Anda di halaman 1dari 50

EFEKTIVITAS EDUKASI PENANGANAN NYERI SENDI MELALUI TERAPI

KOMPLEMENTER PADA LANSIA BERBASIS VIDEO RENDAM AIR


GARAM HANGAT DI GAMPONG KAYEE LEE
KECAMATAN INGIN JAYA
ACEH BESAR

PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh

ANDRY NAZARRA
1912210178

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA BANGSA GETSAMPENA (UBBG)
BANDA ACEH
T.A 2023
1

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang

Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi yang berisiko

tinggi mengalami masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang sering dialami

lansia disebabkan oleh penurunan fungsi sistem tubuh, salah satunya sistem

muskuloskeletal. Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan terjadinya

perubahan secara degeneratif yang berhubungan dengan penurunan tingkat

aktivitas fisik yang disebabkan oleh 3 hal, yaitu: perubahan pada struktur dan

jaringan penghubung (kolagen dan elastis) pada sendi, tipe dan kemampuan

aktivitas berpengaruh sangat signifikan terhadap struktur dan fungsi jaringan

pada sendi, patologi dapat mempengaruhi jaringanpenghubung sendi

sehinggga menyebabkan Functional Limitation atau keterbatasa fungsi dan

disability, yang biasa dikeluhkan akibat nyeri yang dirasakan sangat

mengganggu aktivitas adalah penyakit rheumatoid arthritis, osteoarthritis

dan gout arthritis (Chintyawaty, 2019).

Penyakit sendi merupakan penyakit yang relatif sering terjadi di

seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018

sebanyak 165 juta jiwa di Dunia menderita penyakit sendi dengan prevalensi

antara 0,3-0,5%, sedangkan pada tahun 2019 diperkirakan angka penyakit

sendi di Dunia telah mencapai angka 355 juta dari 2.130 juta populasi.

Menurut Arhtritis Foundation (2020), sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta

orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa


2

arhtiritis. Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa

mengalami penyakit sendi.

Prevalensi penyakit sendi di Indonesia pada tahun 2018 mencapai

7,3-11,9% dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2017 lalu, jumlah

pasien ini mencapai 2 juta orang, dengan perbandingan pasien wanita tiga

kali lebih banyak dari pria. Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga

tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan

(Riskesdas, 2018). Banyaknya kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia

mengakibatkan populasi osteoatritis meningkat 40%-60% diatas usia 45

tahun, dimana mulai terjadi proses degenerasi pada rawan sendi. Persentase

ini bertambah mencapai 85% pada usia 75 tahun.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2018), prevalensi penyakit

sendi di Propinsi Aceh tahun 2017 sebesar (20.2%) (Riskesdas, 2018.

Cakupan diagnosis penyakit sendi oleh tenaga kesehatan di setiap propinsi

umumnya sekitar 50% dari seluruh kasus yang ditemukan (Profil Dinas

Kesehatan Propinsi Aceh, 2020).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan karena adanya kerusakan jaringan atau potensial kerusakan

jaringan atau gambaran tentang kerusakan jaringan Tolinggi (2020).

Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak sehingga

menganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktivitasnya.

Disamping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien

frustasi dalam menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat menganggu


3

kenyamanan pasien. Karenanya terapi utama yang diarahkan adalah untuk

menangani nyeri ini (Ashari Lahemma, 2019).

Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau

hanya menimbulkan gangguan kenyamanan dan masalah yang disebabkan

oleh penyakit sendi tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada

mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan

kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari

(Nataria Yanti Silaban, 2021).

Penanganan nyeri sendi pada lansia dapat dilakukan dengan dua

metode yaitu dengan farmakologi dan nonfarmakologi. Dengan farmakologi

bisa menggunakan obat-obatan analgesik, namun lansia pada proses penuaan

mengalami farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam

tubuh lansia sehingga sangat memberi resiko pada lansia. Selain itu efek yang

dapat timbul dalam jangka panjang dapat mengakibatkan perdarahan pada

saluran cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Mawarni, 2018).

Pengobatan non farmakologis ada berbagai macam seperti masase

kulit, kompres panas, merendam kaki dengan air garam hangat. Menurut

(Mawarmi, 2018) terapi rendam kaki air hangat dapat menyebabkan relaksasi

pada otot dan pelebaran pembuluh darah yang membawa oksigen akan cepat

mencapai pada jaringan sehingga dapat menurunkan tingkat nyeri pada sendi

lansia, sebelum diberikan terapi rendam air garam hangat menujukan skala

nyeri 6 setelah diberikan terapi skala nyeri menunjukan skala nyeri 3. Garam

laut memiliki kandungan zat kimia seperti sodium dan natrium yang dapat
4

mengatur keseimbangan cairan didalam tubuh bertugas dalam transmisi saraf

dan kinerja otot (Nuyridayanti, 2017).

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh,

pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat

sirkulasi darah menjadi lancar, menstabilkan aliran darah dan kerja jantung

serta faktor pembebanan didalam air yang akan menguatkan otot-otot dan

ligament yang mempengaruhi sendi tubuh. Maka dari itu dengan adanya

rendam air hangat dapat mengurangi tingkat nyeri, dan terapi rendam air

hangat ini hemat biaya mudah digunakan dan sedikit efek sampingnya

(Nurul, 2017).

Terapi rendam air garam hangat bertujuan untuk memberikan rasa

hangat pada tubuh, pembuluh-pembuluh darah akan melebar sehingga

memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini

penyaluaran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan

pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang

meningkat akan mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjang proses

pemyembuhan luka dan proses peradangan. Pemberian rendam air garam

hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan

cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukannya. Manfaat dari terapi rendam air garam hangat adalah

memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit, merangsang peristaltik

usus, memperlancar pengeluaran getah radang (eksudat), memberikan rasa

nyaman atau hangat dan tenang (Hannan, 2017).


