Anda di halaman 1dari 8

Rensa et al.

, Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

EFEKTIVITAS MODUL KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL PADA


MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEPERAWATAN
Rensa*, Kristina Lisum**, Jesika Pasaribu**, Sri Indiyah**
* Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta - INDONESIA
** Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Sint Carolus, Jakarta - INDONESIA

ABSTRACT
Background: Interprofessional education (IPE) is one of medical professionals’ need to manage the patients’
problem efficiently and comprehensively.
Method: This is a cohort prospective study that implemented mixed methods approach that consists of quantitative
and qualitative methods. Quantitative data is collected through the Interprofessional Collaborative Competencies
Attainment Survey (ICCAS) on pilot study, while qualitative data is collected through the open-ended questions
on Focus Group Discussion (FGD). This study involves students from Medical School, Atma Jaya Catholic
University and Sint Carolus Nursing School, all of them were at their fourth-year college.
Results: Pilot study obtains quantitave data from the ICCAS questionnaire, before and after Interprofessional
Learning (IPL) intervention. There are mean differences on domain collaboration before and after IPL intervention
using interprofessional communication module (mean difference 6 [95%CI 2 to 10], P 0,007).
Conclusion: There are significant differences in collaboration skills between FKUAJ and STIK’s college students
after IPL.

Keywords: interprofessional communication, interprofessional education, interprofessional learning.

ABSTRAK
Latar belakang: Interprofessional education (IPE) merupakan kebutuhan bagi profesi medis untuk mengelola
masalah pasien secara efisien dan menyeluruh.
Metode: Penelitian menggunakan studi kohort prospektif yang diimplementasikan dengan pendekatan
mixed methods yang terdiri dari metode kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui
instrumen Interprofessional Collaborative Competencies Attainment Survey (ICCAS) pada saat studi rintisan.
Data kualitatif dikumpulkan dari open ended questions pada Focus Group Discussion (FGD). Penelitian ini
melibatkan mahasiswa tahun keempat dari Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya (FKUAJ) dan Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatn (STIK) Sint Carolus.
Hasil: Studi rintisan mendapatkan data kuantitatif dari hasil penilaian kuesioner ICCAS sebelum dan
sesudah intervensi Interprofessional Learning (IPL). Hasilnya adalah terdapat perbedaan rerata yang bermakna
pada domain kolaborasi sebelum dan sesudah intervensi IPL dengan menggunakan modul komunikasi
interprofesional (mean difference 6 [95%CI 2 to 10], P 0,007).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan ketrampilan kolaborasi mahasiswa FKUAJ dan STIK yang bermakna
setelah pelaksanaan IPL.

Kata kunci: interprofessional education, interprofessional learning, komunikasi interprofesional

Contact: agnesrensa@gmail.com

Vol. 6 | No. 3 | November 2017 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education 163
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

