Anda di halaman 1dari 33

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

STROKE HEMORAGIK

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Program Studi

Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Di RSUD Soewondo Kendal

Oleh:
Fatikhatul Malikhah Maylinda Putri

30101407185

Pembimbing:
dr. Rahayu Andiyani Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD SOEWONDO KENDAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

2019
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke, yang menyerang kelompok usia di atas
40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah
otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes mellitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ketingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain
function activity).1

Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Gejala klinik
tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya bila mengenai daerah pusat
penglihatan maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau gangguan lapangan
pandang.

Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,
korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri
vertebralis (arteri basilaris). Jumlah aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) biasanya
dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular
resistance = CVR).2
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (MABP = mean arterial
blood pressure) dikurangi dengan tekanan intracranial (ICP = intracranial pressure),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Tonus pembuluh darah otak


2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.
CBF dapat diukur dengan berbagai metode misalnya metode Kety Schmidt, atau metode
lain yang menggunakan inhalasi gas radioaktif yang kemudian diukur dengan gamma
counter. Dalam keadaan normal da nsehat, rata-rata alirah darah otak (hemispheric CBF)
adalah 50.9 cc/ 100 gram otak/menit.

DEFINISI STROKE

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2

EPIDEMIOLOGI STROKE

Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden
stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di Oxfordshire, selama
tahun 1981 – 1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45-54
tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk
pada kelompok usia 85 tahun keatas. Sedangkan di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke
pada kelompok usia 55 – 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk dan di Soderhamn, Swedia,
insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk. Pada kelompok usia
diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di Rochester, Minnesota, dan 397
per 10.000 penduduk di Soderhamn, Swedia.

Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada
pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada
pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria
dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan
196 per 100.000 pada wanita.5

Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.


Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai
dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah
84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000
penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok
umur 30 – 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 – 70 tahun
adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000
penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke
perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarachnoid.2,3

Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data


jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai
dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45
– 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien
perempuan 46,2%.

Di Amerika Serikat, perbandingan stroke antara pria dan wanita yakni 1,2 : 1 serta
perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 : 1. Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari semua penderita yang masuk rumah
sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik,
serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral.4

Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke yang


tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini sebesar
51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke perdarahan
subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah masing-
masing jenis stroke tersebut.

I. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan
vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :

Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule

Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white
matter, anterior corpus callosum

Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and
subjacent white matter

Lenticulostriate Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule


branches

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior Medulla, lower cerebellum


cerebellar basilar

Anterior inferior Lower and mid pons, mid cerebellum


cerebellar

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white
matter, posterior corpus callosum, upper midbrain

Thalamoperforate Thalamus
branches

Thalamogeniculate Thalamus
branches

I. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

II. FAKTOR RESIKO


Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan
usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 – 20 %. Orang
yang berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat
usia 65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia
< 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan
risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang
stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada penderita
diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati
meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko
stroke 1,31 - 2,9 kali.

g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat
badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan
lain – lain. Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena
stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat
memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

III. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan
intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat
pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma
kecil – kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut
aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah
oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke
dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes
ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan
subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi
saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan
kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya
pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki.
Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam
rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat
fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya
terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan
hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh
fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan
ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang
terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan
awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah
lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit
neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens)
pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga
subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat,
penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya
terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi
arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di
sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera
mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang
letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik
akibat penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat
pecahnya aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan
penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif
berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal
dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid.
Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset
dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal.
Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung
beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.

STROKE HEMORAGIK
STROKE HEMORAGIK
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :
 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : Sakit kepala ringan
 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf kranial
 Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi
ringan
 Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain
itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang.

b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)


Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba
tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf
otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese
alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk
stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari area
otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik biasanya
menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan daripada tipe lain
dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia, disartria,
& hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai
gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya dikemukakan secara
jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota
tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot
ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau
tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia)
baik unilateral maupun bilateral

Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :

 SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan


darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
 Scoring :
 Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
 Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
 Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
 Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes
mellitus, angina, claudicatio intermitten).
 Interpretasi hasil score :
 > 1 : Stroke hemoragik
 < -1 : Stroke non-hemoragik
 -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status
neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang jelas.
Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan gangguan
Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan sering
berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan
motorik sebagai berikut:

a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak


b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
 Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit,
masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
 Asam Urat
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).

