PROPOSAL
SUSI LIDIYAWATI
NIM.21112353
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
keatas. Setiap makhluk hidup akan mengalami semua proses penuaan yang
dinamakan tua atau menua . Proses bukanlah suatu penyakit , tetapi merupakan suatu
proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan komulatif , dimana terdapat
proses menurunna daya tahan tubuh seseorang dalam meghadapi ransangan baik dari
luar maupun dari dalam atau yang dikenal dengan proses menua. (Mujiadi &
Siti,2020).
Menua merupakan proses sepanjang hidup yang sudah di mulai dari suatu
waktu tertentu , yang dimana proses itu sudah dimulai sejak seseorang lahir. Menjdi
tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang sudah akan melewati tiga tahap
kehidupan yaitu masa anak-anak, dewasa dan tua (Mawaddah 2020).
Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2020 mencapai (9,93%) atau 26,82 juta
jiwa. Berdasarkan data survei Sosial Ekonomi Nasional pada maret 2020, dan enam
provinsi yang memasuki fase sruktur penduduk tua yaitu presentase penduduk lansia
yang berada di atas (10%) yaitu daerah istimewa Yogyakarta (14,71%) jawa tengah
(13,81%) jawa timur (13,38%), Bali (11,58%), Sulawesi selatan persentase lansia
sebesar (8,30%). (Badan Pusat Statistik,2020).
(BPS Sumbar, 2019). Pada tahun 2020 jumlah lansia di kota padang sebanyak 33.618
jiwa (laki-laki) dan 37.781 jiwa (perempuan) sehingga total lansia di kota padang
tahun 2020 yaitu sebanyak 71.399 jiwa (BPS sumbar,2020).
Masalah yang timbul pada lansia adalah gangguan kesehatan fisik karena
faktor fisikologis maupun patofisiologis akibat dari suatu peyakit tertentu. Masalah
ini dapat dilihat dari penyakit yang paling banyak dialami oleh lansia adalah penyakit
yang tidak menular salah satu diantaranya adalah penyakut kronis, penyakit
degeneratif yang paling sering dialami oleh lansia adalah gouth arthritis.(Diantara
dan Chandra , 2019)
Salah satu dampak dari gout arthiritis adalah Nyeri yang menimbulkan rasa
tidak nyaman pada penderita karena terjadi kerusakan pada jaringan sehingga
menimbulkan rasa sakit bagi yang merasakannya menurut Smelzer (2015) dalam
(Radharani , 2020). Sampai saat ini masih banyak tenaga kesehatan di rumah sakit
yang menggunakan teknik farmakologi untuk mengurangi nyeri di bandingkan
menggunakan teknik non farmakologi menurut (Radharani 2020).
Salah satu teknik non farmakologi untuk mrngurangi rasa nyeri dan kejang
pada otot akibat asam urat yaitu dengan terapi yaitu dengan terapi komplementer
kompres hangat menurut Purnamasari & Listyarini (2015) dalam (Nadia, 2019)
Peran perawat pada pasien Gout Arthritis adalah sebagai care giver dengan
melakukan terapi non-farmakologis pada pasien , peran perawat sebagai konselor
pada pasien Gout Arthritis dengan mendengarkan keluhan , keinginan dan
memberikan solusi untuk meminimalisir rasa cemas, takut tentang penyakit yang di
derita pasien . Peran perawat sebagai pelindung pada pasien Gout Arthritis dengan
memberikan rasa aman dan nyaman dalam pengambilan tindakan dan melindungi
pasien dari efek yang tidak di harapkan , peran perawat sebagai advokat pada pasien
dengan melindungi hak pasien sebagai manusia berdasarkan hukum, peran perawat
sebagai edukator pada pasien Gout Arthritis dengan memberikan edukasi tentang
kesehatan pada lansia tentang makanan yang boleh dan tidak boleh di konsumsi ,
olahraga secara teratur, bagaimana pola diet yang seimbang dengan mengurangi
makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat karta tulis ilmiah
dengan judul “ implementasi kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi pada
lansia dengan gout arthritis”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , didapat rumusan masalah pada kasus ini
adalah “Bagaimana penerapan implementasi kompres hangat jahe pada pasien dengan
Gouth Arthritis ”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
Sebagai tempat bagi penulis untuk menerapkan pengetahuan
yang diperoleh dipendidikan , menambah pengetahuan dan
pengalaman dari implementasi keperawatan khususnya pada lansia
dengan Gouth Arthritis
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh,
seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut
usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan
mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,
2019).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old): 75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Kemenkes RI (2019) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas, 3) Usia lanjut beresiko
yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
3. Ciri-Ciri Lansia menurut (Agustian Maunaturrohmah, 2020)
a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia
sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa
kepada orang lain sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut
dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW
karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap
lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang
buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri
yang rendah.
4. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,
yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan
teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Siti Nur Kholifah, 2019).
5. Konsep Penyakit Gout Arthritis
a) Definisi Gout Arthritis
Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit pirai atau
penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh
tingginya asam urat di dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam
darah melebihi batas normal menyebabkan penumpukan asam urat di
dalam persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat inilah
yang membuat sendi sakit, nyeri, dan meradang (Haryani and Misniarti
2020). Selain itu asam urat merupakan hasilmetabolisme normal dari
pencernaan protein (terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa jenis
sayuran seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin
yang seharusnya akan dibuang melalui ginjal, feses, atau keringat. Asam
urat merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang sangat
membahayakan, karena bukan hanya mengganggu kesehatan tetapi juga
dapat mengakibatkan cacat pada fisik. (Haryani and Misniarti 2020).
Kadar asam urat normal pada wanita: 2,6 – 6 mg/dl, dan pada pria: 3 – 7
mg/dl (Marlinda and Putri Dafriani 2019). Purin adalah zat yang terdapat
dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Gout
arhtritis ditandai dengan peningkatan kadar asam urat, serangan berulang-
ulang dari artritis yang akut, kadang-kadang disertai pembentukan kristal
natrium urat besar yang ditemukan topus, deformitas, sendi dan cedera
pada ginjal (Şenocak, 2019) Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan 10
kristal urat monohidrat monosidium dan pada tahap yang lebih lanjut
terjadi degenerasi tulang rawan sendi. Insiden penyakit gout sebesar 1-
2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali lebih sering pada
pria daripada wanita. Penyakit ini menyerang sendi tangan dan bagian
pergelangan kaki (Şenocak 2019).
b) Etiologi Gout Arthritis
Penyebab dari gout artritis meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
medikasi, obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat
serum asam urat lebih tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko
mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30
tahun lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia
60 tahun. Prevalensi gout artritis pada pria meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun
(Wahyu Widyanto, 2019). Wanita mengalami peningkatan resiko gout
artritis setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45
tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek
urikosurik, hal ini menyebabkan gout artritis jarang pada wanita muda
(Wahyu Widyanto, 2019). Pertambahan usia merupakan faktor resiko
penting pada pria dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak
faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling
sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan
pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar
asam urat serum (Wahyu Widyanto, 2019).
6. Manifestasi Klinik
Tanda dan Gejala Menurut (Sapti, 2019), tanda dan gejala yang biasa
dialami oleh penderita penyakit arthritis gout adalah:
1. Kesemutan dan linu.
2. Nyeri terutama pada malam atau pagi hari saat bangun tidur.
3. Sendi yang terkena arthritis gout terlihat bengkak, kemerahan,
panas, dan nyeri luar biasa.
4. Menyerang satu sendi dan berlangsung selama beberapa hari,
gejalanya menghilang secara bertahap dimana sendi kembali
berfungsi dan tidak muncul gejala hingga terjadi serangan
berikutnya.
5. Urutan sendi yang terkena serangan gout berulang adalah ibu
jari kaki (padogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi
kaki belakang, pergelangan tangan, lutut, dan bursa elekranon
pada siku.
6. Nyeri hebat dan akan merasakan nyeri pada tengah malam
mejelang pagi.
7. Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit
biasanya akan berwarna merah atau kekuningan, serta terasa
hangat dan nyeri saat digerakkan serta muncul benjolan pada
sendi (tofus). Jika sudah agak lama (hari kelima), kulit di
atasnya akan berwarna merah kusam dan terkelupas
(deskuamasi). Gejala lainnya adalah muncul tofus di helix
telinga/pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit di atas sendi
yang terserang gout bias memicu rasa nyeri yang luar biasa.
Rasa nyeri ini akan berlangsung selama beberapa hari hingga
sekitar satu minggu, lalu menghilang.
8. Gejala lain yaitu demam, menggigil, tidak enak badan, dan
jantung berdenyut dengan cepat.
7. Klasifikasi Gout Arthritis
Ada 3 klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik:
1. Gout Arthritis Stadium Akut
Stadium ini umumnya terdapat pada Lansia yang mampu
mengobati dirinya sendiri (self medication). Sehingga dalam waktu
lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter. Gout artritis
menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi
ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat. Kadang-kadang
dapat timbul infeksi sekunder. Secara umum penanganan gout
artritis adalah memberikan edukasi pengaturan diet, istrahat sendi
dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini agar tidak terjadi
kerusakan sendi ataupun komplikasi lainnya. Tujuan terapi
meliputi terminasi serangan akut, mencegah serangan di masa
depan, mengatasi rasa sakit dan peradangan dengan cepat dan
aman, mencegah komplikasi seperti terbentuknya tofi, batu ginjal,
dan arthropati destruktif (Şenocak 2019).
5. Pemeriksaan Fisik
Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki ( head to toe). Pemeriksaan fisik di persendian
tindakannya dengan melakukan inspeksi dan palpasi. inspeksi ialah
melihat dan pengamatan bagian lutut pasien misal kulit daerah persendian
bentuk posisi saat pergerakan saat diam dll. Palpasi ialah perabaan bagian
nyeri pada kulit dilihat juga apakah ada benjolan.
1) Data Klinik
a. Keadaan umum
klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal biasanya
mengalami lemah.
b. Kesadaran
Biasanya kesadaran composmentis dan apatis
c. TTV
Tinggi badan, Berat badan, biasanya suhu normal atau
meningkat, nadi normal, tekanan darah meningkat atau dalam batas
normal, pernafasaan biasanya meningkat atau dalam batas normal
2) Kepala
a. Rambut
Biasanya kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna
kelabu efek berlebihan produksi asam urat didalam tubuh lebih banyak
(Tamtomo, 2016).
b. Mata
Biasanya perubahan mata pada lansia umumnya adalah
kekendoran kelopak mata, kulit pada palpebra mengalami atropi dan
kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan
kulit yang berlebihan. Mata terasa kabur, perubahan kornea terjadi
acus senilis yaitu kelainan beberapa infiltrasi lemak berwarna
keputihan berbentuk cincin dibagian tepi kornea, selain itu pada lansia
terjadi prespobia, terjadi kekeruhan pada lensa mata yang
menyebabkan penurunan kemampuan membedaan warna antara biru
dan ungu. Perubahan pada iris mengalami depigmentasi, tampak ada
bercak berwarna merah muda sampai putih dan strukturnya menjadi
lebih tebal. Perubahan pada pupil yaitu terjadi penurunan kemampuan
akomodasi ( Tamtomo, 2016 ).
c. Hidung
Biasanya keadaan hidung pada lansia simetris kiri dan kanan,
kebersihan hidung kurang, tidak ada kelainan pada hidung, terjadinya
penurunan penciuman. Pernapasan cuping hidung, sianosis (Udjianti,
2011)
d. Mulut dan Tenggorokan
Pada Lansia biasanya ditemukan banyak gigi yang tunggal dan
sensitifitas indra pengecap menurun. Manifestasi yang sering terlihat
adalah atrofil papil lidah dan terjadinya fisurafisura. Sehubungan
dengan ini maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan.
Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan
terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya
membesar dan akibat kehilangan Sebagian besar gigi, lidah
bersentuhan dengan pipi waktu menguyah, menelan dan berbicara
(Tamtomo, 2016).
3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan,
dan tidak ada gangguan pada pergerakan leher.
4) Dada/Thorak
a) Inspeksi Biasanya dada simetris kiri dan kanan, bentuk dada normal,
irama pernapasan biasanya normal, frekuensi napas normal (16-24
kali/menit)
b) Palpasi Biasanya tidak ada nyeri tekan dan gerakan diantara paru-paru
kiri dan kanan sama
c) Perkusi : Biasaya bunti pernapasan klien normal yaitu sonor.
d) Auskultasi Biasanya suara napas terdengar normal, tidak ada bunyi
suara tambahan
5) Jantung
a) Inspeksi : Biasanya iktus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Biasanya ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi : Biasanya batas jantung dalam batas normal
d) Auskultasi : Biasanya irama jantung terdengar normal
6) Abdomen
a) Inspeksi : Biasanya tidak ada pembengkakan padaabdomen
b) Palpasi : Keadaan kulit normal, tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi : Biasanya abdomen tidak ada gangguan, bunyinya terdengar
tympani
d) Auskultasi : Biasanya bunyi bising usus normal(5-35 kali/menit)
6) Genitourinaria
Bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun, sisa urin
setelah selesai berkemih cenderung meningkat dan kontraksi otot kandung
kemih yang tidak teratur sering terjadi keadaan ini menyebabkan sering
berkemih dan kesulitan menahan keluarnya urin.
8) Ekstremitas
a) Ekstremitas atas
Biasanya kekuatan otot pada lansia mulai melemah, pergerakan
tangan kurang aktif tidak ada luka dan tidak ada udem
b) Ekstremitas bawah
Biasanya kekuatan otot pada lansia mulai melemah, pergerakan
kaki kurang aktif tidak ada luka, terdapat pembengkakan pada daerah
sendi. Pada pengkajian ini disesuaikan dengan kekuatan otot lansia
jika pada ekstremitas lansia dengan gout arthtritis di dapatkan
penurunan kekuatan otot pada penderita, biasanya derajat kekuatan
otot pada lansia dengan:
Derajat 0 : tidak ada kontraksi otot sama sekali atau lumpuh total
Derajat 1 : ada sedikit kontraksi otot tetapi persendian tidak bisa
digerakkan
Derajat 2 : pasien bisa menggerakkan ekstremitas tetapi gerakan ini tidak
mampu melawan gaya berat, misalnya pasien bisa menggeser lengan
tetapi tidak dapat mengangkatnya
Derajat 3 : kekuatan otot sangat lemah tetapi anggota tubuh dapat
digerakkan melawan gaya gravitasi.
