibat Cidera
Ligamen Collateral Medial Lutut Stadium Lanjut. Jurnal Fisioterapi Indonusa. Vol 6.
Nomor 1: April 2006.

Prianthara, D, M, I., Winaya, N, M, I., Muliarta, M, I. 2015. Kombinasi Strain Counterstrain Dan
Infrared Sama Baik Dengan Kombnasi Contract Relax Stretching Dan Infrared Terhadap
Penurunan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius Pada Mahasiswa
Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia.
Volume 1. Number 1 : Januari 2015.

Setiawan, A. 2014. Pengaruh Latihan Beban Dengan Metode Set System Terhadap Kekuatan, Daya
Tahan Otot dan Fleksibilitas Members Bahtera Fitness Center Yogyakarta. Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta.

Suriani, S dan Lesmana, I, S. 2013. Latihan Theraband Lebih Baik Menurunkan Nyeri Daripada Latihan
Quadriceps Bench Pada Osteoarthritis Genu. Jurnal Fisioterapi. Volume 13. Nomor 1: Mei
2014:hlm 1-6.

Utomo, B. 2010. Hubungan antara Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot Anggota
Gerak Bawah dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia. Tesis. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Jurnal Ilmiah ke-2
Penulis
Ayu permaya
Ismaningsih
Judul Jurnal
Aplkasi Neuromuscular Taping Pada Kondisi Carpal Tunnel Syndrom Untuk Mengurangi Nyeri

No Bagian karya ilmiah Tanggapan/informasi

1 Halaman judul APLKASI NEUROMUSCULAR TAPING PADA KONDISI


CARPAL TUNNEL SYNDROM UNTUK MENGURANGI
NYERI
2 Abstrak Latar Belakang: Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan
kumpulan gejala dan tanda penyakit yang disebabkan oleh
terjepitnya saraf medianus di terowongan karpal pada
pergelangan tangan. Kondisi CTS ini merupakan salah satu jenis
neuropati yang paling sering terjadi. Sindrom ini timbul dengan
gejala nyeri, baal, dan kelemahan pada tangan akibat penekanan
nervus medianus. Carpal tunnel syndrome merupakan suatu
syndrome yang berhubungan dengan gerakan yang berulang
(repetitive motion) dan posisi yang menetap pada durasi yang
lama sehingga memperngaruhi suplai darah ke tangan dan
menimbulkan rasa nyeri.
Tujuan: Penelitian ini ditujukan kepada penderita kondisi Carpal
Tunnel Syndrom untuk mengurangi nyeri. Intervensi fisioterapi
yang diberikan pada kondisi CTS yaitu penurunan nyeri yang
dapat dilakukan dengan berbagai tindakan diantaranya dengan
pemberian teknik Neuromuskuler Taping.
Metode Penelitian: Case study dengan desain penelitian pre and
post test yaitu membandingkan antara tingkat nilai nyeri sebelum
dan sesudah yang diukur dengan alat ukur Visual Analogue
Scale (VAS) terhadap pemberian intervensi Neuromuskuler
Taping pada kondisi carpal tunnel syndrome selama 3 minggu.
Hasil: Analisa uji beda nilai nyeri dengan VAS pada kelompok
sampel dengan nilai signifikasi yaitu 0,006 yang menunjukkan <
0.05yang bermakna ada pengaruh pemberian Neruromusculer
taping terhadap perubahan tingkat nyeri VAS penderita Carpal
Tunnel Syndrom. Kata kunci : Carpal Tunnel Syndrom,
Fisioterapi, Neuromuskuler Taping, Visual Analogue Scale,
Case Study.
3 Pendahuluan Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan kumpulan gejala dan
tanda penyakit yang disebabkan oleh terjepitnya saraf medianus
di terowongan karpal pada pergelangan tangan. Kondisi CTS ini
merupakan salah satu jenis neuropati yang paling sering terjadi.
Sindrom ini timbul dengan gejala nyeri, baal, dan kelemahan
pada tangan akibat penekanan nervus medianus. Carpal tunnel
syndrome merupakan suatu syndrome yang berhubungan dengan
gerakan yang berulang (repetitive motion) dan posisi yang
menetap pada durasi yang lama sehingga memperngaruhi suplai
darah ke tangan dan menimbulkan rasa nyeri. Kondisi ini biasa
terjadi pada usia pertengahan, pada wanita gemuk kemungkinan
terjadi akibat dari trauma atau pembengkakan yang disebabkan
oleh proses rheumatoid arthritis.
Pada tahap awal gejala yang paling sering muncul di malam hari
ketika tangan dalam kondisi istirahat. Dengan perkembangan
penyakit lebih lanjut, gejala-gejala juga akan muncul di siang hari,
terutama dengan kegiatan yang menggunakan gerakan pergelangan
tangan yang berulang, seperti ketika menggambar, menjepit,
mengetik, mencuci atau gerakan memeras. Pada penyakit yang lebih
lanjut, gejalanya nyeri terjadi secara menetap.