V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
< 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2
< 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan
pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan
TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang
setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310 mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila
perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema
otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang
dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan diberikan antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal
untu pemeriksan CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg
atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati – hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg
atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena
digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia
berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau
trombosit
 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
 Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan
30°, beri O2 2 – 3 LPM bila perlu
 Hati – hati dalam penggunaan sedatif
 Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
 Lakukan penatalaksanaan ABC
 Perawatan dilakukan di ruang intensif
 Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan
menjamin jalan napas yang adekuat.
 Hindari pemakaian sedatif
 Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
 Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV, kemudian
diikuti dengan infus kontinu 1 gr/jam atau asam
traneksamat 1 gram IV kemudian dilanjutkan 1 gr
setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya
disarankan selama 72 jam.
 Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
 Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis
maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
 Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
 Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5 – 10
mg/4 – 6 jam
 Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
 Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam

VI. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik,
pada intra dan extraseluler.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk
keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala
vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi,
”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang
terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa
hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes
ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal,
darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana
pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat
dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur
cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan
osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi
otak membaik kembali.

VII. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup
setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi
lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik
memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada
stroke iskemik hanya 10%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf. Accessed on
10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
STATUS PASIEN

I. Identitas Penderita
Nama : Ny. AG
Umur : 57 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Sedayu
Status Pasien : Rawat Inap
Ruang : Cempaka 2
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
I. Lokasi : Wajah sisi kiri dan anggota gerak atas dan bawah sisi kiri
II. Onset : 1 hari SMRS
III. Kronologi: ± 1 hari SMRS pasien merasa lemas dan jatuh saat beraktivitas di
rumah, oleh karena itu anak langsung membawa pasien ke IGD RSUD
Soewondo kendal.
IV. Kualitas: Rasa lemas tersebut menyebabkan pasien jatuh dan berhenti saat
beraktivitas dirumah
V. Kuantitas: Keluhan hanya dirasakan sekali.
VI. Faktor modifikasi
a. Faktor memperberat : tidak ada
b. Faktor memperingan : tidak ada
VII. Keluhan lain : mual (-), muntah (-), telinga berdenging (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa :-
 Riwayat penyakit HT : ada
 Riwayat penyakit jantung :-
 Riwayat penyakit paru :-
 Riwayar penyakit DM : ada
 Riwayat kolesterol :-
 Riwayat alergi obat :-
 Riwayat kejang :-
 Riwayat stroke :-
 Riwayat penyakit maag :-
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa :-
Riwayat penyakit HT :-
Riwayar penyakit DM :-
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai PNS
Pengobatan menggunakan BPJS

III. Pemeriksaan Fisik


1. Status Present 26 November 2018
 Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4M6V15
 Tekanan darah : 200/100 mmHg
 HR : 86 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,2 oC
2. Status Internus
 Kepala : mesocephal
 Mata : Konjungtiva Anemis : (-/-) Sklera Ikterik : (-/-) Pupil : Isokor (+/+),
Refleks Cahaya : (-/-)
 Thorax
o Inspeksi : simetris kanan kiri
o Palpasi : pergerakan paru simetris, stem fremitus kanan=kiri
o Perkusi : sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+)
 Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
o Perkusi : timpani (+)
o Auskultasi: bising usus (+) normal
 Extremitas
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
3. Status Neurologis
a. Pemeriksaan Motorik
 Inspeksi : tidak terdapat kelainan di ekstremitas superior et inferior, dextra et
sinistra.
 Palpasi : otot kenyal, nyeri tekan (-), oedem (-)
Badan dan Anggota Gerak
1. ANGGOTA GERAK
MOTORIK
Motorik Superior Inferior
Pergerakan B/TB B/TB
Kekuatan 555/111 555/111
Tonus Normotonus Normotonus
Klonus -/- -/-
Trofi Eutrofi Eutrofi

SENSIBILITAS
Superior Inferior
Taktil DBN/ABNORMAL DBN/ABNORMAL
Nyeri DBN/ABNORMAL DBN/ABNORMAL
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi DBN/ABNORMAL DBN/ABNORMAL
2 titik
Posisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

REFLEK FISIOLOGIS
Dx Sx
Biceps ++ ++
Superior
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Inferior
Achilles ++ ++

