SKRIPSI
RUBY LARASATY
0806316240
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Keperawatan
RUBY LARASATY
0806316240
NPM : 0806316240
Tanda Tangan :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat
menyelesaikan laporan penelitian tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan penelitian ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Riset
Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selama menyusun tugas
akhir ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan, semangat, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan rasa hormat, terimakasih, dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia,
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed selaku KPS S1 FIK UI,
3. Ibu Dr. Yati Afiyanti S.Kp., M.N, selaku kordinator mata ajar skripsi,
4. Ibu Hening Pujasari, S.Kp., M.Biomed., MANP, selaku pembimbing skripsi. Terimakasih
Ibu, atas bimbingan dan arahan Ibu.
5. Ibu Fajar Tri Waluyanti S.Kp., M Kep, Selaku pembimbing skripsi. Terimakasih Ibu, atas
bantuan, bimbingan, dan arahan Ibu,
6. Bapak Sigit Mulyono, SKp.,MN, Selaku dosen yang banyak memberikan saya bimbingan
dan arahan terkait dengan masalah tidur,
7. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N, Selaku pembimbing akademik. Terimakasih atas
dukungan dan support Ibu,
8. Bapak Rachmono, Ayah tercinta, Terimakasih atas dukungan, semangat, dan nasehat
yang selalu Papa berikan,
9. Ibu Rosihah, Ibunda tercinta, terimakasih atas dukungan, semangat, nasehat, dan doa
yang senantiasa Ibu panjatkan untuk kesuksesan laporan penelitian saya ini,
10. Risty Rachmonicha., S.H. Terimakasih atas bantuan dan arahan kakak saat saya
mengalami kesulitan,
11. Teman-teman angkatan 2008 yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan support,
Demikian yang dapat saya sampaikan. Saya menyadari bahwa laporan yang saya susun memiliki
banyak kekurangan, untuk itu saya sangat mengharapkan mendapatkan kritik dan saran agar
dapat memperbaiki diri. Akhir kata, saya berharap penelitian ini dapat bermanfaat tidak hanya
bagi saya, namun siapa saja yang mencintai ilmu pengetahuan.
Ruby Larasaty
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ruby Larasaty
NPM : 0806316240
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Skripsi
Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis pada Mahasiswa FIK-UI
Angkatan 2008
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 23 Juni 2012
Yang menyatakan
Ruby Larasaty ( )
Tingkat stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas tidur dan mempengaruhi munculnya
gangguan tidur seperti sleep paralysis. Penelitian ini membahas mengenai hubungan tingkat stres
dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK UI Angkatan 2008. Penelitian menggunakan
desain deskriptif korelatif. Sampel berjumlah 107 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia angkatan 2008. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Responden
mengisi kuesioner berupa data demografi, 18 pernyataan yang merujuk kepada Depression Anxiety Stress
Scales (DASS), dan 8 pernyataan mengenai sleep paralysis yang disusun peneliti berdasarkan penelitian
Cheyne et al (1999). Melalui hasil analisis chi square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres
dengan kejadian sleep paralysis. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kejadian sleep paralysis adalah
tingkat stres pada individu (p value 0,015; 0,05). Hasil menunjukan mahasiswa dengan tingkat stres
sedang dan mengalami sleep paralysis (95,2%); mahasiswa dengan tingkat stres tinggi dan mengalami
sleep paralysis (95,2%); dan mahasiswa dengan tingkat stres ringan dan mengalami sleep paralysis
(78,66%). Saran bagi penelitian selanjutnya adalah memperluas topik penelitian seperti meneliti
perbedaan jenis halusinasi tiap budaya di Indonesia serta menggunakan teknik pengambilan data total
sampling sehingga terlihat gambaran kejadian secara keseluruhan dalam suatu populasi.
This study used descriptive correlative design which aimed to identify the relationship between
stress levels and the incidence of sleep paralysis. This research was using sample amounted 107
students come from Faculty of Nursing University of Indonesia. Researcher also used accidental
sampling. Respondents were given questionnaires which was consists of 3 statements about
demographic data, 18 statements about the level of stress which was refers to the Depression
Anxiety Stress Scales (DASS), and 8 statement of sleep paralysis which was composed by
researchers based on research from Cheyne et al (1999). The result showed there was bound
relationship between stress levels and the incidence of sleep paralysis (p value 0.015; 0,05).
Results showed students with moderate levels of stress experienced sleep paralysis (95.2%);
students with high stress levels and experienced sleep paralysis (95.2%); and students with mild
stress levels and experienced sleep paralysis (78,66%). Researcher suggests for next research to
extend topic area (such as identifying different types of hallucinations in each region in all over
Indonesia). Researcher also suggests for using total sampling because it will probably describe
whole population.