5

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Laraswati (2019), mengenai

pengaruh rendam kaki dengan air garam hangat terhadap nyeri sendi pada

lansia yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh rendam kaki dengan air

garam hangat terhadap nyeri sendi pada lansia di Dusun Gading Desa

Gadingmangu Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Lansia harus lebih

memperhatikan kesehatannya serta rutin olah raga seminggu sekali dan rutin

mengikuti posyandu lansia, dapat pula menerapkan rendam kaki dengan air

garam hangat jika terjadi nyeri sendi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jauhar (2022), mengenai

kompres air garam epsom hangat menurunkan nyeri sendi pada klien artritis

gout didapatkan adanya pengaruh yang signifikan kompres air garam Epsom

hangat terhadap penurunan nyeri sendi pada klien artritis gout. Hasil kajian

dapat digunakan sebagai dasar ilmiah dalam pemilihan intervensi alternative

non-farmakologi dalam mengurangi keluhan nyeri sendi pada klien artritis

gout.

Jumlah lansia di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh

Besar sebanyak 191 orang, dimana jumlah lansia yang menderita gangguan

sendi sebanyak 128 orang lansia (67%). Hasil survey awal yang penulis

lakukan dengan melakukan observasi kepada 10 lansia dengan gangguan

nyeri sendi ditemukan bahwa sebanyak 6 (60%) pasien mengalami nyeri

sedang dan 4 (40%) pasien mengalami nyeri ringan. Peneliti juga

memberikan terapi rendam air garam hangat kepada lansia yang mengalami
6

nyeri sedang diperoleh hasil penurunan nyeri setelah diberikan terapi

rendam kaki menggunaan air hangat.

Lansia dengan nyeri sendi cenderung melakukan pengobatan dengan

mengkonsumsi obat-obatan pereda rasa nyeri yang diperoleh dari puskesmas

dan apotek terdekat. Merendam kaki dengan dengan air garam hangat dapat

membantu mengatasi nyeri otot kaki, nyeri pada sendi dan peradangan pada

sendi dan mudah untuk dilakukan secara mandiri sehingga peneliti ingin

memberikan edukasi melalui pemberian video rendam air garam hangat

serta mengajarkan teknik tersebut sehingga lansia mampu melakukan

penanganan nyeri sendi secara mandiri dengan cara merendam kaki dengan

dengan air garam hangat.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu untuk

melakukan penelitian mengenai efektivitas edukasi penanganan nyeri sendi

melalui terapi komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam

hangat di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah

Efektivitas Edukasi Penanganan Nyeri Sendi Melalui Terapi Komplementer

pada Lansia Berbasis Video Rendam Air Garam Hangat di Gampong Kayee

Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar?”


7

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas edukasi penanganan nyeri sendi melalui

terapi komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam hangat

di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui intensitas nyeri sendi lansia sebelum terapi komplementer

berbasis video rendam air garam hangat di Gampong Kayee Lee

Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

b. Mengetahui intensitas nyeri sendi lansia sesudah terapi komplementer

berbasis video rendam air garam hangat di Gampong Kayee Lee

Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

c. Mengetahui efektivitas edukasi penanganan nyeri sendi melalui terapi

komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam hangat di

Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

1.4. Hipotesis

Ha : Ada efektivitas edukasi penanganan nyeri sendi melalui terapi

komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam

hangat di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya Aceh

Besar.

Ho : Tidak ada efektivitas edukasi penanganan nyeri sendi melalui

terapi komplementer pada lansia berbasis video rendam air


8

garam hangat di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya

Aceh Besar.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu menambah

pengetahuan mengenai edukasi penanganan nyeri sendi melalui terapi

komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam hangat.

1.5.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi Puskesmas Langsa Lama khususnya untuk petugas kesehatan agar

dapat memberikan pelayanan pelayanan pada lansia dengan masalah nyeri

sendi dengan memberikan informasi mengenai cara penanganan nyeri

sendi secara non farmakologis melalui rendam kaki menggunakan air

garam hangat.

1.5.3. Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti lain yang

ingin melakukan penelitian mengenai edukasi penanganan nyeri sendi

melalui terapi komplementer pada lansia berbasis video rendam air garam

hangat dengan metode yang berbeda.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian

Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang

untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.

Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup

serta peningkatan kepekaan secara individual, karena faktor tertentu

Lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,

rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan Lansia ialah apabila berusia 60

tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang

telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging

Process atau proses penuaa (Hidayah, 2019).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua

(Djibrael, 2018).

Menua merupakan proses sepanjang hidup. Tidak hanya dimulai

dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah

9
10

melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini

berbeda baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua bearti

mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik ditandai dengan kulit

yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong pendengaran

kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure

tubuh tidak professional (Nasrullah, 2016).

2.1.2. Tipe Lanjut Usia

Menurut Hidayah (2019) lanjut usia dapat pula dikelompokan

dalam beberapa tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara

lain:

a. Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik,

mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari

tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan

pasifnya.

b. Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat

menikmati hidup, memiliki toleransi yang tinggi, humoristik,

fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda. Mereka

dengan tenang menghadapi proses menua.

c. Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah

masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak

mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang


11

pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan, dan

banyak minum.

d. Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat

pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,

emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat

konpultif aktif, dan menyenangi masa pensiun.

e. Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah,

serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan. Tipe Pemarah: lanjut

usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu

menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk. Lanjut

usia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.

f. Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain

yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan

curiga. Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap

menjadi tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang

yang muda, senang mengadu masalah pekerjaan, dan aktif

menghindari masa yang buruk.

g. Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia

ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai

ambisi, mengalami penurunan sosial-ekonomi, tidak dapat

menyesuaiakan diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan,

tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai tidak berguna

karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia,


12

merasa menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin

cepat mati.

Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat

menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan

asuhan keperawatan. Tentu saja tipe tersebut hanya suatu pedoman umum

dalam praktiknya, berbagai variasi dapat ditemukan (Hidayah, 2019)

2.1.3. Batasan-Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan

Lansia menjadi empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59

tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun. lanjut usia tua (old) adalah

75-90, usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun. Sedangkan

menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial

Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau mencapai

usia 60 tahun lebih (Hidayah, 2019).

2.1.4. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Djibrael (2018) terdapat beberapa cirri-ciri lansia yaitu

sebagai berikut:

a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia

sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi

memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya

lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,

maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga
13

lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik

pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat

dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan

diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih

senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat

menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa

kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut

dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalm segala

hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar

keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya

lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,

sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW

karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap

lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang

buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.

Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia

menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga

sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap

pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik


14

diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri

yang rendah.

2.2 Nyeri Sendi

2.2.1 Pengertian

Menurut Internatoinal Fot Study Of Pain (IASP), nyeri adalah

pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Perry & Potter, 2014).

Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih, memberikan

segmentasi pada rangka manusia dan memberikan variasi gerakan antara

segmen-segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan (Tamsuri, 2017).

Nyeri sendi merupakan suatu akibat yang diberikan akibat pengapuran

maupun akibat penyakit lain. Nyeri sendi adalah peradangan sendi yang

ditandai dengan pembengkaka nsendi, warna kemerahan, rasa panas, nyeri

dan gangguan gerak. Lansia akan mengalami rasa yang tidaknyaman,

apabila lebih dari satu sendi yang terasa nyeri (Santoso, 2019).
15

2.2.2. Jenis-jenis Nyeri Sendi

Terjadi akibat perubahan sendi meliputi :

a. Osteoartritis

Kondisi yang menyebabkan sendi-sendi terasa sakit, kaku, dan

bengkak.

b. Artritis reumatoid

Penyakit yang menyebabkan radang, dan kemudian mengakibatkan

rasa nyeri, kaku, dan bengkak pada sendi. Penyakit ini disebabkan oleh

gangguan auto imun.

c. Gout

Kondisi kesehatan yang biasanya ditandai oleh adanya serangan akut

artritis inflamatori berulang dengan gejala kemerahan, lunak yang

terasa sakit dan panas pada pembengkakan sendi.

2.2.3. Penyebab Rasa Nyeri

Menurut Asmadi (2017), penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke

dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan

berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah

trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),

neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain lain. Secara

psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis.

Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung ujung saraf

bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gerkan, ataupun luka.

Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat


16

rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh

zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri

karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh

faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.

Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan

jaringan tertenu yang terletak lebih dalam. Nyeri yang disebabkan faktor

psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab

organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruh fisik.

Kerusakan ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk katagori

psikosomatik. Nyeri karena fakrot ini disebut pula psyhogenis pain.

2.2.4. Fisiologi dan Karakteristik Nyeri

Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri)

dan reseptor. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsang nyeri. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, yaitu

ujung-unjung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang

kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-

stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik, serta

mekanik (Potter & Perry, 2014).

Tabel 2.1 Karakteristik Nyeri


No Tingkat Nilai Karakteristik
Nyeri Nyeri
1 Tidak nyeri 0 Tidak ada nyeri yang dirasakan
2. Nyeri ringan 1-3 1. Nyeri dirasakan tetapi tidak menganggu
kegiatan yang dilakukan
2. Dapat berkomunikasi dengan baik
3. Dapat mengikuti perintah dengan baik
17

4. Dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan


tepat dan mendeskripsikannya
3. Nyeri 4-6 1. Nyeri menyebabkan tidak dapat
sedang melakukan kegiatan sehari-hari
2. Masih dapat mengikuti perintah dengan
baik
3. Dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan
tepat dan mendeskripsikan, mendesis,
menyeringai.
4. Nyeri berat 7-9 1. Nyeri menyebabkan tidak dapat
melakukan kegiatan sehari-hari
2. Masih merespon terhadap tindakan
manual
3. Menunjukkan lokasi nyeri dengan tepat
namun tidak dapat mendeskripsikannya
4. Tidak dapat mengikuti perintah
5. Tidak dapat mengatur posisi dengan
baik, napas panjang, dan selalu
mengalihkan perhatian.
5. Nyeri berat 10 1. Tidak mampu berkomunikasi dengan
sekali baik
2. Tidak mampu menunjukkan lokasi nyeri
(Tamsuri, 2014).

2.2.5. Penilaian Klinis Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran seberapa parah nyeri

dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2014). Ada

beberapa penilaian klinis nyeri antara lain :

a. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas atau derajat

keparahan nyeri dan memberi kesempatan kepada klien untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan, nyeri paling hebat

pasien ditanyakan tentang intensitas nyeri yang dirasakan dengan


18

menggunakan skala angka dari “0” sampai “10” untuk

menggambarkan nyerinya dimana “0” berarti tidak nyeri sedangkan

“10” berarti nyeri yang paling hebat (Potter & Perry, 2014).

