FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU REFARAT
RHEUMATOID ARTHRITIS
Disusun Oleh:
Dwi Pasca Cahyawati
(N 111 18 089)
Pembimbing :
dr. Arfan Sanusi.,Sp.PD
Pembimbing Klinik
TINJAUAN PUSTAKA
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi. Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis
adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh
inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial.(4)
2.2 EPIDEMIOLOGI
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.(4)
2.4 FAKTOR RESIKO
Faktor resiko Rheumatoid Arthritis :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering
terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan di
bawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis AR.
3. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai contoh, pada
ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan anak-
anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada
ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR.
4. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. AR
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang
kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Obesitas (Kegemukan)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
7. Lingkungan
Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung.
Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan
besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika
keadaan suhu lingkungan sekitar penderita yang cukup dingin, maka
penderita akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa
terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan.(6)
2.4 ETIOLOGI
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik, dan infeksi virus(4)
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama
terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus
akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Lamanya
rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.(4)
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi - sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit
dan selalu berulang dari satu jam.
5. Deformitas
Kerusakan dari struktur - struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi meta karpo
falangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
matatersal. Sendi - sendi yang sangat besar juga dapat terserang dan akan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi.
6. Nodul - nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang
permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul - nodul ini dapat juga
timbul pada tempat - tempat lainnya. Adanya nodul - nodul ini biasanya
merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan
lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu
kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis
penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis
tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat
diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek
samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia
sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan secara oral dalam
dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, namun efektivitas kurang dan
pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
5. Biological agent.
Ada berbagai jenis agen biologik:
modulator sel darah putih termasuk: abatacept (Orencia) dan rituximab
(Rituxan)
Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor meliputi: adalimumab (Humira),
etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), golimumab (Simponi), dan
certolizumab (Cimzia)
Interleukin-6 (IL-6) inhibitor: tocilizumab (Actemra) Agen biologis bisa
sangat membantu dalam mengobati rheumatoid arthritis. Namun,orang
yang memakai obat ini harus diawasi sangat erat karena faktor risiko yang
serius: infeksi dari bakteri, virus, dan jamur, leukemia.(6)
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Terdapar beberapa penyakit yang memiliki beberapa kemiripan gejala. Untuk itu,
penyakit tersebut harus dibedakan untuk kepentingan penatalaksanaan dan
pengobatan agar dapat diatasi dengan tepat dan efektif. Beberapa di antaranya
yaitu:
Osteoarthritis
Penyakit degeneratif ini merupakan penyakit sendi yang paling sering
dijumpai dan melibatkan biasanya 85% lebih dari 70 tahun. Pada penderita
OA terlihat gambaran patologis yang menunjukkan suatu degenerasi
tulang rawan sendi dan suatu proses peradangan. Pada penyakit ini
ditandai oleh pengeroposan kartilago sendi. Tanpa adanya kartilago
sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi yang
menyebabkan degenerasi sendi. Penyakit ini dibagi atas dua kategori yaitu
primer yang terkait dengan umur, dan sekunder yang terjadi pada orang
muda di mana diawali dengan kerusakan tulang rawan sendi akibat
trauma, infeksi atau kelainan kongenital. Penyakit ini umumnya
menyerang tulang belakang dan sendi-sendi besar seperti sendisendi yang
menanggung beban tubuh dan dapat terjadi hanya pada satu sendi saja
(monoartritis). Tidak seperti pada kebanyakan artritis, pada kelainan ini
perubahan anatomis yang utama adalah degenerasi tulang rawan sendi,
sedangkan artritis pada umumnya ditandai dengan proses peradangan pada
membran sinovial. Pada penyakit dengan derajat menengah / moderate,
terdapat proliferasi kondrosit yang tampaknya merupakan proses
perbaikan. Pada akhirnya semua kondrosit mengalami degenerasi.