HALAMAN JUDUL.i
PERNYATAAN ORISINALITAS......ii
HALAMAN PENGESAHAN.iii
KATA PENGANTAR.....iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
ABSTRAK.............. vii
DAFTAR ISI....ix
DAFTAR TABEL....xi
DAFTAR SKEMA...xi
DAFTAR LAMPIRAN...xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Perumusan masalah........... ....4
1.3 Tujuan penelitian................... ....5
1.4 Manfaat penelitian............... .5
BAB 2 ISI
2.1 Teori dan Konsep Stress .. 6
2.1.1 Sumber Stress....... 7
2.1.2 Tanda-Tanda Stres. 7
2.1.3 Kategori Stres 8
2.1.4 Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres.. 9
2.2 Konsep tidur. 9
2.2.1 Fisiologi tidur..... 10
2.2.2 Pengaturan Tidur.... 10
2.2.3 Tahapan Tidur 11
2.2.4 Siklus Tidur 11
2.3 Gangguan tidur 12
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur 13
2.3.2 Jenis Gangguan Tidur 14
2.4 Sleep paralysis............ 15
2.4.1 Bagian Otak yang Mempengaruhi Sleep paralysis........................ 16
2.4.2 Etiologi Sleep paralysis................... 17
2.4.3 Patofisiologi Sleep paralysis...................... 17
2.4.4 Jenis-Jenis Sleep paralysis. 20
2.4.5 Hubungan Stres dengan Sleep paralysis. 20
2.4.6 Penelitian yang terkait.. 22
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENGETAHUAN
3.1 Hipotesis............ 24
3.2 Definisi Operasiona.... 24
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain penelitian.... 27
4.2 Populasi dan sampel... 27
Kay (2010) menyebutkan bahwa mahasiswa yang berada dalam lingkup sains juga dihadapkan
pada stres sosial. Stres sosial yang dapat muncul seperti hubungan dengan peer group yang
buruk, masalah dengan teman sekamar, dosen, masalah di rumah, ekspektasi orang tua yang
tinggi, dan tekanan fisik. Selain itu, gagal dalam melaksanakan ujian juga dapat menjadi
penyebab stres. Tugas-tugas yang dihadapi dapat menyita waktu rekreasi mereka, sehingga
mahasiswa tersebut lebih rentan mengalami stres (Kay, 2010)
Mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 memiliki total sebanyak 144 SKS. Kegiatan mahasiswa FIK-
UI angkatan 2008 seperti praktek di rumah sakit dan di komunitas, membuat tugas-tugas laporan,
dan ujian secara langsung dan tidak langsung dapat berdampak pada kesehatan mental. Delapan
dari sepuluh mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 mengatakan bahwa mereka merasa tegang dan
stres jika tugas dan perkuliahan begitu padat. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas tidur
mereka. Pada penelitian yang dilakukan oleh Liu (2006), disebutkan bahwa angka kejadian
gangguan tidur akibat stres pada dewasa awal terjadi pada kisaran 10-13%. Pada penelitian yang
sama disebutkan bahwa individu yang memiliki gangguan tidur cenderung mengalami penurunan
dalam bidang akademis.
Maslow (1943) menyebutkan bahwa manusia memenuhi kebutuhan fisiologis seperti bernapas,
makan, minum, hubungan seksual, homeostasis, dan ekskresi. Salah satu kebutuhan dasar yang
Gangguan tidur dapat terjadi karena adanya gangguan mental atau psikologis pada diri
seseorang. Mahendran (2006) menyebutkan bahwa gangguan tidur sangat erat kaitannya dengan
kesehatan mental seseorang. Menurut The First International Pediatric Sleep Education Task
Force (2009), masalah tidur dapat berdampak pada kesehatan, kemampuan belajar, serta kualitas
hidup seseorang. Menurut data WHO (2007) sebanyak 450 juta penduduk di dunia mengalami
gangguan kesehatan akibat stres. Studi tersebut membuktikan bahwa masalah psikologis dengan
masalah tidur memiliki kaitan yang cukup erat.
Masalah tidur yang akan diangkat dalam skripsi ini terkait dengan salah satu gangguan tidur,
yaitu Sleep paralysis. Sleep paralysis menurut Cheyne (2005) merupakan suatu keadaan saat
individu tidur nyenyak, kemudian tersentak dan terbangun secara tiba-tiba. Sleep paralysis
merupakan fenomena yang kerap kali terjadi, tidak terkecuali pada mahasiswa. Menurut Liu
(2007) 62% dari 148 mahasiswa Ottawa Canada dilaporkan mengalami sleep paralysis. Pada
penelitian lainnya, dikatakan bahwa 30% dari sampel yang dilakukan pernah mengalami
setidaknya satu kali kejadian sleep paralysis selama hidupnya (Cheyne et al, 1999).
Ketika seseorang mengalami stres pikiran akan terpusat pada masalah yang sedang dihadapi. Hal
inilah yang menyebabkan seseorang menjadi tidak rileks. Perasaan tidak rileks tersebut dapat
mengacaukan siklus REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Saat
seseorang tertidur pada tahap REM, otot-otot akan berhenti bekerja/turned off. Sleep paralysis
terjadi saat seseorang tiba-tiba tersadar sebelum siklus tidur REM berakhir sehingga mengalami
kesulitan bergerak dan berbicara (Cheyne, 2002). Beberapa responden mengatakan mereka
mengalami halusinasi saat sleep paralysis terjadi. Biasanya saat seseorang tiba-tiba masuk ke
tahap NREM 1 atau 2 saat berada pada tahap REM seolah-olah mereka melihat sosok gaib secara
nyata. Padahal sosok gaib tersebut adalah halusinasi dari mimpi yang terjadi saat tahap REM
(Cheyne, 2002)
Peneliti telah melakukan wawancara dengan mahasiswa FIK-UI khususnya Angkatan 2008, 48
dari 135 mahasiswa FIK-UI 2008 secara subjektif menyatakan pernah mengalami sleep
paralysis. Hubungan antara kejadian sleep paralysis dengan tingkat stres pada mahasiswa FIK-
UI khususnya angkatan 2008 perlu diteliti. Peneliti menyadari bahwa gangguan tidur pada
mahasiswa penting untuk diidentifikasi sedini mungkin. Hal ini dilakukan untuk mencegah
dampak buruk yang terjadi akibat gangguan tidur dan stres.
Stresor pada mahasiswa khususnya mahasiswa yang berada di FIK-UI yang memiliki total 144
SKS, praktek rumah sakit, dan komunitas. Selain itu, tugas laporan dan ujian secara langsung
dan tidak langsung dapat berdampak pada kualitas tidur mereka. Berbagai gangguan tidur dapat
terjadi, salah satunya adalah sleep paralysis.