4 Tinjauan pustaka 2.1 Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome


Pada umumnya CTS terjadi secara kronis karena faktor mekanik dan
faktor vaskuler. Pada umumnya carpal tunnel syndrome terjadi secara
kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
2.2 Metode dan Teknik Intervensi 2.2.1
Neuromuskuler Taping (NMT)
a. DefinisiNeuroMuscular Tapping NeuroMuscular Taping
(NMT) adalah aplikasi spesifik dari pita perekat elastis ke permukaan
kulit dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan dekompresi dan
dilatasi pada daerah yang tertutupi yang digunakan untuk tujuan
terapeutik. NMT bertujuan untuk mengurangi sumbatan dari cairan
tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah dan kelenjar getah,
menurunkan kelebihan panas, dan memperbaiki homoestasis jaringan,
mengurangi peradangan dan hipersensitivitas reseptor nyeri
b. Efek Neuromuscular Tapping Penerapan NMT mampu
merangsang mechanoceptors kulit. Reseptor ini mengaktifkan impuls
saraf ketika beban mekanik (sentuhan, tekanan, getaran, peregangan
dan gatal) membuat deformasi. Aktivasi oleh stimulus yang memadai
menyebabkan depolarisasi lokal, yang memicu impuls saraf di
sepanjang serabut aferen bepergian ke sistem saraf pusat. Efek
terapeutik NMT dengan menggunakan rangsangan decompressive
untuk mendapatkan efek positif dalam muskuloskeletal, pembuluh
darah, limfatik dan sistem saraf, meningkatkan sirkulasi darah, dan
menghilangkan rasa sakit.
c. Mekanisme Neuromuscular Tapping Pengaplikasian
Neuromuscular Taping (NMT) dengan teknik decompression akan
membentuk lipatan-lipatan pada kulit. Sehingga memberikan efek
yang dapat meredakan rasa nyeri, menormalkan ketegangan otot,
meningkatkan sirkulasi darah dengan memperbesar ruang intestinal
dalam jaringan dengan lipatan-lipatan dari efek decompression.
2.3 Pemeriksaan dan Pengukuran
a. Pemeriksaan Spesifik Pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat
membantu menegakkan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome adalah
sebagai berikut:
1) Tinel's sign Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. 2)
Phalen's test Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
selama satu menit parestesia bertambah hebat, maka tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif
untuk menegakkan diagnosa Carpal tunnel syndrome. 3) Wrist
extension test Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti
Carpal tunnel syndrome, maka tes ini menyokong diagnosa Carpal
tunnel syndrome.
b. Pengukuran Nyeri Salah satu pengukuran nyeri yaitu dengan
menggunakan VAS, VAS (Visual Analogue Scale) adalah suatu alat
ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dimana nyeri
diukur dengan menggunakan garis lurus dengan ukuran 10 cm yang
menggambarkan intensitas nyeri.
5 Metode penelitian 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian case study dengan desain penelitian pre and post test yaitu
membandingkan antara tingkat nilai nyeri sebelum dan sesudah
diberikan intervensi Neuromuskuler Taping pada kondisi carpal tunnel
syndrome selama 3 mingggu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Program
Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab pada tanggal 7 Juli s/d 25
Oktober 2019.
3.3 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster
Sampling. yaitu pemilihan sampel mengacu pada kelompok dengan
karakteristik tertentu yang telah ditetapkan. Melakukan random
sejumlah sampel dari populasi yang ada. 3.4 Prosedur Intervensi
Langkah-langkah yang diambil dalam prosedur penelitian ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu: prosedur administrasi, prosedur pemilihan
sampel dan Tahap pelaksanaan penelitian.
1) Prosedur administrasi Prosedur administrasi dilakukan disini
menyangkut: (1) Persiapan surat informed consent persetujuan sampel
mengikuti program penelitian dan memberikan informasi terkait
pelaksanaan program penelitian, (2) Mempersiapkan blangkoblangko
dan alat pengukuran yaitu visual analogue scale (VAS) mengukur
tingkat nyeri. (3) Mengisi blangko-blangko penelitian untuk diisi
identitas diri dan mengumpulkan kembali.
2) Prosedur Pemilihan Sampel Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster sampling
yaitu pemilihan sampel mengacu pada kelompok dengan karakteristik
tertentu yang telah ditetapkan yaitu Kriteria Inklusi: (1) Karyawan dan
Mahasiswa universitas abdurrab usia 18-30 tahun (2). Bersedia
menjadi subjek penelitian dari awal hingga akhir penelitian dan
menyetujui dengan menandatangani informed consent.; Kriteria
Ekslusi: (1) Karyawan dan mahasiswa yang menolak berpartisipasi
dalam penelitian ini (2) Karyawan dan mahasiswa yang sudah
mengikuti intervensi penanganan terhadap keluhan nyeri akibat CTS
namun nyeri masih dirasakan (3) Mengalami gangguan jantung (4)
Sampel tidak bersedia menjadi subjek penelitian; Kriteria Drop Out:
(1) Peserta yang mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung
penghilang rasa nyeri selama penelitian dilaksanakan (2) Peserta yang
tidak mengikuti kegiatan secara penuh sehingga tidak dapat mencukupi
frekwensi latihan selama waktu penelitian yang telah ditentukan (3)
Saat penelitian, sampel mengalami penyakit yang menghambat proses
intervensi
3) Tahap Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian
menyangkut: (1) Menyiapkan form pengukuran. (2) Membuat jadwal
pengambilan data. (3) Intervensi dilakukan selama 3 minggu dengan
intensitas pemasangan neuromuscular taping yaitu 2 kali seminggu
pada setiap sampel. (4) Setelah mendapatkan intervensi selanjutnya
dilakukan evaluasi dengan mengukur perubahan tingkat nyeri.

6 Hasil dan pembahasan 4.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang telah dilakukan selama 3 minggu pemberian
Neuromusculer Taping terhadap 5 orang sampel dengan kondisi Carpal
Tunnel Syndrom didapatkan hasil pada masing-masing sampel
penelitian sebagai berikut:
a.Deskripsi Sampel, karakteristik sampel menunjukkan bahwa data
sampel berdistribusi normal.
b. Uji Beda Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah intervensi dengan
alat ukur VAS, Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa nilai
signifikasi yaitu 0,006 yang menunjukkan < 0.05 dan bermakna ada
pengaruh pemberian Neruromusculer taping terhadap perubahan
tingkat nyeri VAS penderita Carpal Tunnel Syndrom.
c. Perubahan Nilai Nyeri diukur dengan VAS
Berdasarkan grafik menunjukkan bahwa seluruh sampel mengalami
perubahan nilai nyeri setelah pemberian Neuromusculer Taping yang
diukur dengan alat ukur VAS. Seluruh sampel penelitian mengalami
penurunan nilai VAS yang bermanksa bahwa terjadi perubahan nilai
nyeri menuju tidak nyeri.
4.2 Pembahasan
Pengaruh pemberian Neuromuscular Taping (NMT) pada kondisi
Carpal Tunnel Syndrome untuk mengurangi nyeri Carpal Tunnel
Syndrome (CTS). Beberapa faktor pekerjaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya CTS menurut Silverstein (1987), adalah
gerakan pergelangan atau jari tangan yang berulang, kontraksi yang
kuat pada tendon, gerakan pergelangan tangan yang menekuk ke
bawah (flexi) atau menekuk ke atas (extensi), gerakan tangan saat
bekerja (gerakan menjepit) dan tekanan mekanik pada saraf medianus.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Armstrong et al.
(2008), perkembangan CTS dipengaruhi oleh empat faktor kontrol
yaitu jenis kelamin, usia, index massa tubuh (IMT) dan penyakit
penyerta. CTS merupakan hasil dari kombinasi kondisi kesehatan dan
aktivitas fisik yang berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada
saraf medianus. NeuroMuscular Taping (NMT) adalah aplikasi
spesifik dari pita perekat elastis ke permukaan kulit dengan teknik
stimulasi eksentrik menghasilkan dekompresi dan dilatasi pada daerah
yang tertutupi yang digunakan untuk tujuan terapeutik. Dalam
rehabilitasi, NMT diterapkan menggunakan protokol yang dirancang
untuk mengurangi sumbatan dari cairan tubuh, meningkatkan sirkulasi
pembuluh darah dan kelenjar getah,menurunkan kelebihan panas, dan
memperbaiki homoestasis jaringan, mengurangi peradangan dan
hipersensitivitas reseptor nyeri. Aplikasi eksentrik dari NeuroMuscular
Taping (NMT) pada kulit akan meningkatkan fungsi dari jaringan otot,
tendon, pembuluh saraf, dan limfatik. NMT dengan teknik eksentrik
akan mempengaruhi fleksibilitas dan memperbaiki koordinasi gerakan
pada pasien dengan koordinasi otot yang menurun. Penerapan NMT
mampu merangsang mechanoceptors yang ada di kulit.

7 Kesimpulan Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan


dapat disimpulkan bahwa penerapan Neuromusculer taping pada
kondisi Carpal Tunnel Syndrom dengan frekensi 2 kali dalam
seminggu selama 3 minggu memberikan pengaruh terhadap perubahan
nilai nyeri pada sampel penelitian.
8 Referensi [1]. Lukman, Ns. & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Ganguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika. [2]. Tana, Lusianawaty. 2004. Sindrom Terowongan
Karpal pada Pekerja: Pencegahan dan Pengobatannya. J Kedokter
Trisakti. September-Desember 2003, Vol.22 No.3. Hal: 99 -104 [3].
American Academy of Othopaedic Surgeons. 2008. Clinical Practice
Guideline on the Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrom. Rosemont:
American Academy of Orthopaedic Surgeons. [4]. Blow, David. 2012.
Neuromuscular Taping From Theory to Practice. Italy: Arti Grafiche
Colombo [5]. Bahrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome(CTS).
Jurnal Saintika Medika Universitas Muhammadiyah Malang. 7(14),
hal 78-87. [6]. Prakoso, Tegar Dwi & Kurniawaty, Evi. 2017.
Perempuan Berusia 65 tahun dengan Carpal Tunnel Syndrom. J
Medula Unila. Vol 7. No. 2. April 2017. Hal: 144 – 149. [7].
Kurniawan, Bina. Faktor risiko kejadian carpal tunnel syndrome (CTS)
pada wanita pemetik melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. J
Promosi Kes Indon. 2008; 3(1):2-8.