Membran sinovial akan menunjukkan sedikit tanda peradangan, namun
berbeda dengan RA, proses peradangan di sini tidak hebat dan tidak terjadi
pannus. Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang
yang mendasarinya. Daerah pada tulang itu akan menjadi tebal karena
kompresi atau proses pembentukan tulang baru yang reaktif. Yang khas di
sini adalah terbentuknya spurs formation yang menonjol dari tulang yang
reaktif pada tepi rongga sendi. Walaupun sudah jelas bahwa degenerasi
matriks tulang rawan merupakan patogenesis utama dari OA, akan tetapi
penyebab dari proses ini masih belum jelas. Selain perubahan degeneratif
yang berhubungan dengan proses menua, perlu ditambahkan bahwa
kerusakan jaringan karena proses imunologis dan penyakit yang berkaitan
dengan faktor genetik juga berperan dalam terjadinya degenerasi tulang
rawan. Dalam perjalanannya, terdapat perubahan kualitas kondroitin sulfat
dan glikosaminoglikan. Sebagai akibat dari perubahan ini, kondrosit yang
biasanya tenang, dipacu untuk berproliferasi, berupaya untuk mengisi
kekurangan matriks dengan meningkatkan sintesis. Karena kondrosit yang
terangsang juga mensekresi enzim penghancur maka terjadi kehilangan
proteoglikan yang berkesinambungan.
Gejala biasanya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang terutama terasa saat bergerak dan akan
berkurang dengan isitirahat. Maka dari itu fungsi sendi berkurang
menyebabkan atrofi otot. Pada umumnya, penyakit ini timbul secara
tersembunyi sehingga kekakuan sendi timbul secara progresif lambat.
Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri dan krepitasi pada
waktu ada pergerakan sendi juga kadang disertai pembengkakkan sendi.
Keadaan ini menyebabkan fungsi sendi berkurang dan atrofi otot. Akan
tetapi tidak ada tanda-tanda konstitusional dari suatu penyakit inflamasi.
Berbeda dengan RA, penderita OA sering tidak merah dan tidak panas,
juga tidak timbul ankilosis. Apabila mengenai tulang belakang, akan
mengakibatkan penekanan pada saraf dan menimbulkan nyeri radikular.
Apabila tonjolan tulang terjadi pada sendi interfalang distal dari jari, maka
secara klinis akan tampak pembengkakan yang bersifat nodular, keras
pada perabaan dan dikenal sebagai nodul Heberden. Kelainan ini lebih
sering dijumpai pada pria daripada wanita dan merupakan pengecualian
karena umumnya penyakit ini terjadi pada sendi besar yang berfungsi
sebagai penyangga tubuh.
Arthritis Gout
Gout yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin
bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan
akibat penimbunan kristal asam urat di sendi yang menimbulkan artritis
urika akut. Berbeda dengan RA, penyakit ini lebih sering ditemukan pada
pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan gejala pada usia dewasa
muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini sering
menyerang sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai
persendian meta tarso falangeal ibu jari kaki. Pada anamnesis, biasanya
ditemukan keluhan sendi kemerahan disertai nyeri akut seringkali pada ibu
jari kaki. Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas
menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki. Rasa sakit biasanya
selalu berulangulang dengan sendi yang terkena bengkak, panas,
kemerahan dan sakit, sering dijumpai thopi. Pada penderita seringkali
terdapat batu ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar
asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-kristal asam urat dalam cairan
synovial sendi yang terserang.
Stadium awal berupa serangan monoartikuler yang ditandai dengan nyeri
sendi hebat karena artritis akut. Biasanya terdapat kemerahan,
pembengkakan, nyeri tekan lokal dan sendi tidak dapat digerakkan.
Artritis akut ini disertai demam dan leukositosis serta gambaran gejala
selulitis dan artritis septik akut. Umumnya serangan berakhir dalam
beberapa hari, akan tetapi serangan yang berat dapat menetap untuk
beberapa minggu. Setelah beberapa tahun, 50% akan berkembang menjadi
pirai bertophus. Tophus adalah nodul kecil yang terdiri dari kristal asam
urat. Artritis pirai kronik, ditandai dengan adanya pembengkakan dan
kekakuan sendi. Pada stadium lanjut yang kronik ini serangan akut dapat
terjadi. Pada foto rontgen, timbunan kristal asam urat murni memberi
gambaran radiolusen sedangkan timbunan kalsium tampak radioopak.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hiperurisemia dan pada 50%
penderita ditemukan kristal urat pada cairan sinovial atau tophus. Pada
penderita penyakit ini, dapat dipakai obat urikosurik yaitu probenesid dan
sulfinpirazon yang bekerja menghambat reabsorpsi asam urat di tubuli
ginjal. Kadar asam urat dalam duktus kolektivus meninggi sehingga
kemungkinan timbul batu ginjal menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat diatasi
dengan minum banyak. Kemudian bisa diberikan allupurinol yang
menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi pembentukan
asam urat. Kadar asam urat ini perlu diturunkan sampai di bawah 7 mg%.
Dengan menurunnya kadar urat, maka tophi lambat laut akan menghilang.
