Anda di halaman 1dari 8

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi lansia di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya.

Peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) merupakan suatu indikator

keberhasilan proses pembangunan karena meningkatnya usia harapan

hidup. Hal ini berarti bahwa dengan seiring meningkatnya derajat

kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan sangat berpengaruh pada

peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup juga

dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang

kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit

degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh

peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya angka

kematian serta adanya penurunan jumlah kelahiran. (Kemenkes RI

2013).

Secara global populasi lansia diprediksi akan terus mengalami

peningkatan terus setiap tahunnya, tercatat jumlah lansia di dunia pada

tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa (12,3%) dan Asia menempati jumlah

tertinggi penduduk lansia di dunia, tercatat jumlah lansia pada tahun

2015 terdapat 508 juta jiwa (11,4%) (United Nations, 2015). Berdasarkan

data proyeksi penduduk di Indonesia, pada tahun 2017 terdapat 23,66

juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Di prediksi jumlah

penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun

2030 (40,95 juta) dan tahun2035 (48,19 juta)(Kemenkes RI 2017).


3

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai

dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit.

Pengaruh proses penuaantersebut menimbulkan berbagai masalah

secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Secara umum kondisi fisik

seseorang yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami penuaan

(aging). Dengan semakin bertambahnya usia, lansia akan mengalami

penurunan fungsi organ sehingga rentan terkena berbagai macam

penyakit. Salah satu perubahan fisik yang dialami lansia terjadi pada

sistem muskuloskeletal, perubahan yang terjadi itu diantara lainnya

adalah penurunan massa dan kekuatan otot, perubahan sendi

degeneratif, menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian salah

satunya adalah osteoarthritis (Perry Potter, 2010).

Osteoarthritis (OA) atau penyakit radang sendi adalah salah satu

penyakit tidak menular yang sering dialami oleh lansia. Angka kejadian

OA sendiri di indonesia tercatat kedalam penyakit 10 besar yang sering

dialami oleh lansia dengan prevalensi sebanyak 51,9% (Riskesdas,

2013). Menurut WHO pada tahun 2013 diperkirakan 9,6% laki-laki dan

18% perempuan usia lebih dari 60 tahun memiliki osteoarthritis. Terdapat

lebih dari 30 juta orang di Amerika Serikat memiliki OA. Sedangkan, di

Inggris terdapat sekitar 8 juta orang mengalami OA. Sedangkan di

Indonesia sendiri angka kejadian osteoarthritis tercatat 5% terjadi pada

pria dan 12,7% terjadi pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun

(Riskesdas, 2013).
4

Osteoarhtritis juga sering disebut dengan penyakit degeneratif

sendi (Jennifer P, 2017). Terjadinya osteoarthritis itu sendiri dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain faktor usia, genetik, kegemukan, cedera

sendi, pekerjaan, olah raga, anomali anatomi, penyakit metabolik, dan

penyakit inflamasi sendi (Koentjoro, 2010). Osteoarthritis umumnya

mengenai sendi yang banyak menahan berat beban seperti sendi

panggul dan sendi lutut (Andriyasa, 2012). Salah satu gejala yang sering

dirasakan oleh orang yang mengalami OA adalah munculnya nyeri pada

sendi. Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi

tentang OA pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri

dan kekakuan pada sendi.Penelitian di Bandung pada pasien yang

berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007 dan 2010, berturut-

turut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297)

reumatik pada tahun 2007. 69% diantaranya adalah wanita dan

kebanyakan merupakan OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik

pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah penderita OA.

