Anda di halaman 1dari 91

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN SLEEP PARALYSIS


PADA MAHASISWA FIK UI ANGKATAN 2008

SKRIPSI

RUBY LARASATY
0806316240

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN SLEEP PARALYSIS


PADA MAHASISWA FIK UI ANGKATAN 2008

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Keperawatan

RUBY LARASATY
0806316240

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2012

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ruby larasaty

NPM : 0806316240

Tanda Tangan :

Tanggal : 5 Juli 2012

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat
menyelesaikan laporan penelitian tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Laporan penelitian ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Riset
Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selama menyusun tugas
akhir ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan, semangat, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan rasa hormat, terimakasih, dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia,
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed selaku KPS S1 FIK UI,
3. Ibu Dr. Yati Afiyanti S.Kp., M.N, selaku kordinator mata ajar skripsi,
4. Ibu Hening Pujasari, S.Kp., M.Biomed., MANP, selaku pembimbing skripsi. Terimakasih
Ibu, atas bimbingan dan arahan Ibu.
5. Ibu Fajar Tri Waluyanti S.Kp., M Kep, Selaku pembimbing skripsi. Terimakasih Ibu, atas
bantuan, bimbingan, dan arahan Ibu,
6. Bapak Sigit Mulyono, SKp.,MN, Selaku dosen yang banyak memberikan saya bimbingan
dan arahan terkait dengan masalah tidur,
7. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N, Selaku pembimbing akademik. Terimakasih atas
dukungan dan support Ibu,
8. Bapak Rachmono, Ayah tercinta, Terimakasih atas dukungan, semangat, dan nasehat
yang selalu Papa berikan,
9. Ibu Rosihah, Ibunda tercinta, terimakasih atas dukungan, semangat, nasehat, dan doa
yang senantiasa Ibu panjatkan untuk kesuksesan laporan penelitian saya ini,
10. Risty Rachmonicha., S.H. Terimakasih atas bantuan dan arahan kakak saat saya
mengalami kesulitan,
11. Teman-teman angkatan 2008 yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan support,

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


12. Teman-teman baik saya, Rina Siti, Sugistiawati, Adelina Anjani, Trecy Olivia, Adi Indra
Permana, Arya Adhiwijna, Syarifah Dwi Rahma, Fenny Ari, dan Raden Rangga
Ramadhan atas bantuan, support, dan semangat yang diberikan kepada saya,
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Saya menyadari bahwa laporan yang saya susun memiliki
banyak kekurangan, untuk itu saya sangat mengharapkan mendapatkan kritik dan saran agar
dapat memperbaiki diri. Akhir kata, saya berharap penelitian ini dapat bermanfaat tidak hanya
bagi saya, namun siapa saja yang mencintai ilmu pengetahuan.

Depok, 23 Juni 2012

Ruby Larasaty

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ruby Larasaty
NPM : 0806316240
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis pada Mahasiswa FIK-UI
Angkatan 2008

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 23 Juni 2012

Yang menyatakan

Ruby Larasaty ( )

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


ABSTRAK

Nama : Ruby Larasaty


Program Studi : Fakultas Keperawatan
Judul : Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis pada
Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008

Tingkat stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas tidur dan mempengaruhi munculnya
gangguan tidur seperti sleep paralysis. Penelitian ini membahas mengenai hubungan tingkat stres
dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK UI Angkatan 2008. Penelitian menggunakan
desain deskriptif korelatif. Sampel berjumlah 107 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia angkatan 2008. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Responden
mengisi kuesioner berupa data demografi, 18 pernyataan yang merujuk kepada Depression Anxiety Stress
Scales (DASS), dan 8 pernyataan mengenai sleep paralysis yang disusun peneliti berdasarkan penelitian
Cheyne et al (1999). Melalui hasil analisis chi square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres
dengan kejadian sleep paralysis. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kejadian sleep paralysis adalah
tingkat stres pada individu (p value 0,015; 0,05). Hasil menunjukan mahasiswa dengan tingkat stres
sedang dan mengalami sleep paralysis (95,2%); mahasiswa dengan tingkat stres tinggi dan mengalami
sleep paralysis (95,2%); dan mahasiswa dengan tingkat stres ringan dan mengalami sleep paralysis
(78,66%). Saran bagi penelitian selanjutnya adalah memperluas topik penelitian seperti meneliti
perbedaan jenis halusinasi tiap budaya di Indonesia serta menggunakan teknik pengambilan data total
sampling sehingga terlihat gambaran kejadian secara keseluruhan dalam suatu populasi.

Kata kunci: Keperawatan, Mahasiswa, Sleep Paralysis, Stres

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


ABSTRACT

This study used descriptive correlative design which aimed to identify the relationship between
stress levels and the incidence of sleep paralysis. This research was using sample amounted 107
students come from Faculty of Nursing University of Indonesia. Researcher also used accidental
sampling. Respondents were given questionnaires which was consists of 3 statements about
demographic data, 18 statements about the level of stress which was refers to the Depression
Anxiety Stress Scales (DASS), and 8 statement of sleep paralysis which was composed by
researchers based on research from Cheyne et al (1999). The result showed there was bound
relationship between stress levels and the incidence of sleep paralysis (p value 0.015; 0,05).
Results showed students with moderate levels of stress experienced sleep paralysis (95.2%);
students with high stress levels and experienced sleep paralysis (95.2%); and students with mild
stress levels and experienced sleep paralysis (78,66%). Researcher suggests for next research to
extend topic area (such as identifying different types of hallucinations in each region in all over
Indonesia). Researcher also suggests for using total sampling because it will probably describe
whole population.

Key word: Nursing, Sleep Paralysis, Stress, Student

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.i
PERNYATAAN ORISINALITAS......ii
HALAMAN PENGESAHAN.iii
KATA PENGANTAR.....iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
ABSTRAK.............. vii
DAFTAR ISI....ix
DAFTAR TABEL....xi
DAFTAR SKEMA...xi
DAFTAR LAMPIRAN...xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Perumusan masalah........... ....4
1.3 Tujuan penelitian................... ....5
1.4 Manfaat penelitian............... .5

BAB 2 ISI
2.1 Teori dan Konsep Stress .. 6
2.1.1 Sumber Stress....... 7
2.1.2 Tanda-Tanda Stres. 7
2.1.3 Kategori Stres 8
2.1.4 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres.. 9
2.2 Konsep tidur. 9
2.2.1 Fisiologi tidur..... 10
2.2.2 Pengaturan Tidur.... 10
2.2.3 Tahapan Tidur 11
2.2.4 Siklus Tidur 11
2.3 Gangguan tidur 12
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur 13
2.3.2 Jenis Gangguan Tidur 14
2.4 Sleep paralysis............ 15
2.4.1 Bagian Otak yang Mempengaruhi Sleep paralysis........................ 16
2.4.2 Etiologi Sleep paralysis................... 17
2.4.3 Patofisiologi Sleep paralysis...................... 17
2.4.4 Jenis-Jenis Sleep paralysis. 20
2.4.5 Hubungan Stres dengan Sleep paralysis. 20
2.4.6 Penelitian yang terkait.. 22
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENGETAHUAN
3.1 Hipotesis............ 24
3.2 Definisi Operasiona.... 24
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain penelitian.... 27
4.2 Populasi dan sampel... 27

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


4.3 Tempat dan waktu penelitian.. 30
4.4 Etika penelitian... 30
4.5 Alat pengumpul data.. 31
4.5.1 Instrumen...................... 31
4.5.2 Uji Instrumen.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 32
4.5.2.1 Uji Validitas Kuesioner.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 33
4.5.2.2 Uji Reliabilitas Kuesioner.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. 34
4.6 Metode pengumpulan data. 34
4.7 Pengolahan dan analisis data............. 36
4.7.1 Pengolahan Data.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 36
4.7.2 Analisis Data.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 38
4.8 Sarana penelitian........ 38
BAB 5. HASIL PENELITIAN
5.1 Pelaksanaan Penelitian.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 39
5.2 Penyajian Hasil Penelitian.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 39
5.2.1 Karakteristik Responden.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 39
5.2.1.1 Karakteristik Responden Usia.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 39
5.2.1.2 Karakteristik Responden Jenis Kelamin dan Suku.. .. .. .. .. 40
5.2.2 Tingkat Stres dan Kejadian Sleep Paralysis.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 44
5.2.2.1 Tingkat Stres.. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 44
5.2.2.2 Sleep Paralysis.. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 44
5.2.3 Hasil Analisis Bivariat.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 46
5.2.3.1 Hubungan Tingkat Stres & Kejadian Sleep Paralysis.. .. .. .. 46
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 48
6.1.1 Karakteristik Responden.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 48
6.1.2 Tingkat Stres .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 49
6.1.3 Sleep Paralysis.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 52
6.1.4 Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis.. .. .. .. .. 56
6.2 Implikasi keperawatan.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 61
6.3 Keterbatasan Penelitian.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 62
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 64
7.2 Saran.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 64
7.2.1 Bagi Ilmu Keperawatan.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 64
7.2.2 Mahasiswa mengalami sleep paralysis.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 65
7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 65

DAFTAR PUSTAKA ..................


LAMPIRAN

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 - Definisi Operasional


Tabel 4.1 - Tabel Urut Kuesioner
Tabel 4.2 - Tabel Pelaksanaan Penelitian
Tabel 5.1 - Distribusi Berdasarkan Usia
Tabel 5.2 - Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Suku
Tabel 5.3 - Distribusi Berdasarkan Tingkat Stres pada Bulan Mei 2012
Tabel 5.4 - Distribusi Jawaban terhadap Pernyataan Variabel Tingkat Stres
Tabel 5.5 - Distribusi Berdasarkan Kejadian Sleep Paralysis
Tabel 5.6 - Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis
Tabel 5.7 - Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 - Kerangka Teori

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I - Lembar Persetujuan Responden

Lampiran II - Kuesioner Penelitian

Lampiran III - Formulir Bimbingan

Lampiran IV - Biodata Peneliti

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia selama rentang kehidupan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Salah
satu tahap perkembangan yang dilalui adalah tahap perkembangan dewasa awal. Mahasiswa
merupakan golongan yang berada pada tahap dewasa awal. Mahasiswa sebagai golongan dewasa
awal juga rentan mengalami stres. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kay (2010) bahwa
mahasiswa khususnya yang berada pada lingkup sains memiliki tingkat stres yang tinggi karena
cenderung mendapatkan tekanan akademik. Stres ini dapat timbul karena mereka dituntut untuk
mencapai standar kesempurnaan yang ditunjang dengan jam waktu belajar yang melelahkan.

Kay (2010) menyebutkan bahwa mahasiswa yang berada dalam lingkup sains juga dihadapkan
pada stres sosial. Stres sosial yang dapat muncul seperti hubungan dengan peer group yang
buruk, masalah dengan teman sekamar, dosen, masalah di rumah, ekspektasi orang tua yang
tinggi, dan tekanan fisik. Selain itu, gagal dalam melaksanakan ujian juga dapat menjadi
penyebab stres. Tugas-tugas yang dihadapi dapat menyita waktu rekreasi mereka, sehingga
mahasiswa tersebut lebih rentan mengalami stres (Kay, 2010)

Mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 memiliki total sebanyak 144 SKS. Kegiatan mahasiswa FIK-
UI angkatan 2008 seperti praktek di rumah sakit dan di komunitas, membuat tugas-tugas laporan,
dan ujian secara langsung dan tidak langsung dapat berdampak pada kesehatan mental. Delapan
dari sepuluh mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 mengatakan bahwa mereka merasa tegang dan
stres jika tugas dan perkuliahan begitu padat. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas tidur
mereka. Pada penelitian yang dilakukan oleh Liu (2006), disebutkan bahwa angka kejadian
gangguan tidur akibat stres pada dewasa awal terjadi pada kisaran 10-13%. Pada penelitian yang
sama disebutkan bahwa individu yang memiliki gangguan tidur cenderung mengalami penurunan
dalam bidang akademis.

Maslow (1943) menyebutkan bahwa manusia memenuhi kebutuhan fisiologis seperti bernapas,
makan, minum, hubungan seksual, homeostasis, dan ekskresi. Salah satu kebutuhan dasar yang

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


penting pada teori ini adalah kebutuhan tidur. Tidur berfungsi untuk memulihkan dan
mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas. Tidur juga berfungsi untuk mengurangi
stres, kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan
aktivitas sehari-hari (Potter & Perry, 2005). Tanpa tidur yang cukup, seseorang menjadi lebih
sulit dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan.

Gangguan tidur dapat terjadi karena adanya gangguan mental atau psikologis pada diri
seseorang. Mahendran (2006) menyebutkan bahwa gangguan tidur sangat erat kaitannya dengan
kesehatan mental seseorang. Menurut The First International Pediatric Sleep Education Task
Force (2009), masalah tidur dapat berdampak pada kesehatan, kemampuan belajar, serta kualitas
hidup seseorang. Menurut data WHO (2007) sebanyak 450 juta penduduk di dunia mengalami
gangguan kesehatan akibat stres. Studi tersebut membuktikan bahwa masalah psikologis dengan
masalah tidur memiliki kaitan yang cukup erat.

Masalah tidur yang akan diangkat dalam skripsi ini terkait dengan salah satu gangguan tidur,
yaitu Sleep paralysis. Sleep paralysis menurut Cheyne (2005) merupakan suatu keadaan saat
individu tidur nyenyak, kemudian tersentak dan terbangun secara tiba-tiba. Sleep paralysis
merupakan fenomena yang kerap kali terjadi, tidak terkecuali pada mahasiswa. Menurut Liu
(2007) 62% dari 148 mahasiswa Ottawa Canada dilaporkan mengalami sleep paralysis. Pada
penelitian lainnya, dikatakan bahwa 30% dari sampel yang dilakukan pernah mengalami
setidaknya satu kali kejadian sleep paralysis selama hidupnya (Cheyne et al, 1999).

Ketika seseorang mengalami stres pikiran akan terpusat pada masalah yang sedang dihadapi. Hal
inilah yang menyebabkan seseorang menjadi tidak rileks. Perasaan tidak rileks tersebut dapat
mengacaukan siklus REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Saat
seseorang tertidur pada tahap REM, otot-otot akan berhenti bekerja/turned off. Sleep paralysis
terjadi saat seseorang tiba-tiba tersadar sebelum siklus tidur REM berakhir sehingga mengalami
kesulitan bergerak dan berbicara (Cheyne, 2002). Beberapa responden mengatakan mereka
mengalami halusinasi saat sleep paralysis terjadi. Biasanya saat seseorang tiba-tiba masuk ke
tahap NREM 1 atau 2 saat berada pada tahap REM seolah-olah mereka melihat sosok gaib secara
nyata. Padahal sosok gaib tersebut adalah halusinasi dari mimpi yang terjadi saat tahap REM
(Cheyne, 2002)

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Peneliti tertarik mengangkat topik sleep paralysis dalam penelitian ini melihat banyaknya data
subjektif dari beberapa sumber. Masyarakat diberbagai belahan dunia menurut beberapa jurnal
menyatakan pernah mengalami sleep paralysis. Menurut Carl (2008) Masyarakat Amerika
berkulit hitam dilaporkan mengalami kejaidan sleep paralysis lebih tinggi dibandingkan dengan
White Americans. Menurut penelitian lain disebutkan bahwa 80% responden yang terdiri dari
West Indians dan Carribeans dilaporkan mengalami sleep paralysis lebih dari satu kali selama
hidupnya (Smith, 2008). Selain itu, menurut Bloom (1965), wanita berusia 30 tahun di North
Village in Alaska mengalami kejadian sleep paralysis sejak usia 8 tahun dan tidak hilang sampai
mereka beranjak dewasa.

Peneliti telah melakukan wawancara dengan mahasiswa FIK-UI khususnya Angkatan 2008, 48
dari 135 mahasiswa FIK-UI 2008 secara subjektif menyatakan pernah mengalami sleep
paralysis. Hubungan antara kejadian sleep paralysis dengan tingkat stres pada mahasiswa FIK-
UI khususnya angkatan 2008 perlu diteliti. Peneliti menyadari bahwa gangguan tidur pada
mahasiswa penting untuk diidentifikasi sedini mungkin. Hal ini dilakukan untuk mencegah
dampak buruk yang terjadi akibat gangguan tidur dan stres.

1.2 Perumusan masalah


Stres merupakan gangguan psikologis yang kerap terjadi pada manusia tidak terkecuali dewasa
awal. WHO (2007) menyebutkan bahwa sebanyak 450 juta penduduk di dunia mengalami
gangguan kesehatan akibat stres. Stres juga dapat menjadi pemicu munculnya gangguan tidur.
Mahendran (2006) menyebutkan bahwa gangguan tidur erat kaitannya dengan kesehatan mental
seseorang.

Stresor pada mahasiswa khususnya mahasiswa yang berada di FIK-UI yang memiliki total 144
SKS, praktek rumah sakit, dan komunitas. Selain itu, tugas laporan dan ujian secara langsung
dan tidak langsung dapat berdampak pada kualitas tidur mereka. Berbagai gangguan tidur dapat
terjadi, salah satunya adalah sleep paralysis.