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)

b. Verbal Respon Scale (VRS)

VRS adalah cara pengukuran nyeri dengan menanyakan respon

klien terhadap nyeri secara verbal dengan memberikan lima pilihan

yaitu: “tidak nyeri”-“nyeri ringan”-“nyeri sedang”-“nyeri

berat”–“nyeri luar biasa” yang tidak tertahankan. Skala pada VRS

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata yang

tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Skala ini diurutkan

dari tidak terasa nyeri sampai dengan nyeri yang tidak tertahankan.

Pada penggunanya, perawat akan menunjukan kepada klien tentang

skala tersebut dan meminta klien untuk memilih skala nyeri

berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan. VRS akan membantu

klien untuk memilih sebuah katagori untuk mendeskripsikan rasa nyeri

yang dirasakan (Potter&Perry, 2014).

Gambar 2.2 Verbal Respon Scale (VRS)


19

c. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas

nyeri dan memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnya. Skala

ini memberi kebebasan klien untuk mengidentifikasi setiap titik pada

rangkain dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.

Penilainnya berupa garis lurus sepanjang 100 mm (10cm) dimana

pasien meminta untuk menunjukan letak intensitas nyeri pada suatu

garis lurus yang dimulai dengan “tanpa nyeri” sampai pada akhir nyeri

yang berarti “nyeri yang sangat hebat” (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,K,

& Setiadi, 2015).

Gambar 2.3 Visual Analogue Scale (VAS)

d. Face Pain Scale (FPS)

FPS merupakan pengukuran nyeri dengan menggunakan 6

macam gambar ekspresi wajah. Nilai berkisar antara 0 sampai 6. Nilai

0 mengindikasikan tidak sakit, 6 mengindikasikan tak tertahankan

(nyeri yang buruk). Wajah 0 adalah wajah yang sangat bahagia karena

ia tidak menderita sakit sama sekali. Wajah 2 adalah wajah yang

menderita sedikit sakit. Wajah 4 menderita agak mengganggu. Wajah 6

menderita mengganggu aktivitas. Wajah 8 menderita sangat

mengganggu. Wajah 10 menderita tak tertahankan sakit yang dapat

anda bayangkan (Kozier, 2013).


20

Gambar 2.4 Face Pain Scale (FPS)

e. Skala nyeri menurut Bourbanis

Perawat dapat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya

dengan menggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa

lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya.

Nyeri yang ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi nyeri untuk mengevaluasi keefektifannya (Mc

Kinney et al, 2014).

Gambar 2.5 Bourbanis

2.3 Konsep Terapi Rendam Air Garam Hangat

2.3.1 Pengertian

Terapi air adalah metode perawatan dan penyembuhan dengan

menggunakan air untuk mendapatkan efek-efek terapis. Terapi air

merupakan terapi yang paling alami yang didasarkan dalam penggunaanya

secara internal dan eksternal sebagai pengobatan (Amirta, 2017).

Hidroterapi atau rendam kaki air hangat adalah secara ilmiah air hangat
21

mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh pertama dampaknya air hangat

membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Pada pengobatan tradisional Cina

kaki merupakan jantung kedua pada manusia dikarenakan ada banyak titik

akupuntur ditelapak kaki terdiri enam meridian yaitu hati, kantung empedu

di kandung kemih, jantung, ginjal, limfa dan perut sehingga mewakili

(berhubungan) dengan seluruh bagian tubuh terutama organ vital jantung

berada pada terdapat telapak kaki kiri sehingga bisa memperbaiki sirkulasi

darah ke jantung. Merendam kaki dengan air panas bisa memanaskan

seluruh tubuh, meningkatkan sirkulasi darah kebagian atas dan menekan

sirkulasi (Hambing, 2016).

Terapi rendam kaki air garam hangat menggunakan garam

merupakan salah satu metode penyembuhan berbagai macam penyakit

salah satunya nyeri sendi, air garam dapat mengalirkan listrik lebih kuat

dibandingkan dengan air biasa tanpa garam dan unsur air dan garam

menjadi berkurang menjadi Ion Negatif. Senyawa tersebut masuk kedalam

tubuh dari kaki melalui jaringan meridian yang melintasi jaringan kulit

kaki. Ion negative meresap dan menyebabkan pemulihan sel-sel tubuh. Ion

positif berupa racun dan radikal bebas (Dimiyanti, 2018). Garam yang

digunakan merupakan jenis garam laut dengan struktur yang lebih kasar

dibandingkan garam dapur. Meski memiliki kandungan yang hampir sama

dengan garam dapur, jenis garam laut memiliki beragam sumber mineral

seperti potasium, zat besi, hingga zink.


22

2.3.2 Manfaat

Manfaat peredaman kaki air hangat Terapi rendam kaki air hangat

atau hidroterapi kaki dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah

dengan cara memperlebar pembuluh darah sehingga dapat memperoleh

banyak oksigen yang akan dipasok ke jaringan yang mengalami

pembengkakan (Armita, 2017). Secara fisiologis respon tubuh terhadap

panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan

kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan

metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Prosedur rendam kaki air hangat ini yaitu dengan menggunakan air

hangat yang bersuhu 32 ˚C – 35 ˚C secara konduksi dimana terjadi

perpindahan panas dari air hangat ke tubuh sehingga akan membantu

meningkatkan sirkulasi darah dengan memperlebar pembuluh darah

akibatnya akan lebih banyak oksigen dipasok. Perbaikan sirkulasi darah

juga memperlancar sirkulasi getah bening sehingga membersihkan tubuh

dari racun. Oleh karena itu orang-orang yang menderita penyakit seperti

rematik, radang sendi, insomnia, kelelahan, stres, sirkulasi darah yang

buruk seperti hipertensi, nyeri otot dapat meringankan gejala keluhan

tersebut (Peni, 2018).