Nyeri yang dirasakan pada penderita osteoartritis termasuk nyeri

neuromuskuloskeletal non-neurogenik, biasanya sering disebut sebagai

altralgia yaitu nyeri akibat proses patologik pada persendian. Proses

terjadinya nyeri pada persendian bisa disebabkan karena inflamasi,

imunologik, non-infeksi, perdarahan dan proses maligna (Mardjono&

Sidharta, 2010). Nyeri sendi yang dirasakan penderita OA umumnya

timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa

nyeri yang berkurang dengan istirahat, terdapat hambatan pada

pergerakan sendi, kaku disaat pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan


5

perubahan gaya berjalan (Aspiani,2014). Dampak yang ditimbulkan dari

osteoarthritis yaitu keterbatasan gerak yang dapat mengganggu aktivitas

dan menyebabkan gangguan pada produktivitas karena menyebabkan

senditerasa nyeri, kaku dan bengkak sehingga seringkali menyebabkan

gerak sendi terbatas.

Upaya-upaya yang bisa dilakukandalam mengatasi nyeri adalah

dengan terapi farmakologi atau menggunakan obat-obatan seperti obat

analgesik opiod, Non Steroid NSAID, terapi adjuvan, selainituterapi

farmakologi yang bisa digunakan untuk mengatasi nyeri OA adalah

dengan menggunakan alat orthotik untuk menyangga sendi yang

mengalami inflamasi. Terapi dengan alat orthotic ini dijadikan sebagai

pertimbangan karena membutuhkan biaya untuk mendapatkan alat

tersebut. Selain terapi farmakologi ada juga terapi non farmakologi yang

dapat mengatasi nyeri salah satunya adalah latihan aktivitas fisik, latihan

aktivitas fisik ini bertujuan untuk mempertahankan posisi sendi yang

optimal, mengurangi edema, merangsang reflex fleksi ekstensi dan

persiapan untuk latihan aktif apabila fase akut terlewati salah satu

aktivitas fisik yang bisa dilakukan oleh lansia adalah senam

(Sagiran,2012).

Senam adalah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja

disusun secara sistematika dan dilakukan secara sadar dengan tujuan

membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis. Adapun

beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu misalnya senam

10 menit, senam kegel, yoga, taichi dan senam ergonomis

(Sagiran,2012). Senam ergonomis merupakan suatu metode yang praktis


6

dan efektif dalam memelihara kesehatan tubuh. Gerakan-gerakan senam

ergonomis merupakan gerakan yang sesuai dengan kaidah-kaidah

penciptaan tubuh dan gerakan ini diilhami dari gerakan sholat. Senam

ergonomis merupakan senam yang dapat langsung membuka,

membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti

sistem kardiovaskuler, kemih, dan reproduksi (Wratsongko, 2008) .

Senam ergonomik merupakan kombinasi gerakan otot dan teknik

pernafasan. Teknik pernafasan yang dilakukan secara sadar dan

menggunakan diafragma memungkinkan abdomen terangkat perlahan

dan dada mengembang penuh. Senam ergonomis ini bermanfaat bagi

penderita osteoarthritis karena senam ergonomis ini memicu sekresi

hormon endorphin yang dapat mengurangi nyeri pada penderita

osteoarthritis (Wratsongko, 2008). Karena gerakannya yang praktis dan

sederhana senam ergonomis dapat dilakukan dimana dan kapan saja

seperti ketika sedang menonton TV, oleh karena itu senam ini sangat

cocok dilakukan oleh lansia.

Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh Sumartyawati, dkk

dengan judul “pengaruh senam ergonomis terhadap penurunan skala

nyeri pada lansia dengan osteoarthritis di PSTW Puspakarma Mataram”