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, hubungan antara stres dengan kejadian sleep paralysis
yang terjadi pada mahasiswa FIK-UI perlu diteliti. Hal ini dilakukan peneliti untuk
Tujuan khusus:
Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:
1. Gambaran usia, jenis kelamin, dan suku pada mahasiswa FIK-UI
2. Gambaran tingkat stres pada mahasiswa FIK-UI
3. Gambaran kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI
4. Hubungan antara stres dan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI 2008.
Bagian ini akan menjelaskan mengenai landasan teori dan konsep yang akan digunakan sebagai
dasar acuan dalam menyusun penelitian ini. Teori dan konsep tersebut antara lain mengenai teori
dan konsep stres, tidur, gangguan tidur, dan sleep paralysis. Konsep dan teori ini selanjutnya
dilakukan studi kepustakaan untuk dikaitkan dengan judul dan tujuan dari penelitian. Studi
kepustakaan merujuk pada referensi, buku teks, jurnal, skripsi, tesis, dan sebagainya.
Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa stres muncul karena adanya stimulus. Stimulus
berupa stresor dari luar yang mengancam individu. Hal ini secara langsung dapat menekan emosi
individu tersebut. Menurut Heger (2005), stres bersifat individual dan pada dasarnya bersifat
merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang
dirasakan. Dapat disimpulkan jika stres tidak ditangani, maka stres dapat menyebabkan
kehancuran pada diri individu dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh.
Gejala fisik dan berbagai gejala emosi dapat mengindikasikan seseorang mengalami stres.
Gejala emosi seperti cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan, frustasi, menangis tiba-
Sleep paralysis didukung dengan halusinasi, perasaan tercekik, dan sulit menggerakkan lidah.
Dalam keadaan ini, seseorang dapat membuka mata, menggerakan bola mata, dan melihat
sekeliling. Keadaan sleep paralysis dapat terjadi selama beberapa menit sampai dua puluh menit
(Gillian, 2008). Penelitian yang dilakukan di Universitas Canada menyebutkan bahwa sebanyak
30% responden pernah mengalami setidaknya satu kali kejadian sleep paralysis. Tiga perempat
responden mengalami setidaknya satu kali halusinasi dan 10% nya mengatakan mengalami lebih
dari dua kali halusinasi (Cheyne, et al., 1999). Hasil ini didukung pula oleh penelitian yang
dilakukan di berbagai belahan dunia. Sebanyak 25-40% responden mengalami sleep paralysis
disertai halusinasi (Fukuda, Miyasitha, Inugami, & Ishihara, 1987; Spanos, McNulty, DuBreul,
Pires, & Bugess, 1995).
Area-area saraf lainnya yang berkontribusi terhadap penggambaran mimpi REM, tergambar pada
pengetahuan pribadi dan budaya seseorang terhadap kehadiran sosok jahat yang muncul.
Misalnya kepercayaan salah satu budaya di Indonesia yang menyebut sleep paralysis sebagai
ketiban sosok gaib. Selain itu, budaya lain menyebutkan bahwa sleep paralysis diakibatkan
oleh kurangnya kegiatan spiritual sebelum tidur seperti lupa berdoa dan shalat (Cheyne, 2002).
Sistem otak yang kedua, meliputi bagian sensorik dan motorik dari lapisan luar otak, yang
membedakan tubuh seseorang dengan orang lain serta makhluk lainnya. Ketika aktivitas REM
memicu sistem ini, seseorang akan mengalami sensasi mengambang, terbang, jatuh, dan jenis-
jenis gerakan lainnya.
Sleep paralysis biasanya terjadi satu atau dua kali saat tidur. Peristiwa ini dapat terjadi saat
terjatuh dari tidur atau saat bangun tidur. Hampir bisa dipastikan sleep paralysis terjadi bila
individu tidur dalam posisi supine (Cheyne, 2002). Sleep paralysis yang terjadi saat awal tidur
disebut sleep paralysis hypnagogic atau predormital.
Sleep paralysis yang terjadi saat seseorang bangun dari tidurnya disebut sleep paralysis
hypnopompic atau postdormital (Sharpless & Barber, 2011). Pada jenis ini, tubuh akan perlahan-
lahan menjadi rileks. Biasanya seseorang akan kurang sadar, sehingga tidak dapat merespon
terhadap perubahan. Akan tetapi, apabila orang tersebut menjadi sadar misal saat terjatuh, maka
orang itu tidak akan mampu untuk bergerak atau berbicara. Pada jenis hypnopompic, tubuh
seseorang akan mengalami beberapa tahap tidur antara REM (Rapid Eye Movement) dan NREM
(non-rapid eye movement). Satu siklus tidur REM and NREM terjadi selama 90 menit. Tidur
NREM terjadi lebih dulu dan menghabiskan hingga 75% dari keseluruhan waktu tidur. Selama
tidur NREM, tubuh akan rileks dan menjadi pulih dengan sendirinya. Pada akhir dari tidur tahap
NREM, akan terjadi pergantian yaitu menjadi tidur tahap REM.
Pada tahap REM mata akan bergerak secara cepat. Pada tahap ini seseorang mengalami mimpi.