APLIKASI NEUROMUSCULAR TAPING PADA KONDISI


CARPAL TUNNEL SYNDROM UNTUK MENGURANGI NYERI
Ayu Permata1) Ismaningsih2)
1,2,3)
Program Studi D-III Fisioterapi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurrab
Jl. Riau Ujung no. 73 Pekanbaru email
: 1)ayu.permata@univrab.ac.id

Abstract
Background: Carpal tunnel syndrome (CTS) is a collection of symptoms and signs of disease caused by
squeezing of the median nerve in the carpal tunnel in the wrist. This CTS condition is one of the most common
types of neuropathy. This syndrome arises with symptoms of pain, numbness, and weakness in the hands due to
compression of the median nerve. Carpal tunnel syndrome is a syndrome associated with repetitive motion
and a fixed position for a long duration so that it affects the blood supply to the hands and causes pain.
Objective: This research is aimed at sufferers of Carpal Tunnel Syndrome condition to reduce pain.
Physiotherapy interventions given in CTS conditions, namely pain reduction that can be done with various
actions including by providing Neuromuscular Taping technique. Research Method: Case study with pre and
post test research design that compares the level of pain values before and after which is measured by
measuring instruments Visual Analogue Scale (VAS) for the administration of Neuromuscular Taping
intervention in the condition of carpal tunnel syndrome for 3 weeks. Results: Analysis of the different values of
pain tests with VAS in the sample group with a significance value of 0.006 which shows <0.05 which means
there is an influence of giving Neruromusculer taping to changes in the VAS pain level in patients with Carpal
Tunnel Syndrome.

Keywords : Carpal Tunnel Syndrome, Physiotherapy, Neuromuscular Taping, Visual Analogue Scale,
Case Study

Abstrak
Latar Belakang: Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit yang
disebabkan oleh terjepitnya saraf medianus di terowongan karpal pada pergelangan tangan. Kondisi
CTS ini merupakan salah satu jenis neuropati yang paling sering terjadi. Sindrom ini timbul dengan
gejala nyeri, baal, dan kelemahan pada tangan akibat penekanan nervus medianus. Carpal tunnel
syndrome merupakan suatu syndrome yang berhubungan dengan gerakan yang berulang (repetitive
motion) dan posisi yang menetap pada durasi yang lama sehingga memperngaruhi suplai darah ke
tangan dan menimbulkan rasa nyeri. Tujuan: Penelitian ini ditujukan kepada penderita kondisi Carpal
Tunnel Syndrom untuk mengurangi nyeri. Intervensi fisioterapi yang diberikan pada kondisi CTS yaitu
penurunan nyeri yang dapat dilakukan dengan berbagai tindakan diantaranya dengan pemberian teknik
Neuromuskuler Taping Metode Penelitian: Case study dengan desain penelitian pre and post test yaitu
membandingkan antara tingkat nilai nyeri sebelum dan sesudah yang diukur dengan alat ukur Visual
Analogue Scale (VAS) terhadap pemberian intervensi Neuromuskuler Taping pada kondisi carpal tunnel
syndrome selama 3 mingggu. Hasil: Analisa uji beda nilai nyeri dengan VAS pada kelompok sampel
dengan nilai signifikasi yaitu 0,006 yang menunjukkan < 0.05yang bermakna ada pengaruh pemberian
Neruromusculer taping terhadap perubahan tingkat nyeri VAS penderita Carpal Tunnel Syndrom.

Kata kunci : Carpal Tunnel Syndrom, Fisioterapi, Neuromuskuler Taping, Visual Analogue Scale, Case

Study
5. Pendahuluan
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit yang disebabkan
oleh terjepitnya saraf medianus di terowongan karpal pada pergelangan tangan. Kondisi CTS ini
merupakan salah satu jenis neuropati yang paling sering terjadi. Sindrom ini timbul dengan gejala nyeri,
baal, dan kelemahan pada tangan akibat penekanan nervus medianus. Carpal tunnel syndrome
merupakan suatu syndrome yang berhubungan dengan gerakan yang berulang (repetitive motion) dan
posisi yang menetap pada durasi yang lama sehingga memperngaruhi suplai darah ke tangan dan
menimbulkan rasa nyeri.

Penelitian yang dilakukan oleh Armsrong (2008) di kawasan indsutri kerja ada empat sebagai faktor
kontrol dari perkembangan Carpal tunnel syndrome yaitu jenis kelamin, usia, index massa tubuh (IMT)
dan penyakit penyerta. Carpal tunnel syndrome merupakan hasil dari kombinasi kondisi kesehatan dan
aktivitas fisik yang berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada nervus medianus saat melewati
terowongan karpal.

Carpal Tunnel Syndrome adalah neuropati akibat terjepitnya saraf yang terjadi ketika saraf medianus
pada pergelangan tangan tergencet oleh pembungkus tendon fleksor yang mengalami penebalan,
terkaitnya tulang, odema atau massa jaringan lunak. Menurut Long, carpal tunnel syndrome disebabkan
oleh tekanan pada nervus median dari pergelangan tangan. Kondisi ini biasa terjadi pada usia
pertengahan, pada wanita gemuk kemungkinan terjadi akibat dari trauma atau pembengkakan yang
disebabkan oleh proses rheumatoid arthritis [1].

Carpal tunnel syndrome adalah salah satu dari 3 jenis penyakit yang tersering di dalam golongan
Cummulative Trauma Disorders (CTD) dengan prevalensi sebesar 40%, sedangkan CTD merupakan
penyebab lebih dari 50% penyakit akibat kerja pada anggota gerak atas. Sebagai salah satu dari 3 jenis
penyakit tersering di dalam golongan CTD pada ekstremitas atas, prevalensi STK besarnya 40%,
tendosinovitis yang terdiri dari trigger finger sebesar 32% dan De Quervan’s syndrome 12%, sedangkan
epicondilitis sebesar 20% [2].

Pada tahap awal gejala yang paling sering muncul di malam hari ketika tangan dalam kondisi
istirahat. Dengan perkembangan penyakit lebih lanjut, gejala-gejala juga akan muncul di siang hari,
terutama dengan kegiatan yang menggunakan gerakan pergelangan tangan yang berulang, seperti ketika
menggambar, menjepit, mengetik, mencuci atau gerakan memeras. Pada penyakit yang lebih lanjut,
gejalanya nyeri terjadi secara menetap.

Rasa nyeri ini terjadi akibat penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil sehingga terjadi penekanan
terhadap nervus medianus dipergelangan tangan. Nyeri yang diakibatkan oleh kondisi carpal tunnel
syndrome timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan
rasa nyeri.

National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri
diantara populasi dewasa adalah sebesar 1,55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria, dengan usia berkisar 25 – 64 tahun. Prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun. Biasanya antara
40 – 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkkirakan 5% untuk wanita dan 0,6%
untuk lakilaki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma CTS ini
uniletaral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dab 58% bilateral [3].
Menurut data RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2012 ditemukan pada 15 kasus besar di
instalasi rehabilitasi medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pasien rawat jalan dengan kondisi Carpal tunnel
syndrome berada pada urutan ke 10 dengan jumlah penderita 281 dengan jumlah keseluruhan pasien pada
kasus besar di instalasi rehabilitasi medik RSUD Arifin Achmad pekanbaru 10.949. Resiko terjadinya carpal
tunnel syndrome 10% lebih banyak pada orang dewasa. Wanita
beresiko tiga kali lipat lebih banyak dari pada pria dan terbanyak terjadi pada usia 40-50 tahun.

Salah satu pelayanan kesehatan untuk menangai permasalahan gerak dan fungsi dalam pemeliharaan
dan peningkatan kualitas hidup manusia yaitu pelayanan fisioterapi. Pada kondisi nyeri yang diakibatkan
oleh kondisi carpal tunnel syndrome yaitu dengan memberikan neuromuscular taping. Neuromusculer
taping adalah salah satu metode terapi biomekanikal yang inovatif dengan stimulasi kompresi dan
dekompresi untuk menghasilkan efek yang positif pada sistem saraf, vaskuler
dan limfatik. Efek neuromuskuler taping pada level sensoris dapat menstimulasi kutaneus, otot, resepteor
sendi dan mengontrol nyeri [4].