PENDAHULUAN METODE
Tingginya beban kerja, adanya defisit tenaga Desain penelitian ini merupakan studi kohort
kesehatan, dan kebutuhan pasien yang kompleks prospektif yang diimplementasikan menggunakan
pada sistem pelayanan kesehatan saat ini,1,2 pendekatan mixed methods yang terdiri dari metode
membuat diperlukannya solusi dalam mengatasi kuantitatif dan kualitatif. Studi prospektif dipilih
kurangnya komunikasi antar profesi medis. Salah untuk memperoleh hasil dengan tingkat validitas
satu solusinya adalah dengan memperkenalkan yang lebih tinggi. Penelitian ini meliputi studi
metode pembelajaran Interprofessional Learning rintisan (pilot study) dan studi implementasi
(IPL) ke dalam kurikulum yang ada. Menurut World (full study). Data kuantitatif dikumpulkan
Health Organization (WHO) dan the UK Centre melalui instrumen Interprofessional Collaborative
for the Advancement of Interprofessional Education Competencies Attainment Survey (ICCAS) pada saat
(CAIPE),5 IPE merupakan “suatu pembelajaran dilakukannya studi rintisan. Evaluasi penelitian
bersama dimana mahasiswa dari dua atau lebih menyajikan data kuantitatif yang dapat dianalisis
profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama dengan alat statistik. Data kualitatif dikumpulkan
lain guna tercapainya peningkatan keterampilan dari open-ended questions pada Focus Group Discussion
kolaborasi antar profesi medis dan peningkatan (FGD). Open-ended questions yang diajukan kepada
kualitas pelayanan.” Sedangkan IPL terjadi dimana fasilitator dan mahasiswa dapat mengeksplorasi
dua atau lebih profesi kesehatan belajar di dalam pendapat pengguna mengenai modul komunikasi
dan di seluruh disiplin ilmu untuk meningkatkan interprofesional yang diterapkan. Pendapat ini
kemampuan berkolaborasi, pengetahuan dan nilai- akan dianalisis secara kualitatif dengan content
nilai yang diperlukan untuk menjamin peningkatan analysis. ICCAS merupakan instrumen penilaian
sistem pelayanan kesehatan.4 Praktek kolaboratif yang valid dan reliabel yang dikembangkan oleh
telah didefinisikan sebagai kemampuan untuk MacDonald et al pada tahun 2009. Kuesioner ini
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dibagikan sebanyak dua kali, yaitu pada awal dan
yang berbeda di antara tenaga kesehatan guna akhir kegiatan IPL.
memfasilitasi pengambilan keputusan dan proses
Pegangan modul yang digunakan berkaitan dengan
komunikasi saat merawat pasien.6
pembagian tanggung jawab diantara profesi dokter
Telah diakui bahwa kolaborasi interprofesional (IP) dan perawat, merupakan modul komunikasi
merupakan pendekatan yang efisien dan efektif interprofesional dokter-perawat yang telah
untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien, dirancang. Pembuatan modul ini membutuhkan
meningkatkan produktivitas tenaga kesehatan sebelas kerjasama antar profesi, untuk duduk
dan terutama berdampak positif bagi luaran klinis bersama, membicarakan, dan menyusun modul
pasien. Interprofessional education (IPE) tidak bersama. Modul ini merupakan modul untuk
dapat dipungkiri menjadi kebutuhan para profesi pembelajaran bersama yang dirancang oleh pihak
medis, khususnya bagi dokter dan perawat, untuk FKUAJ dan STIK Sint Carolus ini yang akan
mengelola masalah pasien secara lebih efisien dan diaplikasikan bagi mahasiswa tahun keempat.
komprehensif.2 Kemajuan IPE telah diteliti secara Modul yang dihasilkan dari IPE bertujuan untuk
global,3,4 namun merupakan hal yang dianggap menggambarkan desain modul dan sosialisasi
baru di Indonesia.1 Dengan demikian, penelitian workshop IPE dalam membantu calon dokter dan
IPE pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan perawat yang masih dalam masa pendidikannya
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) akan untuk dapat melakukan kerjasama yang baik,
bermanfaat untuk dilakukan, karena memberikan dimulai dari pemahaman mengenai masing-
data mengenai peran IPE dalam mengarahkan masing profesi. Tujuan pembuatan modul adalah
perkembangan komunikasi antar profesi dokter dan terciptanya kerjasama diantara dokter dan perawat
perawat. dalam melayani masyarakat, sehingga hubungan
jangka panjang yang profesional dapat dicapai.