Derajat 4 : kekuatan otot lemah tetapi anggota tubuh dapat digerakkan
melawan gaya gravitasi dan dapat menahan sedikit tahanan yang diberikan
Derajat 5 : tidak ada kelumpuhan maupun kelemahan (kondisi normal).
Biasanya pada lansia atau pasien yang menderita gout arthtritis akan
mengalami nyeri. Cara mengukur intensitas nyeri dapat dilakukan dengan
menggunakan mnemonik PQRST
9) Sistem Integumen
Pada Lansia mengalami perubahan umumnya pada kulit mengalami
atropi, kendur tidak elastis, kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan
hingga menjadi menipis dan berbecak. Kekeringan kulit di sebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan liver spot ( Kemenkes,2016).
10) Sistem Neurologi
Pada lansia akan terjadi penurunan jumlah sel pada otak yang
mengakibatkan penurunan reflek dan penurunan kognitif. Respon menjadi
lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20
% mengecil syaraf pasca indra sehingga mengakibatkan 29 berkurangnya
respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan
perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingi rendah,
kurang sensitif terhadap sentuhan ( Kemenkes, 2016 ).
6. Aktivitas Sehari-hari
1. Biologi
1. Nutrisi
Biasanya penderita Gout Arthtritis tidak mampu untuk
menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat
mual, anoreksia. Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat
badan, kekeringan pada membran mukosa.
2. Istirahat dan Tidur
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara
bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada
gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan
pada sendi dan otot.
3. Pemeriksaan psikologis
a. Bagaimana sikap lansia terhadap penuaan.
b. Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana cara untuk mengatasi stres yang dialami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lansia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan yang diinginkan lansia pada saat ini
dan akan dating
h. Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat,
proses berfikir, orientasi, alam perasaan dan
menyelesaikan masalah.
3. Pemeriksaan spiritual
Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK),
berpindah, kekamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
tersebut.
C CKemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup
seharihari,kecualimandi,berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian,kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
keterangan :
Mandiri tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi diangap tidak
melakukan fungsi meskipun ia anggap mampu.
2. Status kognitif/Afektif/Sosial
Pola sensori dan kognitif, menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola
persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan pembau.
Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah
tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata. Pengkajian
status mental menggunakan table short portable mentalstatus questioner (SPMSQ).
Keterangan:
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada pasien gout arthritis adalah :
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjekan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).
5. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana perawatan yang telah dibuat. Perawat memberikan pelayanan kesehatan yang
memilihara kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta
meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan berdasarkan rencana
keperawatan dari setiap diagnosa keperawatan yang telah dibuat dengan didasarkan
pada konsep asuhan keperawatan. Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada
diagnosa nyeri yaitu dengan melakukan indentifikasi dari kualitas nyeri yang
dirasakan klien dan mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
dengan mengajarkan teknik kompres hangat. Diagnosa gangguan mobilitas fisik
penulis dapat mengkaji kekuatan otot dan mengajarkan teknik ROM untuk
mengurangi kekakuan pada sendi pasien yang mengalami artritis gout serta dapat
meningkatkan pengetahuan pada pasien lansia tentang gout artritis serta diit untuk
penderita gout artritis.
6. Evaluasi Keperawatan
c. Perawat akan mencatat hasil evaluasi dalam lembar evaluasi atau dalam catatan
kemajuan d. Dalam menelaah kemajuan klien dalam pencapaian hasil, perawat akan
mencatat salah satu dari keputusan berikut, dalam lembar evaluasi atau dalam catatan
kemajuan pada saat ditentukan untuk melakukan evluasi:
1) Lanjutkan: diagnosa masih berlaku, tujuan dan kriteria standar masih relevan
4) Dipakai lagi: diagnosis yang telah teratasi terjadi lagi Evaluasi juga dapat disusun
dengan menggunakan SOAP atau SOAPIER. Format ini digunakan apabila
implementasi keperawatan dan evaluasi didokumentasikan dalam satu catatan
kemajuan. Hasil evaluasi yang diharapkan penulis setelah melakukan tindakan
keperawatan pada pasien lansia yaitu klien mengatakan nyeri berkurang setelah
diberikan intervensi keperawatan, pada diagnosa yang kedua yaitu gangguan
mobilitas fisik kekuatan otot klien meningkat 4/5 dan tingkat pengetahuan klien
meningkat ditandai dengan klien mampu memahami materi yang telah disampaikan
oleh perawat.