Neuromuscular Taping (NMT) dengan aplikator tape menciptakan kekuatan eksentrik yang
diterapkan pada kulit dan berperan dalam mengatur sensorik dan system propioseptif. Neuromuscular
Taping (NMT) memodifikasi input sensorik yaitu diintegrasikan oleh system saraf pusat dan digunakan
untuk membantu proses eksekusi program motor yang dikenal dengan integrasi sensomotoris.
NeuroMuscular Taping (NMT) memiliki fungsi menormalkan fungsi otot, meningkatkan aliran limfik dan
pembuluh darah, mengurangi rasa sakit, menguatkan otot yang lemah, dan membantu postural dan
rileksasi otot yang terlalu sering digunakan [5].

Tinjauan Pustaka
1 Patofisiologi
Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan
tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf
di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi, dan peristiwa.
Hal ini ditandai dengan adanya keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan, dan disfungsi
otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan melainkan disebabkan
karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal [6].

Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah entrapment neuropathy (jebakan saraf) yang disebabkan oleh
kompresi saraf medianus saat melewati terowongan karpal pada pergelangan tangan. Kondisi ini
merupakan jebakan saraf yang paling umum, mencakup 90% dari semua neuropati. Gejala pertama dari
carpal tunnel syndrom termasuk nyeri, mati rasa dan parestesia. Gejala-gejala ini umumnya muncul,
dengan variabilitas tertentu, di ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah radial (sisi ibu jari) dari jari
manis. Rasa sakit juga bisa menjalar ke lengan yang terkena, kelemahan tangan, penurunan koordinasi
motorik halus dan atrofi otot bagian tenar. Gejala sindroma ini biasanya dimulai dengan gejala sensorik
yaitu nyeri, kesemutan (parestesia), rasa tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik (tingling)
pada daerah yang dipersarafi oleh n.medianus.
Pada umumnya CTS terjadi secara kronis karena faktor mekanik dan faktor vaskuler. Faktoir mekanik
terjadi akibat terjadinya gerakan berulang oleh pergelangan tangan dengan kontraksi yang kuat sehingga
menimbulkan pembengkakan jaringan di sekeliling tendon bagian dalam terowongan karpal. Hal ini
menyebabkan tekanan pada nervus medianus. Sedangkan faktor vaskuler berupa tekanan yang kuat dan lama
serta berulang pada pergelangan tangan yang nantinya akan menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler,
sehingga aliran darah intravaskuler akan melambat dan merusak jaringan endotel. Hal ini akan menyebabkan
nyeri local pada pergelangan tangan. Beberapa faktor diketahui
menjadi resiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja seperti gerakan berulang dengan kekuatan,
tekanan pada otot, getaran, suhu, postur yang tidak ergonomic dan lain-lain [7] [8].

Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya kondisi CTS yaitu faktor mekanik, faktor non mekanik
dan faktor vaskuler, ketiga faktor ini memegang faktor penting dalam terjadinya carpal tunnel syndrome.
Pada umumnya carpal tunnel syndrome terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor
retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.

6.2 Metode dan Teknik Intervensi 2.2.1 Neuromuskuler Taping (NMT)


a. DefinisiNeuroMuscular Tapping NeuroMuscular Taping (NMT) adalah aplikasi spesifik dari pita
perekat elastis ke permukaan kulit dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan dekompresi dan
dilatasi pada daerah yang tertutupi yang digunakan untuk tujuan terapeutik. NMT bertujuan untuk
mengurangi sumbatan dari cairan tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah dan kelenjar getah,
menurunkan kelebihan panas, dan memperbaiki homoestasis jaringan, mengurangi peradangan dan
hipersensitivitas reseptor nyeri b. Efek Neuromuscular Tapping
Penerapan NMT mampu merangsang mechanoceptors kulit. Reseptor ini mengaktifkan impuls saraf
ketika beban mekanik (sentuhan, tekanan, getaran, peregangan dan gatal) membuat deformasi.
Aktivasi oleh stimulus yang memadai menyebabkan depolarisasi lokal, yang memicu impuls saraf di
sepanjang serabut aferen bepergian ke sistem saraf pusat. Efek terapeutik NMT dengan
menggunakan rangsangan decompressive untuk mendapatkan efek positif dalam muskuloskeletal,
pembuluh darah, limfatik dan sistem saraf, meningkatkan sirkulasi darah, dan menghilangkan rasa
sakit. Aplikasi yang benar juga dapat membantu untuk memperbaiki keselarasan sendi, otot,
dukungan selama gerakan, dan meningkatkan stabilitas dan postur tubuh. NMT mempunyai tujuan
yaitu meringankan rasa sakit, menormalkan ketegangan otot,menghilangkan kongesti limfatik dan
vena, meningkatkan vaskularisasi darah, mengoreksi keselarasan bersama dan meningkatkan postur
tubuh.

c. Mekanisme Neuromuscular Tapping Pengaplikasian Neuromuscular Taping (NMT) dengan


teknik decompression akan membentuk lipatan-lipatan pada kulit. Sehingga memberikan efek yang
dapat meredakan rasa nyeri, menormalkan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah dengan
memperbesar ruang intestinal dalam jaringan dengan lipatan-lipatan dari efek decompression.

6.3 Pemeriksaan dan Pengukuran


a. Pemeriksaan Spesifik Pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa
Carpal Tunnel Syndrome adalah sebagai berikut:
Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus
kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Phalen's test
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila selama satu menit parestesia bertambah
hebat, maka tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif
untuk menegakkan diagnosa Carpal tunnel syndrome.

Wrist extension test


Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua
tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti Carpal tunnel
syndrome, maka tes ini menyokong diagnosa Carpal tunnel syndrome.

b. Pengukuran Nyeri
Salah satu pengukuran nyeri yaitu dengan menggunakan VAS, VAS (Visual Analogue Scale) adalah
suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dimana nyeri diukur dengan
menggunakan garis lurus dengan ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri. Di ujung
sebelah kiri garis diberi tanda yang berarti “tidak nyeri” sedangkan di ujung sebelah kanan diberi
tanda “nyeri yang tidak tertahankan”.
Pasien memberi tanda di sepanjang garis tersebut sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan, nyeri diukur

sebelum dan sesudah dilakukan interv

Gambar 1 AlatUkur Nyeri dengan VAS


7. Metode Penelitian
7.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian case study dengan desain penelitian pre and post
test yaitu membandingkan antara tingkat nilai nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Neuromuskuler Taping pada kondisi carpal tunnel syndrome selama 3 mingggu.

7.2 Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Laboratorium Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab pada
tanggal 7 Juli s/d 25 Oktober 2019.

7.3 Teknik Pengambilan Sampel


Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster sampling yaitu
pemilihan sampel mengacu pada kelompok dengan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan.
Melakukan random sejumlah sampel dari populasi yang ada. Sampel yang terpilih menjadi subjek
penelitian diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian serta diberikan penjelasan
mengenai program penelitian yang akan dilakukan. Sampel yang bersedia mengikuti program penelitian
diminta mengisi informed consent.