164 Vol. 6 | No. 3 | November 2017| Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

Metode pembelajaran meliputi pemutaran video implementasi berasal dari revisi modul berdasarkan
sebagai reflective learning, Case-Based Learning masukan dalam studi rintisan. Studi implementasi
(CBL), debriefing dan feedback. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan modul yang telah
juga bersifat intervensi dengan adanya program didesain dan mendapatkan data lengkap dari
yang didesain untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dan fasilitator baik dari kedokteran
berkolaborasi dan komunikasi, serta pengetahuan maupun keperawatan. Studi implementasi akan
dan tingkat kesadaran mahasiswa kedokteran diterapkan untuk seluruh kelompok mahasiswa
akan pentingnya IPL. Intervensi dilakukan setelah yang mengikuti orientasi Kepaniteraan Umum
pengukuran yang pertama. Program didesain (Panum) tahun akademik 2014/2015. Data studi
dengan alokasi waktu sebanyak dua kali dalam implementasi akan diperoleh dari hasil focus
kurun waktu tiga minggu. Program intensif ini group discussion, melibatkan enam orang fasilitator
berisi diskusi interaktif dan kegiatan CBL dengan dan perwakilan mahasiswa kedokteran dan
tutor dari FKUAJ dan STIK, serta dosen tamu keperawatan, masing-masing sebanyak sepuluh
yang profesional di bidang komunikasi. Hasil studi orang, yang dipilih secara purposive sampling.
kuantitatif dan kualitatif evaluasi modul ini akan Pertimbangan lainnya adalah, satu kelompok CBL
berguna bagi pengembangan modul yang sesuai dalam setting IPL beranggotakan sepuluh orang,
bagi pembelajaran komunikasi interprofesional sehingga dengan sampel 180 mahasiswa akan
yang lebih terbaharui menurut pendapat pengguna. melibatkan 18 kelompok CBL dan 18 tutor dalam
Studi rintisan dilaksanakan untuk mengevaluasi angkatan tersebut. Jumlah ini memungkinkan tim
viabilitas kegiatan IPL sebelum diterapkan peneliti untuk memonitor proses penilaian para
pada mahasiswa kepaniteraan. Studi rintisan dosen.
ini menghadirkan masing-masing tiga dosen Sampel mahasiswa akan dipilih dengan
dan sepuluh mahasiswa dari FKUAJ dan STIK menggunakan random sampling dan sampel tutor
Sint Carolus. Studi rintisan bertujuan untuk menggunakan purposive sampling berdasarkan pada
mendapatkan gambaran nyata di lapangan kebersediaan tutor, fasilitator, dan dosen yang
bagaimana menjalankan modul komunikasi bersedia memfasilitasi kegiatan IPL dan menilai
interprofesional dan untuk mendapatkan masukan mahasiswa di kelompoknya. Artinya, bukanlah
langsung dari fasilitator dan mahasiswa. Kelompok mahasiswa yang dicari, tetapi tutor dan fasilitator
mahasiswa dipilih secara purposive dengan nilai yang dapat bekerjasama tersebut menjadi tutor dan
Indeks Pretasi Kumulatif (IPK) yang beragam. fasilitator untuk kelompok mahasiswa tertentu.
Fasilitator terpilih akan dilatih berdasarkan modul Studi ini sangat tergantung pada kemauan tutor,
yang akan didesain. Data studi rintisan diambil dari fasilitator dan dosen untuk bekerjasama, oleh
jawaban kuesioner demografik pada awal kegiatan karena itu, tidak ada kriteria inklusi pada sampel
IPL dan ICCAS sebagai pre- dan post-tests. mahasiswa, selain daripada mahasiswa tersebut
Untuk studi implementasi, besar sampel yang berstatus aktif dalam semester ganjil dan genap
diteliti berkisar antara 180-200 mahasiswa FKUAJ 2014/2015.
tingkat keempat dan 52 mahasiswa keperawatan Kriteria inklusi staf pengajar meliputi: (1) staf
jalur B STIK Sint Carolus, tahun ajaran 2014/2015. yang berminat dan bersedia untuk berkomitmen
Hal ini memenuhi kriteria besar sampel studi awal. memfasilitasi dan menilai 10 mahasiswa dalam
Kami melibatkan mahasiswa, yang masing-masing setting CBL; serta (2) staf yang memiliki
sudah melewati tahun keempat, dan persiapan pengalaman bekerja secara berkesinambungan
memasuki stase klinik di Rumah Sakit Pendidikan dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran
(untuk mahasiswa FK disebut sebagai masa maupun bimbingan selama beberapa kurun waktu,
kepaniteraan umum). seperti bimbingan akademik.
Modul komunikasi interprofesional (modul seri Setelah data penelitian diperoleh, coding dilakukan
pertama IPL) yang akan digunakan dalam studi dan diinput ke dalam Statistical Package for Social

