Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL MINI SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PENCEGAHAN


KEKAMBUHAN ARTHRITIS REUMATOID PADA LANSIA DI DESA BALEE
KECAMATAN SIMPANG MAMPLAM KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Artritis Reumatoid merupakan penyakit sendi yang paling sering di alami oleh
lansia. Di Indonesia, artritis merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya . Menurut World Health Organisation
(WHO), penduduk yang mengalami gangguan artritis di Indonesia tercatat 18,6 juta
(8,1% dari total penduduk yaitu 229 juta jiwa). Sebanyak 29% di antaranya melakukan
pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengkonsumsi obat bebas pereda nyeri. Di
Jawa Timur, kejadian penyakit artritis sebesar 1,9 juta (5,1% dari semua penduduk
berjumlah 37 juta jiwa). di Kediri ditemukan prevalensi arthritis sebesar 36.104
kejadian (13,5% dari seluruh penduduk yaitu 267.435 jiwa) (Ambarwati, 2015).

Penyakit arthritis menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga


mengganggu aktivitas sehari-hari. di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta
orang mengalami simtom artritis. di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita arthritis.
Arthritis menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab
ketidakmampuan fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara
keseluruhan, sekitar 10 – 15% orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita artritis.
Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari artritis sangat besar, tidak hanya untuk
penderita, tetapi juga keluarga dan lingkungan (Setiwulan, 2011).

Dampak terjadinya nyeri pada sendi secara umum adalah mengurangi kualitas
hidup penderita atrithis remathoid karena terbatasnya ruang gerak, selain itu dapat
memberikan pengaruh pada meningkatnya ketergantungan lansia pada keluarga dan
semakin memperberat beban keluarga. Penurunan kualitas hidup pada lansia pada
akhirnya akan semakin meperburuk tingkat kesehatan lansia khususnya dalam upaya
mencegah terjadinya berabagai permasalahan yang terkait dengan rentang aktivitas
lansia (Yudana, 2011). Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan
karena adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan
nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai reseptor
nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum diketahui secara pasti, biasanya hanya
kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal,dan faktor system reproduksi. Namun
faktor pencetus terbesar adalah factor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus
(Yuliati, et.a., 2013).

Angka kejadian arthritis rheumatoid pada tahun 2016 yang di laporkan oleh
organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang
penyakit arthritis rheumatoid,dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan
20% mereka yang berusia 55 tahun , sedangkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas)
Indonesia tahun 2013 prevalensi penyakit arthritis rheumatoid adalah 24,7%. Prevalensi
yang didiangnosa nakes lebih tinggi perempuan 13,4% dibandingkan dengan laki-laki
10,3%. Angka ini menunjukkan bahwa nyeri akiabat reumatik sudah sangat
mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia (Maris F, Yuliana S, 2016) Artritis
reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik
kronik dan progresif, dengan target utama adalah sendi - Sendi yang dikenai terutama
sendi kecil dan menengah secara simetris (Gabay et al, 2015). Manifestasi klinik klasik
adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan
kaki. Artritis reumatoid tidak hanya mengenai lapisan sinovial sendi tetapi juga dapat
mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata
(Suarjana, 2014).

Prevalensi artritis reumatoid di dunia berkisar 0,5-1 %. Prevalensi yang tinggi


didapatkan di Pima Indian (5,3 %) dan Chippewa Indian (6,8 %). Sedangkan prevalensi
di China, Indonesia, dan Philipina kurang dari 0,4 % (Suarjana, 2014). Faktor genetik
dan faktor lingkungan berperan dalam terjadinya arthritis reumatoid. Faktor genetik
berhubungan dengan beberapa gen yang membawa informasi mengenai artritis
reumatoid, seperti Human Leukocyte Antigen –antigen D related (HLA-DR), sitokin,
sel Timus (sel T), sel B dan lainnya. Faktor lingkungan yang berperan pada arthritis
reumatoid seperti merokok, dapat mengaktifkan enzim peptidylarginine deiminase
(PAD) (Kourilovitch et al, 2013).

Kerusakan sendi pada penderita artritis reumatoid bermula dari aktivasi dan
proliferasi makrofag oleh autoantigen yang berasal dari salah satu protein pada sendi.
Faktor pencetus yang berperan adalah infeksi yang dapat terjadi dimana saja, paling
sering terjadi di saluran pernapasan (McInnes, 2011). Limfosit akan menginfiltrasi
daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, serta neovaskularisasi.
Pembuluh darah akan mengalami oklusi oleh bekuan bekuan kecil atau sel-sel inflamasi,
kemudian terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial sehingga
membentuk jaringan pannus. Jaringan pannus akan merangsang pelepasan berbagai
macam sitokin, proteinase dan factor pertumbuhan, sehingga mengakibatkan destruksi
sendi dan manfestasi sistemik (Suarjana, 2014).

Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat
bahkan tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2015, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96
juta jiwa dan meningkat menjadi 20, 547, 541 pada tahun 2016 (Bureau, 2016).
Penderita arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai angka 355
juta jiwa, artinya 1 dari 6 lansia didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka ini
terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami
kelumpuhan. Di Indonesia reumatik mencapai 23,6% hingga 31,3%. Angka ini
menunjukkan bahwa tingginya angka kejadian reumatik. Peningkatan jumlah populasi
lansia yang mengalami penyakit reumatik juga terjadi di Jawa Timur, berdasarkan data
statistik Indonesia (2016), di Jawa Timur jumlah lansia pada tahun 2015 adalah 173.606
orang, dengan status kesehatan baik 64.818 orang, cukup baik 72.705 orang dan status
kesehatan kurang baik 36.083 orang. Obat yang digunakan dalam pengobatan RA
terbagi menjadi lima kategori yaitu, NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs),
analgesik, glukokortikoid, DMARD non biologik, dan DMARD biologik (Kumar dan
Banik, 2013).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian”


Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pencegahan Kekambuhan Penyakit Artritis
Reumatoid Pada Lansia Di Desa Balee Kecamatan Simpang Mamplam Tahun 2019 “

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan melihat bahwa begitu penting
kesehatan di masa lanjut usia maka peneliti merumuskan ” Apakah Ada Hubungan
antara Tingkat Pengetahuan Dengan Pencegahan Kekambuhan Penyakit Artritis
Reumatoid Pada Lansia Di Desa Balee Kecamatan Simpang Maplam Tahun 2019”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pencegahan


Kekambuhan Penyakit Artritis Reumatoid Pada Lansia Di Desa Balee Kecamatan
Simpang Mamplam Tahun 2019

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit Arthritis rheumatoid


di Desa Balee Kecamatan Simpang Mamplam

2) Mengetahui tingkat pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid pada lansia


di Desa Balee Kecamatan Simpang Mamplam

3) Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan pencegahan kekambuhan


arthritis rheumatoid pada lansia di Desa Balee Kecamatan Simpang Mamplam
1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan


mengenai pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid pada lansia . Diharapkan
penelitian ini juga dapat menjadi awal penelitian-penelitian lain mengenai pencegahan
kekambuhan arthritis rheumatoid dan dapat menjadi solusi dalam pencegahan
kekambuhan artriris rheumatoid.

1.4.2 Bagi penelitian lain

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk dilakukannya penelitian
lanjutan dalam bentuk yang lebih rinci, mendalam dan komprehensif tentang
pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid , khususnya terkait pengetahun lansia
dengan pencegahan arthritis rheumatoid.

1.4.3 Manfaat bagi bagi pendidikan

Manfaat yang bisa diperoleh bagi pendidikan adalah sebagai sumber referensi
pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam manfaat bagi pelayanan kesehatan
tentang pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid khususnya pada lansia

1.4.4 Bagi instansi kesehatan

Manfaat yang bisa di peroleh bagi instansi kesehatan khususnya bagi instansi
kesehatan adalah data dan hasil yang di peroleh dapat dijadikan sumber referensi dan
sebagai dasar untuk menentukan intervensi keperawatan dalam penatalaksanaan
pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid pada lansia

1.4.5 Manfaat bagi masyarakat

Manfaat yang dapat diperoleh oleh masyarakat adalah untuk menambah


informasi dan pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan arthritis rheumatoid dan
komplikasi yang ditimbulkan jika arthritis rheumatoid tidak ditangani dengan benar.
1.5 Kerangka konsep

Variable independent variabel dependent

Pengetahuan pencegahan kekambuhan

Lansia Arthritis Reumatoid

1.6 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Analitik. dengan pendekatan


cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu dengan
tujuan untuk mencari hubungan tingkat pengetahuan dengan pencegahan kekambuhan
Arthritis Reumatoid pada lansia.

1.7 Populasi dan sampel

1.7.1 Populasi

Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut adalah populasi
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia yang ada di desa Balee yang pernah mengalami Arthritis rheumatoid.

1.7.2 Sampel

Objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini disebut sampel
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang
pernah mengalami arthritis rheumatoid pada rentang waktu penelitian Di Desa Balee
Kecamatan Simpang Mamplam Tahun 2019 yang diambil dengan menggunakan
Purposive Sampling dimana sampel yang diambil dengan kriteria:

1) Lansia yang pernah mengalami arthritis rheumatoid di Desa Balee


2) Usia 45 - 74 tahun
3) Bersedia menjadi responden
1.8 Analisa data

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis product
moment dari person. Analisis product moment digunakan untuk mencari hubungan dan
membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk
interval atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama
(Sugioyono, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J. S, 2010 Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Darmojo dan Budi R. 2010. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Depkes RI. 2010. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas /

Kesehatan : Materi Pembinaan . Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Usia

Lanjut .

Ismayadi. 2010. Proses Menua Aging Proses. Program Studi Ilmu Keperawatan

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho , Wahyudi. 2011 . Keperawatn Gerontik & Geriatrik Edisi ke 3 . Jakarta :

EGC

Sugiyono , 2010. Metode penelitian – penelitian kualitatif R & D, Bandung : Alfabeta.

Wiyono , (2011) factor – factor yang mempengaruhi Rheumatoid Arthritis . Jakarta :

Rhinneka Cipta.

Lyrawati . 2010 . Penilaian Nyeri . Bandung : FKU Universitas Padjadjaran .

Kementerian Kesehatan RI . (2013) . Riset Kesehatan Dasar 2013 . Jakarta : Riskesdas.

Anda mungkin juga menyukai