7.4 Prosedur Intervensi


Langkah-langkah yang diambil dalam prosedur penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
prosedur administrasi, prosedur pemilihan sampel dan Tahap pelaksanaan penelitian.
1) Prosedur administrasi

Prosedur administrasi dilakukan disini menyangkut: (1) Persiapan surat informed consent persetujuan
sampel mengikuti program penelitian dan memberikan informasi terkait pelaksanaan program penelitian,
(2) Mempersiapkan blangkoblangko dan alat pengukuran yaitu visual analogue scale (VAS) mengukur
tingkat nyeri. (3) Mengisi blangko-blangko penelitian untuk diisi identitas diri dan mengumpulkan
kembali.
2) Prosedur Pemilihan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster sampling yaitu
pemilihan sampel mengacu pada kelompok dengan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan yaitu
Kriteria Inklusi: (1) Karyawan dan Mahasiswa universitas abdurrab usia 18-30 tahun (2). Bersedia
menjadi subjek penelitian dari awal hingga akhir penelitian dan menyetujui dengan menandatangani
informed consent.; Kriteria Ekslusi: (1) Karyawan dan mahasiswa yang menolak berpartisipasi dalam
penelitian ini (2) Karyawan dan mahasiswa yang sudah mengikuti intervensi penanganan terhadap
keluhan nyeri akibat CTS namun nyeri masih dirasakan (3) Mengalami gangguan jantung (4) Sampel
tidak bersedia menjadi subjek penelitian; Kriteria Drop Out: (1) Peserta yang mengkonsumsi obat-obatan
yang mengandung penghilang rasa nyeri selama penelitian dilaksanakan (2) Peserta yang tidak mengikuti
kegiatan secara penuh sehingga tidak dapat mencukupi frekwensi latihan selama waktu penelitian yang
telah ditentukan (3) Saat penelitian, sampel mengalami penyakit yang menghambat proses intervensi

Tahap Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian menyangkut: (1) Menyiapkan form
pengukuran. (2) Membuat jadwal pengambilan data. (3) Intervensi dilakukan selama 3 minggu dengan
intensitas pemasangan neuromuscular taping yaitu 2 kali seminggu pada setiap sampel. (4) Setelah
mendapatkan intervensi selanjutnya dilakukan evaluasi dengan mengukur perubahan tingkat nyeri.
Hasil dan Pembahasan
1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan selama 3 minggu pemberian Neuromusculer Taping terhadap 5
orang sampel dengan kondisi Carpal Tunnel Syndrom didapatkan hasil pada masing-masing sampel
penelitian sebagai berikut: a. Deskripsi Sampel

Karakteristik subjek sampel penelitian yang termasuk data jenis kelamin, usia (tahun), berat bada (kg),
tingggi badan (m) dan berat badan (kg) dan Indeks Masa Tubuh. Keseluruhan data karakteristik sampel
diuji dengan Analisa deskriptif pada SPSS yang menunjukkan normalitas data sampel, ditunjukkan pada
tabel 1 berikut:

Tabel 1
Uji Normalitas Karakteristik Sampel
Uji Normalitas
Karakteristik Shapiro Wilk
Test P
Jenis Kelamin 0.006
Usia 0.046
Berat Badan (kg) 0.000
Tinggi Badan (m) 0.006
Kategori IMT 0.006
VAS Sebelum 0.314
VAS Sesudah 0.314

Berdasarkan tabel diatas karakteristik sampel menunjukkan bahwa data sampel berdistribusi normal.

b. Uji Beda Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah intervensi dengan alat ukur VAS

Distribusi data sampel berdasarkan nilai nyeri dengan menggunakan alat ukur Visual Analogue Scale
(VAS) sebelum dan setelah diberikan pemasangan Neuromusculer Taping diuji dengan Uji Non
Parametric paired sampel T-Test yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2
Uji Beda Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah

Uji Paired Sample T-


Nilai VAS Test
Mean P
Sebelum 4.2
Sesudah 0.006
7.8

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu 0,006 yang menunjukkan < 0.05 dan
bermakna ada pengaruh pemberian Neruromusculer taping terhadap perubahan tingkat nyeri VAS
penderita Carpal Tunnel Syndrom.

c. Perubahan Nilai Nyeri diukur dengan VAS Hasil perubahan nilai nyeri pada sampel penelitian
disajikan dalam grafik 1 berikut:
Grafik 1
Evaluasi Tingkat Nyeri Kelompok Sampel
Sebelum dan Sesudah

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa seluruh sampel mengalami perubahan nilai nyeri setelah
pemberian Neuromusculer Taping yang diukur dengan alat ukur VAS. Seluruh sampel penelitian
mengalami penurunan nilai VAS yang bermanksa bahwa terjadi perubahan nilai nyeri menuju tidak
nyeri.

4.2 Pembahasan
Pengaruh Pemberian Neuromuscular Taping (NMT) pada Kondisi Carpal Tunnel Syndrome untuk
Mengurangi Nyeri
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala dan tanda akibat penekanan nervus
medianus yang ada di pergelangan tangan yang dapat menyebabkan parastesia/ kesemutan, nyeri, mati
rasa dan kelemahan pada distribusi nervus medianus pada tangan.

Beberapa faktor pekerjaan yang dapat mempengaruhi terjadinya CTS menurut Silverstein (1987),
adalah gerakan pergelangan atau jari tangan yang berulang, kontraksi yang kuat pada tendon, gerakan
pergelangan tangan yang menekuk ke bawah (flexi) atau menekuk ke atas (extensi), gerakan tangan saat
bekerja (gerakan menjepit) dan tekanan mekanik pada saraf medianus. Sedangkan menurut penelitian
yang dilakukan oleh Armstrong et al. (2008), perkembangan CTS dipengaruhi oleh empat faktor kontrol
yaitu jenis kelamin, usia, index massa tubuh (IMT) dan penyakit penyerta. CTS merupakan hasil dari
kombinasi kondisi kesehatan dan aktivitas fisik yang berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada
saraf medianus
[9].
NeuroMuscular Taping (NMT) adalah aplikasi spesifik dari pita perekat elastis ke permukaan kulit
dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan dekompresi dan dilatasi pada daerah yang tertutupi yang
digunakan untuk tujuan terapeutik. Dalam rehabilitasi, NMT diterapkan menggunakan protokol yang
dirancang untuk mengurangi sumbatan dari cairan tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah dan
kelenjar getah,menurunkan kelebihan panas, dan memperbaiki homoestasis jaringan, mengurangi
peradangan dan hipersensitivitas reseptor nyeri [4].

Aplikasi eksentrik dari NeuroMuscular Taping (NMT) pada kulit akan meningkatkan fungsi dari
jaringan otot, tendon, pembuluh saraf, dan limfatik. NMT dengan teknik eksentrik akan mempengaruhi
fleksibilitas dan memperbaiki koordinasi gerakan pada pasien dengan koordinasi otot yang menurun.
Penerapan NMT mampu merangsang mechanoceptors yang ada di kulit.
9. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penerapan Neuromusculer taping pada kondisi Carpal Tunnel Syndrom dengan frekensi 2 kali dalam
seminggu selama 3 minggu memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai nyeri pada sampel
penelitian.

REFERENSI
Lukman, Ns. & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganguan Sistem
Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.
Tana, Lusianawaty. 2004. Sindrom Terowongan Karpal pada Pekerja:
Pencegahan dan Pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol.22 No.3. Hal:
99 -104
American Academy of Othopaedic Surgeons. 2008. Clinical Practice Guideline on the Diagnosis of
Carpal Tunnel Syndrom. Rosemont: American Academy of Orthopaedic Surgeons.
Blow, David. 2012. Neuromuscular Taping
From Theory to Practice. Italy: Arti Grafiche Colombo
Bahrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome(CTS). Jurnal Saintika Medika Universitas Muhammadiyah
Malang. 7(14), hal 78-87.
Prakoso, Tegar Dwi & Kurniawaty, Evi. 2017. Perempuan Berusia 65 tahun dengan Carpal Tunnel
Syndrom. J Medula Unila. Vol 7. No. 2. April 2017. Hal: 144 – 149.
Kurniawan, Bina. Faktor risiko kejadian carpal tunnel syndrome (CTS) pada wanita pemetik melati di
Desa Karangcengis, Purbalingga. J Promosi Kes Indon. 2008; 3(1):2-8.
Eka M. Diagnosis dan Terapi Syndrom terowongan karpal [internet]. Jakarta: Neurology Multiply;
2013 [diakse tanggal 21 Januari 2017]. Tersedia dari : http://neurology.multiply.com/.
Rohmah, Siti. 2016. Analisi Hubungan FaktorFaktor Indovidu dengan Carpal Tunnel
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisi Jurnal Ilmiah