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, hubungan antara stres dengan kejadian sleep paralysis
yang terjadi pada mahasiswa FIK-UI perlu diteliti. Hal ini dilakukan peneliti untuk

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


mengidentifikasi hubungan stres pada mahasiswa FIK-UI, sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan gangguan tidur pada mahasiswa FIK-UI. Setelah dilakukan pengambilan sampel
kepada 107 responden dan dilakukan pengolahan data maka ditemukan terdapat hubungan antara
tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
memberikan kontribusi kepada Fakultas Ilmu Keperawatan dalam mengetahui gambaran tingkat
stres pada mahasiswa angkatan 2008 dan pengaruhnya terhadap kejadian sleep paralysis.
Sehingga diharapkan institusi dapat menurunkan beban kerja mahasiswa yang diharapkan dapat
menurunkan resiko gangguan tidur pada mahasiswa.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara stres dengan
kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI.

Tujuan khusus:
Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:
1. Gambaran usia, jenis kelamin, dan suku pada mahasiswa FIK-UI
2. Gambaran tingkat stres pada mahasiswa FIK-UI
3. Gambaran kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI
4. Hubungan antara stres dan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI 2008.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Profesi keperawatan
Dapat digunakan untuk mengembangkan pelayanan keperawatan yang lebih berkualitas.
Selain itu, penelitian yang disusun dapat digunakan untuk membantu praktisi kesehatan dalam
mengurangi angka kejadian sleep paralysis.
2. Institusi pendidikan
Penelitian ini digunakan untuk memberikan sumbangsih dalam pengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya area keperawatan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
untuk mengembangkan lebih jauh mengenai kejadian sleep paralysis melihat minimnya
penelitian mengenai sleep paralysis di Indonesia

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


3. Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk memotivasi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 2
STUDI KEPUSTAKAAN

Bagian ini akan menjelaskan mengenai landasan teori dan konsep yang akan digunakan sebagai
dasar acuan dalam menyusun penelitian ini. Teori dan konsep tersebut antara lain mengenai teori
dan konsep stres, tidur, gangguan tidur, dan sleep paralysis. Konsep dan teori ini selanjutnya
dilakukan studi kepustakaan untuk dikaitkan dengan judul dan tujuan dari penelitian. Studi
kepustakaan merujuk pada referensi, buku teks, jurnal, skripsi, tesis, dan sebagainya.

2.1 Teori dan Konsep Stres


Stres merupakan suatu keadaan ketika seseorang merasakan ketidaknyamanan mental dan batin
yang diakibatkan oleh perasaan tertekan. Definisi stres juga banyak diungkapkan oleh berbagai
sumber. Stuart dan Laraia (2005), menyebutkan bahwa stres merupakan kondisi yang
menyebabkan seseorang merasa mendapatkan tantangan atau perlakuan yang mengganggu
kondisi dinamis. Stres menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) adalah gangguan atau
kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik. Stres merupakan
stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan negatif pada fisik dan
psikis seseorang ( Isaacs, 2004 dalam Sriati, 2008).

Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa stres muncul karena adanya stimulus. Stimulus
berupa stresor dari luar yang mengancam individu. Hal ini secara langsung dapat menekan emosi
individu tersebut. Menurut Heger (2005), stres bersifat individual dan pada dasarnya bersifat
merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang
dirasakan. Dapat disimpulkan jika stres tidak ditangani, maka stres dapat menyebabkan
kehancuran pada diri individu dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


2.1.1 Sumber Stress
Menurut Maramis (2008), terdapat 3 sumber stres yaitu :
1. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu sumber stres pada individu. Sebagai contoh seeorang
mahasiswa. Mahasiswa dihadapkan pada beban dan tuntutan dari lingkungan. Selain itu,
mahasiswa kerap kali memiliki konflik permasalahan dengan teman sebaya. Berbagai macam
permasalahan tersebut pada akhirnya dapat memicu timbulnya stres.
2. Tubuh
Tubuh juga berespons terhadap perubahan yang terjadi. Ketika stres terjadi, kecemasan dan
beban pikiran muncul. Tubuh akan melakukan serangkaian proses homeostasis dalam
mempertahankan keseimbangan. Ketika stres terjadi, seseorang akan terfokus pada
permasalahan yang dihadapi. Hal inilah yang akan menyebabkan individu kesulitan untuk
tertidur. Dampak bagi kesehatan tubuh adalah individu menjadi lebih rentan terkena penyakit.
3. Pikiran
Pikiran dapat menimbulkan stress. Berbagai problematika yang kompleks jika dipikirkan
secara mendalam dapat menyebabkan seseorang kehilangan gairah untuk melakukan suatu
kegiatan.

2.1.2 Tanda-Tanda Stres


Stres dapat mempengaruhi tubuh dan jiwa seseorang. Saat seseorang stres, tubuh, jiwa, dan
perilaku individu akan menampakan tanda-tanda stres. Tanda fisik yang timbul akibat stres
adalah cemas, panik, adanya tekanan, terburu-buru, dan irritable (World Health Organization,
2007). Gejala fisik yang muncul akibat stres adalah lelah, insomnia, nyeri kepala, berdebar-
debar, nyeri dada, napas pendek, gangguan lambung , mual, gemetar, ekstremitas dingin, wajah
terasa panas, berkeringat, sering flu, menstruasi terganggu, otot kaku dan tegang terutama pada
bagian leher, bahu, dan punggung bawah (Maramis, 2008 ). Gejala mental yang muncul akibat
stres seperti berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-ragu, bingung, kosong, pikiran penuh
dan kosong.

Gejala fisik dan berbagai gejala emosi dapat mengindikasikan seseorang mengalami stres.
Gejala emosi seperti cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan, frustasi, menangis tiba-

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


tiba, phobia, rendah diri, merasa tak berdaya, menarik diri dari pergaulan, dan menghindari
kegiatan yang sebelumnya disenangi, juga menjadi beberapa indikator seseorang sedang
mengalami stres. Selain itu, Gejala perilaku yang muncul adalah mondar mandir, gelisah,
menggigit kuku jari, menggerak-gerakkan anggota badan atau jari-jari, perubahan pola makan,
merokok, minum-minuman keras, menangis, berteriak, mengumpat, bahkan melempar barang
atau memukul (Maramis, 2008). Timbulnya kebiasaan menggaruk-garuk kepala, menggigit-gigit
kuku, menggosok-gosok tangan, dan gejala lain merupakan wujud adanya ketegangan (Smet,
1994).

2.1.3 Kategori Stres


Menurut Perry dan Potter (1997), kategori stres dibagi menjadi tiga yaitu stres fisik, stres
fisiologis, dan stres psikososial. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga bagian
tersebut.
1. Stres fisik
Stres fisik adalah jenis stress yang dapat disebabkan oleh zat kimia, suhu yang terlalu dingin,
suhu yang terlalu panas, kurang cahaya, dan lain sebagainya. Ketidaknyamanan keadaan fisik
tersebut menyebabkan seseorang menjadi stres.
2. Stres Fisiologis
Stres fisiologis merupakan stres yang muncul akibat respon dari tubuh seseorang. Respon
yang dapat muncul meliputi nyeri dan kelelahan. Nyeri yang muncul dapat terjadi akibat
penyakit ataupun operasi. Sedangkan, kelelahan dapat menyebabkan seseorang berpotensi
mengalami stres.
3. Stres psikososial
Stres psikososial biasanya disebabkan oleh kegagalan, kematian, perceraian orang tua,
pernikahan usia dini, beban tugas kuliah yang berat, masalah percintaan, perasaan gagal,
beban kerja yang berat, kecemasan, dan sulit belajar (Suzanne & Brenda, 2007).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


2.1.4 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres
Beberapa tipe kepribadian dapat berkontribusi terhadap timbulnya stres pada diri seseorang.
Suzanne dan Brenda (2007) menyebutkan bahwa tipe kepribadian pada mahasiswa yang rentan
mengalami stres yaitu:
1. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, dan marah (emosional)
2. Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, dan percaya diri berlebihan (over confidence)
3. Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak dapat diam
4. Belajar tidak mengenal waktu (workaholic)
5. Pandai berorganisasi, memimpin, dan memerintah (otoriter)
Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), dan serba tergesa-gesa
6. Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati, dan bila tidak tercapai
maksudnya mudah bersikap bermusuhan
7. Tidak fleksibel

2.2 Konsep tidur


Maslow (1943) menyebutkan bahwa manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologis seperti
bernapas, makan, minum, hubungan seksual, homeostasis, ekskresi, dan tidur sebelum naik
ketingkat selanjutnya. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang penting karena ketika
tidur tubuh akan mengalami relaksasi dan merupakan proses pemulihan tubuh. Tidur adalah
suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang dan dapat dibangunkan kembali dengan indra
atau rangsangan yang cukup (Guyton, 1987). Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal,
tingkatan kesadaran menurun, terdapat perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan adanya
penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.

2.2.1 Fisiologi tidur


Tidur adalah sebuah siklus. Setiap manusia memiliki siklus meskipun tiap individu memiliki
siklus tidur yang berbeda. Perry dan Potter (1997) menyatakan irama tidur termasuk dalam irama
sirkadian atau irama 24 jam. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi fisiologis utama dan
pola perilaku, seperti perubahan suhu, denyut jantung, fluktuasi tekanan darah, sekresi hormon,
kemampuan sensorik dan suasana hati.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Irama sirkadian dipengaruhi oleh cahaya, suhu, tingkat aktifitas, dan rutinitas. Setiap orang
memiliki siklus tidur yang berbeda. Beberapa orang dapat tertidur pada pukul delapan malam,
beberapa orang lainnya dapat tertidur pada pukul dua pagi Hal ini dipengaruhi oleh hal-hal yang
disebutkan diatas (Perry & Potter, 1997).Rutinitas kuliah, beban pelajaran yang berat, memiliki
permasalahan pribadi, dan kurangnya dukungan social/spiritual dapat mempengaruhi irama tidur
seseorang. Jika siklus tidur-bangun seseorang berubah, maka dapat memperburuk kualitas tidur
mereka (Perry&Potter, 1997).

2.2.2 Pengaturan Tidur


Pengaturan tidur diatur oleh dua mekanisme serebral yang menekan pusat otak yaitu SAR
(System Activating Reticular) dan BSR (Bulbar Synchronizing Reticular). Mekanisme serebral
SAR mengatur proses tertidur dan mekanisme BSR mengatur respon terbangun. SAR terletak di
batang otak yang paling atas. SAR memiliki sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan
terjaga. SAR menerima stimulus sensori visual, pendengaran, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks
serebral seperti emosi dan pikiran juga turut menstimulasi SAR. SAR memproduksi katekolamin
dan epinefrin (Sleep Research Society, 1993).
Tidur dapat terjadi dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur pada pons, otak
tengah, dan otak depan. Daerah otak tengah disebut juga dengan daerah sinkronisasi bulbar
(BSR). Seseorang yang terjaga atau tertidur ditentukan oleh impuls yang diterima dari pusat otak
yang tertinggi. Ketika seseorang menutup mata sebagai usaha untuk tertidur, maka tubuh akan
relaksasi. Selanjutnya stimulus SAR akan menurun. Jika ditunjang dengan ruangan yang gelap
dan sunyi, maka SAR akan semakin menurun yang selanjutnya diambil alih oleh BSR.

2.2.3 Tahapan Tidur


Perry & Potter (1997) membagi tidur memiliki dua tahap, yaitu :
1. Tahap NREM ( Non Rapid Eye Movement)
Saat seseorang memasuki tahap NREM, pergerakan mata menjadi semakin lambat. Tahap
NREM memiliki empat tahap. Seluruh tahap NREM terjadi dalam 90 menit. Tidur dari tahap
satu sampai ke-tahap empat akan menurun dan bertambah dalam. Tidur awal atau disebut
dengan tidur dangkal merupakan karakteristik dari tahap satu dan dua. Pada tahap ini,

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


seseorang mudah terbangun. Pada tahap tiga dan empat melibatkan tidur lebih dalam dan
menghasilkan gelombang yang rendah sehingga lebih sulit untuk dibangunkan.
2. Tahap REM ( Rapid Eye Movement )
Tahap REM adalah tahap tidur paling dalam. Mimpi dapat terjadi di tahap ini. Tahap ini
disebut juga dengan tahap pergerakan mata cepat. Siklus ini adalah siklus akhir dan
konsolidasi memori (Karni, dkk 1994).

2.2.4 Siklus Tidur.


Seseorang yang mencoba tertidur akan mengalami rasa kantuk yang terus meningkat secara
bertahap. Setiap orang akan melewati dua siklus yaitu siklus REM (Rapid Eye Movement) dan
NREM (Non Rapid Eye Movement). Siklus NREM terdiri dari empat yaitu NREM 1, NREM 2,
NREM 3, dan NREM 4. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap REM. Perubahan dari tahap ke
tahap didukung pula dengan pergerakan tubuh dan perpindahan kesadaran (Closs, 1998). Adapun
tahapan siklus tidur adalah sebagai berikut :
1. Tahap NREM 1
Tahap NREM adalah tahap pertama saat seseorang mulai untuk tertidur. Penurunan secara
bertahap dari mulai tanda-tanda vital dan metabolisme. Ketika memasuki tahap ini, seseorang
sangat mudah terbangun oleh stimulus sensori dan suara. Tahap ini berakhir setelah beberapa
menit.
2. Tahap NREM 2
Tahap NREM merupakan tahap kemajuan relaksasi. Kesadaran mulai menurun dan fungsi
tubuh juga semakin menurun. Tahap ini berakhir pada menit ke 10 sampai 20.
3. Tahap NREM 3
Tahap awal baru untuk tidur yang lebih dalam. Orang yang sudah masuk dalam tahap ini
akan sulit untuk terbangun dan jarang bergerak. Otot-otot berada dalam keadaan relaksasi
penuh. TTV menurun secara teratur. Tahap ini berakhir setelah 15 sampai dengan 30 menit.
4. Tahap NREM 4
Tahap ini merupakan tahap paling dalam. Ketika seseorang masuk kedalam tahap ini akan
sulit untuk dibangunkan. Tanda tanda vital semakin menurun dan tahap ini terjadi selama 15-
30 menit.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


5. Tidur REM
Mimpi dapat terjadi pada tahap REM. Tahap ini terjadi setelah 90 menit tertidur. Pada tahap
ini ditandai dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung,
kecepatan respirasi serta fluktuasi tekanan darah, dan peningkatan sekresi lambung. Saat
memasuki tahap ini seseorang sulit untuk dibangunkan. Lama siklus ini sekitar 20 menit.

2.3 Gangguan Tidur


Gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi gangguan tidur primer dan gangguan tidur
sekunder. Gangguan tidur primer jika seseorang mengalami gangguan tidur tanpa penyebab lain.
Sedangkan, gangguan tidur sekunder yaitu gangguan tidur yang diakibatkan oleh gejala klinis
seperti disfungsi, depresi, atau alkoholik.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur


Gangguan tidur dapat muncul akibat berbagai faktor seperti gaya hidup, lingkungan tidak
nyaman, emosi yang tidak stabil, pola tidur yang mengantuk pada siang hari, latihan fisik dan
kelelahan, serta asupan makan dan kalori. Faktor-faktor gangguan tidur menurut Perry dan Potter
(1997) adalah:
1. Gaya hidup
Rutinitas harian dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seorang mahasiswa yang belajar
selama dua minggu sebelum ujian seringkali mengalami perubahan jadwal tidur. Kesulitan
mempertahankan kesadaran pada saat belajar di ruang kuliah menyebabkan penurunan
performa seseorang.
2. Lingkungan yang tidak nyaman
Lingkungan adalah faktor yang paling penting untuk seseorang dapat tertidur lelap.
Lingkungan yang berisik, terlalu panas, atau terlalu dingin dapat mengurangi kenyamaan
seseorang.
3. Emosi yang tidak stabil
Kecemasan dan perasaan stres dapat mengganggu pola tidur seseorang. Mahasiswa yang
berada pada jurusan science, dihadapkan pada pola belajar yang berat dan beban mata kuliah
yang cenderung sulit. Hal ini sangat mudah sekali untuk memicu perasaan stres dan cemas.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


4. Pola tidur mengantuk pada siang hari
Pada mahasiswa yang berada pada jurusan science khususnya, beratnya mata kuliah yang
dihadapi, ditunjang dengan tugas yang padat, dapat menyebabkan gangguan pola tidur.
Mahasiswa pada jurusan science cenderung belajar pada malam hari (Kay, 2010). Hal ini
dapat menyebabkan seseorang menjadi terlelap dan sulit konsentrasi di siang hari. Menurut
penelitian yang dilakukan di Amerika oleh National Commision on Sleep Disorder
Research (1993), menyatakan bahwa banyak orang Amerika yang mengalami kesulitan
tidur pada malam hari dan mengantuk pada siang hari. Hal ini menyebabkan banyak
permasalahan seperti kecelakaan saat mengemudi, sukar konsentrasi, dan mengalami
masalah perilaku dan emosional.
5. Latihan fisik dan kelelahan.
Seseorang yang kelelahan dalam tahap sedang, biasanya memiliki tidur yang baik. Namun
seseorang yang terlalu lelah dan dipicu dengan stres yang tinggi, akan menyebabkan
keletihan dan kesulitan untuk tertidur. Biasanya masalah tidur akibat latihan fisik dan
kelelahan menjadi faktor utama timbulnya stres pada mahasiswa.
6. Asupan makanan dan kalori
Asupan makanan sangat mempengaruhi kualitas tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi
di malam hari dapat mengganggu pola tidur seseorang. Kebanyakan orang memerlukan tidur
sebanyak 7-8 jam. Akan tetapi, lama waktu tidur dipengaruhi oleh masing-masing individu.
Yang terpenting bukanlah kuantitas, namun kualitas dari tidur itu sendiri.