Vol. 6 | No. 3 | November 2017 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education 165
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

Sciences (SPSS versi 20). Cross-Tabulation dibuat Komunikasi antar tenaga kesehatan yang efektif
dan dianalisa berdasarkan variabel yang diukur. sangatlah penting karena mampu memberikan tata
Kemudian, uji statistik dilakukan. laksana terintegrasi yang lebih baik.7

HASIL DAN PEMBAHASAN Studi Rintisan


Sejak tahun 1988, kolaborasi IP telah secara Studi rintisan mendapatkan data kuantitatif dari
internasional disahkan sebagai paket yang efisien hasil penilaian kuesioner ICCAS sebelum dan
dan berharga untuk meningkatkan hasil pelayanan sesudah intervensi IPL, yang melibatkan sepuluh
pasien, memperkuat kinerja tenaga kesehatan, orang mahasiswa tahun keempat dari FKUAJ dan
dan meningkatkan sistem pelayanan kesehatan.2,5 STIK Sint Carolus. Dari seluruh mahasiswa tahun
Menurut World Health Organization (WHO) dan the keempat tersebut, dua dari sepuluh orang adalah
UK Centre for the Advancement of Interprofessional mahasiswa FKUAJ, enam dari sepuluh orang
Education (CAIPE),5 IPE merupakan “suatu berjenis kelamin perempuan. ICCAS terdiri dari
pembelajaran bersama dimana mahasiswa dari dua enam domain pernyataan, yaitu tentang aspek
atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan tentang komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,
satu sama lain guna tercapainya peningkatan pendekatan terhadap pasien atau keluarganya,
keterampilan kolaborasi antar profesi medis dan manajemen konflik, dan fungsi tim. Kemudian,
peningkatan kualitas pelayanan.” Sedangkan IPL pilihan jawaban berupa penilaian dalam bentuk
terjadi dimana dua atau lebih profesi kesehatan skor 1 sampai dengan 7 (1: strongly disagree, 2:
belajar di dalam dan di seluruh disiplin ilmu moderately disagree, 3: slightly disagree, 4: neutral, 5:
untuk meningkatkan kemampuan berkolaborasi, slightly agree, 6: moderately agree, 7: strongly agree)
pengetahuan dan nilai-nilai yang diperlukan dan na=not applicable. (Tabel 1)
untuk menjamin peningkatan sistem pelayanan
kesehatan.4 Praktek kolaboratif telah didefinisikan
Tabel 1. Rerata skor ICCAS pre- dan post- intervensi
sebagai kemampuan untuk mengintegrasikan
(n = 10)
pengetahuan dan keterampilan yang berbeda
di antara tenaga kesehatan guna memfasilitasi Rerata Skor
No. Domain
pengambilan keputusan dan proses komunikasi saat Pre- Post-
merawat pasien.6 1 Komunikasi 5.8 6.7
2 Kolaborasi 5.4 7.5
Dalam setting IPL, pendidik kesehatan perlu 3 Peran dan tanggung jawab 5.8 6.5
menumbuhkan kompetensi IP, yang terdiri dari 4 Pendekatan terhadap pasien 5.8 6.5
keterampilan komunikasi, kolaborasi, peran dan dan keluarganya
tanggung jawab, praktek kolaboratif yang berpusat 5 Manajemen konflik 5.8 6.6
pada pasien dan keluarga, team functioning, dan 6 Fungsi tim 5.7 6.2
manajemen konflik.4 Namun, modul pertama
yang telah dirancang berfokus pada komunikasi Kemudian dilakukan uji non-parametrik untuk
interprofesional. Menurut penelitian yang dilakukan dua sampel yang saling berhubungan, dalam hal ini
oleh Suter et al, tenaga kesehatan yang profesional digunakan uji Wilcoxon. Hasilnya adalah terdapat
membutuhkan komunikasi interprofesioal sebagai perbedaan rerata yang bermakna pada domain
salah satu domain kompetensi yang terpenting kolaborasi sebelum dan sesudah intervensi IPL
dalam kolaborasi interprofesional. Mengembangkan (mean difference 6 [95%CI 2 to 10], P 0,007). Domain
kemampuan komunikasi dasar adalah area yang kolaborasi ini terdiri dari tiga aspek pernyataan,
umum bagi pendidikan tenaga kesehatan yang yaitu upaya untuk mencari rekan interprofesional
professional, namun mahasiswa cenderung memiliki (dokter/perawat) untuk membahas tentang
pengetahuan yang rendah atau pengalaman yang permasalahan yang ada; bekerja secara efektif
kurang terkait dengan komunikasi interprofesional. dengan rekan dokter/perawat untuk meningkatkan