Arthritis Infeksius
Arthritis infeksius adalah nyeri sendi, kekakuan dan pembengkakan yang
disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus atau jamur. Infeksi ini dapat
memasukkan berbagai cara bersama:
setelah menyebar melalui aliran darah dari bagian lain dari tubuh, seperti
paruparu selama pneumonia, melalui luka di dekatnya, atau setelah
operasi, suntikan atau trauma, seperti gigitan serangga. Artritis ini
umumnya sebagai akibat penyebaran kuman secara hematogen dari infeksi
primer di tempat lain. Sumber infeksi kadang mudah diketahui seperti
endokarditis bakterialis, gonore; atau tidak jelas asalnya. Organisme yang
paling sering sebagai penyebabnya adalah gonokokus, stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, dan batang gram negatif. Artritis gonokokal
mungkin paling sering ditemukan pada dewasa muda yang secara seksual
aktif. Secara umum, paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Tanda khas pada kelainan ini adalah mengenai satu sendi (monoartikular)
yang biasanya mengenai persendian yang besar seperti sendi lutut,
panggul, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, atau bahu. Membran
sinovial menjadi edematus dan kongestif, dan rongga sendi terisi bahan
purulen. Pada kasus berat, sinovitis dapat mengalami ulserasi dan meluas
sampai ke tulang rawan menimbulkan kerusakan pada permukaan sendi
dengan pembentukan jaringan parut dan kadang disertai perkapuran.
Gejala klinis sesuai dengan infeksi akut yaitu kemerahan pembengkakan,
perlunakan dan nyeri, sering disertai gejala konstitusional. Artritis
tuberkulosis paling sering timbul pada tulang belakang dan memberikan
gambaran osteomielitis tuberkulosis (penyakit Pott), dengan penyebaran
ke dalam diskus intervertebralis. Seperti osteomielitis tuberkulosis, artritis
tuberkulosis juga bersifat destruktif, yang berjalan lambat dan
menyebabkan pengikisan pada permukaan sendi serta merusak tulang.
Diagnosis dini sangat penting untuk mencegah kerusakan yang permanen.
Sistemik Lupus Erimatosus (SLE)
Sama seperti RA, SLE adalah gangguan autoimun sistemik. Penyakit ini
ditandai oleh adanya antibodi antinuklear. Manifestasinya bisa ditemukan
pada berbagai organ sehingga gejala dan tandanya sangat banyak.
Presentasi kliniknya termasuk ruam malar, atralgia, alopesia, perikarditis,
gagal ginjal, defisit neurologis, atau bahkan gangguan psikiatrik, serta
fotosensitif lupus eritematosus sistemik (SLE) ruam biasanya terjadi pada
wajah atau ekstremitas, yang daerah terkena sinar matahari. Pada SLE,
terdapat gejala non spesifik termasuk nyeri sendi, penurunan berat badan
dan limfadenopati. Meskipun penyebab spesifik dari SLE tidak diketahui,
beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan penyakit,
termasuk, ras, hormonal, dan lingkungan faktor genetik. gangguan
kekebalan tubuh, baik bawaan dan diperoleh, terjadi pada SLE.