2.3.2 Jenis Gangguan Tidur


Gangguan tidur dapat mengganggu kualitas tidur seseorang (Perry & Potter, 2007). Dibawah ini
akan dijelaskan lebih lanjut jenis-jenis gangguan tidur yang biasa terjadi menurut Perry dan
Potter (2007):
1. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk memenuhi kualitas dan kuantitas saat tidur.
Insomnia ditandai dengan kesulitan seseorang untuk memulai tahap NREM 1.
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah suatu keadaan ketika seseorang tidur secara berlebihan dari
waktu yang normal. Kebalikan dari insomnia yaitu kelebihan tidur dari 9 jam di malam hari.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


3. Parasomnia
Parasomnia adalah jenis gangguan tidur yang terjadi pada anak-anak. Anak-anak yang
mengalami parasomnia mengalami gejala seperti berjalan saat tertidur, perasaan takut, dan
enuresis.
4. Apnea
Apnea adalah suatu keadaan saat seseorang mengalami keadaan henti napas saat tidur.
5. Sleep Paralysis
Sleep paralysis merupakan gangguan tidur yang sering terjadi. Survey yang dilakukan di seluruh
dunia menyatakan bahwa seseorang pasti pernah mengalami setidaknya satu kali kejadian sleep
paralisis (Fukada, 1999).

2.4 Sleep paralysis


Sleep paralysis terjadi ketika seseorang berada pada tidur paling dalam saat seluruh otot
relaksasi. Akan tetapi, perubahan tahapan tidur secara mendadak akibat gangguan siklus tidur
menyebabkan seseorang tersadar. The American Sleep Disorder Association (1990)
mendefinisikan bahwa sleep paralysis adalah ketidakmampuan tubuh mengendalikan otot
volunteer selama sleep onset (gypnagogic) atau selama terbangun di antara waktu malam dan
pagi (hypnopompic).

Sleep paralysis didukung dengan halusinasi, perasaan tercekik, dan sulit menggerakkan lidah.
Dalam keadaan ini, seseorang dapat membuka mata, menggerakan bola mata, dan melihat
sekeliling. Keadaan sleep paralysis dapat terjadi selama beberapa menit sampai dua puluh menit
(Gillian, 2008). Penelitian yang dilakukan di Universitas Canada menyebutkan bahwa sebanyak
30% responden pernah mengalami setidaknya satu kali kejadian sleep paralysis. Tiga perempat
responden mengalami setidaknya satu kali halusinasi dan 10% nya mengatakan mengalami lebih
dari dua kali halusinasi (Cheyne, et al., 1999). Hasil ini didukung pula oleh penelitian yang
dilakukan di berbagai belahan dunia. Sebanyak 25-40% responden mengalami sleep paralysis
disertai halusinasi (Fukuda, Miyasitha, Inugami, & Ishihara, 1987; Spanos, McNulty, DuBreul,
Pires, & Bugess, 1995).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Data lain yang menyebutkan bahwa sleep paralysis menyebabkan fungsi tubuh menjadi lumpuh
sejenak. Hal ini terkait dengan periode waktu tidur REM atau permulaan REM dimana saat
bangun tidur kegiatan kita direkam oleh electroencephalogram (Takeuchi et al, 2001). Sleep
paralysis merupakan perasaan sadar namun tidak dapat bergerak. Ini terjadi ketika seseorang
melewati tahap REM dan secara tiba-tiba masuk ke tahap NREM 1. Sleep paralysis bersifat
sementara, biasanya terjadi satu hingga beberapa menit (Ohaeri et al, 2004, dalam Culebras,
Pizza, & Provini, 2011). Sleep paralysis akan menghilang secara spontan atau dengan stimulus
eksternal. Biasanya dengan sentuhan atau dibangunkan oleh orang lain.

2.4.1 Bagian Otak yang Mempengaruhi Sleep paralysis


Cheyne (2002) menyebutkan bahwa terdapat dua sistem otak yang berkontribusi dalam
terjadinya sleep paralysis. Sistem otak yang paling mempengaruhi adalah struktur inner-
brain/bagian dalam otak yang mengatur ancaman dan tanggapan terhadap bahaya hal ini dapat
memicu seseorang dapat melihat sosok yang mengintai dalam kegelapan di dekatnya.

Area-area saraf lainnya yang berkontribusi terhadap penggambaran mimpi REM, tergambar pada
pengetahuan pribadi dan budaya seseorang terhadap kehadiran sosok jahat yang muncul.
Misalnya kepercayaan salah satu budaya di Indonesia yang menyebut sleep paralysis sebagai
ketiban sosok gaib. Selain itu, budaya lain menyebutkan bahwa sleep paralysis diakibatkan
oleh kurangnya kegiatan spiritual sebelum tidur seperti lupa berdoa dan shalat (Cheyne, 2002).

Sistem otak yang kedua, meliputi bagian sensorik dan motorik dari lapisan luar otak, yang
membedakan tubuh seseorang dengan orang lain serta makhluk lainnya. Ketika aktivitas REM
memicu sistem ini, seseorang akan mengalami sensasi mengambang, terbang, jatuh, dan jenis-
jenis gerakan lainnya.

2.4.2 Etiologi Sleep paralysis


Sleep paralisis, banyak terjadi pada seseorang yang memiliki tekanan atau yang mengalami stres.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kejadian sleep paralysis banyak terjadi pada seseorang
yang mengalami gangguan mental. Simard dan Nielson (2005) mengatakan bahwa kejadian sleep
paralysis dan kecemasan adalah gejala dari trauma yang pernah dialami pada masa lalu. Hal ini

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Murphy (2006), jurnal tersebut menyebutkan bahwa
seorang anak yang pernah mengalami tindak kekerasan cenderung pernah mengalami sleep
paralysis. Gangguan tidur ini terjadi pada masa remaja pertengahan, yaitu sekitar umur 14-17
tahun. Pada dewasa, persentase kejadian pada laki-laki dan wanita seimbang.

Sleep paralysis biasanya terjadi satu atau dua kali saat tidur. Peristiwa ini dapat terjadi saat
terjatuh dari tidur atau saat bangun tidur. Hampir bisa dipastikan sleep paralysis terjadi bila
individu tidur dalam posisi supine (Cheyne, 2002). Sleep paralysis yang terjadi saat awal tidur
disebut sleep paralysis hypnagogic atau predormital.

Sleep paralysis yang terjadi saat seseorang bangun dari tidurnya disebut sleep paralysis
hypnopompic atau postdormital (Sharpless & Barber, 2011). Pada jenis ini, tubuh akan perlahan-
lahan menjadi rileks. Biasanya seseorang akan kurang sadar, sehingga tidak dapat merespon
terhadap perubahan. Akan tetapi, apabila orang tersebut menjadi sadar misal saat terjatuh, maka
orang itu tidak akan mampu untuk bergerak atau berbicara. Pada jenis hypnopompic, tubuh
seseorang akan mengalami beberapa tahap tidur antara REM (Rapid Eye Movement) dan NREM
(non-rapid eye movement). Satu siklus tidur REM and NREM terjadi selama 90 menit. Tidur
NREM terjadi lebih dulu dan menghabiskan hingga 75% dari keseluruhan waktu tidur. Selama
tidur NREM, tubuh akan rileks dan menjadi pulih dengan sendirinya. Pada akhir dari tidur tahap
NREM, akan terjadi pergantian yaitu menjadi tidur tahap REM.

Pada tahap REM mata akan bergerak secara cepat. Pada tahap ini seseorang mengalami mimpi.
Inilah yang terkadang menjadi halusinasi munculnya sosok lain. Tetapi, sebagian dari tubuh akan
sangat rileks. Otot-otot akan berhenti bekerja/turned off selama tidur tahap REM. Jika orang
tersebut menjadi sadar sebelum siklus tidur REM selesai, orang tersebut akan mendapati dirinya
yang tidak mampu bergerak dan berbicara (Anonim, 2011). Menurut Culebras (2011), Sleep
paralysis dapat terjadi dikaitkan dengan beberapa hal, seperti:
1. Kurang tidur misalnya pada status siswa/mahasiswa yang belajar hingga larut malam. Jadwal
tidur yang berubah-ubah, misal jet-lag
2. Kondisi mental, seperti stres, dan seseorang yang mengalami schizophrenia dengan gangguan
berat pada sleep nocturnal

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


3. Sleeping on the back, Tidur dengan posisi terlentang dapat menyebabkan tingginya angka
kejadian sleep paralysis. Beberapa jurnal menyebutkan bahwa posisi tidur menjadi salah satu
alasan sleep paralysis terjadi
4. Masalah tidur lainnya, Kejadian tidur seperti narkolepsi dan kram pada kaki di malam hari
dapat mengganggu tidur tahap REM dan berkontribusi terhadap timbulnya sleep
paralysisPenggunaan beberapa obat, Obat-obatan yang menyebabkan sleep paralysis adalah
obat-obatan yang dapat mengganggu pola tidur seseorang seperti diuretic
5. Penyalahgunaan zat kimia, Seseorang yang minum alkohol dapat mudah terserang sleep
paralysis (Culebras, 2011)

2.4.3 Patofisiologi Sleep paralysis


Sleep paralysis terjadi saat tahap tidur REM. Hal ini menyebabkan seseorang memiliki
kesadaran penuh namun tidak dapat bergerak. Sleep paralysis dapat berlangsung beberapa detik
sampai menit. Pada saat tahap REM, otak mengirimkan sinyal-sinyal untuk menghambat
kontraksi otot. Fungsi dari sinyal ini adalah untuk mencegah seseorang dari bergerak seperti apa
yang dilihat dalam mimpi. Pada saat masuk kedalam tidur tahap REM, seseorang mengalami
kelumpuhan alamiah yang disebut sebagai flaksid noresripokal. Flaksid nonresiprokal terjadi
karena terdapat hambatan pada postsynaptic dari neuron penggerak. Peneliti tidak menemukan
referensi yang menjelaskan mengenai proses inhibisi motorik. Namun, peneliti mendapatkan
referensi bahwa pada tahap REM, tubuh memproduksi neurotransmiter dan hormon.

Setiap tahap tidur meresepons tubuh untuk melakukan keseimbangan. Salah satunya dengan
memproduksi hormon yaitu hormon melatonin. Tingkat sekresi melatonin oleh kelenjar pineal
mencapai titik terendah selama tahap REM. Neurotransmiter dan hormon melantonin akan
mengaktifkan atau menghambat aktivitas second messengger, mengaktifkan atau menghambat
third messangger, dan seterusnya sampai messangger selanjutnya. Hal ini dapat menghambat
transmisi synaptic dan menyebabkan hiperpolarisasi dari motorneurons. Seseorang dapat
mengalami sleep paralysis saat ia akan tersadar langsung atau terbangun pada tahap REM.

Sleep paralysis juga dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi auditori atau visual.
Pada saat terjadi sleep paralysis, orang tersebut seperti melihat atau mendengar sosok yang

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


menakutkan. Kegelisahan merupakan peristiwa neurokognitif yang terkait erat dengan psikologis
dan proses fisik. Kecemasan atau kepanikan yang ekstrim dapat menyebabkan pelepasan
beberapa molekul sinyal yang berbeda yang memicu segala macam kejadian fisik. Seseorang
mengalami sleep paralysis merasa takut atau panik ekstrim, dan karena itu, otak menghasilkan
dan melepaskan rangsangan visual atau auditori internal sehingga menghasilkan halusinasi.

Halusinasi selama sleep paralysis diakibatkan karena sistem saraf dan endokrin terus melepaskan
inhibitor saraf yang menopang kelumpuhan (flaksid nonresiprokal). Sistem ini terus melepaskan
aktivator saraf yang merangsang seseorang untuk bermimpi. Saat sleep paralysis terjadi,
seseorang akan terbangun secara tiba-tiba biasanya disertai dengan perasaan tertekan pada area
dada.

2.4.4 Jenis-Jenis Sleep paralysis


American Sleep Association (ASA) pada tahun 2005 mengembangkan teori mengenai jenis-jenis
sleep paralysis. Dalam mengembangkan teori ini, peneliti menggunakan Waterloo Unusual
Sensory Experiences Survey. ASA (2007) mengklasifikasikan sleep paralisis menjadi tiga, yaitu:
1. Intruder
Jenis intruder biasanya diikuti dengan perasaan takut dan cemas, adanya kehadiran roh halus,
halusinasi auditori dan halusinasi visual. Menurut Cheyne et al. (1999), intruder dimulai
dengan aktifasi amygdalar. Para peneliti tersebut berargumen bahwa halusinasi terjadi di
tahap REM.
2. Incubus
Jenis ini biasanya disertai dengan keadaan sesak napas, perasaan ditekan di dada, dan rasa
nyeri fisik.
3. Unusual Bodily Experiences
Jenis ini terjadi saat seseorang mengalami perasaan arwah tertarik keluar dari tubuh.

2.4.5 Penelitian yang terkait


Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Ottawa Canada oleh Spanos (1995) menyatakan
bahwa dari 1798 siswa (wanita 976 dan jumlah pria 822) 21% diantaranya dilaporkan pernah

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


mengalami sleep paralysis. Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian sleep paralysis.

Spanos (1995) menyebutkan bahwa, 98,4% responden mengalami sleep paralysis karena pernah
mengalami setidaknya satu kali physiological symptom (halusinasi). Sebanyak 33% dari sampel
dilaporkan setidaknya pernah mengalami satu kali kejadian sleep paralysis, 46% mengalami lima
kali kejadian. Dari hasil penelitian dilaporkan rentang usia responden yang mengalami kejadian
sleep paralysis yaitu dari usia 3-36 tahun.

Penelitian episode sleep parayisis di Universitas Ottawa Canada menyebutkan sebanyak 62%
(n=239) mengalami sleep paralysis sebelum mereka tertidur, 36% (n=138) mengalami Sleep
paralysis saat terbangun dari tidur, dan sebanyak 2,6% gagal menjawab pertanyaan tersebut.
Sleep paralysis dilaporkan terjadi selama 10-70 detik dengan durasi median tiga menit. Sebanyak
70% responden mengatakan mereka tidur dengan posisi supine. Penelitian ini menyebutkan
bahwa perasaan takut dan cemas (66,7%) dan perasaan kehadiran makhluk halus yang tidak
terlihat (63%) merupakan pengalaman yang dialami saat terjadi sleep paralysis.

Pada penelitian yang telah dilakukan di beberapa jurnal ditemukan bahwa faktor stress
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kejadian sleep paralysis. Berbagai stresor (baik
internal maupun eksternal) yang dihadapi oleh mahasiswa dapat memicu timbulnya stres.
Kejadian sleep paralysis terjadi pada orang-orang yang mengalami kelelahan, beban pikiran, dan
bekerja yang berlebihan (Bell et al., 1984; Ness, 1978; Ohaeri et al., 1989). Dalam penelitian
yang dilakukan Bell et al, mahasiswa kulit hitam dilaporkan lebih banyak mengalami sleep
paralysis dibandingkan dengan mahasiswa berkulit putih. Dari hasil penelitian yang dilakukan,
kulit hitam lebih banyak mendapatkan tekanan karena tingkat stres mahasiswa kulit hitam lebih
tinggi dari kulit putih (Bell et al., 1984; Ness, 1978; Ohaeri et al., 1989).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, peneliti menyusun kerangka teori sebagai berikut

Sumber stress
Faktor yang
mahasiswa
mempengaruhi tidur
Jenis stres

-Stres -Gaya hidup


fisiologis -Lingkungan
Lingkungan Tubuh
Pikiran -Stres -Emosi tidak stabil
Daya tahan
Konflik tubuh psikologis -Pola tidur
Memikirkan
sosial kurang
permasalahan -Stres -Latihan fisik
yang dihadap psikososial -Asupan makanan

Pribadi yang rentan Tandatanda Gangguan tidur


terkena stres
stres
Sleep paralysis

Gambar 3.1. Kerangka teori

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

TINGKAT STRES

Tingkatan stress : Kejadian Sleep


paralysis
1. Stres ringan
2. Stres sedang
3. Stres berat

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

Penelitian ini telah meneliti hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada
mahasiswa FIK-UI Angkatan 2008. Variabel independen dari penelitian ini adalah tingkat stres
dan variabel dependen dari penelitian ini adalah kejadian sleep paralysis.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


3.1 Hipotesis
Penelitian ini telah melakukan penyusunan hipotesis penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah adanya hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa
FIK-UI.