166 Vol. 6 | No. 3 | November 2017| Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

mutu pelayanan; selalu belajar dari dan bersama ICCAS yang tidak berbeda bermakna secara
dengan rekan dokter/perawat. Sedangkan, kelima statistik (Tabel 2).
domain lainnya memiliki perbedaan rerata skor

Tabel 2. Perbedaan rerata skor ICCAS pre- dan post- intervensi IPL
Paired Difference
95% Confidence Interval of the
Domain Mean Sig. (2-tailed)
Difference
difference
Lower Upper
Communication 4.2 0.194 8.594 .059
Collaboration 6.1 2.104 10.096 .007*
Roles Responsibilty 2.5 1.451 6.451 .186
Collaborative 2.0 0.478 4.478 .101
Conflict Management 2.2 1.252 5.652 .183
Team_Functioning 1.0 1.336 3.336 .358
Overall Score 19.5 2.619 36.342 0,028*
*The significance level is .05

Hasil yang didapatkan ini serupa dengan penelitian Persiapan


yang dilakukan di Swiss oleh Team Strategies Pelatihan fasilitator tentang pemahaman isi dan
and Tools to Enhance Performance and Patient implementasi modul komunikasi interprofesional
Safety (TeamSTEPPS) pada 33 orang mahasiswa sebaiknya dijalankan secara simultan (dalam
keperawatan, dan mendapatkan peningkatan hasil tempat dan waktu yang sama). Tujuannya adalah
penilaian ICCAS yang bermakna secara statistik.9 supaya terjadi proses pengenalan terlebih dahulu
Semua responden menunjukkan hasil penilaian satu sama lain, berbagi tugas, dan seterusnya.
yang berbeda bermakna secara statistik, sebelum
dan sesudah IPE. Secara lebih spesifik, penelitian
kami menunjukkan komponen kolaborasi yang “Sebaiknya kita sebagai fasilitator pernah bertemu
secara signifikan lebih membaik dengan adanya sebelum menghadapi mahasiswa. Dalam artian,
intervensi IPL, dengan menggunakan modul saat kemarin pelatihan fasilitator seharusnya
komunikasi interprofesional. dijadikan satu bersamaan. Namun menjadi
tantangan ke depan adalah masalah waktu untuk
Berdasarkan hasil evaluasi studi rintisan, maka mempertemukan.” IPE FGD [1966-2648]
selanjutnya adalah hasil dari pengumpulan data
kualitatif, yang diperoleh dengan melakukan FGD
setelah intervensi IPL, dengan menggunakan Fasilitor cadangan harus juga dipersiapkan, dan
modul komunikasi interprofesional. Dua puluh harus mengikuti pelatihan yang sebelumnya.
enam orang responden mengikuti penelitian ini Sebagai antisipasi kemungkinan mendadak ada
(sepuluh orang mahasiswa keperawatan-STIK, fasilitator yang berhalangan hadir.
sepuluh orang mahasiswa FKUAJ, dan enam
orang staf pengajar / fasilitator). Responden dibagi “Mengenai fasilitator, harus ada cadangan, tiba-
menjadi tiga kelompok, yaitu untuk para fasilitator, tiba ada yang batal jadi sulit. Harus ada cadangan
mahasiswa FKUAJ dan mahasiswa STIK. Evaluasi 2 tim. Bisa dirolling juga kalau ada 2 cadangan.”
yang diberikan terkait beberapa aspek, mulai dari IPE FGD [15114-15261]
persiapan, pelaksanaan, modul, dan sebagainya.