Inilah yang terkadang menjadi halusinasi munculnya sosok lain. Tetapi, sebagian dari tubuh akan
sangat rileks. Otot-otot akan berhenti bekerja/turned off selama tidur tahap REM. Jika orang
tersebut menjadi sadar sebelum siklus tidur REM selesai, orang tersebut akan mendapati dirinya
yang tidak mampu bergerak dan berbicara (Anonim, 2011). Menurut Culebras (2011), Sleep
paralysis dapat terjadi dikaitkan dengan beberapa hal, seperti:
1. Kurang tidur misalnya pada status siswa/mahasiswa yang belajar hingga larut malam. Jadwal
tidur yang berubah-ubah, misal jet-lag
2. Kondisi mental, seperti stres, dan seseorang yang mengalami schizophrenia dengan gangguan
berat pada sleep nocturnal
Setiap tahap tidur meresepons tubuh untuk melakukan keseimbangan. Salah satunya dengan
memproduksi hormon yaitu hormon melatonin. Tingkat sekresi melatonin oleh kelenjar pineal
mencapai titik terendah selama tahap REM. Neurotransmiter dan hormon melantonin akan
mengaktifkan atau menghambat aktivitas second messengger, mengaktifkan atau menghambat
third messangger, dan seterusnya sampai messangger selanjutnya. Hal ini dapat menghambat
transmisi synaptic dan menyebabkan hiperpolarisasi dari motorneurons. Seseorang dapat
mengalami sleep paralysis saat ia akan tersadar langsung atau terbangun pada tahap REM.
Sleep paralysis juga dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi auditori atau visual.
Pada saat terjadi sleep paralysis, orang tersebut seperti melihat atau mendengar sosok yang
Halusinasi selama sleep paralysis diakibatkan karena sistem saraf dan endokrin terus melepaskan
inhibitor saraf yang menopang kelumpuhan (flaksid nonresiprokal). Sistem ini terus melepaskan
aktivator saraf yang merangsang seseorang untuk bermimpi. Saat sleep paralysis terjadi,
seseorang akan terbangun secara tiba-tiba biasanya disertai dengan perasaan tertekan pada area
dada.
Spanos (1995) menyebutkan bahwa, 98,4% responden mengalami sleep paralysis karena pernah
mengalami setidaknya satu kali physiological symptom (halusinasi). Sebanyak 33% dari sampel
dilaporkan setidaknya pernah mengalami satu kali kejadian sleep paralysis, 46% mengalami lima
kali kejadian. Dari hasil penelitian dilaporkan rentang usia responden yang mengalami kejadian
sleep paralysis yaitu dari usia 3-36 tahun.
Penelitian episode sleep parayisis di Universitas Ottawa Canada menyebutkan sebanyak 62%
(n=239) mengalami sleep paralysis sebelum mereka tertidur, 36% (n=138) mengalami Sleep
paralysis saat terbangun dari tidur, dan sebanyak 2,6% gagal menjawab pertanyaan tersebut.
Sleep paralysis dilaporkan terjadi selama 10-70 detik dengan durasi median tiga menit. Sebanyak
70% responden mengatakan mereka tidur dengan posisi supine. Penelitian ini menyebutkan
bahwa perasaan takut dan cemas (66,7%) dan perasaan kehadiran makhluk halus yang tidak
terlihat (63%) merupakan pengalaman yang dialami saat terjadi sleep paralysis.
Pada penelitian yang telah dilakukan di beberapa jurnal ditemukan bahwa faktor stress
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kejadian sleep paralysis. Berbagai stresor (baik
internal maupun eksternal) yang dihadapi oleh mahasiswa dapat memicu timbulnya stres.
Kejadian sleep paralysis terjadi pada orang-orang yang mengalami kelelahan, beban pikiran, dan
bekerja yang berlebihan (Bell et al., 1984; Ness, 1978; Ohaeri et al., 1989). Dalam penelitian
yang dilakukan Bell et al, mahasiswa kulit hitam dilaporkan lebih banyak mengalami sleep
paralysis dibandingkan dengan mahasiswa berkulit putih. Dari hasil penelitian yang dilakukan,
kulit hitam lebih banyak mendapatkan tekanan karena tingkat stres mahasiswa kulit hitam lebih
tinggi dari kulit putih (Bell et al., 1984; Ness, 1978; Ohaeri et al., 1989).
Sumber stress
Faktor yang
mahasiswa
mempengaruhi tidur
Jenis stres
Kerangka Konsep
TINGKAT STRES
Penelitian ini telah meneliti hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada
mahasiswa FIK-UI Angkatan 2008. Variabel independen dari penelitian ini adalah tingkat stres
dan variabel dependen dari penelitian ini adalah kejadian sleep paralysis.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FIK UI. Idealnya penelitian dilakukan pada
populasi seluruh mahasiswa FIK-UI dari berbagai angkatan, namun selanjutnya diputuskan
untuk menggunakan sampel angkatan 2008. Hal ini dilakukan melihat banyaknya angka kejadian
sleep paralysis menurut data subjektif yang didapatkan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk
meneliti dan menghubungkan antara kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK-UI khususnya
angkatan 2008 memiliki kaitan dengan tingkat stres pada mahasiswa.
Sampel adalah sub-kelompok dari populasi yang dipilih untuk penilaian karakteristik dan
penggambaran populasi. Menurut Hastono dan Sabri (2008), sampel adalah sebagian dari
populasi yang cirinya diselidiki atau diukur. Sampel penelitian diambil dengan metode
accidental samping. Accidental sampling adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan
Responden yang telah dilibatkan dari penelitian ini adalah angkatan 2008. Penelitian ini
menggunakan rumus deskriptif korelatif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan adanya hubungan antar variabel kategorik (Dahlan, 2005). Selain itu, belum ada
penelitian dengan judul serupa di FIK-UI.
2
PQ 1,96 20,5 0,5
n= = = 96
0,12
Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% =1,96) P =
0,5
Q = 1-P
d = nilai presisi/kesalahan penelitian yang masih bisa diterima adalah 10%
Untuk mengantisipasi apabila terdapat data yang kurang lengkap atau responden tidak ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini, maka jumlah sampel ditambah. Koreksi atau penambahan
jumlah sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari penelitian. Formula yang digunakan
untuk koreksi jumlah sampel adalah :
n = n
1-f
n : besar sampel setelah dikoreksi
n : jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya
Jadi sampel minimal setelah ditambah dengan perkiraan sampel drop out adalah sebagai berikut:
n = n
1-f
n = 97
1-0,1
n = 107
Sampel yang terlibat dalam penelitian ini berdasarkan hasil perhitungan adalah sebanyak 107
orang.