2.3.3 Prosedur dalam Merendam Kaki dengan Air Garam Hangat

Persiapkan alat dan bahan :thermometer air, baskom/ember, 2 buah

handuk, termos atau wadah yang berisi air panas, garam laut.

a. Memberikan pasien posisi duduk dengan kaki menggantung.


23

b. Mengisi ember dengan air dingin dan air panas sampai setengah penuh

lalu ukur suhu air (38oC-40oC) dengan thermometer serta tambahkan

garam sebanyak 2 sendok makan.

c. Apabila kaki tampak kotor maka cuci kaki terlebih dahulu.

d. Celupkan dan rendam kaki 10-15 cm diatas mata kaki lalu dibiarkan

sampai 15 menit.

e. Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit sekali, apabila suhu turun

tambahkan air panas dengan posisi kaki diangkat dari ember kembali

dan ukur kembali suhu dengan thermometer.

f. Lakukan menutup ember dengan handuk untuk mempertahankan suhu.

g. Setelah selesai (15 menit), angkat kaki dan keringkan dengan handuk.

h. Rapikan alat.

i. Ulangi prosedur tiga hari sekali dalam satu minggu (Potter, 2012).

2.3.4 Prinsip dan Efek Samping Rendam Kaki dengan Air Garam Hangat

Pelaksanaan yang perlu diperhatikan pertama memberikan informasi

kepada pasien yang jelas tentang yang dirasakan pasien selama tindakan

dilaksanakan, menginstruksikan pasien untuk melaporkan perubahan

selama dilakukan perendaman kaki, serta memakai jam untuk mengetahui

durasi waktu, memperhatikan prosedur tindakan dan perubahan suhu, serta

tidak meninggalkan pasien selama perendaman berlangsung (Ancheta,

2015). Efek sampingnya adalah kerusakan jaringan dapat terjadi ketika

tubuh terpapar suhu terlalu panas, kaji secara berkala suhu pada air garam

hangat dan kaji kulit pasien selama terapi berlangsung (MeChan, 2009).
24

2.4 Edukasi Kesehatan Berbasis Video

2.4.1. Pengertian

Edukasi kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan

kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan

tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,

kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai

tujuan hidup sehat (Kemenkes RI, 2016).

Edukasi kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan

batasan ini tersirat unsure-unsur input (sasaran dan pendidik dari

pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan

dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan,

atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoadmojo, 2014).

2.4.2. Tujuan Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab

terbentuknya perilaku tersebut Green dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu :

a. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran,

memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang


25

pemeliharaan dan penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri,

keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks

promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang tradisi,

kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan

maupun yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini

dilakukan dengan penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-

iklan layanan kesehatan, billboard, dan sebagainya.

b. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)

Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat

dapat memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana

dan prasarana kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan

cara bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana

untuk pengadaan sarana dan prasarana.

c. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)

Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk

mengadakan pelatihan bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan

petugas kesehatan sendiri dengan tujuan agar sikap dan perilaku

petugas dapat menjadi teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat

tentang hidup sehat.

2.4.3. Metode Edukasi Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang

ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:


26

a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk

membina perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik

pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya

pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah

atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau

perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu : bimbingan

dan penyuluhan (Guidance and Counceling) dan wawancara

b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok.

Dalam penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu

mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat

pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya

kelompok, yaitu : elompok besar dan kelompok kecil.

c. Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk

mengkomunikasikan pesan- pesan kesehatan yang ditujukan kepada

masyarakat. Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam

arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan,

status social ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga

pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa.


27

2.4.4. Media Edukasi Berbasis Video

Media Video Pembelajaran dapat digolongkan kedalam jenis

media Audio Visual Aids (AVA) atau media yang dapat dilihat atau

didengar. Media audio motion visual (media audio visual gerak) yakni

media yang mempunyai suara, ada gerakan dan bentuk obyeknya dapat

dilihat, media ini paling lengkap. Informasi yang disajikan melalui media

ini berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar monitor atau

ketika diproyeksikan ke layar lebar melalui projector dapat didengar

suaranya dan dapat dilihat gerakannya (video atau animasi) (Mufarokah,

2018).

Menurut Cheppy Riyana (2017) media video pembelajaran adalah

media yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan

pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi

pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi

pembelajaran. Video merupakan bahan pembelajaran tampak dengar

(audio visual) yang dapat digunakan untuk menyampaikan

pesan-pesan/materi pelajaran. Dikatakan tampak dengar kerena unsur

dengar (audio) dan unsur visual/video (tampak) dapat disajikan serentak.

Karakteristik media video pembelajaran menurut Menurut Cheppy

Riyana (2017) untuk menghasilkan video pembelajaran yang mampu

meningkatkan motivasi dan efektivitas penggunanya maka pengembangan

video pembelajaran harus memperhatikan karakteristik dan kriterianya.

Karakteristik video pembelajaran yaitu:


28

a. Clarity of Massage (kejalasan pesan)

Dengan media video siswa dapat memahami pesan pembelajaran

secara lebih bermakna dan informasi dapat diterima secara utuh

sehingga dengan sendirinya informasi akan tersimpan dalam memory

jangka panjang dan bersifat retensi.

b. Stand Alone (berdiri sendiri).

Video yang dikembangkan tidak bergantung pada bahan ajar lain atau

tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.

c. User Friendly (bersahabat/akrab dengan pemakainya).