Vol. 6 | No. 3 | November 2017 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education 167
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

Selain itu, persiapan terkait teknis pelaksanaan Skenario kasus pasien dan format ISBAR yang
acara, seperti perlengkapan (ruangan, LCD, sound ada di dalam modul harus disesuaikan agar sesuai
system, dan sebagainya) menjadi hal yang sangat dengan kompetensi dokter umum dan tidak terlalu
penting untuk dilakukan, mengingat jumlah rumit bagi mahasiswa keperawatan.
mahasiswa yang cukup banyak, yakni lebih dari
seratus orang.
“... ini kan yang dokter akan menjadi dokter
umum, bukan spesialis. Akan ada di layanan
“Hari pertama agak sedikit kacau karena dari puskesmas, klinik, UGD. Kalau DM banyak
media (proyektor) tidak berfungsi salah satu. Dari variasi penatalaksanaan terlalu melebar, konsep
suara, menampilkan video dengan suara seperti komunikasi tidak dapat. Intinya skenario harus
hujan, tidak bisa dicampur saat bicara dengan dibuat sesuai dengan dokter umum, bukan dokter
mike. Proses agak telat sedikit, pelaksanaan agak kepaniteraan. Dokter IGD, jaga bangsal, atau
mundur. Kesulitan di setting ruangan. Kalau dokter klinik.” IPE FGD [8480-9228]
ruangan cukup kondusif, pasti enak putar-putar
per kelompok. Jadi memakan waktu di sana.” IPE
FGD [2649-3129] Pelaksanaan Case-Based Learning (CBL) harus
dipikirkan kembali supaya lebih efisien dan alur
nya lebih jelas, terutama bagi pasien simulasi dan
Modul Komunikasi Interpersonal fasilitator.
Komponen dari checklist ISBAR dapat diringkas
sebagai berikut8: “Revisi alur yang peserta FK keluar ruangan
supaya lebih efisien, tetap yang utama adalah
I : Identifikasi diri anda (RS, bangsal, peran)
konsep komunikasi, dalam komunikasi mau
Memperkenalkan pasien (nama, tanggal
ditekankan titik-titiknya adalah demikian. Perawat
lahir, umur, kelamin, lokasi)
pasien sebelum dokter periksa, kemudian laporan
S : Situasi, secara singkat menyatakan masalah dokter oleh perawat. Momen itu tidak harus ada
dan diagnosis pasien, apa, kapan, seberapa pasien. Pada saat laporan kita mau supaya belum
parah? Tanggal penerimaan, masalah utama ada pasien.” IPE FGD [9296-12490]
saat ini dan alasan penyerahan.
B : Background, Informasi yang relevan
Menurut Riva et al,10 mengembangkan komunikasi
berkaitan dengan pasien, riwayat pengobatan,
merupakan tujuan dari pengamatan terhadap IPE.
alergi, hasil pemeriksaan penunjang.
Pengembangan komunikasi ini meliputi tahap
A : Assessment, Bagaimana hasil pemeriksaan persiapan, observasi aktif, dan komponen reflektif,
fisik dari hasil observasi klinik pasien? Apa sama halnya seperti yang telah dilakukan pada
yang Anda pikirkan masalahnya? Apa yang penelitian ini.10
Anda ingin (saran, perintah, transfer)? Apa
yang Anda minta anggota medis lain untuk Dampak bagi Para Mahasiswa
lakukan? Bagaimana tingkat urgensinya?
Bagi mahasiswa kepaniteraan FKUAJ, kegiatan
Apa rencana anda?
ini sangat menambah wawasan tentang bagaimana
R : Recommendation, Apa rekomendasi melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain
penanganan dan tatalaksana yang akan Anda yang berbeda latar belakang, usia, dan pengalamana
berikan untuk pasien tersebut? Memperjelas kerja. Bahkan terlihat lebih “pasif” dalam mengikuti
dan memeriksa pemahaman bersama. Siapa alur CBL. Tapi hal ini, dapat diatasi karena
yang bertanggung jawab? Apa yang perlu pelaksanaan CBL dilakukan sebanyak dua kali,
dicapai untuk pemulangan pasien dan oleh sehingga ada perbaikan performa pada pertemuan
siapa? kedua.