Analisis perbedaan jurnal
Bagian Jurnal 1 Jurnal 2
Jurnal

Judul Penatalaksanaan Aplkasi Neuromuscular Taping Pada Kondisi


Fisioterapi Pada Kasus Carpal Tunnel Syndrom Untuk Mengurangi
Osteoarthritis Genu Nyeri
Sinistra Di Rsu Aisyiyah
Ponorogo
Abstrak Abstrak pada jurnal 1 Abstrak pada jurnal 2 berisi
berisi Latar Belakang : Latar Belakang: Carpal tunnel syndrome (CTS)
merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit yang
Osteoarthritis merupakan disebabkan oleh terjepitnya saraf medianus di
gangguan degenarasi terowongan karpal pada pergelangan tangan. Kondisi
CTS ini merupakan salah satu jenis neuropati yang
struktur tulang rawan pada
paling sering terjadi. Sindrom ini timbul dengan
persendian. Pada kasus gejala nyeri, baal, dan kelemahan pada tangan akibat
tersebut ditanggulangi penekanan nervus medianus.
Tujuan: Penelitian ini ditujukan kepada penderita
dengan modalitas kondisi Carpal Tunnel Syndrom untuk mengurangi
fisioterapiinfra red, nyeri. Intervensi fisioterapi yang diberikan pada
kondisi CTS yaitu penurunan nyeri yang dapat
transcutaneus electrtrical dilakukan dengan berbagai tindakan diantaranya
nerve stimulation dan dengan pemberian teknik Neuromuskuler Taping.
Metode Penelitian: Case study dengan desain
terapi latihan. Fisioterapi
penelitian pre and post test yaitu membandingkan
pada kasus ini dapat antara tingkat nilai nyeri sebelum dan sesudah yang
menurunkan nyeri diukur dengan alat ukur Visual Analogue Scale
(VAS) terhadap pemberian intervensi
meningkatkan kekuatan Neuromuskuler Taping pada kondisi carpal tunnel
daya tahan otot syndrome selama 3 minggu.
Hasil: Analisa uji beda nilai nyeri dengan VAS pada
dan peningkatan aktivitas kelompok sampel dengan nilai signifikasi yaitu 0,006
fungsional . yang menunjukkan < 0.05yang bermakna ada
pengaruh pemberian Neruromusculer taping terhadap
Tujuan : untuk perubahan tingkat nyeri VAS penderita Carpal
mengetahui pengaruh Tunnel Syndrom.
Kata kunci : Carpal Tunnel Syndrom, Fisioterapi,
pemberian infra red, Neuromuskuler Taping, Visual Analogue Scale,
transcutaneus electrical Case Study.
stimulation dan terapi
latihan terhadap
pengurangan
nyeri,peningkatan
kekuatan otot dan
peningkatan fungsional.
Hasil : Setelah dilakukan
enam kali terapi, hasilnya
terdapat pengurangan
nyeri
pada nyeri dia, T0:1
hingga T6 masih 1, nyeri
tekan T0:3 dan T6:1, nyeri
gerak T0:1
dan T6 masih 1. Untuk
peningkatan kekuatan otot
eksternal genu T0:4-t6:4,
fleksor

Pendahuluan Masalah gangguan Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan


kesehatan yang paling kumpulan gejala dan tanda penyakit yang
disebabkan oleh terjepitnya saraf medianus di
sering pada usia lanjut terowongan karpal pada pergelangan tangan.
adalah gangguan Kondisi CTS ini merupakan salah satu jenis
neuropati yang paling sering terjadi. Sindrom ini
musculoskeletal, terutama timbul dengan gejala nyeri, baal, dan kelemahan
osteoarthritis (OA). pada tangan akibat penekanan nervus medianus.
Carpal tunnel syndrome merupakan suatu syndrome
Osteoarthritis adalah yang berhubungan dengan gerakan yang berulang
penyakit sendi yang (repetitive motion) dan posisi yang menetap pada
durasi yang lama sehingga memperngaruhi suplai
banyak dan sering darah ke tangan dan menimbulkan rasa nyeri.
ditemukan di dunia, Kondisi ini biasa terjadi pada usia pertengahan, pada
wanita gemuk kemungkinan terjadi akibat dari
termasuk Indonesia trauma atau pembengkakan yang disebabkan oleh
Osteoarthritis atau disebut proses rheumatoid arthritis.