Media video menggunakan bahasa yang sedehana, mudah dimengerti,

dan menggunakan bahasa yang umum. Paparan informasi yang tampil

23 bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk

kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan

keinginan.

d. Representasi

Isi Materi harus benar-benar representatif, misalnya materi simulasi

atau demonstrasi. Pada dasarnya materi pelajaran baik sosial maupun

sain dapat dibuat menjadi media video.

e. Visualisasi dengan media

Materi dikemas secara multimedia terdapat didalamnya teks, animasi,

sound, dan video sesuai tuntutan materi. Materi-materi yang digunakan


29

bersifat aplikatif, berproses, sulit terjangkau berbahaya apabila

langsung dipraktikkan, memiliki tingkat keakurasian tinngi.

f. Menggunakan kualitas resolusi yang tinggi

Tampilan berupa grafis media video dibuat dengan teknologi rakayasa

digital dengan resolusi tinggi tetapi support untuk setiap spech sistem

komputer.

g. Dapat digunakan secara klasikal atau individual

Video pembelajaran dapat digunakan oleh para siswa secara

individual, tidak hanya dalam setting sekolah, tetapi juga dirumah.

Dapat pula digunakan secara klasikal dengan jumlah siswa maksimal

50 orang bias dapat dipandu oleh guru atau cukup mendengarkan

uraian narasi dari narator yang telah tersedia dalam program.


30

2.5 Kerangka Teori

Lansia dengan
Nyeri Sendi

Manifestasi Klinis

1. Hiperemi
2. Edema
3. Nyeri
4. Bengkak
5. Kekakuan
6. Kontraksi tendon
7. Keterbatasan fungsi sendi
8. Deformitas
9. Panas
10. Membengkak
Penalaksanaan
(Smeltzer dan Bare, 2002) Nyeri

Fisiologi Nyeri Non Farmakologis


Farmakologis
1. Biologis
2. Zat Kimia
3. Panas Nyeri Sendi Terapi Rendam Air
4. Listrik Garam Hangat
5. Mekanik

(Potter & Perry, Edukasi Berbasis Vidio


Nyeri Ringan
2014) Nyeri Sedang - Meningkatkan kesadaran
Nyeri Berat - Meningkatkan pengetahuan
- Meningkatkan kemampuan
- Meningkatkan kesehatan
- Mengubah perilaku
- Mengubah sikap
Keterangan : - Mengubah teladan

Variabel diteliti Notoatmodjo (2014)


31

Variabel tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Teoritis

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Kerangka konsep penelitian ini

disusun berdasarkan teori. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Edukasi Berbasis Video


Rendam Air Garam Nyeri Sendi pada
Hangat Lansia

Skema 2.2
Kerangka Konsep
32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan

menggunakan desain one group pretest-postest, dimana dalam rancangan

ini tidak ada kelompok pembandingan (kontrol) tetapi paling tidak sudah

dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat

menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (postest)

(Sugiono, 2016).

Pre Test Perlakuan Post Test


Kelompok Eksperimen O1 X O2

Tabel 3.1
one group pretest-postest

Keterangan :

X = Perlakuan pada kelompok eksperimen (edukasi berbasis video)


O1 = Nyeri sendi sebelum edukasi berbasis video rendam air garam hangat
O2 = Nyeri sendi sesudah edukasi berbasis video rendam air garam hangat

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin

Jaya Aceh Besar.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Februari 2023.


33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi 32

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diamati dalam suatu

penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang

mengalami nyeri sendi di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya

Aceh Besar sebanyak 128 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Sugiyono (2016), sampel

dalam penelitian quasi eksperimen dengan desain one group pretest-

postest ini sebanyak 15 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah

menggunakan rumus yang diambil dalam Hidayat (2011), yaitu:

(t-1) (r-1) ≤ 15

(1-1) ≤ 15, jadi jumlah sampel adalah 15

Keterangan :

t : Banyak kelompok perlakuan

r : Jumlah replikasi

≤ 15 : Sampel yang dipilih (ketetapan sampel) pada penelitian quasy

eksperimen.

3.3.3. Teknik Sampel

Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling


34

(purposive sampling) yaitu pengambilan teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016).

3.3.4. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat diteliti atau layak

diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :

1) Bersedia menjadi responden dan mampu mengikuti prosedur

penelitian

2) Pasien terdiagnosa rheumathoid arthritis, osteoarthritis dan gout

arthritis

3) Pasien yang mengalami nyeri sedang

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukan

atau tidak layak untuk diteliti sebagai berikut:

1) Pasien yang mengalai nyeri berat

2) Baru saja menggunakan analgesik (<2 jam)

3) Pasien dengan diabetes melitus

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data


35

langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang diteliti misalnya data

hasil wawancara.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder

yaitu dimana peneliti mendapatkan data lansia di Gampong Kayee Lee

Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar.

c. Data Tersier

Data tersier yaitu bahan pustaka melalui textbook, jurnal dan internet.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer diperoleh dari hasil yang diambil langsung dari responden

dengan secara angket yaitu menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan

dan selanjutnya diisi oleh responden, kemudian dikumpulkan untuk

pengolahan dan analisa data, waktu pengisian kuesioner diawasi oleh

sebelumnya.

b. Data sekunder diperoleh dari Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin Jaya

Aceh Besar.

c. Data tersier diperoleh langsung dari jurnal dan perpustakaan.

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen : Variabel independen dalam penelitian ini adalah

edukasi berbasis video rendam air garam hangat.

b. Variabel Dependen : Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah nyeri

sendi.
36

3.5.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Penelitian Opersional Ukur
1 2 3 4 5 6
Edukasi Pemberian Edukasi Media Video Ordinal Efektif
Berbasis pendidikan dan SOP Tidak Efektif
Video kesehatan Rendam Air
Rendam Air menggunakan Garam Hangat
Garam media video
Hangat dengan materi
rendam air
garam hangat
sebagai terapi
non
farmakologis
untuk
penanganan
nyeri sendi
Nyeri Sendi Perasaan Observasi Numeric Interval 0-10
sebelum dan emosional yang Pain Scale
sesudah tidak
(Kozier, 2013).
edukasi menyenangkan
berbasis akibat
video peradangan pada
rendam air sendi
garam
hangat

3.6. Metode Pengukuran Variabel dan Instrumen Penelitian

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel

Pengukuran intensitas nyeri sendi lansia sebelum dan sesudah

edukasi berbasis video rendam air garam hangat dilakukan dengan

observasi skala nyeri menggunakan Numeric Pain Scale (NPS), yang

dapat diklasifikasikan menjadi skala 1-10.

3.6.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dikutip dari beberapa sumber. Adapun

instrument dalam penelitian ini terdiri dari 3 bagian yaitu :


37

a. Bagian A terdiri dari data demografi yang memuat data-data

mengenai diri peribadi responden, antara lain nama, usia, suku, agama

dan alamat.

b. Bagian B yaitu lembar observasi skala nyeri menggunakan Numeric

Pain Scale (NPS).

c. SOP rendam air garam hangat dan video.

3.7. Metode Analisa Data

3.7.1. Pengolahan Data

Data yang telah didapat dari hasil pengkajian responden melalui

wawancara mengunakan kuesioner diolah secara komputerisasi dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Editing adalah suatu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner.Kuesioner yang dikembalikan responden diperiksa

kelengkapan pengisian terutama identitas responden beserta jawaban yang

diberikan.Peneliti melakukan editing di lapangan sehingga apabila terjadi

kesalahan data dapat segera dilakukan perbaikan.

b. Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-

variabel yang diteliti, misalnya nama responden dirumah menjadi nomor.


38

c. Entring

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam

program komputer yang digunakan peneliti yaitu program for windows.

d. Data Processing

Semua data yang telah diinput kedalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan dari penelitian.

3.7.2. Analisa Data

Analisis data penelitian ini menggunakan analisis data secara

kuantitatif yaitu:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dan hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis efektivitas edukasi

penanganan nyeri sendi melalui terapi komplementer pada lansia berbasis

video rendam air garam hangat di Gampong Kayee Lee Kecamatan Ingin

Jaya Aceh Besar, dengan tingkat kepercayaan 95% atau dapat pula dengan

membandingkan nilai p-value dengan membandingkan nilai α 0,05.

Keputusan hipotesis Ha diterima bila nilai P (P value) lebih kecil dari α

(alpha) atau (p<0,05) maka keputusannya adalah menerima hipotesis Ha.


39

Sebaliknya bila P value lebih besar dari alpha (p>0,05) maka hipotesis

ditolak (Hidayat, 2017).

Sebelum melakukan analisa bivariat terlebih dahulu melakukan uji

normalitas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memeriksa syarat uji T untuk kelompok berpasangan.

1) Distibusi data harus berdistribusi secara normal, dengan melakukan

uji normalitas menggunakan uji Kolmoglov Smirnov atau Shapiro-

Wilk.

2) Varians data tidak diuji karena kelompok data berpasangan.

b. Jika memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih uji t

berpasangan.

c. Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan

terlebih dahulu transformasi data.

d. Jika variabel baru hasil transformasi berdistribusi normal, maka

dipakai uji t berpasangan.

e. Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka

dipilih uji wilcoxon.

3.8. Etika Penelitian

Menurut Setiadi (2017), etika yang harus diterapkan dalam

penelitian sebagai berikut :

a. Informed Consent

Informed consent atau lembaran persetujuan diberikan kepada

responden yang memenuhi kriteria obyektif, agar responden memahami


40

maksud dan tujuan penelitian. Apabila subyek penelitian setuju maka

harus menandatangani lembaran persetujuan sebagai responden

penelitian, dan responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan

tetap menghormati hak-hak calon responden.

b. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti

tidak mencantumkan nama responden pada lembaran angket yang di isi

responden.

c. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang di sajikan atau di

laporkan sebagai hasil riset.


41

DAFTAR PUSTAKA

Amirta. (2017). Hubungan Berat Badan Pada Pasien Rheumatoid Arthritis dengan
Manajemen terapi rendam kaki Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Keluarga.
(1) (3).

Artihtitis Foudation, (2015). Prevelensi jumlah kejadian Rheumatoid Arthritis


dengan penyakit penyerta. Badan penelitian Fermonsecy.

Ashari, Lamenna. (2019). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In


The Pathogenesis Of Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on
behalf of the British Society for Rheumatology, vol. 51, pp.3-11.

Asmadi, (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PM.S dengan Artritis


Rheumatoid di Unit Pelayanan Sosial Purno Yowono Brebes. Karya Tulis
Ilmiah Prodi D-III Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.

Hambing (2016). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Nyeri, Kekakuan
Sendi Dan Aktivitas Fisik Pada Pasien Osteoartitis lutut di Poliklinik Bedah
Ortopedi RSU dr. Soedarso Pontianak. Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Dehasen Bengkulu.

Hanna, (2017). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis


Ankle Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo dengan pemberian
kimpres hangat. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Hidayat, (2011). Metode penelitian dan teknik analisa data. Jakarta : Selemba
Medika.

Ibrahim. (2016). Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Tanda Dan
Gejala Rematik Pada Lansia di Desa Sidembunut Wilayah Kerja UPT.
Puskesmas Bangli Utara Kabupaten Bangli.

Internasional Fot Study Of Pain. (2017). Prefelensi penderita Rheumathoid


Arthritis di Dunia. WHO.

Kozier, (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kusyati, (2018). Hubungan Pemberian Kompres Hangat Pada Penderita


Rheumatoid Arthritis Di Rumah Sakit Sadikin Bandung. Jurnal
Keperawatan. 4 (2).
42

Mawarni. (2018). Studi Kasus Pada Keluarga Tn. D yang Mengalami Masalah
Keperawatan Perubahan Pemeliharaan Kesehatan dengan Diagnosa Medis
Rheumathoid Artritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoreme Kota Kediri
dengan pemberian kompres rendam hangat. KTI. Program Studi D III
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Nasrullah. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan NANDA Nic-Noc. Jakarta : Trans Info Media.

Nataria, Yanti, dan Silaban (2016). Tanda dan Gejala Rheumathoid Arthritis dan
penatalaksanaannya. Jakarta : Nuha Medika

Peni. (2018). Pengaruh Berat Badan Pada Penderita Rheumathoid Arthitis.


Bandung : Ailangga.

Perry & Potter. (2014). Nursing Care Of Older Adults : Theory And Practice.
Philadepia : Lippincon.

Prabowo, PB. (2016). Hipnomedik, Hipnoterapi, & Hypnopregnancy.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Price dan Wilson. (2015). Penilaian Klinis Nyeri. Jakarta : ECG

Profil Dinas Kesehatan Aceh, (2017). Prevelensi Angka Kejadian Arthritis


Rheumatoid. Banda Aceh. Badan Kesehatan Aceh.

Putri, (2020). Hubungan Aktivitas, Jenis Kelamin Dan Pola Diet Dengan
Frekuensi Kekambuhan Arthritis Rheumatoid Di Puskesmas Nusa Indah
Bengkulu. Program Studi S1 Keperawatan STIKes Dehasen Bengkulu.

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan


Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
ISBN

Riskesdas, 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Setiadi. (2013). Metodelogi Penelitian. Jakarta : ECG

Sudoyo, dkk. (2015).Terapan terapi relaksasi kompres hangat pada pasien lansia,
Edisi 2, Jakarta : Salemba Medika.

Sugiono. (2016). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Nuha Medika


43

Tamsuri. (2014). Geriatri : Ilmu Kesehatan Lanjut Usia (Edisi Ke-3). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
44

LEMBAR INFORMED CONSENT RESPONDEN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang

berjudul Hubungan Intensitas Penggunaan Gadget terhadap Kesehatan Fisik dan

Mental pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Darul Ikhsan Kecamatan Darul

Ikhsan Kabupaten Aceh Timur.

Saya telah dijelaskan bahwa jawaban kuesioner ini hanya digunakan untuk

keperluan penelitian dan saya secara suka rela bersedia menjadi responden

penelitian ini

Darul Ikhsan, 2023

Responden

LEMBAR OBSERVASI
45

EFEKTIVITAS EDUKASI PENANGANAN NYERI SENDI MELALUI TERAPI


KOMPLEMENTER PADA LANSIA BERBASIS VIDEO RENDAM AIR
GARAM HANGAT DI GAMPONG KAYEE LEE
KECAMATAN INGIN JAYA
ACEH BESAR

I. Identitas Responden

No Responden :

Inisial : ………

Usia : ………

Pendidikan : ………

Pekerjaan : ………

II. Skala Nyeri Sebelum Terapi Rendam Kaki Air Hangat

Kesimpulan

Tidak Nyeri (0) : tidak ada nyeri yang dirasakan

Nyeri Ringan (1-3) : nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur

Nyeri Sedang (4-6) :

Nyeri Berat (7-9)

Nyeri Paling Hebat (10)

III. Skala Nyeri Sesudah Terapi Rendam Kaki Air Hangat


46

Kesimpulan

Tidak Nyeri (0)

Nyeri Ringan (1-3)

Nyeri Sedang (4-6)

Nyeri Berat (7-9)

Nyeri Paling Hebat (10)

IV. SOP Pemberian Rendam Air Hangat Garam


47

No Langkah-Langkah
Alat dan Bahan
1. Baskom untuk merendam kaki
2. Handuk
3. Teko untuk menyimpan air hangat
4. Termometer untuk mengukur suhu air
5. Arloji
6. Kursi
7. Garam
Prosedur Tindakan
1. Jelaskan kepada responden mengenai tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan
2. Bawa peralatan mendekati responden
3. Tuang beskom dengan air hangat setengah penuh yang telah diisi
garam ukur menggunakan thermometer air dengan suhu 40°C
4. Letakkan baskom yang berisi air hagat tersebut di kaki responden
5. Dudukkan responden di kursi yang sudah disediakan, pastikan kursi
dalam kondisi yang baik dan aman. Jika kaki tampak kotor
bersihkan dahulu.
6. Celupkan kaki dan rendam kaki sampai batas mata kaki ke dalam
baskom yang berisi air hangat selama 15 menit
7. Tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu
8. Lakukan pengukuran suhu tiap 5 menit, jika suhu turun tambahkan
air hangat sesuai suhu 40°C (ukur dengan thermometer suhu)
9. Setelah 15 menit keluarkan kaki klien dari baskom dan letakkan
diatas handuk, segerakanlah keringkan disela-sela jari
10. Rapikan dan singkirkan alat dan bahan yang telah digunakan
11. Memberi kesempatan klien untuk beristirahat dari lingkungan stress
eksternal dan internal
12. Catat dan respon klien
Hal-hal yang haus dipastikan
1. Pastikan daerah kaki klien tidak terdapat luka terbuka
2. Sebelum melakukan rendam kaki pastikan suhu air dibatas yang
sudah di tetapkan 40°C, selalu pantau kondisi air.
(Kusyati, 2018)
48

V. Hasil Observasi Skala Nyeri Sendi Sebelum dan Sesudah Edukasi

Video

Sebelum Sesudah
No Insial
Skala Kategori Skala Kategori

10

11

12

13

14

15
49

Anda mungkin juga menyukai