168 Vol. 6 | No. 3 | November 2017| Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

“Dari awal langsung ada gap usia, cara berbicara, Peneliti berharap agar hasil dari penelitian ini
mahasiswa FK belum terbiasa. Ini pertama kali dapat menjadi proses yang berkelanjutan, sehingga
mereka interaksi juga dengan keperawatan. Biasa nantinya dalam IPE dengan dihasilkannya modul-
mereka ujian hanya dengan probandus. Apakah modul berseri, dan tim yang bekerja tidak perlu
sebaiknya dipasangkan dengan perawat jalur A, memulainya kembali dari awal. Hal ini disebabkan
yang sama-sama dari SMA. Jadi yang memang karena komunikasi yang efektif pada clinical
ingin mengikuti program profesi. Namun jalur handover merupakan komponen penting untuk
A hanya ada di bulan September. Ini tantangan meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi
bila ada kerjasama dari dua institusi yang memiliki outcome yang merugikan. Pengembangan sistem
perbedaan kalender akademik.” IPE FGD [3130- clinical handover seperti Standard Operating Procedure
4390] telah menunjukkan dapat mengurangi kegagalan
sistem. Dalam konsultasi dengan dokter, perawat
Perbedaan sistem pendidikan, dimana pada dan petugas kesehatan lainnya di Pusat Layanan
mahasiswa kepaniteraan umum yang baru akan Kesehatan di Australia, checklist clinical handover
terpapar dengan situasi klinik, tentu terlihat kurang dipergunakan untuk menstandardisasikan proses
percaya diri dalam berperan sebagai dokter yang komunikasi.
sebenarnya. Sedangkan, mahasiswa STIK sudah Praktek pelayanan kesehatan modern sekarang
lebih berpengalaman dalam berinteraksi dengan ini memerlukan praktisi medis yang memiliki
pasien simulasi. keterampilan untuk berkolaborasi. Banyak
kesalahan dalam perawatan pasien terjadi karena
“Mahasiswa kita (FKUAJ), knowledge banyak tapi komunikasi yang tidak efektif dan / atau kurangnya
berputar-putar di dalam, cara menyampaikannya penyediaan pelayanan yang terpadu. Dengan adanya
bingung. Entah masalah di clinical reasoning persamaan persepsi yang dipupuk sejak awal masa
atau komunikasi. Mungkin kurang di sistematika pembelajaran, maka diharapkan hubungan kerja
berpikir.” IPE FGD [15451-15982] yang profesional dapat dicapai pada masanya calon
dokter dan perawat ini menjalankan tugasnya.
Terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat Berdasarkan evaluasi yang dilakukan di akhir
keberhasilan IPL dalam pembelajaran terhadap studi implementasi, maka dirumuskan beberapa
mahasiswa kedokteran dan keperawatan. Bridges saran untuk penelitian selanjutnya, yakni: (1)
et al menyatakan bahwa dukungan administrasi, perbaikan skenario yang lebih disesuaikan dengan
infrastruktur program interprofesional, fakultas kompetensi dokter umum; (2) modul komunikasi
yang berpengalaman dan berkomitmen dalam interprofesional sebaiknya harus dipahami secara
menjalankan program pembelajaran ini, serta tepat oleh para fasilitator sebelum pelaksanaan IPL,
pemberian penghargaan kepada mahasiswa yang sehingga pelatihan para fasilitator (FK dan STIK)
telah memberikan usaha maksimal dalam proses seharusnya dilakukan bersamaan; (3) persiapan
belajar.11 teknis, terutama perlengkapan dalam pelaksanaan
CBL dan pasien simulasi harus dipastikan dapat
Studi ini belum menggunakan instrumen yang lebih
berjalan dengan baik sebelum acara berlangsung;
lengkap dalam penilaian kemampuan komunikasi,
serta (4) instrumen pengumpulan data kuantitatif
kolaborasi interprofesional lainnya, seperti Team
dan kualitatif sebaiknya diseragamkan, antara studi
Observed Structured Clinical Encounter (TOSCE)
rintisan dan studi implementasi.
pada saat studi rintisan maupun implementasi.
Data FGD saat studi rintisan tidak dikumpulkan,
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan hasil KESIMPULAN
pada studi implementasi. Selain itu, pengisian Berdasarkan hasil penilaian dengan ICCAS,
kuesioner ICCAS saat studi implementasi juga terdapat perbedaan ketrampilan kolaborasi
tidak dikerjakan. mahasiswa FKUAJ dan STIK yang bermakna