3.2 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
Data Demografi
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Usia Rentang usia Sesuai dengan kuesioner di Jumlah usia Interval
dihitung dari hari poin A dalam tahun
kelahiran sampai
dengan pengisian
kuesioner

Jenis Perbedaan seks Sesuai dengan kuesioner di 1.Laki-laki Nominal


dilihat dari segi
Kelamin fisik dan biologis poin A 2.perempuan

Identitas responden Sesuai dengan kuesioner di


Suku Responden
dalam suatu poin A
kelompok tertentu menjawab
Nominal
yang memiliki Salah satu
kesamaan latar
belakang budaya, dari
bahasa, kebiasaan, berbagai
gaya hidup, dan
ciri-ciri fisik. suku di
Indonesia

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Variabel Independen
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Skala
Operasional Ukur Ukur
Tingkat Suatu Responden akan mengisi lembar Hasil Ordinal
stres keadaan saat kuesioner seputar tanda-tanda ukur
seseorang stres yang muncul. Responden yang
merasakan akan diberikan pertanyaan dengan muncul
ketidaknyam menggunakan pernyataan seputar jika
anan mental intensitas pengalaman psikologis, total
yang fisiologis, dan perubahan nilai
diakibatkan fisiologis yang dialami. Ketiga (skor)
oleh perasaan indikator ini berisi dari 28
tertekan. pernyataan positif dan negatif 1.Stres
dengan menggunakan skala Likert ringan :
Tingkatan yang masing-masing jawabannya 28-37
stress: adalah :
1. Stres 2.Stres
ringan Skor pernyataan negatif sedang:
2. Stres Tidak pernah : Skor 1 38-74
sedang Jarang : Skor 2
3. Stres berat Sering : Skor 3 3.Stres
Selalu : Skor 4 berat:
75-112
Skor pernyataan positif
Tidak pernah : Skor 4
Jarang : Skor 3
Sering : Skor 2
Selalu : Skor 1

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Variabel dependen
Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
Operasional
Kejadian Keadaan Cara ukur : 1. Mengalami Nominal
Sleep seseorang Memberikan jika
paralysis tersentak dan kuesioner Responden
tersadar pada menjawab ya
tahap tidur Responden 1 pada
paling dalam memberikan tanda pernyataan
secara tiba-tiba checklist pada nomor:
sehingga jawaban yang sesuai. 1,2,3,4,5,6,7,8
merasakan Kuesioner berisi 12
tidak dapat pernyataan. 2. Tidak
menggerakan mengalami
anggota tubuh, jika tidak ada
terasa sesak di satupun
dada, jawaban ya
kekakuan otot, pada nomor:
dan halusinasi. 1,2,3,4,5,6,7,
8

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian


Desain penelitian menjadi acuan dalam melakukan proses penelitian sehingga hasil yang
didapatkan sesuai dengan tujuan. Dharma (2011) menyebutkan, desain penelitian adalah model
atau metode yang bertujuan untuk menentukan arah penelitian. Penelitian ini menggunakan
desain deskriptif korelatif untuk melihat gambaran kejadian sleep paralysis di FIK-UI dan
korelasi antara stres dan munculnya kejadian sleep paralysis. Oleh karena variabel bebas dan
variabel terikat diambil dalam satu waktu (tidak melihat hubungan antar variabel berdasar
perjalanan waktu) maka pendekatan penelitian ini juga disebut desain Cross Sectional (potong
lintang).

4.2 Populasi dan Sampel


Populasi dan sampel menjadi objek terpenting dari sebuah penelitian. Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti dan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
peneliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi menurut Setiadi (2003) adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari subyek atau objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FIK UI. Idealnya penelitian dilakukan pada
populasi seluruh mahasiswa FIK-UI dari berbagai angkatan, namun selanjutnya diputuskan
untuk menggunakan sampel angkatan 2008. Hal ini dilakukan melihat banyaknya angka kejadian
sleep paralysis menurut data subjektif yang didapatkan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk
meneliti dan menghubungkan antara kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI khususnya
angkatan 2008 memiliki kaitan dengan tingkat stres pada mahasiswa.
Sampel adalah sub-kelompok dari populasi yang dipilih untuk penilaian karakteristik dan
penggambaran populasi. Menurut Hastono dan Sabri (2008), sampel adalah sebagian dari
populasi yang cirinya diselidiki atau diukur. Sampel penelitian diambil dengan metode
accidental samping. Accidental sampling adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


dengan memilih semua individu yang ditemui pada periode pengambilan data dan memenuhi
kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011). Peneliti
menggunakan metode ini karena metode accidental sampling merupakan metode yang paling
tepat melihat mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 lebih banyak menghabiskan waktu di lahan
praktek yang lokasinya berbeda-beda (Dharma, 2011). Adapun kriteria inklusi sampel dalam
penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa reguler FIK-UI angkatan 2008
2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

Responden yang telah dilibatkan dari penelitian ini adalah angkatan 2008. Penelitian ini
menggunakan rumus deskriptif korelatif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan adanya hubungan antar variabel kategorik (Dahlan, 2005). Selain itu, belum ada
penelitian dengan judul serupa di FIK-UI.

2
PQ 1,96 20,5 0,5
n= = = 96
0,12

Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% =1,96) P =
0,5
Q = 1-P
d = nilai presisi/kesalahan penelitian yang masih bisa diterima adalah 10%

Untuk mengantisipasi apabila terdapat data yang kurang lengkap atau responden tidak ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini, maka jumlah sampel ditambah. Koreksi atau penambahan
jumlah sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari penelitian. Formula yang digunakan
untuk koreksi jumlah sampel adalah :

n = n
1-f
n : besar sampel setelah dikoreksi
n : jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


f : prediksi presentase sampel drop out

Jadi sampel minimal setelah ditambah dengan perkiraan sampel drop out adalah sebagai berikut:

n = n
1-f
n = 97
1-0,1
n = 107
Sampel yang terlibat dalam penelitian ini berdasarkan hasil perhitungan adalah sebanyak 107
orang.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan di kota Depok, tepatnya FIK-UI. Proses penelitian ini telah
berlangsung sejak tanggal 23 April sampai 26 Juni 2012.

4.4 Etika Penelitian


Etika berlangsung dari awal pembuatan proposal sampai dengan peneliti menuliskan teori
dengan benar. Peneliti berupaya untuk memberikan jaminan bahwa keinginan yang didapat dari
penelitian jauh melebihi dari efek samping yang ditimbulkan. Selanjutnya, peneliti meminta
perizinan kepada pihak kemahasiswaan. Peneliti selanjutnya membawa surat rekomendasi
berupa surat perizinan dari FIK-UI. Menurut Milton 1999, Etik dasar penelitian keperawatan
adalah :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Penelitian dilakukan dengan menunjang harkat dan martabat manusia. Subjek memiliki hak
untuk mengikuti/menolak penelitian (autonomy). Penelitian ini juga tidak memaksa responden
untuk menjawab kuesioner yang diberikan. Subjek penelitian memiliki hak untuk
mendapatkan informasi lengkap dan terbuka tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan
dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin
didapat dan kerahasiaan informasi. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan
mempertimbangkan dengan baik, subjek kemudian menentukan apakah akan mengikuti atau

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip ini juga tertuang dalam inform consent yaitu
persetujuan untuk berpartisipasi menjadi subjek penelitian ini.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and confidentiality)
Menurut Polit (2004), Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan juga hak asasi
untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian
menyebabkan subjek diharuskan untuk terbuka mengenai informasi yang dimilikinya.
Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi responden yang menyangkut privasi
subjek yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat dilakukan dengan
meniadakan identitas nama dan alamat subjek kemudian diganti dengan kode tertentu.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara
jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan
mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek (Polit, 2006)
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits)
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus mempertimbangkan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan
diterapkan (beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan bagi
subjek penelitian (nonmaleficience) (Polit, 2006). Prinsip ini yang harus disiapkan oleh
peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk mendapatkan persetujuan etik dari komite
etik penelitian.

4.5 Alat Pengumpulan Data


4.5.1 Instrumen
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala Likert yang dirancang oleh peneliti
berdasarkan studi pustaka yang telah dicantumkan pada bab 2. Untuk mengidentifikasi tingkat
stres peneliti menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety Stress Scale). Sedangkan alat
pengukuran sleep paralysis mengacu pada Jurnal J.A Cheyne pada tahun 2001. Kuesioner
penelitian yang disusun dimodifikasi berdasarkan jumlah pertanyaan/setting lokasi.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Bagian pertama berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data demografi responden (usia dan
jenis kelamin). Bagian kedua kuesioner menggunakan skala Likert yang berisi 18 pernyataan
yang menggambarkan keadaan dan tingkat stres seseorang. Pernyataan yang diberikan yaitu
seputar intensitas pengalaman psikologis, fisiologis, dan perubahan fisiologis yang dialami.
Indikator pertanyaan seputar stres ini menggunakan indikator emosi perilaku dan fisik. Bagian
ketiga, peneliti memberikan 8 pernyataan. Kuesioner berisi tanda-tanda yang muncul saat sleep
paralysis terjadi. Responden diminta untuk memberikan tanda checklist pada jawaban yang
sesuai. Jika responden mengalami sleep paralysis maka responden akan memberikan tanda
checklist 1 dari pernyataan nomor 1,2,3,4,5,6,7, dan 8. Jika responden tidak mengalami sleep
paralyisis maka responden tidak memberikan tanda checklist pada pernyataan nomor
1,2,3,4,5,6,7, dan 8.

4.1 Tabel nomor urut kuesioner


Pernyataan
Bagian Variabel Jumlah Indikator Positif Negatif
penelitian pertanyaan
A Demografi 3 - 1,2,3
B Tingkat stres 18 a. Gejala Fisiologis a. 12 a.8,9,10, 11,14,16
b.Gejala Psikologis b. - b.1,2,3,4,5,15
c.Gejala Kognitif c. 13 c.5,11,17,18
d.Gejala Interpersonal d. - d.7
e.Gejala Organisasional e. 6 e.-
C Kejadian 8 a. Ciri Fisik a.1, 2, 4, 5, 7, 8
sleep b. Jenis Halusinasi - b.3, 6,
paralysis

4.5.2 Uji Instrumen


Menurut Notoadmodjo (2010), uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada sejumlah 30
responden. Uji instrumen dilakukan dengan memberikan kuesioner penelitian kepada mahasiswa
regular FIK-UI angkatan 2009. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan awal penelitian ini,

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat stres dan kejadian sleep paralysis khususnya pada
mahasiswa FIK-UI. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai uji validitas dan reliabilitas.

4.5.2.1 Uji Validitas Kuesioner


Validitas didefinisikan sebagai ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data (Hastono,
2007). Suatu instrumen dikatakan valid jika mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Kuesioner yang digunakan dalam proses
penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Kuesioner dikatakan valid jika instrument telah mengukur
apa yang seharusnya diukur. Peneliti akan melakukan uji validitas dengan cara:
1. Face validity (validitas rupa)
Penelitian ini juga melakukan uji face validity dengan cara menanyakan pendapat responden
tentang item pernyataan yang tertera pada kuesioner apakah sudah mewakili dan mengukur
tingkat stres ataupun kejadian sleep paralysis yang pernah dialami.
2. Content validity (validitas konten)
Penelitian ini juga melakukan uji content validity untuk memastikan apakah konten dari
pernyataan yang tertera dalam kuesioner sudah jelas, tepat, dan sesuai sasaran. Penelitian ini
juga melibatkan pendapat pakar yaitu dosen pembimbing peneliti, Ibu Hening Pujasari, S.kp.,
M.Biomed. Penelitian ini telah mendapatkan pendapat dari beliau untuk menelaah
instrument lebih lanjut dan menentukan apakah seluruh item pertanyaan telah mencakup
konten dari suatu konsep yang diteliti. Selain itu juga telah dilaksanakan proses seminar
dimana konten penelitian tersebut diuji oleh pembimbing dan penguji.
3. Construct validity (validitas konstruk)
Penelitian ini juga telah menelaan lebih jauh apakah instrumen telah disusun secara rasional
berdasarkan konsep yang mapan. Hal ini dilakukan dengan menguji item-item pertanyaan
untuk membuktikan bahwa peneliti telah mengukur hal yang berkaitan satu sama lain.
Penelitian ini menggunakan uji teknik korelasi Pearson Product Moment, yakni sebagai
berikut:

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Keterangan:
rxy : Koefisien valid
N : Jumlah responden
x : Jumlah skor setiap aitem
y : Jumlah skor total aitem
xy : Jumlah hasil antara skor tiap aitem dengan skor total
2
x : Jumlah kuadrat skor aitem
y2 : Jumlah kuadrat skor total

Penelitian ini menggunakan 30 responden untuk uji validitas. Untuk itu, r tabel yang digunakan
adalah 0,361. Keputusan uji validitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu bila rxy hitung lebih besar
dari r tabel maka Ho ditolak (variabel valid). Sedangkan, bila rxy hitung lebih kecil dari r tabel,
maka Ho gagal ditolak (variabel tidak valid). Menurut Sugiyono (2007). Penelitian ini telah
melewati proses uji validitas. Setelah dilakukan input data, maka didapatkan beberapa
pernyataan yang memiliki r hitung dibawah r tabel. Sehingga jumlah pernyataan yang ada pada
variabel tingkat stres yang semula sebanyak 28 pernyataan menjadi 18 pernyataan. Selain itu
untuk variabel sleep paralysis dari semula 12 pernyataan setelah melakukan uji validitas maka
pernyataan menjadi berjumlah 8 pernyataan.

4.5.2.2 Uji Reliabilitas Kuesioner


Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran sebanyak dua kali atau lebih, terhadap gejala yang sama
dan alat ukur yang sama (Dharma, 2007). Hal ini dilakukan untuk menunjukan apakah
pengukuran yang dilakukan menghasilkan data yang konsisten. Reliabilitas instrumen ditentukan
berdasarkan perhitungan statistik dengan rentang 0-1. Nilai 1 menunjukan reliabilitas yang
sempurna, tapi angka ini tidak selalu muncul karena terkadang terjadi kesalahan secara acak
(random error) beberapa derajat pengukuran.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan Alpha Cronbach. Instrumen dikatakan
reliabel jika diperoleh nilai alpha 0,6 (Sugiyono, 2007). Keputusan uji reliabilitas ditunjukan
dengan dua hal. Jika crombach alpha 0,6 maka variabel dinyatakan reliabel. Sebaliknya jika

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


crombach alpha 0,6 maka variabel dinyatakan tidak reliabel. Berikut adalah rumus crombach
alpha:

k 1
11
k 1
Keterangan :
R11 : Reliabilitas instrument k : Jumlah pertanyaan
2 2
SD : Jumlah varians butir pertanyaan SD : Jumlah varians total

Setelah dilakukan uji reabilitas, peneliti menemukan cronbach alpha setelah item-item
pernyataan yang dinyatakan tidak valid dihapus berubah menjadi 0,8. Untuk itu jumlah
pernyataan mengenai tingkat stres berubah dari 28 pernyataan menjadi 18 pernyataan dan untuk
variabel sleep paralysis dari semula 12 pernyataan menjadi 8 pernyataan.