juga penyakit sendi


generatif adalah suatu
kelainan pada kartilago
(tulang rawan sendi) yang
ditandai dengan perubahan
klinis, histologi dan
radiologi. Penyakit ini
bersifat asimetris, tidak
meradang dan tidak ada
komponen sitematik
(WHO, 2008).
Tinjauan Pada jurna 1 tidak 2.1 Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome
Pustaka ditemukan tinjauan pustaka Pada umumnya CTS terjadi secara kronis karena
faktor mekanik dan faktor vaskuler. Pada umumnya
carpal tunnel syndrome terjadi secara kronis dimana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
2.2 Metode dan
Teknik Intervensi
2.2.1
NeuromuskulerTaping
(NMT)
d. DefinisiNeuroMuscular Tapping
NeuroMuscular Taping (NMT) adalah aplikasi
spesifik dari pita perekat elastis ke permukaan kulit
dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan
dekompresi dan dilatasi pada daerah yang tertutupi
yng digunakan untuk tujuan terapeutik. NMT
bertujuan untuk mengurangi sumbatan dari cairan
tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah dan
kelenjar getah, menurunkan kelebihan panas, dan
memperbaiki homoestasis jaringan, mengurangi
peradangan dan hipersensitivitas reseptor nyeri
e. Efek Neuromuscular Tapping Penerapan
NMT mampu merangsang mechanoceptors kulit.
Reseptor ini mengaktifkan impuls saraf ketika beban
mekanik (sentuhan, tekanan, getaran, peregangan
dan gatal) membuat deformasi. Aktivasi oleh
stimulus yang memadai menyebabkan depolarisasi
lokal, yang memicu impuls saraf di sepanjang
serabut aferen bepergian ke sistem saraf pusat. Efek
terapeutik NMT dengan menggunakan rangsangan
decompressive untuk mendapatkan efek positif
dalam muskuloskeletal, pembuluh darah, limfatik
dan sistem saraf, meningkatkan sirkulasi darah, dan
menghilangkan rasa sakit.
f. Mekanisme Neuromuscular Tapping
Pengaplikasian Neuromuscular Taping (NMT)
dengan teknik decompression akan membentuk
lipatan-lipatan pada kulit. Sehingga memberikan
efek yang dapat meredakan rasa nyeri, menormalkan
ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah
dengan memperbesar ruang intestinal dalam jaringan
dengan lipatan-lipatan dari efek decompression.
2.3 Pemeriksaan dan Pengukuran
a. Pemeriksaan Spesifik Pemeriksaan dan tes
provokasi yang dapat membantu menegakkan
diagnosa Carpal Tunnel Syndrome adalah sebagai
berikut:
Tinel's sign Tes ini mendukung diagnosa bila timbul
parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. 2)
Phalen's test Penderita melakukan fleksi tangan
secara maksimal. Bila selama satu menit parestesia
bertambah hebat, maka tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa Carpal tunnel
syndrome. 3) Wrist extension test Penderita
melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-
gejala seperti Carpal tunnel syndrome, maka tes ini
menyokong diagnosa Carpal tunnel syndrome. b.
Pengukuran Nyeri Salah satu pengukuran nyeri yaitu
dengan menggunakan VAS, VAS (Visual Analogue
Scale) adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri dimana nyeri diukur dengan
menggunakan garis lurus dengan ukuran 10 cm yang
menggambarkan intensitas nyeri.
Metode Metode Penelitian Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang
Penelitian dilakukan dengan cara digunakan adalah penelitian case study dengan
desain penelitian pre and post test yaitu
1. tanya jawab membandingkan antara tingkat nilai nyeri sebelum
langsung (auto dan sesudah diberikan intervensi Neuromuskuler
Taping pada kondisi carpal tunnel syndrome selama
anamesis) atau
3 mingggu.
2. tanya jawab tidak 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di
langsung yang Laboratorium Program Studi D-III Fisioterapi
Universitas Abdurrab pada tanggal 7 Juli s/d 25
dilakukan dengan Oktober 2019.
orang lain atau 3.3 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini
teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
keluarga pasien teknik cluster
yang dianggap Sampling. yaitu pemilihan sampel mengacu pada
kelompok dengan karakteristik tertentu yang telah
mengetahui keadan ditetapkan. Melakukan random sejumlah sampel dari
pasien (hetero populasi yang ada. 3.4 Prosedur Intervensi Langkah-
langkah yang diambil dalam prosedur penelitian ini
anamesis), dimana
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: prosedur
ini bertujuan untuk
mengetahui riwayat administrasi, prosedur pemilihan sampel dan Tahap
timbulnya keluhan pelaksanaan penelitian.
3) Prosedur administrasi Prosedur administrasi
atau tanda pada dilakukan disini menyangkut: (1) Persiapan surat
tubuh pasien yang informed consent persetujuan sampel mengikuti
program penelitian dan memberikan informasi
diingat.
terkait pelaksanaan program penelitian, (2)
Mempersiapkan blangkoblangko dan alat
pengukuran yaitu visual analogue scale (VAS)
mengukur tingkat nyeri. (3) Mengisi blangko-
blangko penelitian untuk diisi identitas diri dan
mengumpulkan kembali.
Prosedur Pemilihan Sampel Dalam penelitian ini
teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik cluster sampling yaitu pemilihan sampel
mengacu pada kelompok dengan karakteristik
tertentu yang telah ditetapkan yaitu Kriteria Inklusi:
(1) Karyawan dan Mahasiswa universitas abdurrab
usia 18-30 tahun (2). Bersedia menjadi subjek
penelitian dari awal hingga akhir penelitian dan
menyetujui dengan menandatangani informed
consent.; Kriteria Ekslusi: (1) Karyawan dan
mahasiswa yang menolak berpartisipasi dalam
penelitian ini (2) Karyawan dan mahasiswa yang
sudah mengikuti intervensi penanganan terhadap
keluhan nyeri akibat CTS namun nyeri masih
dirasakan (3) Mengalami gangguan jantung (4)
Sampel tidak bersedia menjadi subjek penelitian;
Kriteria Drop Out: (1) Peserta yang mengkonsumsi
obat-obatan yang mengandung penghilang rasa nyeri
selama penelitian dilaksanakan (2) Peserta yang
tidak mengikuti kegiatan secara penuh sehingga
tidak dapat mencukupi frekwensi latihan selama
waktu penelitian yang telah ditentukan (3) Saat
penelitian, sampel mengalami penyakit yang
menghambat proses intervensi
Tahap Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan
penelitian menyangkut: (1) Menyiapkan form
pengukuran. (2) Membuat jadwal pengambilan data.
(3) Intervensi dilakukan selama 3 minggu dengan
intensitas pemasangan neuromuscular taping yaitu 2
kali seminggu pada setiap sampel. (4) Setelah
mendapatkan intervensi selanjutnya dilakukan
evaluasi dengan mengukur perubahan tingkat nyeri.

Hasil dan 1. Hasil 4.1 Hasil Penelitian


Pembahasan Permasalahan yang timbul Hasil penelitian yang telah dilakukan selama 3
pada pasien atas nama Ny. minggu pemberian Neuromusculer Taping terhadap
SA umur 61 tahun dengan 5 orang sampel dengan kondisi Carpal Tunnel
diagnosa OA adalah Syndrom didapatkan hasil pada masing-
gangguan degenerasi masing sampel penelitian sebagai berikut:
struktur tulang rawan a.Deskripsi Sampel, karakteristik sampel
pada persendian. Setelah menunjukkan bahwa data sampel berdistribusi
didapatkan pelaksanaan normal.
fisioterapi sebanyak 6x, Uji Beda Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah
dengan menggunakan intervensi dengan alat ukur VAS, Berdasarkan
modalitas Infra Red tabel menunjukkan bahwa nilai signifikasi yaitu
(IR),Transcutaneus 0,006 yang menunjukkan < 0.05 dan bermakna ada
pengaruh pemberian Neruromusculer taping
Electrical Nerve
terhadap perubahan tingkat nyeri VAS penderita
Stimulation (TENS), dan
Carpal Tunnel Syndrom.
terapi latihan resiced
Perubahan Nilai Nyeri diukur dengan VAS
exercise metode
Berdasarkan grafik menunjukkan bahwa seluruh
endurance dengan
sampel mengalami perubahan nilai nyeri setelah
quadriceps bench
pemberian Neuromusculer Taping yang diukur
didapatkan hasil yang dengan alat ukur VAS. Seluruh sampel penelitian
positif. Berikut ini catatan mengalami penurunan nilai VAS yang bermanksa
hasil, grafik dan kemajuan bahwa terjadi perubahan nilai nyeri menuju tidak
pasien. nyeri.
4.2 Pembahasan
Pembahasan Pengaruh pemberian Neuromuscular Taping (NMT)
3.2.1 Nyeri pada kondisi Carpal Tunnel Syndrome untuk
Efek termal dari IR mengurangi nyeri Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
pada suatu reaksi kimia Beberapa faktor pekerjaan yang dapat mempengaruhi
akan dapat terjadinya CTS menurut Silverstein (1987), adalah
dipercepat, sehingga gerakan pergelangan atau jari tangan yang berulang,
proses metabolisme kontraksi yang kuat pada tendon, gerakan pergelangan
yang terjadi pada area tangan yang menekuk ke bawah (flexi) atau menekuk
nyeri akan diperbaiki, ke atas (extensi), gerakan tangan saat bekerja (gerakan
maka akan terjadi menjepit) dan tekanan mekanik pada saraf medianus.
vasodilatasi dan sirkulasi Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh
menjadi lancer pada Armstrong et al. (2008), perkembangan CTS
jaringan kulit yang akan dipengaruhi oleh empat faktor kontrol yaitu jenis
menyebabkan reabsorbsi kelamin, usia, index massa tubuh (IMT) dan penyakit
dan terjadi relaksasi, penyerta. CTS merupakan hasil dari kombinasi
sehingga sisa-sisa kondisi kesehatan dan aktivitas fisik yang berulang
metabolism tersebut seperti yang dapat meningkatkan tekanan pada saraf
medianus. NeuroMuscular Taping (NMT) adalah
zat ‘P’ yang menumpuk di
aplikasi spesifik dari pita perekat elastis ke permukaan
jaringan akan dibuang
kulit dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan
sehingga nyeri dapat
dekompresi dan dilatasi pada daerah yang tertutupi
berkurang atau menghilang
yang digunakan untuk tujuan terapeutik. Dalam
(Prianthara, 2015). Dengan
rehabilitasi, NMT diterapkan menggunakan protokol
pemberian TENS maka
yang dirancang untuk mengurangi sumbatan dari
serabut saraf berdiameter cairan tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah
besar akan dan kelenjar
diaktivasi dan dapat getah,menurunkan kelebihan panas, dan
mengaktivasi sel-sel memperbaiki homoestasis jaringan, mengurangi
interneuron di subtansia peradangan dan hipersensitivitas reseptor nyeri.
gelatinosa sehingga Aplikasi eksentrik dari NeuroMuscular Taping
susunan saraf (NMT) pada kulit akan meningkatkan fungsi dari
berdiameter kecil jaringan otot, tendon, pembuluh saraf, dan limfatik.
terhalang menyampaikan NMT dengan teknik eksentrik akan mempengaruhi
rangsangan nyeri ke pusat fleksibilitas dan memperbaiki koordinasi gerakan
saraf dan pada pasien dengan koordinasi otot yang menurun.
menutup spinal gate. Penerapan NMT mampu merangsang
mechanoceptors yang ada di kulit.
Dengan menutupnya
spinal gate maka
informasi nyeri terputus
(Pardjoto, 2006).
3.2.2 Kekuatan Otot
Pada kasus ini,
latihan yang dilakukan
adalah resisted exercise
dengan metode
endurance menggunakan
quadriceps
bench. Latihan beban
dapat meningkatkan
protein kontraktif
sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi
ATP-PC dan enzim
glikolisis dan latihan
dapat berpengaruh
terhadap hipertrofi otot,
ukuran mitokondria,
meningkatkan ukuran
myofibril dan
sakoplasmik,
meningkatkan konsentrasi
ATP-PC dan enzim
glykolisis. Pendapat yang
sama dikatakan Coker
(dikutip oleh
Suharjana, 2013 dan
Setiwan, 2014) bahwa
latihan dapat
menyebabkan otot
menjdai responsif
terhadap beban latihan,
pembesaran serabut otot,
peningkatanjumlah
kapiler, peningkatan
jumlah dan ukuran
mitochondria, dan
peningkatan protein
kontraktif (Setiawan,
2014). Latihan daya tahan
otot akan mengalami
sedikit hipertrofi namun
adaptasi terbesar terjadi
pada proses biokimiawi di
dalam otot. Mitokondria
otot meningkat
jumlahnya, disertai
peningkatan jumlah dan
aktivitas enzim
oksidatif yang ditunjang
oleh perubajhan struktur
lain yang
menunjang peningkatan
kerja otot seperti
peningkatan
mikrosirkulasi (Sudarsono,
2006).
3.2.3 Kemampuan
Fungsional
Faktor kekuatan otot
dan daya tahan otot
anggota gerak
bawah berhubungan
dengan kemampuan
fungsional khususnya
kemampuan mobilitas
seperti penurunan
kecepatan jalan,
penurunan keseimbangan
dan peningkatan resiko
jatuh (Ferruci etal, 1997
dikutip oleh Utomo,
2010). Kenaikan nilai
penurunan
kekuatan otot quadriceps
femoris dan daya tahan
otot quadriceps femoris
lansia akan diikuti
kenaikan kemampuan
fungsional lansia (Utomo,
2010). Faktor yang
mendukung peningkatan
kemampuan fungsional
yaitu dengan berkurangnya
nyeri dan meningkatnya
kekuatan otot quadriceps
maka secara otomatis akan
terjadi peningkatan
kemmapuan fungsional.