Vol. 6 | No. 3 | November 2017 | Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education 169
Rensa et al., Efektivitas Modul Komunikasi Interprofesional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Keperawatan

secara statistik. Hal ini dinilai sebelum dan sesudah Networks Nursing and Midwifery HumanResources
dilakukan intervensi IPL, dengan menggunakan for Health, 2010. Switzerland: World Health
modul komunikasi interprofesional dokter – Organization.
perawat. 6. Office of Interprofessional Education and Practice
(OIPEP). In: Collaborative Practice Assessment
Tool (CPAT). 2009. Ontario: OIPEP.
DAFTAR PUSTAKA 7. Interprofessional Education Collaborative Expert
1. Freeth D. Interprofessional Education. In: Swanwick Panel. Core Competencies for Interprofessional
T, editor. Understanding Medica Education: Collaborative Practice: Report of an Expert Panel.
Evidence, Theory and Practice. 1st ed. UK: The 2011. Washington DC: Interprofessional Education
Association for the Study of Medical Education; Collaborative.
2010. 8. National Early Warning Score and Associated
2. Barr H. Interprofessional Education. In: Dent JA, Education Programme. Effective Clinical
Harden RM, editors. A Practical Guide for Medical Communication ISBAR (Identify-Situation-
Teachers. 3rd ed. UK: Churchill Livingstone Background-Assessment-Recommendation).
Elsevier; 2009. 2013;21.
3. American College of Clinical Pharmacy, Page RL, 9. Baker MJ, Durham CF. Interprofessional Education:
Hume AL, Trujillo JM, Leader WG, Vardeny O, A Survey of Students’ Collaborative Competency
et al. Interprofessional Education: Principles and Outcomes. J Nurs Educ. 2013; 52(12): 713–8.
Application A Framework for Clinical Pharmacy. 10. Riva JJ, Crombeen AM, Rycroft JE, Ainsworth
Pharmacotherapy: The Journal of Human KED, Gissler TP, Burnie SJ, et al. Interprofessional
Pharmacology and Drug Therapy. 2009; 29(7): 879. Education for Medical Students in Clinical Settings:
4. Canadian Interprofessional Health Collaborative A Practical Guide for an Elective Half-Day. J Can
(CIHC). Interprofessional Education and Core Chiropr Assoc. 2011; 55(3).
Competencies. Vancouver, Canada; 2007. 11. Bridges DR, Davidson RA, Odegard PS, Maki IV,
5. World Health Organization. In: Framework Tomkowiak J. Interprofessional Collaboration:
for Action on Interprofessional Education and Three Best Practice Models of Interprofessional
Collaborative Practice. Issue Health Professions Education. Med Educ Online. 2011, 16: 6035.

170 Vol. 6 | No. 3 | November 2017| Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia - The Indonesian Journal of Medical Education

Anda mungkin juga menyukai