REFLEKS PATOLOGIS
Dx Sx
Hoffman - -
Superior
Trommer - -
Babinski - -
Inferior Chaddock - -
Oppenheim - -

OTONOM
BAK (+)
BAB (+)

b. Gerakan-gerakan Abnormal
 Tremor :-
 Athetosis :-
 Korea :-
 Hemibalismus :-
c. Pemeriksaan N. Cranialis
N.I (OLFAKTORIUS) : DBN
N II (OPTIKUS)
 tajam penglihatan : DBN
 lapang penglihatan : Tes konfrontasi DBN
 melihat warna : DBN
 funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
N III (OKULOMOTORIUS), N IV (TROKLEARIS), N VI (ABDUCENS)
Dx Sx
PERGERAKAN DBN DBN
BOLA MATA
NISTAGMUS - -

EKSOFTALMUS - -

PUPIL bulat,isokor bulat,isokor


STRABISMUS - -

DIPLOPIA - -

N V (TRIGEMINUS)
Dx Sx
MEMBUKA MULUT DBN -

MENGUNYAH DBN -

MENGGIGIT DBN -

SENSIBILITAS DBN -
MUKA
REFLEK KORNEA DBN -

REFLEK DBN -
MASSETER

N VII (FACIALIS)
Dx Sx
MENGERUTKAN DBN DBN
DAHI
MENUTUP MATA DBN Menurun

LIPATAN DBN menurun


NASOLABIAL
MENGGEMBUNGKA DBN Menurun
N PIPI
MEMPERLIHATKAN DBN Datar
GIGI
MENCUCUKAN DBN Datar
BIBIR
PENGECAPAN 2/3 Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
ANTERIOR LIDAH
N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)
Dx Sx
SUARA BERBISIK DBN DBN

TES WEBER Tidak dilakukan Tidak dilakukan

TES RINNE Tidak dilakukan Tidak dilakukan

TES SCHWABACH Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N IX (GLOSSOPHARINGEUS)
Pengecapan 1/3 posterior lidah : Tidak dilakukan
Sensibilitas faring : Tidak dilakukan

N X (VAGUS)
Arkus faring : DBN
Berbicara : DBN
Menelan : DBN
Nadi : DBN

N XI (ACCESORIUS)
Mengangkat bahu : DBN
Memalingkan kepala : DBN

N XII (HYPLOGOSSUS)
Pergerakan lidah : Deviasi ke kiri
Tremor lidah :-
Artikulasi : tidak jelas
IV. Pemeriksaan Penunjang
USUL PEMERIKSAAN
a. Darah Rutin 21 Maret 2019
 Lekosit : 8,72 /ul
 Haemoglobin : 16,7/gr/dl
 Trombosit : 189/ul
 Hematokrit : 47,0%

b. Kimia Klinik
 Kolesterol total : 224 mg/dl
 Trigiseril :89 mg/dl
 HDL-Kolesterol :48 mg/dl
 LDL-Kolesterol :148 mg/dl
 Asam Urat :5,6 mg/dl
 Ureum :25 mg/dl
 Creatinin : 0,76 mg/dl

V. Usulan Pemeriksaan Penunjang :


- CTscan
- GDS
- EKG

VI. Diagnosis Banding


i. Stroke Hemoragik
ii. Stroke non hemoragik

VII. Assessment
Diagnosa Klinis :
 Hemiparesis sinistra sentral
 Paresis N. V sentral
 Paresis N.VII sentral
 Paresis N.XII sentral

Diagnosa Topis : Hemisfer serebri dextra


Diagnosa Etiologi : Stroke Hemoragik

VIII. Terapi
1. Medikamentosa :
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Citicolin 3x250mg
- Inj. Piracetam 3x1gr
- Inj. Cefotaxime 2x1gr
- Inj. Asam traneksamat 1x500mg
- Manitol 20% 1gr/kgBB IV

Edukasi

i. Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami.


ii. Melatih menggerakkan anggota gerak yang lemah secara berkala.
iii. Menganjurkan istirahat dan tidak melakukan aktivitas yang berlebihan.

IX. Prognosa
Quo ad vitam : Dubia Ad Malam
Quo ad sanam : Dubia Ad Malam
Quo ad fungsionam : Dubia Ad Malam

Anda mungkin juga menyukai