Penelitian ini menggunakan 30 responden untuk uji validitas. Untuk itu, r tabel yang digunakan
adalah 0,361. Keputusan uji validitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu bila rxy hitung lebih besar
dari r tabel maka Ho ditolak (variabel valid). Sedangkan, bila rxy hitung lebih kecil dari r tabel,
maka Ho gagal ditolak (variabel tidak valid). Menurut Sugiyono (2007). Penelitian ini telah
melewati proses uji validitas. Setelah dilakukan input data, maka didapatkan beberapa
pernyataan yang memiliki r hitung dibawah r tabel. Sehingga jumlah pernyataan yang ada pada
variabel tingkat stres yang semula sebanyak 28 pernyataan menjadi 18 pernyataan. Selain itu
untuk variabel sleep paralysis dari semula 12 pernyataan setelah melakukan uji validitas maka
pernyataan menjadi berjumlah 8 pernyataan.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan Alpha Cronbach. Instrumen dikatakan
reliabel jika diperoleh nilai alpha 0,6 (Sugiyono, 2007). Keputusan uji reliabilitas ditunjukan
dengan dua hal. Jika crombach alpha 0,6 maka variabel dinyatakan reliabel. Sebaliknya jika
k 1
11
k 1
Keterangan :
R11 : Reliabilitas instrument k : Jumlah pertanyaan
2 2
SD : Jumlah varians butir pertanyaan SD : Jumlah varians total
Setelah dilakukan uji reabilitas, peneliti menemukan cronbach alpha setelah item-item
pernyataan yang dinyatakan tidak valid dihapus berubah menjadi 0,8. Untuk itu jumlah
pernyataan mengenai tingkat stres berubah dari 28 pernyataan menjadi 18 pernyataan dan untuk
variabel sleep paralysis dari semula 12 pernyataan menjadi 8 pernyataan.
Tabel 5.1 Distribusi Mahasiswa FIK-UI Angkatan 2008 Berdasarkan Usia yang Dilakukan pada
Bulan Mei Tahun 2012.
Variabel Mean SD Min-Max 95% CI
Tabel 5.2 Distribusi Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Suku
pada Bulan Mei 2012
No. Data Demografi Kategori Frekuensi Persentase( Jumlah
%) ()
Laki-Laki 6 5,6
Betawi 7 6,5
Jawa 51 47,7
Sunda 14 13,1
Lain-Lain 23 21,3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Reguler FIK UI Angkatan 2008 berdasarkan Tingkat
Stres pada Bulan Mei 2012
Tingkat Stres Jumlah Frekuensi (%)
Ringan 28 26,2
Sedang 58 54,2
Berat 21 19,6
Gambaran secara rinci dapat dilihat dari distribusi jawaban responden terhadap pernyataan
variabel tingkat stres dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:
No Pernyataan TP JR SR SL Total
N % N % N % n % N %
3 Sulit berpikir jika akan 5 4,7 62 57,9 36 33,6 4 3,7 107 100
memutuskan sesuatu
9 Tangan dan kaki saya 36 33,6 51 47,7 18 16,8 2 1,9 107 100
basah/dingin/lembab
10 Debaran jantung tiba-tiba 22 20,6 63 58,9 22 20,6 0 0 107 100
cepat dan kemudian
normal lagi
Berdasarkan hasil dari tabel 5.4 responden menunjukan ciri-ciri/tanda stres berupa gejala
psikologis, gejala organisasional, gejala fisiologis, dan gejala kognitif. Gejala psikologis yang
sering dialami mahasiswa FIK UI angkatan 2008 adalah khawatir diikuti rasa cemas dan takut
(43%) dan sering merasa sulit dalam memutuskan sesuatu (33,6%). Gejala organisasional yang
sering muncul yaitu sebagian besar menyatakan sering sulit menyelesaikan masalah dengan
tenang. Gejala fisiologis yang sering muncul adalah (31,8%) responden teridentifikasi sering
merasakan sakit kepala, jarang rileks (67,3%), serta sering merasa lelah dan tidak bersemangat
(37,4%). Selain itu, gejala kognitif yang muncul adalah jarang dapat berkonsentrasi saat
menghadapi masalah (68,2%), sering merasa beban kuliah sangat berat (57,9%), dan sering
kurang tidur karena banyak tugas kuliah (49,5%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Mahasiswa FIK UI Angkatan 2008 Berdasarkan Kejadian Sleep
Paralysis pada Bulan Mei 2012
Sleep Paralysis Jumlah Frekuensi (%)
Ya 98 91,6
Tidak 9 8,4
Gambaran secara rinci dapat dilihat dari distribusi jawaban responden terhadap pernyataan
variabel sleep paralysis dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
n % N % n %
Berdasarkan tabel 5.6 yaitu sebanyak 91% responden yang teridentifikasi sleep paralysis
kebanyakan tanda-tanda sleep paralysis yang mereka alami antara lain pernah terbangun dari
tidur secara tiba-tiba (85%), tertidur lalu terbangun dan tidak bisa berteriak untuk meminta
pertolongan (58,9%), dan tertidur lalu tersentak bangun serta tidak mampu menggerakan seluruh
anggota badan (57%).
Tidak Ya
1 Stres Ringan 6 22 28
2 Stres Sedang 2 56 58
Total 9 98 107
Responden dengan tingkat stres sedang dan mengalami sleep paralysis sebanyak 56 responden
(96,6%). Responden dengan tingkat stres tinggi dan mengalami sleep paralysis sebanyak 20
responden (95,2%). Sedangkan responden dengan tingkat stres ringan dan mengalami sleep
paralysis sebanyak 22 responden (78,66%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,015. Pada
penelitian ini digunakan nilai = 0,05. Sehingga ditemukan nilai p (0,015) < (0,05) dan dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR2 = 1,400 yang berarti mahasiswa FIK UI
Bab 6 berisi pembahasan hasil penelitian. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai rincian dari
hasil penelitian yang dihubungkan dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian yang didapatkan
tersebut selanjutnya dikaitkan dengan penelitian sebelumnya serta dengan konsep atau teori yang
telah disusun pada tinjauan pustaka.
Pembahasan hasil penelitian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dibahas mengenai
variabel penelitian yaitu variabel independen (tingkat stres) dan variabel dependen (kejadian
sleep paralysis). Bagian kedua peneliti akan membahas mengenai hubungan antara variabel
penelitian yang diteliti yaitu tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis. Selain itu, dalam bab
ini juga akan dijelaskan mengenai keterbatasan peneliti selama proses penelitian.
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden bersuku Jawa (47,7%), Sunda (13,1%),
dan Batak (11,2%). Penelitian di Universitas Waterloo yang dilakukan Bell et al (1984)
menyebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa berkulit hitam dilaporkan lebih banyak
mengalami sleep paralysis dibandingkan dengan mahasiswa berkulit putih. Dari hasil penelitian
Hasil peneitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Sheffield Inggris yang menunjukan tanda stres serupa dengan yang
ditemukan di FIK-UI mencakup berbagai gejala seperti gejala psikologis, gejala organisasional,
gejala fisiologis, dan gejala kognitif. Mahasiswa dilaporkan mengalami kelelahan emosi,
merasakan beban klinik yang berat, beban kuliah yang sangat berat, merasakan sakit kepala, serta
stres menghadapi ujian. Hal ini menunjukan bahwa tanda stres yang timbul pada mahasiswa
keperawatan di Universitas Sheffield Inggris memiliki kesamaan dengan yang terjadi pada
mahasiswa FIK-UI.
Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa FIK UI angkatan 2008 sebagian besar
mengalami stres pada tingkat sedang (54,2%) dan berat (19,6%). Stres pada mahasiswa juga
ditemukan pada beberapa penelitian di seluruh dunia. Beberapa penelitian menemukan bahwa
mahasiswa jurusan sains memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dari mahasiswa dengan bidang
kekhususan lainnya. Hasil ini diperkuat dengan penemuan bahwa mahasiswa dalam lingkup
kesehatan memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jurusan sosial (Isra &
Haseena, 2009).
Stres yang muncul pada mahasiswa FIK UI 2008, yang juga sudah mulai melakukan praktek,
dapat dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Isra dan Haseena (2009). Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa selama melakukan praktek baik dirumah sakit, panti, atau komunitas,
mahasiswa banyak mengalami transformasi emosi khususnya pada tahun ketiga. Efek yang
ditimbulkan adalah kurangnya kontrol dan peningkatan depresi seperti perasaan cemas (Isra &
Haseena, 2009). Kesehatan mental mahasiswa pada jurusan sains semakin memburuk terutama
saat mereka masuk ke lahan praktek. Tingkat stres tersebut juga dapat diperburuk dengan
masalah dan perasaan frustasi dengan kehidupan sehari-hari seperti hubungan dengan keluarga,
teman, dan teman kerja (Isra & Haseena 2009).
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil yang dilakukan di Australia (Sandhu & Asrabadi,
1994). Disebutkan bahwa mahasiswa keperawatan bersuku bangsa Cina di Australia menghadapi
stres pada setiap tahun ajaran berganti. Pada tahun pertama, mahasiswa mengalami stres karena
perasaan cemas menjadi pendatang di negara lain, cemas dengan bahasa yang digunakan,
adaptasi dengan sistem pendidikan, dan didukung dengan kegiatan organisasi dan kerja paruh
waktu untuk mendukung kebutuhan finansial. Tingkat stres pada tingkat tiga dilaporkan
meningkat karena mahasiswa merasa cemas akan kelulusan, mendaftar pekerjaan, kompetisi
untuk bekerja, dan keputusan untuk masa depan. Tingkat stres mahasiswa pada semester akhir
dilaporkan menurun dari semester tiga.
Penelitian yang dilakukan di Universitas Edinburgh menemukan bahwa stres pada mahasiswa
keperawatan berhubungan dengan program keperawatan dan juga tekanan yang muncul sebelum
masuk ke jenjang karir (Watson, etal, 2007). Mahasiswa keperawatan secara emosional
menghadapi stresor setiap harinya (Mann & Cowburn, 2005). Faktor lingkungan juga
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa internasional jurusan
keperawatan di Australia (Sandhu & Asrabadi, 1994). Menurut penelitian ini adaptasi kultur
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres (Berry & Ataca, 2000). Penelitian
lain yang dilakukan di Universitas Melbourne ditemukan bahwa stres pada mahasiswa dapat
dipengaruhi oleh latar belakang budaya teman sejawat, kebiasaan komunikasi antar mahasiswa,
dan peningkatan pendidikan individu (Thomson, 2006). Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Cotton (2000) menemukan bahwa mahasiswa di Universitas Australia
mengalami stres karena jauh dari rumah, membutuhkan dukungan, penghargaan, bantuan, dan
hubungan yang baik dengan rekan dan dosen.
Hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Ilmu Keperawata UI juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan di Central South University di China. Dalam
penelitian ini ditemukan mayoritas dari jumlah responden mengalami stres (Ping et al., 2003).