4.6 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data penelitian berdasarkan prosedur dibawah ini:
1. Peneliti menentukan target sampel yang akan digunakan dalam penelitian sesuai dengan
kriteria sampel yang telah ditetapkan. Pada hal ini peneliti telah menetapkan mengambil 112
responden yang berasal dari angkatan 2008
2. Peneliti menyerahkan proposal kepada FIK-UI beserta dengan surat permohonan izin untuk
melakukan penelitian pada mahasiswa FIK-UI Angkatan 2008
3. Setelah mendapat izin dari FIK-UI peneliti melakukan pengumpulan data pada tanggal 23
April 2012
4. Selanjutnya peneliti melakukan pendekatan kepada responden dengan cara mengirimkan
pesan singkat, telepon, atau pesan di jejaring sosial. Peneliti dan responden juga
menyepakati untuk bertemu pada satu waktu yang telah disepakati
5. Peneliti mendatangi responden satu persatu, memperkenalkan diri, memberikan penjelasan
mengenai kuesioner yang akan diberikan. Peneliti menjelaskan bagian-bagian kuesioner
6. Peneliti juga menjelaskan bahwa responden dapat memberikan tanda checklist pada
pernyataan yang sesuai, dan menjelaskan manfaat pengisian kuesioner untuk responden

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


7. Responden juga dipersilahkan untuk memberikan pertanyaan kepada peneliti jika belum
memahami penjelasan peneliti atau konten kuesioner
8. Peneliti menjelaskan isi lembar persetujuan/inform consent kepada responden
9. Apabila responden telah memahami dan bersedia menjadi responden, peneliti
menginformasikan responden untuk memberikan tanda tangan pada kolom yang tersedia
10. Jika kuesioner sudah diberikan kepada responden, selanjutnya peneliti membuat
kesepakatan dengan responden mengenai waktu pengembalian kuesioner. Pada hal ini
peneliti akan memberikan waktu 2-3 hari untuk mengisi kuesioner
11. Peneliti juga menginstruksikan responden untuk mengembalikan kuesioner dalam amplop
terutup. Hal ini peneliti lakukan untuk menegakan prinsip menegakan privacy and
confidentiality
12. Peneliti mengingatkan kembali untuk mengembalikan kuesioner pada waktu yang sudah
ditetapkan dan melengkapi yang belum diisi
13. Setelah 1-3 hari peneliti mendatangi responden untuk mengambil kembali kuesioner yang
telah diisi.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting dalam penelitian. Data yang
diperoleh langsung dari penelitian merupakan data yang masih mentah dan belum memberikan
informasi yang jelas. Sehingga belum siap untuk disajikan. Pengolahan data yang dilakukan
dalam penelitian ini dengan sistem pengolahan data manual dengan langkah-langkah sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2009):
1. Editing
Dalam proses ini dilakukan pengecekan kuesioner dengan memastikan kelengkapan,
kejelasan, relevansi dan konsistensi jawaban responden. Pengecekan kuesioner dilakukan
setelah peneliti menerima hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan melakukan
checklist pada lembar pengecekan kuesioner.
2. Coding
Melalui proses ini data telah diubah dari yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
Coding bermanfaat untuk mempermudah saat melakukan analisa data dan mempercepat

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


pemasukan data penelitian. Kuesioner lalu dicek kelengkapan informasinya, selanjutnya
kuesioner tersebut dilakukan pengubahan dari data yang berbentuk huruf menjadi data yang
berbentuk angka.
3. Processing
Pada tahap ini, kuesioner yang telah diisi oleh responden ke paket komputer. Data kuesioner
yang dimasukan telah melalui proses editing (pengecekan kelengkapan data) dan coding
(pengubahan data yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka). Tahap selanjutnya,
peneliti memasukkan hasil editing menggunakan perangkat komputer.
4. Cleaning
Telah dilakukan pengecekan kembali setelah data dimasukkan ke paket komputer.
Selanjutnya, data hasil penelitian dimasukkan ke paket computer untuk melewati proses
(processing). Pada tahap ini, dilakukan pengecekan kembali mengenai kelengkapan data yang
sudah dimasukkan ke dalam paket komputer sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan
tahap analisa data.

4.7.2 Analisis Data


Terdapat dua macam analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Berikut akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai analisa tersebut.
1. Analisis Univariat
Analisa univariat memiliki tujuan untuk mendeskripsikan/menggambarkan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah
menggambarkan frekuensi dari seluruh variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti adalah
karakteristik responden (usia, jenis kelamin, dan suku), variabel independen (tingkat stres)
serta variabel dependen yaitu (kejadian sleep paralysis). Penelitian ini menggunakan
distribusi frekuensi dalam mendeskripsikan seluruh variabel yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel. Data yang
didapatkan oleh peneliti adalah data kategorik dan data kategorik. Untuk itu, analisis bivariat
yang digunakan adalah uji chi square. Uji chi square akan menghasilkan ada atau tidaknya
hubungan antara faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan suku) dan variabel
independent (tingkat stres) terhadap variabel dependent (kejadian sleep paralysis). Chi

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


square digunakan untuk melihat perbandingan antara frekuensi yang terjadi dengan frekuensi
harapan. Setelah itu, data disajikan dalam bentuk tabel. Hasil pengujian statistik dapat
diketahui berdasarkan nilai p value yang dibandingkan dengan nilai (alpha) = 0,05. Apabila
nilai p value < maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Sedangkan, apabila nilai p value > maka
dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan

Langkah-langkah Des Jan Feb Mar Apr Mei


1. Penyusunan proposal
2. Pengumpulan proposal
3. Revisi proposal
4. Penyusunan instrument
5. Uji coba instrument`
6. Pengumpulan data
7. Pengolahan data
8. Analisis data
9. Penyusunan laporan

4.8 Sarana Penelitian


Sarana penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah instrumen penelitian (kuesioner), alat
tulis, komputer, kalkulator, buku referensi, sarana internet, dan sarana lain yang dapat
mendukung penyelesaian skripsi ini.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian


Penelitian dengan judul hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada
mahasiswa reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan 2008 yang
dilakukan pada tanggal 12 April 2 Mei 2012 di Fakultas Ilmu Keperawan Universitas
Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yaitu
mahasiswa regular angkatan 2008 FIK UI menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian
dilakukan kepada 107 responden kemudian diberi waktu satu hari pengisian. Seluruh responden
mengembalikan kuesioner dengan lengkap.

5.2 Penyajian Hasil Penelitian


Hasil dari penelitian kuantitatif ini disajikan dengan menampilkan karakteristik responden,
analisis univariat, dan analisis bivariat.
5.2.1 Karakteristik Responden
5.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Hasil penelitian didapatkan usia responden yang termuda adalah berusia 20 tahun dan yang
paling tua berusia 23 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata usia responden adalah diantara 21,21 21,46. Penjelasan secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Mahasiswa FIK-UI Angkatan 2008 Berdasarkan Usia yang Dilakukan pada
Bulan Mei Tahun 2012.
Variabel Mean SD Min-Max 95% CI

Usia 21,34 0,65 20-23 21,21-21,46

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


5.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Suku
Mayoritas responden pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 101
responden (94,4%). Berdasarkan asal suku, didapatkan bahwa mahasiswa FIK UI angkatan 2008
sebagian besar bersuku Jawa (47,7%), Sunda (13,1%), dan Batak (11,2%). Penjelasan secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Suku
pada Bulan Mei 2012
No. Data Demografi Kategori Frekuensi Persentase( Jumlah
%) ()

1. Jenis Kelamin Perempuan 101 94,4 107

Laki-Laki 6 5,6

2. Suku Batak 12 11,2 107

Betawi 7 6,5

Jawa 51 47,7

Sunda 14 13,1

Lain-Lain 23 21,3

5.2.2 Tingkat Stres dan Kejadian Sleep Paralyisis


Analisis univariat yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi, mean, median, SD, skor min-max, skewness, dan standar error.

5.2.2.1 Tingkat Stres


Analisis yang dilakukan adalah memberikan skor pada setiap item pernyataan, yaitu untuk
kategori pernyataan positif dengan pilihan jawaban tidak pernah nilainya adalah 4, jarang adalah
3, sering adalah 2, dan selalu adalah 1. Sedangkan untuk kategori pernyataan negatif dengan

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


pilihan jawaban tidak pernah nilainya adalah 1, jarang adalah 2, sering adalah 3, dan selalu
adalah 4. Kemudian setiap skor masing-masing pernyataan dijumlahkan.
Kemudian berdasarkan nilai rata-ratanya, responden dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu responden dengan tingkat stres ringan, tingkat stres sedang, dan tingkat stres berat.
Hasilnya adalah sebagian besar responden memiliki tingkat stres sedang yaitu sebanyak 58
responden (54,2%). Sedangkan sebanyak 21 responden (19,6%) memiliki tingkat stres berat.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Reguler FIK UI Angkatan 2008 berdasarkan Tingkat
Stres pada Bulan Mei 2012
Tingkat Stres Jumlah Frekuensi (%)

Ringan 28 26,2

Sedang 58 54,2

Berat 21 19,6

Total 107 100

Gambaran secara rinci dapat dilihat dari distribusi jawaban responden terhadap pernyataan
variabel tingkat stres dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Tabel 5.4 Distribusi Jawaban Mahasiswa Reguler FIK UI Angkatan 2008 terhadap Pernyataan
Variabel Tingkat Stres pada Bulan Mei 2012

No Pernyataan TP JR SR SL Total

N % N % N % n % N %

1 Mudah marah 4 3,7 74 69,2 29 27,1 0 0 107 100

2 Khawatir diikuti rasa 5 4,7 56 52,3 46 43 0 0 107 100


cemas dan takut

3 Sulit berpikir jika akan 5 4,7 62 57,9 36 33,6 4 3,7 107 100
memutuskan sesuatu

4 Cenderung menyalahkan 20 18,7 66 61,7 20 18,7 1 0,9 107 100


diri

5 Merasa rendah diri, tidak 42 39,3 54 50,5 11 10,3 0 0 107 100


layak, dan tidak berharga

6 Mencoba menyelesaikan 24 22,4 73 68,2 10 9,3 0 0 107 100


masalah yang dihadapi
dengan tenang

7 Merasa diasingkan dan 74 69,2 31 29,0 1 0,9 1 0,9 107 100


ditolak di kampus

8 Merasakan sakit kepala 5 4,7 67 62,6 34 31,8 1 0,9 107 100


sebagian/seluruhnya

9 Tangan dan kaki saya 36 33,6 51 47,7 18 16,8 2 1,9 107 100
basah/dingin/lembab
10 Debaran jantung tiba-tiba 22 20,6 63 58,9 22 20,6 0 0 107 100
cepat dan kemudian
normal lagi

11 Nafas lebih cepat/sering 24 22,4 64 59,8 19 17,8 0 0 107 100


ambil napas panjang
disertai gugup

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


12 Merasa rileks 7 6,5 72 67,3 26 24,3 2 1,9 107 100

13 Dapat memusatkan 6 5,6 73 68,2 28 26,2 0 0 107 100


perhatian saat menghadapi
masalah
14 Merasa 15 14,0 74 69,2 18 16,8 0 0 107 100
mual/mulas/nyeri/perasaan
tidak nyaman
15 Merasa kacau, bingung, 19 17,8 63 58,9 25 23,4 0 0 107 100
cemas, dan tidak tau harus
melakukan apa
16 Merasa lelah dan tidak 5 4,7 62 57,9 40 37,4 0 0 107 100
bergairah
17 Merasa beban kuliah 3 2,8 31 29,0 62 57,9 11 10,3 107 100
sangat berat
18 Merasa kurang tidur 1 0,9 43 40,2 53 49,5 10 9,3 107 100
karena banyak tugas
kuliah

Berdasarkan hasil dari tabel 5.4 responden menunjukan ciri-ciri/tanda stres berupa gejala
psikologis, gejala organisasional, gejala fisiologis, dan gejala kognitif. Gejala psikologis yang
sering dialami mahasiswa FIK UI angkatan 2008 adalah khawatir diikuti rasa cemas dan takut
(43%) dan sering merasa sulit dalam memutuskan sesuatu (33,6%). Gejala organisasional yang
sering muncul yaitu sebagian besar menyatakan sering sulit menyelesaikan masalah dengan
tenang. Gejala fisiologis yang sering muncul adalah (31,8%) responden teridentifikasi sering
merasakan sakit kepala, jarang rileks (67,3%), serta sering merasa lelah dan tidak bersemangat
(37,4%). Selain itu, gejala kognitif yang muncul adalah jarang dapat berkonsentrasi saat
menghadapi masalah (68,2%), sering merasa beban kuliah sangat berat (57,9%), dan sering
kurang tidur karena banyak tugas kuliah (49,5%).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


5.2.2.2 Sleep Paralysis
Skor yang diberikan pada setiap item pernyataan yaitu jika responden menyatakan ya maka
diberikan skor 1 dan jika mengatakan tidak maka diberikan skor 0. Kemudian setiap skor
masing-masing pernyataan dijumlahkan. Rentang nilai yang telah ditetapkan untuk variabel sleep
paralysis adalah 0 untuk skor yang paling rendah dan 8 untuk skor yang paling tinggi. Pada
variabel sleep paralysis ini skor responden yang terendah adalah 0 dan yang paling tinggi adalah
8.
Kemudian berdasarkan nilai rata-ratanya, responden dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu responden yang mengalami sleep paralysis dan responden yang tidak mengalami sleep
paralysis. Hasil yang ditemukan adalah sebagian besar responden yaitu sebanyak 98 mahasiswa
(91,6%) pernah mengalami sleep paralysis. Penjelasan secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008 Berdasarkan Kejadian Sleep
Paralysis pada Bulan Mei 2012
Sleep Paralysis Jumlah Frekuensi (%)

Ya 98 91,6

Tidak 9 8,4

Total 107 100

Gambaran secara rinci dapat dilihat dari distribusi jawaban responden terhadap pernyataan
variabel sleep paralysis dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008 terhadap Pernyataan
Variabel Kejadian Sleep Paralysis pada Bulan Mei 2012
No Pernyataan Ya Tidak Total

n % N % n %

1 Pernah terbangun 91 85 16 15,0 107 100


secara tiba-tiba saat
tertidur

2 Pernah tertidur lalu 34 31,8 73 68,2 107 100


tiba-tiba terbangun
dan merasa tercekik

3 Pernah tertidur lalu 42 39,3 65 60,7 107 100


tiba-tiba terbangun
dan tidak bisa
bergerak serta
merasa seperti
melihat bayangan
makhluk halus/
orang yang ditakuti/
binatang yang
ditakuti

4 Tertidur lalu 52 48,6 55 51,4 107 100


terbangun dan tidak
bisa
berbicara/berteriak

5 Pernah tertidur lalu 47 43,9 60 56,1 107 100


tiba-tiba terbangun
dan merasakan
tekanan yang kuat
dalam dada.

6 Tiba-tiba terbangun 17 15,9 90 84,1 107 100


dan melihat sesosok
yang menakutkan

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


7 Pernah tertidur lalu 61 57,0 46 43,0 107 100
tersentak terbangun
dan tidak bisa
menggerakan
seluruh anggota
badan

8 Tertidur dan merasa 63 58,9 44 41,1 107 100


tidak bisa berteriak
untuk meminta
pertolongan

Berdasarkan tabel 5.6 yaitu sebanyak 91% responden yang teridentifikasi sleep paralysis
kebanyakan tanda-tanda sleep paralysis yang mereka alami antara lain pernah terbangun dari
tidur secara tiba-tiba (85%), tertidur lalu terbangun dan tidak bisa berteriak untuk meminta
pertolongan (58,9%), dan tertidur lalu tersentak bangun serta tidak mampu menggerakan seluruh
anggota badan (57%).

5.2.3 Hasil Analisis Bivariat


5.2.3.1 Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis
Hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut:

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Tabel 5.7 Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis pada Mahasiswa Reguler
FIK UI Angkatan 2008 di Bulan Mei 2012

No Tingkat stres Kejadian Sleep Total P value OR


Paralysis

Tidak Ya

1 Stres Ringan 6 22 28

21,4% 78,66% 100%

2 Stres Sedang 2 56 58

3,4% 96,6% 100% OR1 = 0,183


0,015
3 Stres Berat 1 20 21 OR2 = 1,400

4,8% 95,2% 100%

Total 9 98 107

8,4% 91,6% 100%

Responden dengan tingkat stres sedang dan mengalami sleep paralysis sebanyak 56 responden
(96,6%). Responden dengan tingkat stres tinggi dan mengalami sleep paralysis sebanyak 20
responden (95,2%). Sedangkan responden dengan tingkat stres ringan dan mengalami sleep
paralysis sebanyak 22 responden (78,66%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,015. Pada
penelitian ini digunakan nilai = 0,05. Sehingga ditemukan nilai p (0,015) < (0,05) dan dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR2 = 1,400 yang berarti mahasiswa FIK UI

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Angkatan 2008 dengan tingkat stres berat memiliki peluang untuk mengalami sleep paralysis
sebesar 1,4 kali dibandingkan dengan tingkat stres ringan.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 6
PEMBAHASAN

Bab 6 berisi pembahasan hasil penelitian. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai rincian dari
hasil penelitian yang dihubungkan dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian yang didapatkan
tersebut selanjutnya dikaitkan dengan penelitian sebelumnya serta dengan konsep atau teori yang
telah disusun pada tinjauan pustaka.

Pembahasan hasil penelitian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dibahas mengenai
variabel penelitian yaitu variabel independen (tingkat stres) dan variabel dependen (kejadian
sleep paralysis). Bagian kedua peneliti akan membahas mengenai hubungan antara variabel
penelitian yang diteliti yaitu tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis. Selain itu, dalam bab
ini juga akan dijelaskan mengenai keterbatasan peneliti selama proses penelitian.

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian


6.1.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden merupakan mahasiswa dengan jenis kelamin
perempuan (94,4%). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Universitas Virginia
Commonwealth di Masachussets dimana sebanyak 705 responden (N=1125) berjenis kelamin
perempuan (Hannah, 2009). Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian mengenai gangguan
tidur yang dilakukan di Universitas National Cheng Kung di Taiwan sebanyak 66% responden
berjenis kelamin pria (Cheng et al., 2010). Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar
responden berusia 21 tahun (95%). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
Universitas Coimbra, Portugal ditemukan sebagian besar mahasiswa berusia 21 tahun N = 340
(Marques, 2010).

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden bersuku Jawa (47,7%), Sunda (13,1%),
dan Batak (11,2%). Penelitian di Universitas Waterloo yang dilakukan Bell et al (1984)
menyebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa berkulit hitam dilaporkan lebih banyak
mengalami sleep paralysis dibandingkan dengan mahasiswa berkulit putih. Dari hasil penelitian

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


yang dilakukan, kulit hitam lebih banyak mendapatkan tekanan karena tingkat stres mahasiswa
kulit hitam lebih tinggi dari kulit putih (Bell, 1984; Ness, 1978; Ohaeri, 1989).