Penutup 4.1 Kesimpulan Kesimpulan : Berdasarkan analisis penelitian yang


Penulis telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan
melakukan pembahasan bahwa penerapan Neuromusculer taping pada
pada kasus OA, kondisi Carpal Tunnel Syndrom dengan frekensi 2
kali dalam seminggu selama 3 minggu memberikan
permasalahan yang
pengaruh terhadap perubahan nilai nyeri pada
didapatkan pasien dengan
sampel penelitian.
nama Ny.SA umur 61
tahun dengan diagnosis
osteoarthritis genu
sinistra. Setelah dilakukan
terapi sebanyak 6 kali
dengan modalitas Infra
Red (IR), Transcutaneus
Electrical Nerve
Stimulation dan terapi
latihan, terjadi penurunan
nyeri, peningkatan
kekuatan otot, dan
peningkatan kekuatan
fungsional. Dalam proses
pemulihan menujukan
normal pada kasus OA
membutuhkan waktu yang
lama.
4.2 Saran
1. Pasien
Pasien disarankan
untuk melakukan terapi
secara rutin, serta
melakukan latihan-latihan
yang diajarkan fisioterapis
secara rutin 8 di rumah.
Pasien disarankan untuk
mengurangi aktivitas yang
berlebihan, seperti
tumpuan yang berlebih
pada lutut kirinya,
dianjurkan untuk
melakukan latihan
dirumah seperti yang
dilakukan sat terapi yaitu
latihan dengan
menggunakan beban yang
ditempatkan pada bagian
ankle dan bergerak kea
rah menekuk dan
meluruskan lutut,
memakai knee decker, dan
mengompres hangat pada
lutut saat terasa nyeri
dengan demikianakan
mengurangi keluhan yang
timbul (Lesmana, 2006).
Untuk olahraga pasien
disarankan melakukan
olahraga, seperti
bersepeda statis, berjalan
dalam air, berenang
(Ambardini, 2010).
2. Fisioterapis
Bagi fisioterapis
hendaknya benar-benar
melakukan tugasnya
secara professional yaitu
melakukan pemeriksaan
dengan teliti sehingga
dapat menegakkan
diagnose, menentukan
problematik, menentukan
modalitas yang tepat dan
efektif untuk
penderita.Fisioterapis
hendaknya menigkatkan
ilmu pengetahuan serta
pemahaman terhadap hal-
hal yang berhubungan
dengan studi kasus karena
tidak menutup
kemungkinan adanya
trobosan baru dalam suatu
pengobatan yang
membutuhkan
pemahaman lebih lanjut.
3. Masyarakat
Bagi masyarakat
umum untuk berhati-hati
dalam melakukan aktifitas
kerja yang mempunyai
resiko untuk terjadinya
trauma atau cidera. Jika
telah terjadi cidera atau
trauma dengan keluhan
yang dirasakan lengan
tidak dapat digerakkan
atau tidakdapat merasakan
sentuhan, maka tindakan
yang harus dilakukan
adalah segera pergi
kerumah sakit untuk
mendapatkan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setiap karya ilmiah memiliki struktur dan bagia yang berbeda pada analisis karya ilmiah ini pada
jurnal 1 yang berjudul Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis Genu Sinistra Di
Rsu Aisyiyah Ponorogo tidak memiliki tinjauan pustaka dan abstrak yang tidak ada kata kunci

DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ns. & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganguan Sistem
Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.
Tana, Lusianawaty. 2004. Sindrom Terowongan Karpal pada Pekerja:
Pencegahan dan Pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol.22 No.3.
Hal: 99 -104
American Academy of Othopaedic Surgeons. 2008. Clinical Practice Guideline on the Diagnosis
of Carpal Tunnel Syndrom. Rosemont: American Academy of Orthopaedic Surgeons.
Blow, David. 2012. Neuromuscular Taping

Bahrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome(CTS). Jurnal Saintika Medika Universitas


Muhammadiyah Malang. 7(14), hal 78-87.
Prakoso, Tegar Dwi & Kurniawaty, Evi. 2017. Perempuan Berusia 65 tahun dengan Carpal
Tunnel Syndrom. J Medula Unila. Vol 7. No. 2. April 2017. Hal: 144 – 149.
Kurniawan, Bina. Faktor risiko kejadian carpal tunnel syndrome (CTS) pada wanita pemetik
melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. J Promosi Kes Indon. 2008; 3(1):2-8.
Eka M. Diagnosis dan Terapi Syndrom terowongan karpal [internet]. Jakarta: Neurology
Multiply; 2013 [diakse tanggal 21 Januari 2017]. Tersedia dari : http://neurology.multiply.com/.
Rohmah, Siti. 2016. Analisi Hubungan FaktorFaktor Indovidu dengan Carpal Tunnel

Anda mungkin juga menyukai