PENDAHULUAN
peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari keberhasilan
pembangunan nasional dibidang kesehatan dan kesejahteraan sosial yang telah dirasakan antara
lain adalah meningkatnya angka rata-rata Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk.
hidup penduduk lanjut usia (Afriyanti, 2009). Meningkatnya jumlah lansia maka membutuhkan
penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami penurunan baik dari segi
fisik, biologi maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan
budaya, sehingga perlu adanya peran serta keluarga dan adanya peran social dalam
penangananya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang
bersifat akut atau kronis (Purnomo, 2010). Penurunan fungsi muskuloskeletal menyebabkan
terjadinya perubahan secara degeneratif. Bertambah tua atau lansia selalu berhubungan dengan
penurunan tingkat aktivitas fisik yang disebabkan oleh 3 hal, yaitu: perubahan pada struktur dan
jaringan penghubung (kolagen dan elastis) pada sendi, tipe dan kemampuan aktivitas pada lansia
berpengaruh sangat signifikan terhadap struktur dan fungsi jaringan pada sendi, patologi dapat
keterbatasa fungsi dan disability,yang biasa dikeluhkan lansia akibat nyeri yang dirasakan sangat
mengganggu aktivitas adalah penyakit rematik (Chintyawaty, 2009). Penyakit rematik yang
menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi (Ahdaniar, 2010).
berlangsung tahunan, menyerang berbagai sendi biasanya simetris, jika radang ini menahun,
terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi dan tulang otot ligamen dalam sendi. Seseorang yang
mengalami rematik mengalami beberapa gejala berikut yakni nyeri sendi, inflamasi, kekakuan
sendi pada pagi hari, hambatan gerak persendian (Chintyawaty, 2009). Gangguan pada
persendian relatif jarang membunuh penderita. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian,
menyebabkan sejumlah anggota tubuh tidak berfungsi normal. Ketidakmampuan fisik ini telah
mempengaruhi jutaan manusia sepanjang hidupnya (Purwoastuti, 2009). Ketidak mampuan fisik
yang mempengaruhi hidup manusia ini akibat dari gangguan pada persendian tulang. Faktor
risiko penyebab rematik itu terjadi yaitu faktor usia, semakin bertambah usia semakin tinggi
risiko untuk terkena rematik, jenis kelamin penyakit rematik ini cendrung diderita oleh
perempuan (tiga kali lebih sering dibanding pria) dan dapat pula terjadi pada anak karena faktor
keturunan/genetik. Berat badan yang berlebihan (obesitas) akan memberi beban pada jaringan
tulang rawan di sendi lutut dan melakukan latihan fisik seperti senam rematik sebagai terapi
untuk menghilangkan gejala rematik yang berupakekakuan dan nyeri yang dirasakan pasien
rematik (Chintyawaty, 2009).Sekitar 50% nyeri sendi disebabkan oleh pengapuran yang berarti
menipisnya jaringan tulang rawan yang berfungsi sebagai bantalan persendian, bantalan
persendian yang aus ini menyebabkan terjadinya gesekan tulang sehingga timbul rasa nyeri
(Purwoastuti, 2009). Penanganan penderita nyeri pada persendian difokuskan pada cara
mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau mempertahankan
fungsi dan kualitas hidup. Menurut American College Rheumatology, penanganan untuk rematik
dapat meliputi terapi farmakologis (obat(obatan), nonfarmakologis (seperti senam rematik), dan
Reumatoid Arthritis diseluruh dunia mencapai angka 355 juta jiwa di tahun 2009, artinya 1 dari
6orang didunia ini menderita Reumatoid Arthritis. Reumatoid Arthritis telah berkembang dan
telah menyerang 2,5 juta warga Eropa. WHO melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang
2009).BerdasarkanhasilpenelitianterakhirdariZengQYetal2008,prevalensinyerirematikdiIndonesi
cukup mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia, terutama mereka yang memiliki aktivitas
sangat padat di daerah perkotaan seperti mengendarai kendaraan di tengah arus kemacetan,
duduk selama berjam(jam tanpa gerakan tubuh yang berarti, tuntutan untuk tampil menarik dan
prima, kurangnya porsi berolah raga, serta faktor bertambahnya usia (Putra, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang
simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan
penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar
Indonesia,2014).Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi,
dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritisberarti radang pada sendi.
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi
yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering
belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).
2.2 Amerika Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan
India 0,75%. Insiden di Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa
Selatan hanya 9-24/100000. Di Indonesia dari hasil survei epidemiologi di Bandung Jawa
Tengah didapatkan prevalensi RA 0,3% sedang di Malang pada penduduk berusia diatas
40 tahun didapatkan prevalensi RA 0,5% di daerah Kota madya dan 0,6% di daerah
Kabupaten.
kasus baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS
Hasan Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002
Data terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan bahwa jumlah
kunjungan penderita RA selama periode Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari
bahwa provinsi Bali memiliki prevalensi penyakit rematik di atas angka nasional yaitu
32,6%, namun tidak diperinci jenis rematik secara detail. Sedangkan pada penelitian
Suyasa et al (2013) memaparkan bahwa RA adalah peringkat tiga teratas diagnosa medis
utama para lansia yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
2.3 Faktor Risiko Rheumatoid Arthritis Faktor risiko yang berhubungan dengan
peningkatan kasus RA dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat
2.3.1 Tidak Dapat Dimodifikasi1.Faktor genetic Faktor genetik berperan 50% hingga
60% dalam perkembangan RA. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB
1. Faktor Genetik
Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Perbedaan substansial
pada faktor genetik RA terdapat diantara populasi Eropa dan Asia. HLA-DRB1 terdapat
populasi Eropa dan jarang pada populasi Asia. Selain itu ada kaitannya juga antara
2.Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat
terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (Rheumatoid ArthritisJuvenil). Dari semua faktor
risiko untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya
RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia. RA hampir tak pernah pada anak-
anak, jarang pada usiadibawah 40 tahun dan sering pada usiadiatas 60 tahun
3.Jenis kelamin
R A jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio. 3:1.
Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas. Perbedaan
1.Gaya hidup.
Status sosial ekonomi Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat
kaitan antara faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia
yang menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan saat
2.Merokok
berhubungan dengan peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan produksi dari
rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga 20 tahun. Merokok juga
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Penelitian pada perokok pasif masih belum
3.Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan RA. Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai faktor diet
ini masih banyak ketidak pastian dan jangkauan yang terlalu lebar mengenai jenis
RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan memproteksi kejadian RA. Selain itu
penelitian lain menyebutkan konsumsi kopi juga sebagai faktor risiko namun masih
4.Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus (EBV) karena virus
tersebut sering ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien RA. Selain itu juga
5.Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan, dan yang
terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang
6.Faktor hormonal Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada
perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche
7.Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih
dari 30.
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun
yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin,
keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal
RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor
pencetus.Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan
reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus Patogenesis terjadinya
proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan reaksi imunitas selular. Tidak
dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya masih berkembang
terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik,
infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai
mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya saling terkait dan pada akhirmya
menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin
organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan
pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin
berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh
monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast
Proses peradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari pemeriksaan
adalah antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi
terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau
bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan sebagai
seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya yang
tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini RF dan
penyakit (Putra dkk,2013).Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam
patofisiologi RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang
pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitisadalah
terbentuknya pannus, yaitujaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus tersebut dapat
mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang
menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik.
Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP),
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah
sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh
darah oleh sel radang dan trombus.Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros
akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan pembentukan
vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan terlihat kumpulan
residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental berupa distensi
kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang.
Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat
penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus (Putra
dkk,2013). 2.5Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjangdan DiagnosisRheumatoid
minggu atau bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas.
Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan padasendi dan keluhan diluar
lemah, nafsu makan menurun,peningkatan panas badan yang ringan atau penurunanberat
badan.
jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada autopsi RA didapatkan
kelainan perikardc.Paru: kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)d.Saraf: berupa sindrom multiple neuritis
akibat vaskulitis yang sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di
CCP) : Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas
95-98% dan sensitivitas 70% namunhubungan antara anti CCP terhadap beratnya
penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.2.5.3Diagnosis Terdapat beberapa kesulitan dalam mendeteksi dini
penyakit RA. Hal ini disebabkan oleh onset yang tidak bisa diketahui secara pasti dan
hasil pemeriksaan fisik juga dapat berbeda-beda tergantung pada pemeriksa. Meskipun
RAdengan ARA (American Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 memiliki
kurang sensitif dan spesifik. Sebagai contoh, IGM Rheumatoid Factor memiliki
spesifisitas 90% dan sensitivitas hanya 54%. (Bresnihan, 2002)Berikut adalah kriteria
ARA (American Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 yang masih dapat
digunakan dalam mendiagnosis RA:1.Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya,
122.Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi atau lebih
pada kedua belah sisi misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal),
tangan yaituerosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi yang terlibatDiagnosa RA, jika sekurang-
kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ditemukan minimal 6
minggu.Selain kriteria diatas, dapat pula digunakan kriteria diagnosis RA berdasarkan skor
dariAmerican College of Rheumatology(ACR/Eular) 2010. Jika skor ≥6, maka pasien pasti
menderita RA. Sebaliknya jika skor <6 pasien mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif
(gejala kumulatif) maupun retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari riwayat
penyakit)(Putra dkk,2013
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Pencegahan Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun
peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang menggunakan 1.314
yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke belakang pantat,
ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin, aerobik juga dapat dilakukan
3.Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat untuk
menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan olahraga dapat
buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C, D, E juga sebagai
5.Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada sendi juga
terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah yang
yang melumasi antar sendi, sehingga gesekan bias terhindarkan. Konsumsi air yang
faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan RA yang bisa
dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok akif maupun pasif. (Febriana, 2015).
dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga.Tujuan
fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat diberikan atara lain: aspirin,
melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.
(tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5 mg/hari sebagai “bridge”
terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru
4.Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat
bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5.Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka dapat
2. RA.
2.8 PrognosisRheumatoid Arthritis Perjalanan penyakit dari RA ini bervariasi dan juga
ditentukan dari ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu yang lama. Lima
puluh hingga tujuh puluh lima persen penderita ditemukan mengalami remisi dalam dua
tahun. Selebihnya dengan prognosis yang lebih buruk. Kejadian mortalitas juga
meningkat 10-15 tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak mengalami
disebabkan oleh infeksi, penyakit jantung, gagal nafas, gagal ginjal, dan gangguan
saluran cerna. Sekitar 40% pasien RA mengalami hendaya dalam 10 tahun ke depanya.
Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil
remisi yang lebih baik(Kapita Selekta, 2014). Indikator prognostik burukberupa banyak
sendi yang terserang, LED dan CRP tinggi, RF (+) tinggi dan anti CCP (+), erosi sendi