SLE biasanya dapat dibedakan jika ada lesi kulit terpajan pada area terang,
rambut rontok, lesi mukosa hidung dan mulut, adanya erosi sendi pada
arthritis jangka panjang, cairan sendi yang seringkali sampai < 2000
leukosit / μL terutama mononuklear sel, antibodi terhadap DNA double-
stranded, penyakit ginjal, dan serum komplemen yang rendah. Berbeda
dengan RA, deformitas dalam SLE biasanya direduksi karena kurangnya
erosi dan kerusakan pada tulang atau tulang rawan. Pada penderita SLE,
pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat ada tidaknya: ruam malar
yang ditandai oleh ruam erimatosa dan jembatan hidung (disebut ruam
kupu-kupu), demam, anemia, limfadenopati, ulkus mulut, bengkak sendi
(efusi dan nyeri tekan), takipnea (pertimbangan adanya hipertensi
pulmonal, emboli paru, gagal ginjal disertai kelebihan cairan, efusi pleura,
dan fibrosis paru), TD:periksa adanya hipertensi, gesekan perikard/pleural,
edema pergelangan kaki, neuropati. Selain itu ditemukan pula defisit
neurologis, termasuk defisit fokal dan gangguan kognitif; gangguan
psikiatrik, khususnya psikosis dan urin: proteinuria dipstik, hematuria, dan
silinder.(6)
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn.AS
Umur : 41 tahun
Alamat : Jalan Maleo
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : buruh bangunan
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 31/ 03/ 3019
Ruangan : Seroja
1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Bengkak dan nyeri pada kedua kaki dan tangan
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tanda-Tanda Vital
TD :100/70 mmHg
S : 36,6 0 C
R : 24 x/menit
N : 83 x/menit
4. Kepala
Wajah : Simetris
Deformitas : Tidak Ada
Bentuk : Normocephal
5. Mata
konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : isokor
Mulut : Sianosis (-)
6. Leher
Kelenjar GB : Hipertrofi (-)
Tiroid : Hipertrofi (-)
JVP : Tidak ada
Massa Lain : Tidak ada
7. Paru-paru
Inspeksi : Simetris Bilateral
Palpasi : Vokal fremitus Ka=Ki
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
8. Jantung
Inspeksi : Tidak Tampak IC
Palpasi : Tidak Teraba IC
Perkusi :
Batas Atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC VI Linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, Regular, Mur-mur (-)
9. Abdomen
Inspeksi : Kesan Datar, tampak ruam merah
diseluruh kulit
Auskultasi : Peristaltik Normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan (+) Epigastrium
10. Ekstremitas
Atas : Edema kedua tangan dan terdapat ruam
merah di seluruh kulit
Bawah : Edema kedua kaki dan terdapat ruam
merah di seluruh kulit
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Darah rutin :
WBC = 8,2 x 103/ul
HBG = 12,2 g/dl
PLT = 148 x 103/ul
2) Fungsi ginjal :
Creatinin = 2,58 mg/dl
Urea = 109,2 mg/dl
3) Rheuma Factor : Positif
4) Asam Urat : 9,0 mg/dL
b. Radiologi
USG : subchronic renal disease bilateral, hydronefrosis sinistra grade 1
1.5 RESUME
Laki-laki umur 41 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak pada kedua sendi
tangan dan kaki yang di alami sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
ruam merah diseluruh kulit, pasien juga mengeluhkan lemas seluruh badan (+),
susah berjalan (+), penurunan nafsu makan dan berat badan (+) Nyeri ulu hati (+)
BAB (+) dan BAK (+) lancar.
1.6 DIAGNOSIS
- Rheumatoid Artritis
- CKD stage IV
1.9 PROGNOSIS
Dubia ad Bonam jika penanganan dan terapi dilakukan dengan baik
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini mengeluhkan nyeri sendi lutut kanan dan kiri hingga tidak bisa
berjalan. Pasien juga mengeluhkan kaku dan nyeri sendi di jari-jari tangan serta
pergelangan tangan kanan dan kiri. Nyeri dirasakan sejak 2 bulan SMRS dan
semakin lama semakin memburuk. Pasien juga mengeluhkan badan yang lemas
sejak 1 hari SMRS. Demam, sesak, Nyeri ulu hati penurunan nafsu makan dan
berat badan disangkal pasien.
Pemeriksaan penunjang pada pasien RA ditemukan adanya Rheumatoid
Factor (RF) positif namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Dari hasil
pemeriksaan radiologis berupa USG abdomen dapat terlihat adanya subchronic
renal disease bilateral dan hydronefrosis sinistra grade I.
Hasil laboratorium pasien ini pada saat masuk RS (31/03/2019)
menunjukkan WBC 8,2 x 103/mm3, RBC 4,63 x 106/mm3 , HGB 12,2 g/dl
(menurun), HCT 36,5 % (menurun), PLT 148 x 103/mm3 , creatinin 2,58 mg/dl
(meningkat), urea 109,2 mg/dl (meningkat), Rheumatoid Factor : Psitif, Asam urat
9,0 mg/dL (meningkat) Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria ARA tahun
1987 pada pasien ini terpenuhi karena trdapat minimal 4 kriteria dari 7 kriteria.
Penanganan pada penderita RA meliputi mencakup terapi farmakologi,
rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan
keluarga. Terapi farmakologi awal dapat diberikan NSAID untuk mengurangi
nyeri dan inflamasinya. Selain itu juga diberikan DMARDs segera setelah
diagnosis RA ditegakkan untuk mengurangi atau mencegah kerusakan sendi,
mempertahankan integritas dan fungsi sendi. Dapat pula diberikan kortikosteroid
dosis rendah sambil menunggu efek DMARDs setelah 4-16 minggu.
BAB V
KESIMPULAN