tahun 2016 terhadap 62 orang responden di dapatkan hasil analisa

menunjukkan nilai signifikansi pengaruh = 0,025 dengan menggunakan

uji dua sisi dengan tingkat signifikansi ɑ = 5% (0,05 > 0,025), yang berarti

ada pengaruh senam ergonomis terhadap penurunanskala nyeri pada

lansia dengan osteoarthritis di PSTW Puspakarma mataram. Adapun

penelitian lain yang telah dilakukan oleh Prayana pada tahun 2014
7

dengan judul penelitian “pengaruh senam ergonomic terhadap keluhan

nyeri dan peningkatan rentang gerak pada lansia yang mengalami nyeri

rematik di pantiwerdha dharma bhakti Surakarta “terhadap 30 orang

responden yang menderita osteoarthritis maka didapatkan hasil diketahui

bahwa sebelum menjalani senam ergonomik diperoleh nilai thitung

sebesar 0,802 dengan p= 0,429, sehingga sebelum diberikan senam

ergonomik antara kelompok kontrol dan eksperimen mempunyai tingkat

nyeri yang cenderung sama, adapun sesudah diberikan senam

ergonomik diperoleh nilai thitung = 4,886 dengan p= 0,001, artinya

terdapat pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan tingkat nyeri

pada lansia yang Mengalami Rematik di Panti Wreda Dharma Bhakti

Surakarta.

Peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 06 februari

2018 melalui wawancara dan observasi di Puskesmas Cipageran,

berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang lansia

yang menderita osteoarthritis didapatkan hasil bahwa 6 dari 10 lansia

mengeluh nyeri pada lutut. Dari 10 orang lansia tersebut 1 diantaranya

mengatakan telah mengikuti terapi untuk penanganan osteoarthritis di

RS, sedangkan 9 orang lainnya tidak mengetahui senam ergonomis

dapat digunakan sebagai terapi modalitas yang dapat menurunkan nyeri

pada penderita OA. Upaya yang telah dilakukan oleh lansia sebelumnya

untuk mengatasi nyerinya adalah dengan mengkonsumsi obat analgesik

yang diberikan dari puskesmas. Ketidaktahuan dan kurangnya informasi

tentang alternatif pengobatan yang dapat diberikan pada penderita OA

merupakan alasan utama masyarakat tidak melakukan terapi modalitas.


8

Hal ini bisa diatasi apabila kader dan perawat dapat berperan aktif untuk

memberikan informasi pada masyarakat melalui pendidikan kesehatan

tentang bagaimana cara mengatasi OA selain menggunakan obat-obatan.

Perawat gerontik sangat berperan penting untuk mencegah

terjadinya efek samping, serta memiliki tanggung jawab untuk membantu

klien dalam memperoleh kesehatan yang optimal, memelihara kesehatan,

menerima kondisinya, serta persiapan dalam menghadapi ajal. Perawat

gerontik juga harus bisa menjadi edukator bagi pasiennya dengan cara

selalu memberikan informasi kesehatan mengenai peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, dampak dari penyakit, serta tindakan

apa yang tepat untuk mengatasi penyakit tersebut sehingga terjadi

perubahan perilaku dari pasien, cara tersebut dilakukan melalui

pendidikan kesehatan.

Berdasarkan data diatas yang menunjukkan bahwa OA

merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada lansia sehingga

peneliti tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Senam Ergonomis

Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Lansia Dengan Osteoarthritis”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti

membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah senam ergonomis

berpengaruh terhadap perubahan nyeri osteoarthritis pada lansia “.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan nyeri

osteoarthritis.
9

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui rerata nyeri sebelum dilakukan senam ergonomis

pada lansia penderita osteoarthritis.

b. Mengetahui rerata nyeri setelah dilakukan senam ergonomis pada

lansia penderita osteoarthritis.

c. Mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap skala nyeri

osteoarthritis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

keperawatan khususnya intervensi keperawatan mengenai senam

ergonomis.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah di

bidang terapi keperawatan dalam intervensi keperawatan

mengenai penanganan nyeri non farmakologis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi puskesmas dapat digunakan sebagai salah satu standar

operasional prosedur dalam melakukan terapimodalitas.

b. Bagi profesi perawat dapat diaplikasikan sebagai pilihan dari salah

satu manajemen penanganan nyeri non farmakologi yang

mengikutsertakan klien.

c. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi dan

masukan tentang pelaksanaan senam ergonomis untuk nyeri

osteoarthritis serta dapat digunakan dan dikembangkan untuk

melakukan penelitian dengan topik dan jenis terapi yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai