Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Menurut Peraturan Pemerintah No.
43 tahun 2004 lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Berdasarkan data BPS jumlah persentase penduduk lansia di Indonesia sebesar
10,48% pada 2022, dimana hal ini terjadi peningkatan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu 7,57% pada 2012. Kondisi di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya
terdapat pertumbuhan 450.000 jiwa. Dengan kondisi tersebut, maka prediksi jumlah
penduduk lansia pada tahun 2025 akan mencapai 34,22 juta jiwa . Besarnya jumlah
penduduk lansia di Indonesia di masa depan dapat membawa dampak positif maupun
negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia dalam keadaan sehat, aktif dan
produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia
memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada biaya pelayanan
kesehatan akibat dari perawatan jangka panjang karena tingkat
ketergantungan yang lansia tinggi.

Menurut data BPS tahun 2022 sebanyak 1 dari 5 lansia di Indonesia berada
dalam kondisi sakit (BPS, 2022). Hal ini dapat terjadi karena lansia mengalami
berbagai penurunan dari semua aspek, secara fisiologis akan mengalami perubahan
faktor biologis salah satunya penurunan funsi kognitif dan kepikunan. (Depkes RI,
2018). Penurunan fungsi kognitif pada kalangan lansia merupakan penyebab terbesar
terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas normal sehari-hari, dan
alasan tersering menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain.
Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi,
registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga kecepatan berpikir, karena terjadi
penurunan dari fungsi kognitif yang berhubungan dengan penurunan fungsi belahan
otak kanan yang berlangsungnya lebih cepat daripada yang kiri. Namun sifat
gangguan kognitif ini sangat individual, tidak sama tingkatnya satu orang dengan
orang lain. Kemunduran yang paling dominan ditemui adalah menurunnya kemampuan
memori atau daya ingat. Namun, kebanyakan proses lanjut usia ini masih dalam batas-batas
normal berkat proses plastisitas. Proses ini adalah kemampuan sebuah struktur dan fungsi
otak yang terkait untuk tetap berkembang karena stimulasi.

Sebab itu, Fungsi kognitif lansia perlu dioptimalkan agar tidak cepat mundur
proses plastisitas ini harus terus dipertahankan Stimulasi untuk meningkatkan kemampuan
belahan kanan otak dengan prosedur latihan peningkatan fungsi memori yang
melibatkan konsentrasi atau atensi, orientasi (tempat, waktu, dan situasi) dan memori
dengan Terapi Life Review.

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2053/mampukah-latihan-otak-
meningkatkan-fungsi-kognitif-pada-lansia

Terapi Life Review merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan yang
sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang dimana didalamnya
seseorang akan melihat secara cepat tentang totalitas riwayat kehidupannya (Setyoadji&
kushariyadi, 2011: 51).

Gout merupakan penyakit progresif akibat deposisi kristal monosodium urat


(MSU) di sendi, ginjal, dan jaringan ikat lainnya sebagai akibat dari peningkatan
kadar asam urat dalam tubuh yang berlangsung kronik. (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2018).

Prevalensi gout arthritis di dunia mengalami peningkatan, berdasarkan data


dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), berdasarkan
diagnosis dokter yang dilaporkan sendiri mengenai Gout pada tahun 1994 yaitu
26,4% mengalami peningkatan menjadi 37,6% pada 2008. Indonesia merupakan
negara keempat dengan gangguan muskuloskeletal, dengan prevalensi hiperurisemia
di Indonesia sebesar 18% (GDB, 2015). Ditunjang dari data Riskesdas tahun 2018
prevalensi penyakit sendi di indonesia yaitu sebesar 7,3% dengan prevalensi tinggi
terjadi pada umur >75 tahun (54,8%). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota
Bandung 2018, di kota Bandung penyakit sendi menempati posisi ke-15 dari 20 besar
penyakit di Puskesmas kota Bandung dengan 1,57% dan berjumlah 17.049 orang
(Mayasari, 2016)

Penyakit gout ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang berulang pada satu
sendi namun tidak menutup kemungkinan nyeri bisa dirasakan pada sendi yang lain
terutama di kaki, pergelangan kaki, tangan, pergelangan tangan, lutut dan juga jari
jari tangan maupun kaki. Rasa nyeri yang hebat pada persendian yang dirasakan
berulang-ulang dapat berpengaruh pada psikologi, sosial dan lingkungan yang
menyebabkan adanya perubahan kualitas hidup pada lansia (Susworini, 2020).
Terhindar dari rasa nyeri merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
merupakan tujuan dari pemberian asuhan keperawatan. Penilaian tentang konteks
kenyamanan terkait nyeri memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih
luas dalam mencari tindakan untuk mengatasi nyeri (Potter, Perry, 2006). Tindakan
mandiri perawat yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada lansia dengan
gout ini adalah salah satunya dengan memberikan terapi nonfarmakologi kompres
hangat, kompres hangat ini bertujuan untuk melebarkan pembuluh darah yang dapat
mempermudah kristal urat untuk masuk ke pembuluh darah dan meninggalkan sendi.
(Syamsu, 2017).

Pemberian kompres hangat juga dapat dikombinasikan dengan tanaman


herbal untuk memberikan khasiat yang lebih, salah satunya dengan serai. Serai
(Cymbopogon Citratus) merupakan tumbuhan sejenis rumput-rumputan yang
mengandung minyak atsiri. Serai memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologi yaitu
rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang (anti inflamasi), menghilangkan
rasa nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan sirkulasi darah, yang
diindikasikan untuk menghilangkan nyeri otot dan nyeri sendi pada penderita
arthritis, badan pegalinu dan sakit kepala .
Kompres hangat yang dikombinasikan dengan serai ini terbukti dapat
menurunkan nyeri sendi pada penderita gout seperti hasil penelitian oleh Oktavianti
dan Anzani (2021) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan kompres
hangat air rebusan serai terhadap penurunan nyeri pada Arthritis Gout, dengan nilai p
value 0.005. Penelitian lain oleh Olviani dkk (2020) menyatakan bahwa kandungan
tanaman serai yaitu minyak atsiri yang memiliki rasa pedas dan bersifat hangat
sebagai anti radang (anti inflamasi), sehingga dengan panasnya tersebut dapat
mengurangi rasa nyeri pada penderita arthritis Rheumatoid dengan p value 0.005.
Hasil studi kasus oleh Arif, Rofiki and Amilia, (2023) mendukung bahwa hasil
penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemberian kompres hangat serai 1
kali sehari selama 3 hari dalam waktu 20 menit setiap pemberian, skala nyeri
berkurang bahkan hilang (Kapoor et al., 2017).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, salah satu upaya tindakan
mandiri perawat yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri yaitu kompres hangat
yang dikombinasikan dengan serai, yang diketahui memiliki pengaruh dalam
menurunkan nyeri dan berisiko rendah. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan
studi kasus mengenai Tindakan Kompres Hangat Air Serai Pada Lansia Dengan Gout
Arthritis dengan tujuan agar nyeri pada lansia yang mengalami gout arthritis dapat
menurun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan masalah “Bagaimana
Tindakan Kompres Hangat Air Serai Pada Lansia Dengan Gout Arthritis untuk
Menurunkan Nyeri ?”
1.3 Tujuan

Menggambarkan pemberian kompres hangat air serai dapat menurunkan nyeri


Gout Arthritis pada lansia.

1.4 Manfaat
Studi kasus ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1.4.1 Lansia Penderita Gout


Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan lansia dalam
menurunkan nyeri dengan menggunakan terapi nonfarmakologi kompres hangat air
serai terutama pada klien dengan gout arthritis, diharapkan kristal urat yang
menumpuk pada sendi penyebab nyeri gout dapat keluar melalui pelebaran pembuluh
darah dengan kompres hangat.

1.4.2 Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan prosedur teknik kompres hangat air
serai dalam mengatasi nyeri gout arthritis, temuan dari penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang pengelolaan nyeri dengan teknik
nonfarmakolgi pada penderita gout dan dapat menjadi acuan bagi penelitian lebih
lanjut dalam mengembangkan pengelolaan nyeri.

1.4.3 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan


Diharapkan dapat menambah referensi dalam pengembangan ilmu dan teknologi
bidang keperawatan dalam menurunkan nyeri terutama pada klien dengan gout
arthritis dengan melakukan teknik kompres hangat air serai.
BAB II
PEMBAHASAN
Landasan Teori

2.1 Konsep Gout


2.1.1. Definisi Gout

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Dghhhhhhhhhhhdg[nbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbvnbv

bnbvnbvbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbvvvvvvvvbbbbbbbbb

nbbbbbbbbbbbbbbnbujfxz

Anda mungkin juga menyukai