6.1.2 Tingkat Stres


Hasil penelitian menunjukan tanda stres yang terjadi pada mahasiswa FIK-UI angkatan 2008
mencakup berbagai gejala seperti gejala psikologis, gejala organisasional, gejala fisiologis, dan
gejala kognitif. Gejala psikologis yang sering dialami mahasiswa FIK UI angkatan 2008 adalah
khawatir diikuti rasa cemas dan takut (43%) dan sering merasa sulit dalam memutuskan sesuatu
(33,6%). Gejala organisasional yang sering muncul yaitu sebagian besar menyatakan sering sulit
menyelesaikan masalah dengan tenang. Gejala fisiologis yang sering muncul adalah (31,8%)
responden teridentifikasi sering merasakan sakit kepala, jarang rileks (67,3%), serta sering
merasa lelah dan tidak bersemangat (37,4%). Selain itu, gejala kognitif yang muncul adalah
jarang dapat berkonsentrasi saat menghadapi masalah (68,2%), sering merasa beban kuliah
sangat berat (57,9%), dan sering kurang tidur karena banyak tugas kuliah (49,5%).

Hasil peneitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Sheffield Inggris yang menunjukan tanda stres serupa dengan yang
ditemukan di FIK-UI mencakup berbagai gejala seperti gejala psikologis, gejala organisasional,
gejala fisiologis, dan gejala kognitif. Mahasiswa dilaporkan mengalami kelelahan emosi,
merasakan beban klinik yang berat, beban kuliah yang sangat berat, merasakan sakit kepala, serta
stres menghadapi ujian. Hal ini menunjukan bahwa tanda stres yang timbul pada mahasiswa
keperawatan di Universitas Sheffield Inggris memiliki kesamaan dengan yang terjadi pada
mahasiswa FIK-UI.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa FIK UI angkatan 2008 sebagian besar
mengalami stres pada tingkat sedang (54,2%) dan berat (19,6%). Stres pada mahasiswa juga
ditemukan pada beberapa penelitian di seluruh dunia. Beberapa penelitian menemukan bahwa
mahasiswa jurusan sains memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dari mahasiswa dengan bidang
kekhususan lainnya. Hasil ini diperkuat dengan penemuan bahwa mahasiswa dalam lingkup
kesehatan memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jurusan sosial (Isra &
Haseena, 2009).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Stres dapat timbul melalui lingkungan, tubuh, dan pikiran (Stuart & laraia, 2009). Mahasiswa
merupakan tahap dewasa awal dimana berbagai permasalahan dan problematika dapat timbul
dan muncul pada saat berkuliah. Permasalahan dalam lingkungan dan beban kuliah yang berat,
ditunjang dengan mekanisme koping yang maladaptif menyebabkan seseorang menjadi stress
(Isra dan Haseena, 2009). Hasil yang didapatkan mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 mayoritas
mengalami stres dengan tingkat sedang (54,2%) dan stres dengan tingkat berat (19,6%).

Stres yang muncul pada mahasiswa FIK UI 2008, yang juga sudah mulai melakukan praktek,
dapat dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Isra dan Haseena (2009). Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa selama melakukan praktek baik dirumah sakit, panti, atau komunitas,
mahasiswa banyak mengalami transformasi emosi khususnya pada tahun ketiga. Efek yang
ditimbulkan adalah kurangnya kontrol dan peningkatan depresi seperti perasaan cemas (Isra &
Haseena, 2009). Kesehatan mental mahasiswa pada jurusan sains semakin memburuk terutama
saat mereka masuk ke lahan praktek. Tingkat stres tersebut juga dapat diperburuk dengan
masalah dan perasaan frustasi dengan kehidupan sehari-hari seperti hubungan dengan keluarga,
teman, dan teman kerja (Isra & Haseena 2009).

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil yang dilakukan di Australia (Sandhu & Asrabadi,
1994). Disebutkan bahwa mahasiswa keperawatan bersuku bangsa Cina di Australia menghadapi
stres pada setiap tahun ajaran berganti. Pada tahun pertama, mahasiswa mengalami stres karena
perasaan cemas menjadi pendatang di negara lain, cemas dengan bahasa yang digunakan,
adaptasi dengan sistem pendidikan, dan didukung dengan kegiatan organisasi dan kerja paruh
waktu untuk mendukung kebutuhan finansial. Tingkat stres pada tingkat tiga dilaporkan
meningkat karena mahasiswa merasa cemas akan kelulusan, mendaftar pekerjaan, kompetisi
untuk bekerja, dan keputusan untuk masa depan. Tingkat stres mahasiswa pada semester akhir
dilaporkan menurun dari semester tiga.

Penelitian yang dilakukan di Universitas Edinburgh menemukan bahwa stres pada mahasiswa
keperawatan berhubungan dengan program keperawatan dan juga tekanan yang muncul sebelum
masuk ke jenjang karir (Watson, etal, 2007). Mahasiswa keperawatan secara emosional
menghadapi stresor setiap harinya (Mann & Cowburn, 2005). Faktor lingkungan juga

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


mempengaruhi faktor intrinsik mahasiswa yaitu hubungan yang sulit dengan pasien dan
keluarga, hubungan dengan phyisician, dan kurangnya komitmen institusi terhadap keperawatan
(Chang et al., 2008). Usaha peningkatan mutu diri yang dilakukan mahasiswa dapat memicu
timbulnya peningkatan stres (Hogston, 1995).

Mahasiswa keperawatan yang berada di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia


merupakan siswa yang berasal dari berbagai suku yang tersebar diseluruh Indonesia. Tentunya
hal ini menjadi stresor pada mahasiswa FIK-UI selama beradaptasi di lingkungan baru. Selain
itu, menurut hasil yang didapatkan, hasil penelitian yang ditemukan terhadap variabel tingkat
stres menunjukkan bahwa mayoritas dari total responden mahasiswa FIK UI angkatan 2008
memiliki stres pada tingkat sedang

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa internasional jurusan
keperawatan di Australia (Sandhu & Asrabadi, 1994). Menurut penelitian ini adaptasi kultur
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres (Berry & Ataca, 2000). Penelitian
lain yang dilakukan di Universitas Melbourne ditemukan bahwa stres pada mahasiswa dapat
dipengaruhi oleh latar belakang budaya teman sejawat, kebiasaan komunikasi antar mahasiswa,
dan peningkatan pendidikan individu (Thomson, 2006). Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Cotton (2000) menemukan bahwa mahasiswa di Universitas Australia
mengalami stres karena jauh dari rumah, membutuhkan dukungan, penghargaan, bantuan, dan
hubungan yang baik dengan rekan dan dosen.

Hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Ilmu Keperawata UI juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan di Central South University di China. Dalam
penelitian ini ditemukan mayoritas dari jumlah responden mengalami stres (Ping et al., 2003).
Stres dapat muncul dari psikologis dan lingkungan. Stres psikologis diakibatkan oleh beberapa
faktor seperti insiden yang terjadi sehari-hari, mekanisme koping, dukungan sosial, dan reaksi
fisik individu tersebut.

Beberapa penelitian di atas menyebutkan bahwa stres pada mahasiswa keperawatan muncul
akibat perasaan lelah saat melakukan praktek, permasalah di rumah, kekhawatiran akan biaya,

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


dan perubahan lingkungan praktek yang cepat (Deary et al, 2003). Sedangkan menurut Hogston
(2005) stres mahasiswa muncul dan meningkat ketika mahasiswa memasuki lahan praktek.
Peningkatan jumlah dan intensitas pekerjaan, peningkatan jumlah pasien binaan, kelelahan emosi
juga meningkatkan stres pada mahasiswa (Maslah & Jackson, 1996). Watson et al (2007)
menyebutkan bahwa mahasiswa keperawatan mengalami stres pada level yang tinggi. Stres
diakibatkan oleh perubahan psikologis yang dialami selama kuliah serta kelelahan secara emosi.
Munculnya stres juga diakibatkan oleh usaha mahasiswa dalam pencapaian harapan yang tinggi
selama berkuliah.

Stres pada mahasiswa keperawatan dapat memberikan dampak negatif bagi mereka. Dampak
negatif yang diperoleh adalah penurunan kinerja saat melakukan praktek. Selain itu stres juga
dapat menimbulkan berbagai penyakit pada individu (Ryan et al., 2005). Seseorang yang alami
stres cenderung menggunakan koping emosi (Deary et al., 1996). Hal ini juga berdampak
terhadap penurunan dukungan sosial. Stres yang muncul serta dibiarkan tanpa intervensi yang
berarti disertai dengan koping maladaptif menyebabkan menurunya kinerja perawat terhadap
pasien. Hal ini tentunya berdampak kepada menurunnya kualitas pelayanan kesehatan pada suatu
rumah sakit.

Penelitian yang dilakukan Isra & Haseena (2009) terhadap mahasiswa yang berasal dari beragam
suku bangsa di dunia menyebutkan bahwa stres merupakan salah satu masalah psikologi.
Dampak buruk stres jika dibiarkan maka berdampak kepada kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Selain itu, dampak stres juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang saat melaju ke tahap
selanjutnya. Lingkungan sebagai faktor pendukung juga diperlukan seseorang untuk mengurangi
dampak negatif dari stres. Dukungan sosial memainkan peranan penting dalam peningkatan
kondisi psikologis seseorang. (Ping et al., 2003).

6.1.2 Sleep Paralysis


Hasil yang ditemukan adalah sebagian besar responden yaitu sebanyak 98 mahasiswa (91,6%)
pernah mengalami sleep paralysis. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden pernah
mengalami sleep paralysis selama berkuliah di FIK UI. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Cheyne (1999) bahwa setiap individu pasti pernah mengalami kejadian sleep

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


paralysis selama hidupnya. Ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sobmanova &
Elizabetha (2007) disebutkan bahwa 77,8% responden setidaknya pernah satu kali mengalami
kejadian sleep paralysis.

Tingginya angka kejadian sleep paralysis yang terjadi diberbagai belahan dunia memotivasi
peneliti untuk melakukan penelitian mengenai kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK UI
angkatan 2008. Setelah dilakukan pengambilan data dan dilanjutkan pengolahan data, ditemukan
mayoritas mahasiswa pernah mengalami sleep paralysis. Pernyataan ini juga mendukung data
yang ditemukan pada beberapa penelitian lain yang menyebutkan bahwa sleep paralysis
merupakan kejadian yang pasti pernah dialami minimal sekali dalam kehidupan seseorang
(Cheyne, 1999). Hal ini juga sangat sesuai dengan temuan pada penelitian lain. Disebutkan
bahwa sleep paralysis terjadi pada sebagian besar populasi di Jepang (Fukada, 1998).

Kejadian sleep paralysis meningkat saat menjadi mahasiswa dimana 25-42% pernah mengalami
kejadian sleep paralysis setidaknya satu episode selama hidupnya (Awadalla et al., 2004; Cheyne
et al., 1999; Fukuda et al., 1998). Sleep paralysis dilaporkan terjadi pada individu di seluruh
belahan dunia. Beberapa negara yang pernah dilakukan penelitian dan ditemukan kejadian sleep
paralysis pada sebagian besar jumlah responden adalah di Jerman, Italia, Nigeria, Spanyol, Cina,
Jepang, Penduduk Eskimo, Amerika, dan beberapa Negara di Afrika (Ohayon, Zulley,
Guileminault, & Smirne, 1999).

Selain itu, mahasiswa juga dilaporkan sering mengalami gangguan tidur sleep paralysis.
Beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa universitas ditemukan tingginya angka kejadian
sleep paralysis pada mahasiswa. Penelitian dengan skala besar dilakukan di Undergraduate
College United States ditemukan rata-rata prevalensi kejadian sleep paralysis berjumlah 29%
(Hufford, 2005). Hasil yang ditemukan di penelitian lain di Sudan juga tidak jauh berbeda.
Mahasiswa yang berasal dari Amerika dan Kuwait yang berada pada negara ini mengalami
kejadian sleep paralysis (Ohayon, 1999).

Kejadian sleep paralysis dilaporkan meningkat pada mahasiswa dimana 24-42% pernah sleep
paralysis setidaknya satu episode saat berada di bangku kuliah (Awadalla et al., 2004; Cheyne et

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


al., 1999; Fukuda, Ogilue, Chichott, & Takeuchi, 1998). Penemuan ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Universitas Waterloo. Hasil penelitian menyebutkan mayoritas
pernah mengalami kejadian sleep paralysis disertai dengan halusinasi. Halusinasi merupakan
salah satu efek yang timbul saat seseorang mengalami sleep paralysis. Halusinasi menimbulkan
perspektif menarik dari sebuah persepsi atau representasi seseorang. Halusinasi adalah persepsi
tanpa sumber eksternal yang adekuat dan biasanya sulit diterima dengan akal sehat (American
Psychiatric Assosciation, 1994; Bentall, 1990).

Jenis halusinasi yang muncul saat sleep paralysis adalah rasa nyeri, tekanan kuat pada dada,
perasaan dan perasaan disentuh oleh seseorang. Sedangkan untuk halusinasi taktil seseorang
dapat merasakan sensasi tubuh terjatuh. Selain itu juga terdapat jenis vestibular-motor-
hallucination dimana seseorang merasakan terbang atau melayang diatas tubuhnya. Selain itu
menurut penelitian lain, seseorang dapat mengalami perasaan sensori seperti merasakan
kehadiran seseorang saat sleep paralysis terjadi (Cheyne, 2003; Cheyne, Rueffer, & Newby-
Clark, 1999).

Jenis halusinasi yang ditemukan pada beberapa penelitian diseluruh dunia tersebut juga sesuai
dengan informasi yang didapatkan pada mahasiswa keperawatan Universitas Indonesia angkatan
2008. Ditemukan mahasiswa yang teridentifikasi pernah mengalami sleep paralyisis mengalami
kejadian halusinasi seperti melihat bayangan makhluk halus (39,3%) dan melihat sosok yang
menakutkan (15,9%). Hasil penelitian menunjukan sebanyak 91% responden mengalami tanda-
tanda antara lain pernah terbangun dari tidur secara tiba-tiba (85%), tertidur lalu terbangun dan
tidak bisa berteriak untuk meminta pertolongan (58,9%), dan tertidur lalu tersentak bangun serta
tidak mampu menggerakan seluruh anggota badan (57%). Selain itu, peneliti juga menemukan
bahwa sebagian besar responden merasakan tekanan yang kuat dalam dada.

Penyebab kejadian yang muncul tersebut dijelaskan melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh
Michael, Naomi, Mark, & Ayson (2005). Dimana saat sleep paralysis berlangsung individu akan
tersadar dan memiliki rasa ketidakmampuan untuk bergerak. Pendapat yang sama juga
disebutkan pada sumber yang lain. Sleep paralysis adalah fenomena yang terjadi pada tahap
REM. Saat sleep paralysis terjadi kekakuan skeleton muscle saat seseorang terbangun secara

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


tiba-tiba (Hishikawa & Shimizu, 1995; Hobson, 1995). Hal ini juga sesuai dengan survey yang
dilakukan oleh Waterloo UN Sleep Experience (2005), ditemukan saat mengalami sleep paralysis
badan terasa seperti terkunci dan tidak bisa melakukan pergerakan. Beberapa perasaan dapat
menyertai kejadian sleep paralysis seperti badan terkunci, perasaan tertekan dalam dada, dan
halusinasi. Menurut sumber lain, saat kejadian sleep paralysis merupakan suatu keadaan dimana
seseorang merasa sulit melakukan gerakan motorik (Cheyne, 2003).

6.1.3 Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis


Beberapa penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian sleep
paralysis dengan gangguan psikologis (Hinton, Pich, Pollack, & Mc Nally, 2005;). Otto et al
(2006) menemukan bahwa 11% pasien psikiatrik mengalami kejadian sleep paralysis. Menurut
Solomanova et al (2007) stres berhubungan dengan frekuensi dan intensitas kejadian sleep
paralysis. Menurut penelitian ini terdapat hubungan yang kuat antara stres dengan kejadian sleep
paralysis. Hal ini diperkuat dengan penelitian lainnya dimana disebutkan seseorang yang
memiliki riwayat PTSD, Cemas dan depresi, serangan panik, dan kecemasan sosial dilaporkan
pernah mengalami kejadian sleep paralysis minimal satu kali selama hidupnya (Ohayon &
Shapiro, 2000; Yeung, Xu, & Chang, 2005; Alfonso, 1991; Mc Nelly & Clang, 2005). Ini juga
sesuai dengan pernyataan pada penelitian lain yang menyebutkan bahwa masalah psikologis
(seperti stres perasaan cemas, dan takut) dapat meningkatkan kemungkinan kejadian sleep
paralysis (Hackmann et al., 2000; Hirsch & Clark, 2006; Simard & Nielsen, 2005).

Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Submanova & Elizaveta (2007) ditemukan tidak ada
hubungan antara sleep paralysis dengan psychopatology. Diantara subjek yang mengalami sleep
paralysis hanya 9,8% yang memiliki riwayat depresi & social anxiety. Hasil penelitian yang
didapatkan jauh lebih rendah dari populasi general yang ditemukan pada penelitian sebelumnya
(American Psychiatric Assosciation, 2000). Menurut Submanova & Elizaveta (2007) hubungan
psychopatology dan kejadian sleep paralysis yang dilaporkan oleh studi sebelumnya memberikan
hasil yang tidak konsisten.

