Nama Kelompok 4 :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA
bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan berbagai grup etnik yang berkaitan
dengan susunan genetik. Prevalensi tertinggi dilaporkan pada masyarakat asli
Amerika, Yakima, Pima, dan suku-suku Chippewa di Amerika Utara sebesar 7%.
Namun prevalensi RA di dunia relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%
(Suarjana,2009). Estimasi prevalensi RA untuk negara dengan pendapatan rendah
dan menengah berdasarkan meta-analisis adalah di Asia Tenggara sebesar 0,4%,
Mediterania Timur sebesar 0,37%, Eropa sebesar 0,62%, dan Amerika sebesar
1,25%. Prevalensi pada laki-laki lebih rendah yaitu 0,16% dibandingkan wanita
yaitu 0,75% dan dinyatakan signifikan secara statistik. Sekitar 2,6 juta laki-laki dan
12,21 juta wanita menderita RA pada tahun 2000 kemudian meningkatmenjadi 3,16
juta laki-laki dan 14,87 juta wanita yang menderita RA pada tahun 2010 (Rudan
dkk, 2015).
Walaupun penyebab RA masih belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor
risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian RA. Diantaranya adalah faktor
genetik, usia lanjut, jenis kelamin perempuan, faktor sosial ekonomi, faktor
hormonal, etnis, dan faktor lingkungan seperti merokok, infeksi, faktor diet,
polutan, dan urbanisasi (Tobon et al,2009).
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui reumathoid athritis menurut kedokteran Barat.
2. Untuk mengetahui reumathoid athritis menurut kedokteran Timur.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada
sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Febriana,2015).Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi,
kecacatan dan banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga
memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran
karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering
sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana, 2015).
Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi
RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan
IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah
peradangan pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi
sendi. Sedangkan sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat
patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi
inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial.
Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi
yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai
jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang
dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping
proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik
yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit
kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta mampu mempengaruhi hypothalamic-
pituitary-adrenalaxis, sehingga menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan,
lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi
siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang
belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari,
pembengkakan dan nyeri sendi.
Kelainan diluar sendi
K
u
li
a. t : nodul subukutan (nodul rematoid)
J
a
n
t
u
n : kelainan jantung yang simtomatis
b. g jarang
didapatkan, namun 40% pada autopsi RA
didapatkan kelainan
p
e
ri
k
a
r
d
P
a
r : kelainan yang sering ditemukan
c. u berupa paru
obstruktif dan kelainan pleura (efusi pleura, nodul
subpleura)
S
a
r
a : berupa sindrom multiple neuritis akibat
d. f vaskulitis
yang sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa
sensoris di
ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
M
at : terjadi sindrom sjogren
e. a (keratokonjungtivitis sika)
berupa kekeringan mata, skleritis atau
eriskleritis dan
skleromalase perforans
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein
(CRP) meningkat
Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF
negatif tidak menyingkirkan diagnosis
Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan
sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya
penyakit tidak konsisten
b. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan
pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut
(Kapita Selekta,2014).
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID
yang dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam,
dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang
rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi
oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD
dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
c. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
d. Rehabilitasi
Terlalu lama berada di tempat yang lembab, panas dan terlalu lama
berada dalam cuaca angin dan panas menyebabkan serangan angin, lembab,
dan panas ke permukaan tubuh. Invasi berpindah ke meredian dan kolateral,
terjadi obstruksi sendi, tulang dan tendon. Hal ini dapat mengakibatkan sirkulasi
yang buruk dari Qi dan darah yang akan berubah menjadi sindrom Bi.
c. Diet yang tidak tepat
Mengkonsumsi makanan berlemak yang berlebihan kebiasaan makan
tidak teratur, berlebihan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau
minum berlebihan daoat merusak limpa dan lambung yang mempengaruhi
fungsi limpa dalam transportasi dan transformasi dan menyebabkan lembab
internal, panas dan plegma yang menghalangi aliran Qi dan darah meridian dan
menyebabkan sindrom Bi pada sendi.
d. Trauma
Trauma dapat merusak tendon dan pembuluh darah pada tungkai, sehingga
menghambat aliran Qi dan darah.
e. Overwork
Overwork, usia tua, lemahnya kongenital dan defisiensi Qi dan darah karena
penyakit yang lama atau setelah melahirkan dapat menyebabkan kelemahan
otot sehingga mudah terserang faktor patogen eksogen
3. Diferensiasi Sindrom
Diferensiasi sindrom Bi dalam Bai (1996), Liu (1996) dan Peng (2007) dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Sindrom Bi tipe Angin (Wandering Bi / Xing Bi)
Manifestasi dari sindrom ini adalah nyeri yang berpindah dan rasa sakit pada
tungkai, sendi dan otot serta keterbatasan gerak pada sendi. Selain itu,
Wandering Bi bisa disertai dengan perasaan takut dingin dan demam. Selaput
lidah putih tipis, dengan nadi superfisial.
b. Sindrom Bi tipe Dingin (Painful Bi / Tong Bi)
Manifestasi dari sindrom ini adalah nyeri yang menusuk dan menetap pada
sendi, terasa ringan jika dihangati dan diperberat oleh dingin, tetapi pada daerah
lokal tanpa disertai kemerahan dan rasa panas. Selaput lidah putih tipis dan nadi
tegang seperti senar.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reumatik dan reumatik atritis juga dikenal sebagai RA, atau radang sendi.
Atritis adalah dari sinovial baik akut ataupun kronis yang ditandai denganperadangan
sendi kronis. Sistemik adalah penyakit auto imun yang ditandai dengan infeksi
membran synovitis dan jaringan sekitarnya. Jika hal ini berlangsung dalam
jangkawaktu yang lama maka akan menyebabkan rusaknya tulang rawan dan kapsul
sendi yang ditandai dengan disfungsi sendi. Dalam TCM sendiri RA disebut dengan
“arthralgia (Bi Zheng)”.
B. Saran
ISBN