Stres dapat muncul dari psikologis dan lingkungan. Stres psikologis diakibatkan oleh beberapa
faktor seperti insiden yang terjadi sehari-hari, mekanisme koping, dukungan sosial, dan reaksi
fisik individu tersebut.
Beberapa penelitian di atas menyebutkan bahwa stres pada mahasiswa keperawatan muncul
akibat perasaan lelah saat melakukan praktek, permasalah di rumah, kekhawatiran akan biaya,
Stres pada mahasiswa keperawatan dapat memberikan dampak negatif bagi mereka. Dampak
negatif yang diperoleh adalah penurunan kinerja saat melakukan praktek. Selain itu stres juga
dapat menimbulkan berbagai penyakit pada individu (Ryan et al., 2005). Seseorang yang alami
stres cenderung menggunakan koping emosi (Deary et al., 1996). Hal ini juga berdampak
terhadap penurunan dukungan sosial. Stres yang muncul serta dibiarkan tanpa intervensi yang
berarti disertai dengan koping maladaptif menyebabkan menurunya kinerja perawat terhadap
pasien. Hal ini tentunya berdampak kepada menurunnya kualitas pelayanan kesehatan pada suatu
rumah sakit.
Penelitian yang dilakukan Isra & Haseena (2009) terhadap mahasiswa yang berasal dari beragam
suku bangsa di dunia menyebutkan bahwa stres merupakan salah satu masalah psikologi.
Dampak buruk stres jika dibiarkan maka berdampak kepada kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Selain itu, dampak stres juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang saat melaju ke tahap
selanjutnya. Lingkungan sebagai faktor pendukung juga diperlukan seseorang untuk mengurangi
dampak negatif dari stres. Dukungan sosial memainkan peranan penting dalam peningkatan
kondisi psikologis seseorang. (Ping et al., 2003).
Tingginya angka kejadian sleep paralysis yang terjadi diberbagai belahan dunia memotivasi
peneliti untuk melakukan penelitian mengenai kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK UI
angkatan 2008. Setelah dilakukan pengambilan data dan dilanjutkan pengolahan data, ditemukan
mayoritas mahasiswa pernah mengalami sleep paralysis. Pernyataan ini juga mendukung data
yang ditemukan pada beberapa penelitian lain yang menyebutkan bahwa sleep paralysis
merupakan kejadian yang pasti pernah dialami minimal sekali dalam kehidupan seseorang
(Cheyne, 1999). Hal ini juga sangat sesuai dengan temuan pada penelitian lain. Disebutkan
bahwa sleep paralysis terjadi pada sebagian besar populasi di Jepang (Fukada, 1998).
Kejadian sleep paralysis meningkat saat menjadi mahasiswa dimana 25-42% pernah mengalami
kejadian sleep paralysis setidaknya satu episode selama hidupnya (Awadalla et al., 2004; Cheyne
et al., 1999; Fukuda et al., 1998). Sleep paralysis dilaporkan terjadi pada individu di seluruh
belahan dunia. Beberapa negara yang pernah dilakukan penelitian dan ditemukan kejadian sleep
paralysis pada sebagian besar jumlah responden adalah di Jerman, Italia, Nigeria, Spanyol, Cina,
Jepang, Penduduk Eskimo, Amerika, dan beberapa Negara di Afrika (Ohayon, Zulley,
Guileminault, & Smirne, 1999).
Selain itu, mahasiswa juga dilaporkan sering mengalami gangguan tidur sleep paralysis.
Beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa universitas ditemukan tingginya angka kejadian
sleep paralysis pada mahasiswa. Penelitian dengan skala besar dilakukan di Undergraduate
College United States ditemukan rata-rata prevalensi kejadian sleep paralysis berjumlah 29%
(Hufford, 2005). Hasil yang ditemukan di penelitian lain di Sudan juga tidak jauh berbeda.
Mahasiswa yang berasal dari Amerika dan Kuwait yang berada pada negara ini mengalami
kejadian sleep paralysis (Ohayon, 1999).
Kejadian sleep paralysis dilaporkan meningkat pada mahasiswa dimana 24-42% pernah sleep
paralysis setidaknya satu episode saat berada di bangku kuliah (Awadalla et al., 2004; Cheyne et
Jenis halusinasi yang muncul saat sleep paralysis adalah rasa nyeri, tekanan kuat pada dada,
perasaan dan perasaan disentuh oleh seseorang. Sedangkan untuk halusinasi taktil seseorang
dapat merasakan sensasi tubuh terjatuh. Selain itu juga terdapat jenis vestibular-motor-
hallucination dimana seseorang merasakan terbang atau melayang diatas tubuhnya. Selain itu
menurut penelitian lain, seseorang dapat mengalami perasaan sensori seperti merasakan
kehadiran seseorang saat sleep paralysis terjadi (Cheyne, 2003; Cheyne, Rueffer, & Newby-
Clark, 1999).
Jenis halusinasi yang ditemukan pada beberapa penelitian diseluruh dunia tersebut juga sesuai
dengan informasi yang didapatkan pada mahasiswa keperawatan Universitas Indonesia angkatan
2008. Ditemukan mahasiswa yang teridentifikasi pernah mengalami sleep paralyisis mengalami
kejadian halusinasi seperti melihat bayangan makhluk halus (39,3%) dan melihat sosok yang
menakutkan (15,9%). Hasil penelitian menunjukan sebanyak 91% responden mengalami tanda-
tanda antara lain pernah terbangun dari tidur secara tiba-tiba (85%), tertidur lalu terbangun dan
tidak bisa berteriak untuk meminta pertolongan (58,9%), dan tertidur lalu tersentak bangun serta
tidak mampu menggerakan seluruh anggota badan (57%). Selain itu, peneliti juga menemukan
bahwa sebagian besar responden merasakan tekanan yang kuat dalam dada.