Hasil penelitian yang dilakukan di FIK-UI menunjukan terdapat hubungan antara tingkat stres
dan kejadian sleep paralysis. Responden dengan tingkat stres sedang dan mengalami sleep

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


paralysis dilaporkan sejumlah 96,6%. Responden dengan tingkat stres tinggi dan mengalami
sleep paralysis dilaporkan sejumlah 95,2%. Sedangkan responden dengan tingkat stres ringan
dan mengalami sleep paralysis sebanyak 78,66%. Hasil uji statistik diperoleh terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis. Sebagian besar mahasiswa
FIK-UI angkatan 2008 yang teridentifikasi mengalami stres pada tingkat sedang pernah
mengalami sleep paralysis.

Stres pada mahasiswa keperawatan pada umumnya diakibatkan oleh perubahan psikologis yang
dialami selama kuliah serta kelelahan secara emosi. Munculnya stres juga diakibatkan oleh usaha
mahasiswa dalam pencapaian harapan yang tinggi selama berkuliah dan saat lulus. Seseorang
yang mengalami stres secara subjektif mengeluh secara kontinyu bermimpi buruk dan tiba-tiba
terbangun pada malam hari (Ohayon & Saphiro, 2000). Inilah yang menyebabkan disfungsi pada
tahap REM (Hetzel & Mc. Canne, 2005). Penelitian ini juga sesuai dengan data subjektif yang
didapatkan. Dimana 8 dari 10 mahasiswa FIK UI angkatan 2008 menyatakan sering kurang tidur
dan tidur larut malam akibat mengerjakan tugas perkuliahan/laporan praktek. Mereka juga
menyatakan merasa sukar berkonsentrasi saat melakukan aktifitas. Data subjektif yang
ditemukan peneliti juga sesuai dengan hasil penelitian dan hasil penelusuran pustaka dari
berbagai belahan dunia.

Kompleksitas stresor yang muncul dapat menyebabkan semakin parahnya keadaan psikologis
individu. Jika koping yang ditimbulkan adalah koping positif maka tidak menyebabkan masalah.
Namun jika koping yang muncul saat timbul masalah adalah koping negatif maka akan
mengakibatkan semakin menurunya produktifitas (Isra & Haseena, 2009). Pada saat seseorang
mengalami stres dan kecemasan, maka kelenjar pineal tubuh yang mensekresikan melantonin
akan dinonaktifkan oleh sistem SCN. SCN akan melakukan upaya peningkatan suhu tubuh dan
melepaskan hormon kortisol. Hormon kortisol menyebabkan seseorang tetap terjaga (Potter &
Perry, 2005). Penelitian lain menyebutkan 20% responden yang mengalami stres dan cemas
mengalami episode sleep paralysis (Otto et al., 2006).

Ketika seorang individu yang mengalami stres ditunjang dengan koping maladaptif maka akan
berdampak pada kualitas kehidupan sehari-harinya tanpa terkecuali kualitas tidurnya (Potter &

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Perry, 2005). Seseorang yang mengalami gangguan psikologis dilaporkan lebih sering
mengalami sleep paralysis dibandingkan dengan yang tidak memiliki gangguan psikologis
(Abraham & Mulligan, 2007). Intensitas dan frekuensi terjadinya sleep paralysis berhubungan
dengan stres. Sleep paralysis juga dapat menjadi pengalaman yang traumatik bagi penderita
(Abrahams & Mulligan, 2007).

Kecemasan dan depresi secara bertahap dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan
tidur (Isra & Haseena, 2009). Kualitas tidur seseorang juga dipengaruhi oleh kenyamanan. Saat
seseorang mengalami stres maka kenyamanan akan sulit didapatkan (Kozier & Berman, 2004).
Kurangnya waktu tidur akibat banyaknya tugas juga dapat mengganggu irama sirkadian (Perry &
Potter, 2005). Hal ini pada akhirnya dapat berdampak kepada pola tidur seseorang.

Kurangnya waktu tidur ditunjang dengan beban perkuliahaan yang tinggi tentunya dapat
menimbulkan stres (Hogston, 2005). Ketika seseorang stres, maka pikiran akan terpusat pada
masalah yang sedang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi tidak rileks
(Isra & Haseena, 2009). Kurangnya waktu tidur juga dapat menurunkan produktifitas mahasiswa
dalam melakukan proses belajar. Mahasiswa FIK-UI dengan beban perkuliahan yang tinggi
menyebabkan banyak mahasiswa yang kerap melakukan aktifitas di waktu tidur, salah satunya
adalah mengerjakan tugas di depan komputer hingga larut malam.

Mahasiswa selama proses belajar kerap kali memerlukan alat elektronik dalam mempermudah
penyusunan laporan. Penggunaan laptop menurut beberapa jurnal dapat mempengaruhi kualitas
tidur seseorang (Gradisan, 2010). Selain itu Gradisan (2010) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tidur dengan penggunaan laptop. Penggunaan laptop disinyalir
dapat mengganggu pola tidur seseorang yang pada akhirnya memperngaruhi kuaitas kerja,
penurunan memori, dan sulit konsentrasi. Hal ini dapat menimbulkan menurunya prestasi
akademis.

Paparan cahaya komputer dapat mengganggu fisiologi tidur seseorang. Paparan cahaya dari
komputer akan menstimulasi jalur saraf dari retina ke hipotalamus. Hipotalamus memiliki pusat
khusus yang bernama supra-chiasmatic nucleus (SCN) yang kemudian menstimulasi pusat lain

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


di otak untuk mensekresikan hormon (National Sleep Foundation, 2009). Gradisan (2010)
menyebutkan bahwa penggunaan komputer berhubungan dengan peningkatan keinginan tidak
ingin tidurnya seseorang. Saat seseorang menggunakan komputer, maka Ia akan mengalami
kesulitan untuk memulai tidur. Inilah yang menyebabkan terganggunya tahap tidur seseorang.
(Gradisan, 2010).

Penggunaan komputer juga dapat menimbulkan berbagai gangguan tidur seperti sleep onset yang
terganggu, cemas tidur, dan parasomnia (Gradisan, 2012). Gradisan (2010) juga menemukan
bahwa stres, penggunaan komputer, dan kelelahan dapat memicu timbulnya kejadian sleep
paralysis. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa kurangnya tidur
dapat meningkatkan kelelahan dan penurunan produktifitas (Isra & Haseena, 2009). Menurunya
produktifitas ini juga berdampak kepada hubungan interpersonal mahasiswa dengan lingkungan
sekitar. Inilah yang dapat meningkatkan stres pada mahasiswa.

Perasaan cemas yang muncul akan mempengaruhi SCN untuk menstimulasi tubuh untuk
meningkatkan produksi hormon kortisol dan norepinefrin dalam darah. (Perry & Potter, 2005).
Ketika mahasiswa dalam keadaan stres lalu mencoba untuk tidur, hormon norepinefrin akan
diproduksi. Kadar hormon norepinefrin yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas tidur
pada tahap NREM dan tahap REM (Perry & Potter, 2005). Pada penjelasan di Bab II jelas
disebutkan bahwa tahap REM memiliki fungsi paling vital. Dimana pada tahap ini, proses
pemulihan tubuh terjadi. Salah satunya adalah meningkatkan kesegaran dan memaksimalkan
konsentrasi seseorang (Kozier, 2004).

Saat tahap REM terjadi, maka seluruh fungsi tubuh akan mengalami turned off. Keadaan ini
merupakan salah satu cara kerja tubuh untuk merelaksasi seluruh otot dari ketegangan. Selain itu,
pada tahap ini juga akan diproduksi sel darah merah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen.
Kualitas tidur yang baik ditunjukan dengan ada/tidaknya tahap REM seseorang. Tahap REM
sendiri merupakan tahap terdalam dalam tidur. Dimana seseorang akan merasakan kehilangan
kesadaran secara penuh dan sulit dibangunkan karena berada pada tahap tidur paling dalam
(Perry & Potter, 2005).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Sleep paralysis sendiri terjadi saat dimulainya tahap tidur REM. Memasuki tahap REM, otot-otot
akan berhenti bekerja/turned off. Jika seseorang merasakan stress tubuh akan meningkatkan
produksi kadar hormon norepinefrin. Produksi norepinefrin yang tinggi dapat mengacaukan
siklus REM dan NREM. Akibatnya seseorang dapat masuk secara tiba-tiba ke siklus tidur
NREM 1 atau 2 saat berada pada tahap REM. Inilah yang menyebabkan seseorang mendapati
dirinya mengalami kejadian sleep paralysis. Sebagian besar responden menyatakan saat kejadian
sleep paralysis terjadi mereka mengalami keadaan tidak mampu bergerak dan berbicara (57%).
Hal ini dapat terjadi karena saat seseorang berada pada tahap REM otot dan tubuh akan
mengalami relaksasi. Ketika siklus tidur terganggu akibat berbagai penyebab maka seseorang
yang berada pada tahap REM secara tiba-tiba akan masuk kedalam tahap NREM 1 atau NREM
2. Pada keadaan inilah tubuh menjadi sulit untuk digerakan (Cheyne, 2003).

6.2 Implikasi Keperawatan


Banyak orang yang mengalami kejadian sleep paralysis namun kurang informasi mengenai sleep
paralysis itu sendiri. Sebagian dari mereka hanya mengetahui bahwa sleep paralysis adalah
kejadian yang erat kaitannya dengan unsur magis dan mistis. Berbagai dampak negatif dapat
muncul jika seseorang mengalami kejadian sleep paralysis seperti nyeri, marah, sedih, dan takut.
Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk menyadari serta memberi dukungan secara profesional
kepada seseorang yang mengalami sleep paralysis (Wing, Lee, Chen, 1994). Penelitian ini dapat
digunakan oleh mahasiswa keperawatan sebagai informasi dasar bahwa mahasiswa keperawatan
sebagian besar memiliki tingkat stres sedang dan tinggi dan mayoritas mengalami kejadian sleep
paralysis. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kedua hal tersebut terbukti berhubungan. Hal ini
dapat menjadi dasar informasi bagi institusi pendidikan untuk menurunkan beban perkuliahan
pada mahasiswa sehingga kualitas tidur menjadi lebih baik.

6.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif korelatif yang
bertujuan untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan antar variabel yang diteliti. Hasil
penelitian ini hanya dapat mengetahui ada atau tidaknya hubungan tingkat stres dengan kejadian
sleep paralysis. Akan tetapi peneliti masih menghadapi kesulitan yaitu tidak dapat mengetahui
alasan hubungan sebab-akibat antara variabel yang diteliti.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Kuesioner yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terkait variabel tingkat stres diadaptasi dan
dimodifikasi dari penelitian sebelumnya. Sedangkan untuk variabel Kejadian sleep paralysis,
peneliti mencoba merancang sendiri berdasarkan komponen penilaiannya. Kuesioner yang dibuat
masih memiliki kelemahan karena peneliti dalam hal ini masih dalam tahap pemula. Peneliti
menyadari, kelemahan yang ada dalam kuesioner ini adalah kuesioner penelitian yang masih
kurang kuat dan juga kurang valid. Uji validitas dilakukan sekali pada populasi yang berbeda dan
kemudian dilakukan perbaikan pada pernyataan yang tidak valid. Sebelum disebarkan kepada
sampel penelitian, peneliti melakukan uji keterbacaan kepada lima orang selain responden. Hal
tersebut dipengaruhi juga oleh keterbatasan waktu dan sumber daya dalam penelitian.

Peneliti mengalami keterbatasan dalam pembahasan penelitian sehingga dirasakan masih kurang
mendalam untuk meneliti hubungan antara karakteristik demografi dengan kejadian sleep
paralysis. Peneliti juga menyadari kurangnya waktu peneliti dalam melakukan pencarian literatur
membuat peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan hubungan antara tingkat stres dengan
kejadian sleep paralysis. Peneliti berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan belajar dari
pengalaman pertama peneliti dalam menyusun skripsi.

Peneliti juga mengalami kesulitan dalam mengumpulkan responden dikarenakan kegiatan


praktikum beserta laporan yang sedikit menyita waktu peneliti dalam mengumpulkan data.
Waktu yang dibutuhkan peneliti untuk pengambilan data penelitian lebih lama dari lama hari
yang telah ditentukan, yaitu 15 hari. Hal ini dikarenakan peneliti mencari responden angkatan
2008 yang sudah jarang datang ke kampus UI depok karena sedang praktikum di beberapa
institusi. Peneliti mencoba untuk mengumpulkan responden dengan menitipkan kuesioner
kepada mahasiswa di tiap lokasi praktikum. Selain itu juga keterbatasan waktu peneliti untuk
bertemu dengan responden karena jadwal bersamaan dengan praktek lapangan peneliti.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan gambaran:
1. Mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 mengalami stres dengan tingkat sedang (54,2%)
2. Mayoritas mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 pernah mengalami sleep paralysis (91,6%)
3. Terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa
FIK-UI Angkatan 2008

7.2 Saran
7.2.1 Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi :
1. Masukan dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
jiwa pada mahasiswa yang memiliki masalah stres dan mengalami kejadian sleep
paralysis.
2. Sumber informasi bagi perawat dalam menangani mahasiswa dengan tingkat stres dan
mengalami gangguan tidur (sleep paralysis)
3. Rencana edukasi dan terapi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tidur salah
satunya dengan menurunkan tingkat stres pada mahasiswa.

7.2.2 Mahasiswa angkatan 2008 yang mengalami sleep paralysis di FIK UI


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran bagi mahasiswa yang mengalami
stres untuk mengontrol dan melakukan teknik relaksasi jika mengalami stres. Sehingga
mahasiswa dapat meningkatkan kualitas tidur mereka.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan
2. Penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan jenis halusinasi
pada sleep paralysis di tiap kultur di seluruh Indonesia
3. Penelitian selanjutnya mampu menggunakan teknik pengambilan sampel yang berbeda
dan dengan jumlah yang lebih besar sehingga hasil penelitian lebih representatif
4. Penelitian selanjutnya mampu memperkirakan waktu dalam pengambilan data yang
disesuaikan waktu responden dengan jadwal kuliah yang cukup padat
5. Penelitian selanjutnya mampu untuk melakukan validitas secara berulang sehingga dapat
diperoleh instrumen penelitian dengan tingkat validitas yang tinggi
6. Penelitian selanjutnya menyertakan dan mampu mengidentifikasi hubungan komponen
tambahan terkait karakteristik demografi sehingga dapat lebih menunjang dan
memperkuat dalam pembahasan hasil penelitian.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. P., Carleton, R. N., Taylor, S., & Asmundson, G. J. G. (in press). Human tonic
immobility: measurement and correlates. Depression and Anxiety.

Adler, S.R. (1991). Sudden unexpected nocturnal death syndrome among immigrants
examining the role of the nightmare. Journal of American Folklore, 104, 54-71.

Aldridge,D.(1991).Spirituality, healing and medicine. British Journal of General Practice, 41,


425-427. Diunduh dari
http://www.vanguard.edu/faculty/ddegelman/detail.aspx?doc_id=796

American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders
(4th ed.), text revision (DSM-IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association
Press.

American Sleep Disorders Association (2005). ICSD-II. International classification of sleep


disorders: Diagnostic and coding manual (2nd ed.). Chicago, Illinois: American Academy of
Sleep Medicine.

Arikawa, H., Templer, D. I., Brown, R., Cannon, W. G., & Thomas-Dodson, S. (1999). The
structure and correlates of Kanashibari. Journal of Psychology, 133, 369375.

Awadalla, A., Al-Fayez, G., Harville, M., Tomeo, M. E., Templar, D. I., & Underwood, R.
(2004). Comparative prevalence of isolated sleep paralysis in Kuwaiti, Sudanese, and
American college students. Psychological Reports, 95, 317322.

Beidel, D. C. (1998). Social anxiety disorder: Etiology and early clinical presentation. Journal of
Clinical Psychiatry, 59(Suppl 17), 2732.

Belicki, K. (1992). Nightmare frequency versus nightmare distress: Relations to


psychopathology and cognitive style. Journal of Abnormal Psychology, 101, 592597.

Bernadette, C, M. Immobilization panic. The American Journal of Psychiatry, 8, 163.

Bell, C. C., Dixie-Bell, D. D., & Thompson, B. (1986). Further studies on the prevalence of
isolated sleep paralysis in black subjects. Journal of the National Medical Association, 78,
649659.

Bell, C. C., Hildreth, C. J., Jenkins, E. J., & Carter, C. (1988). The relationship of isolated sleep
paralysis and panic disorder to hypertension. Journal of the National Medical Association,
80, 289294.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Bell CC, Shakoor B, Thompson B, et al. (1984) The Prevalence of Isolated Sleep Paralysis in
Blacks. J Natl Med Assoc, 76:501-508.

Blackmore, S. (1987). Where am I? Perspectives in imagery and the out-of-body experience.


Journal of Mental Imagery, 11, 5366.

Bloom, Joseph. (2001). Eskimo sleep paralysis. Journal of Psychiatry, 20-26.

Bradner, Scott. (2005). Sleep paralysis and the phone biz. Network World, 22, 39.

Buyukhatipoglu, H. (2008). Sleep paraysis and sleep duration. Journal of The National Medical
Association, 10, 1207-1208.

Chang, E.M., Hancock, K., 2003. Role stress and role ambiguity in new nursing graduates in
Australia. Nurs. Health Sci. 5, 155163.

Chang, E.M., Hancock, K.M., Johnson, A., Daly, J., Jackson, D.,2005. Role stress in nurses:
review of related factors and strategies for moving forward. Nurs. Health Sci. 7, 5765.

Cheyne, J.A. (2002). Situational factors affecting sleep paralysis and associated
hallucinations: position and timing effects. Canadian Journal of Psychiatric, 169, 169-177.

Cheyne, J. A. (2002). Waterloo unusual sleep experiences questionnaire-VIIIa. Retrieved


October 18, 2005 from http://watarts.uwaterloo.ca/_acheyne/ spquest01.html.

Cheyne, J. A. (2005). Sleep paralysis episode frequency and number, types, and structure of
associated hallucinations. Journal of Sleep Research, 14, 319324.

Cheyne, J. A., & Girard, T. A. (2004). Spatial characteristics of hallucinations associated with
sleep paralysis. Cognitive Neuropsychiatry, 9, 281300.

Cheyne, J. A., Rueffer, S. D., & Newby-Clark, I. R. (1999). Hypnagogic and hypnopompic
hallucinations during sleep paralysis: neurological and cultural construction of the night-
mare. Consciousness and Cognition, 8, 319337.

Cohen, J. (1988). Statistical power analysis for the behavioral sciences (2nd ed.).
Hillsdale, NJ: Lawrence Earlbaum Associates.

Dahlitz, M., Parkes, J D. (1993). Sleep paralysis. The Lancet, 8842, 341-382.

Dahmen, N. (2001). REM-associated hallucinations and sleep paralysis are dependent on body
posture. Journal of Psychiatry, 248, 423424.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Deary, I.J., Blenkin, H., Agius, R.M., Endler, N.S., Zealley, H., Wood, R.A., 1996. Models of
job-related stress and personal achievement among consultant doctors. Br. J. Psychol. 87, 3
29.

Deary, I.J., Watson, R., Hogston, R., 2003. A longitudinal cohort study of burnout and attrition
in nursing students. J. Adv. Nurs. 43, 7181.

Degelman, D. (2010). APA Style Essential, 3-5. Diunduh dari


http://www.vanguard.edu/faculty/ddegelman/detail.aspx?doc_id=796

Dharma, K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan.

Fee, M. (2004). Sleep paraysis. Journal of Psychiatric, 57, 429.

Friedman, S., & Paradis, C. (2002). Panic disorder in African-Americans: Symptomatology and
isolated sleep paralysis. Culture, Medicine and Psychiatry, 26, 179198.

Fukuda,K., Miyasita, A., Inugami,M. and Ishihara,K. High prevalence of isolated sleep paralysis.
Sleep,1987, 10: 279286.

Fukuda, K., Ogilvie, R., & Takeuchi, T. (1998). The prevalence of sleep paralysis among
Canadian and Japanese college students. Dreaming, 8, 5966.

Fukuda,K., Ogilvie,R. D., Chilcott,L., Vendittelli, A.-M. and Takeuchi,T. (1998) The prevalence
of sleep paralysis among Canadian and Japanese college students. Dreaming, 8, 5966.

Fukuda,K., Ogilvie, R. D. and Takeuchi,T. (2000). Recognition of sleep paralysis among normal
adults in Canada and in Japan. Psychiatry Clin. Neurosci, 54, 292293.

Granqvist, P., Fredrikson, M., Unge, P., Hagenfeldt, A., Valind, S., Larhammar, D., et al. (2005).
Sensed presence and mystical experiences are predicted by suggestibility, not by the
application of transcranial weak complex magnetic fields. Neuroscience Letters, 379, 16.

Graven, R & Hirnle, C.(2000). Fundamental of nursing: human health and function.
Philadhelphia:Lipincott

Hackmann, A., Clark, D. M., & McManus, F. (2000). Recurrent images and early memories in
social phobia. Behaviour Research andTherapy, 38, 601610.

Hackmann, A., Surawy, C., & Clark, D. M. (1998). Seeing yourself through

Halgin, Richard. (1993). Abnormal psychology. USA: Harcout publisher

Hastono, S. (2008). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Hetzel, M. D., & McCanne, T. R. (2005). The roles of peritraumatic dissociation, child physical
abuse, and child sexual abuse in the development of posttraumatic stress disorder and adult
victimization. Child Abuse &Neglect, 29, 915930.

Hidayat, A.A. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah, Ed. 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Hirsch, C. R., Meynen, T., & Clark, D. M. (2004). Negative self-imagery in social anxiety
contaminates social interactions. Memory, 12, 496506.

Hishikawa, Y., & Shimizu, T. (1995). Physiology of REM sleep, cataplexy and sleep paralysis.
In: S. Fahn, M. Hallett, H. O. Luders, & C. D. Marsden (Eds.), Advances in neurology (pp.
245271). Philadelphia: Lippencott- \Raven.

Hogston, R., 1995. Nurses perceptions of the impact of continuing professional education (CPE)
on the quality of nursing care. J.Adv. Nurs. 22, 586593.

Huang, Yanping, Li, Ling, 2005. Stressor, coping style and mental health of college students.
Chinese Mental Health Journal 19, 448449.

Kotorii, T., Uchimura, N., Hashizume, Y., Shirakawa, S., Satomura, T., Tanaka, J., et al. (2001).
Questionnaire relating to sleepparalysis. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 55, 265
266.

Li, Ping, Wang, Dong, Ma, Yongqing, et al., 2003. Analysis of anxiety, depression and social
support of nursing students. Chinese Journal of Behavioral Medical Science 12, 136.

Jacobson, J. (2009). The nightmares of puerto ricans: an embodied


altered states of consciousness perspective. Journal of Psychiatry, 33, 266289.

Kozier, Barbara, etc.(1995). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice. (5th ed).
California: Addison Wesley Company

Kryger MH. (2002) Principles and practice of sleep medicine. 3rd ed. Philadelphia: WB
Saunders.

Lazarus, Richard. (1999). Stress and emotion. New York: Springer.

Maslach, C., Jackson, S.E., 1986. Maslach Burnout Inventory manual, 2nd ed. Consulting
Psychologists Press, Palo Alto, CA, USA.

Nielsen, T. A. (2007). Felt presence: Paranoid delusion or hallucinatory social imagery.


Consciousness and Cognition, 16(4), 975983.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Nielsen, T. A., Laberge, L., Tremblay, R., Vitaro, F., & Montplaisir, J. (2000). Development of
disturbing dreams during adolescence andtheir relationship to anxiety symptoms. Sleep,
23, 727736.

Nielsen, T. A., & Lara-Carrasco, J. (2007). Nightmares, dreaming and emotion regulation: A
review. In D. Barrett & P.McNamara (Eds.),The new science of dreams. Westport:
Praeger Greenwood.

Nielsen, T. A. & Paquette, T. (in press). Dream-associated behaviors affecting pregnant and
postpartum women. Sleep.

Nunes J, Jean-Louis G, Zizi F, et al. (2008). Sleep Duration among Black and White Americans:
Results of the National Health Interview Survey. J Natl Med Assoc, 100:317-322.

Oakman, J., Van, A. M., Mancini, C., & Farvolden, P. (2003). A confirmatory factor analysis of
a self-report version of the Liebowitz Social Anxiety Scale. Journal of Clinical Psychology,
59, 149161.

Ohaeri, J. U., Awadalla, A., Makanjuola, V. A., & Ohaeri, B. M. (2004). Features of isolated
sleep paralysis among Nigerians. East African Medical Journal, 81, 509519.

Ohayon, M. M., & Shapiro, C. M. (2000). Sleep disturbances and psychiatric disorders
associated with posttraumatic stress disorder in the general population. Comprehensive
Psychiatry, 41, 469478.

Otto, M. W., Simon, N. M., Powers, M., Hinton, D., Zalta, A. K., & Pollack, M. H. (2006). Rates
of isolated sleep paralysis in outpatients with anxiety disorders. Journal of Anxiety
Disorders, 20, 687693.

Potter&Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, praktik. (edisi 4),
(Asih, Yasmin; penerjemah). Jakarta: EGC. (Sumber asli diterbitkan 1997).

Power, Mick. (1999). Handbook of cognition and emotion. UK: Wiley


Lee, E. K.

Powell, R. A. (1998). Was Anna O.'s black snake hallucination a sleep paralysis nightmare. Tore
A Nielsen Psychiatry, 61, 239.

Ryan, D., Powell, S., Watson, R., 2005. Identifying the causes of stress in the workplace. Occup.
Health Rev. 115, 2023.

Shah N, Bang A, Bhagat A. (2010). Indian research on sleep disorders. Indian J Psychiatry, 52,
255-259.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Takeuchi,T., Fukuda, K., Sasaki,Y., Inugami, M. and Murphy,T. I. (2001). Factors related to the
occurrence of isolated sleep paralysis elicited during a multi-phasic sleepwake schedule.
Sleep, 25, 8996.

Takeuchi,T.,Miyasita,A.,Sasaki,Y., Inugami,M. and Fukuda,K. (1992). Isolated sleep paralysis


elicited by sleep interruptions. Sleep, 15, 217225.

Yao, S. N., Note, I., Fanget, F., Albuisson, E., Bouvard, M., Jalenques, I., et al. (1999). Social
anxiety in patients with social phobia: Validation of the Liebowitz social anxiety scale: The
French version. Encephale, 25, 429435.

Yeung, A., Xu, Y., & Chang, D. F. (2005). Prevalence and illness beliefs of sleep paralysis
among Chinese psychiatric patients in China and the United States. Transcultural
Psychiatry, 42, 135145.

Zavada, A., Gordijn, M. C., Beersma, D. G., Daan, S., & Roenneberg, T. (2005). Comparison of
the Munich Chronotype Questionnaire with the Horne-Ostbergs Morningness
Eveningness Score. Chronobiology International, 22, 267278.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


KUESIONER

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN

Lembar persetujuan menjadi responden

Kepada Yth. Responden


Perkenalkan nama saya Ruby Larasaty, mahasiswi tingkat akhir FIK UI. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep
Paralysis pada MahasiswaFIK UI 2008 yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis khususnya pada mahasiswa FIK
UI Angkatan 2008. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk program pendidikan
strata satu yang sedang saya tempuh di FIK UI. Dosen pembimbing saya dalam penelitian ini
adalah Ibu Hening Pujasari, Skp., M.Biomed., MN yang juga merupakan dosen Kelompok
Keilmuan Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar di FIK UI.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Anda untuk berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini, partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak
memaksa. Jika Anda bersedia, saya akan memberikan lembar kuesioner (lembar pertanyaan)
yang telah disediakan untuk diisi dengan kejujuran dan apa adanya. Saya menjamin kerahasiaan
jawaban dan identitas Anda. Jawaban yang diberikan digunakan hanya untuk kepentingan
penelitian ini.

Penelitian ini melibatkan mahasiswa FIK UI khususnya angkatan 2008. Keputusan Anda untuk
ikut ataupun tidak dalam penelitian ini tidak berpengaruh pada status kemahasiswaan Anda di
Universitas Indonesia dan tidak akan mengakibatkan kerugian apapun karena semua informasi
yang diberikan dijamin kerahasiaannya.

Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari tidak bagian. Bagian pertama berisi pertaanyaan
yang berkaitan dengan data demografi responden, yang terdiri dari insial nama, usia, dan jenis
kelamin.Bagian kedua kuesioner terdiri dari pernyataan yang berkaitan dengan tingkat stres.
Bagian ketiga kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai sleep paralysis yang mungkin pernah
Anda alami. Keterlibatan Anda dalam penelitian ini sangat diharapkan karena hasil dari
penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis.

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Jika anda masih memiliki pertanyaan terkait penelitian ini, Anda dapat menghubungi atau SMS
saya ke nomor +6285693955660.

Demikian lembar persetujuan ini saya buat, atas perhatian Anda, saya ucapkan terimakasih.

Depok,

Peneliti
Ruby Larasaty

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Setelah membaca dan memahami penjelasan yang saya berikan, saya menyatakan bersedia untuk
ikut serta sebagai responden penelitian dan mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat
negatif pada diri saya maupun status mahasiswa. Segala informasi yang saya berikan akan dijaga
kerahasiaan peneliti.

Saya memahami bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini. Penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis di FIK UI
khususnya angkatan 2008. Saya telah mendapatkan penjelasan dari peneliti bahwa keikutsertaan
saya sebagai responden penelitian hanya digunakan sebagai kepentingan penelitian. Demikianlah
pernyataan ini saya sampaikan, dengan menandatangani pernyataan ini saya menyatakan
bersedia menjadi responden dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari siapapun.

Depok, 2012

Responden

( )

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Tgl Penelitian: No Responden:

KUESIONER PENELITIAN

Judul : Hubungan Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis di Fakultas Ilmu Keperawatan UI
Petunjuk pengisian :
Bacalah pertanyaan dan pilihan jawaban berikut dengan teliti
Berilah tanda checklist () pada pernyataan kolom yang sesuai dengan pendapat
Anda
Jika Anda ingin mengganti jawaban yang salah, beri tanda silang (x) pada
jawaban yang salah lalu beri tanda () pada kolom yang baru
Jika Anda memiliki kesulitan dalam menjawab, anda diperkenankan untuk
bertanya kepada peneliti.
Jawablah semua pertanyaan yang ada
Selamat mengisi dan terimakasih atas kerjasamanya

A. Data Demografi
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Suku :

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


B. Pernyataan Mengenai Tingkat Stres
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist() pada salah satu kolom
yang paling sesuai dengan jawaban Anda.
No. Selama kuliah di FIK saya Tidak Jarang Sering Selalu
Pernah
1. Mudah marah
2. Khawatir diikuti rasa cemas dan takut
3. Sulit berpikir jika akan memutuskan
sesuatu
4. Cenderung menyalahkan diri
5. Merasa rendah diri, tidak layak, dan
tidak berharga.
6. Mencoba menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tenang
7. Merasa diasingkan dan ditolak di
kampus
8. Merasakan sakit kepala
sebagian/seluruhnya

9. Tangan dan kaki saya


basah/dingin/lembab

10. Debaran jantung tiba-tiba cepat dan


kemudian normal lagi
11. Nafas lebih cepat/sering ambil napas
panjang disertai gugup
12. Merasa rileks
13. Dapat memusatkan perhatian saat
menghadapi masalah

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


No. Selama kuliah di FIK UI saya Tidak Jarang Sering Selalu
Pernah
14. Merasa mual/mulas/nyeri/perasaan
tidak nyaman
15. Merasa kacau, bingung, cemas, dan
tidak tau harus melakukan apa
16. Merasa lelah dan tidak bergairah
17. Merasa beban kuliah sangat berat
18. Merasa kurang tidur karena banyak
tugas kuliah

C. Pernyataan Seputar Kejadian Sleep Paralysis


Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist() pada kolom
Ya/Tidak sesuai dengan jawaban Anda.

No. Selama berkuliah di FIK UI saya Ya Tidak


1. Pernah terbangun secara tiba-tiba saat tertidur
2. Pernah tertidur lalu tiba-tiba terbangun dan merasa tercekik
3. Pernah tertidur lalu tiba-tiba terbangun dan tidak bisa bergerak serta
merasa seperti melihat bayangan makhluk halus/ orang yang
Hub
ditakuti/ binatang yang ditakuti ung
an ti
4. Tertidur lalu terbangun dan tidak bisa berbicara/berteriak ngk
5. Pernah tertidur lalu tiba-tiba terbangun dan merasakan tekanan at...
, Ry
yang kuat dalam dada. by L
6. Tiba-tiba terbangun dan melihat sesosok yang menakutkan ara
saty
7. Pernah tertidur lalu tersentak terbangun dan tidak bisa menggerakan , FI
K UI
seluruh anggota badan
, 20
8. Tertidur dan merasa tidak bisa berteriak untuk meminta pertolongan 12.
`

Terima kasih atas


partisipasi Anda dalam
penelitian ini

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.


Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.
Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.
BIODATA MAHASIISWA

1. Nama lengkaap Ruby Larasatty


:R
2. Agama : Isslam
3. Tempat/tangggal lahir :Jaakarta/23 Jun
ni 1990
4. Suku : Jaawa
5. Alamat : Kp. Cipeucanng RT 02 RW 05 Bojong Gede Bogo
or
6. HP : 0856939556660/025194000203
7. Email : ubylarasaty@@yahoo.com
8. Riwayat penddidikan :
a. SD Bina In
nsani (1996--2001)
b. SLTPN 4 Bogor ( 20001-2004)
c. SMU Neggeri 2 Bogor ( 2005-2008
8)
d. Fakultas Illmu Keperawwatan Univeersitas Indonnesia (2008-22012).

Hubungan tingkat..., Ryby Larasaty, FIK UI, 2012.

Anda mungkin juga menyukai