Penyebab kejadian yang muncul tersebut dijelaskan melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh
Michael, Naomi, Mark, & Ayson (2005). Dimana saat sleep paralysis berlangsung individu akan
tersadar dan memiliki rasa ketidakmampuan untuk bergerak. Pendapat yang sama juga
disebutkan pada sumber yang lain. Sleep paralysis adalah fenomena yang terjadi pada tahap
REM. Saat sleep paralysis terjadi kekakuan skeleton muscle saat seseorang terbangun secara
Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Submanova & Elizaveta (2007) ditemukan tidak ada
hubungan antara sleep paralysis dengan psychopatology. Diantara subjek yang mengalami sleep
paralysis hanya 9,8% yang memiliki riwayat depresi & social anxiety. Hasil penelitian yang
didapatkan jauh lebih rendah dari populasi general yang ditemukan pada penelitian sebelumnya
(American Psychiatric Assosciation, 2000). Menurut Submanova & Elizaveta (2007) hubungan
psychopatology dan kejadian sleep paralysis yang dilaporkan oleh studi sebelumnya memberikan
hasil yang tidak konsisten.
Hasil penelitian yang dilakukan di FIK-UI menunjukan terdapat hubungan antara tingkat stres
dan kejadian sleep paralysis. Responden dengan tingkat stres sedang dan mengalami sleep
Stres pada mahasiswa keperawatan pada umumnya diakibatkan oleh perubahan psikologis yang
dialami selama kuliah serta kelelahan secara emosi. Munculnya stres juga diakibatkan oleh usaha
mahasiswa dalam pencapaian harapan yang tinggi selama berkuliah dan saat lulus. Seseorang
yang mengalami stres secara subjektif mengeluh secara kontinyu bermimpi buruk dan tiba-tiba
terbangun pada malam hari (Ohayon & Saphiro, 2000). Inilah yang menyebabkan disfungsi pada
tahap REM (Hetzel & Mc. Canne, 2005). Penelitian ini juga sesuai dengan data subjektif yang
didapatkan. Dimana 8 dari 10 mahasiswa FIK UI angkatan 2008 menyatakan sering kurang tidur
dan tidur larut malam akibat mengerjakan tugas perkuliahan/laporan praktek. Mereka juga
menyatakan merasa sukar berkonsentrasi saat melakukan aktifitas. Data subjektif yang
ditemukan peneliti juga sesuai dengan hasil penelitian dan hasil penelusuran pustaka dari
berbagai belahan dunia.
Kompleksitas stresor yang muncul dapat menyebabkan semakin parahnya keadaan psikologis
individu. Jika koping yang ditimbulkan adalah koping positif maka tidak menyebabkan masalah.
Namun jika koping yang muncul saat timbul masalah adalah koping negatif maka akan
mengakibatkan semakin menurunya produktifitas (Isra & Haseena, 2009). Pada saat seseorang
mengalami stres dan kecemasan, maka kelenjar pineal tubuh yang mensekresikan melantonin
akan dinonaktifkan oleh sistem SCN. SCN akan melakukan upaya peningkatan suhu tubuh dan
melepaskan hormon kortisol. Hormon kortisol menyebabkan seseorang tetap terjaga (Potter &
Perry, 2005). Penelitian lain menyebutkan 20% responden yang mengalami stres dan cemas
mengalami episode sleep paralysis (Otto et al., 2006).
Ketika seorang individu yang mengalami stres ditunjang dengan koping maladaptif maka akan
berdampak pada kualitas kehidupan sehari-harinya tanpa terkecuali kualitas tidurnya (Potter &
Kecemasan dan depresi secara bertahap dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan
tidur (Isra & Haseena, 2009). Kualitas tidur seseorang juga dipengaruhi oleh kenyamanan. Saat
seseorang mengalami stres maka kenyamanan akan sulit didapatkan (Kozier & Berman, 2004).
Kurangnya waktu tidur akibat banyaknya tugas juga dapat mengganggu irama sirkadian (Perry &
Potter, 2005). Hal ini pada akhirnya dapat berdampak kepada pola tidur seseorang.
Kurangnya waktu tidur ditunjang dengan beban perkuliahaan yang tinggi tentunya dapat
menimbulkan stres (Hogston, 2005). Ketika seseorang stres, maka pikiran akan terpusat pada
masalah yang sedang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi tidak rileks
(Isra & Haseena, 2009). Kurangnya waktu tidur juga dapat menurunkan produktifitas mahasiswa
dalam melakukan proses belajar. Mahasiswa FIK-UI dengan beban perkuliahan yang tinggi
menyebabkan banyak mahasiswa yang kerap melakukan aktifitas di waktu tidur, salah satunya
adalah mengerjakan tugas di depan komputer hingga larut malam.
Mahasiswa selama proses belajar kerap kali memerlukan alat elektronik dalam mempermudah
penyusunan laporan. Penggunaan laptop menurut beberapa jurnal dapat mempengaruhi kualitas
tidur seseorang (Gradisan, 2010). Selain itu Gradisan (2010) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tidur dengan penggunaan laptop. Penggunaan laptop disinyalir
dapat mengganggu pola tidur seseorang yang pada akhirnya memperngaruhi kuaitas kerja,
penurunan memori, dan sulit konsentrasi. Hal ini dapat menimbulkan menurunya prestasi
akademis.
Paparan cahaya komputer dapat mengganggu fisiologi tidur seseorang. Paparan cahaya dari
komputer akan menstimulasi jalur saraf dari retina ke hipotalamus. Hipotalamus memiliki pusat
khusus yang bernama supra-chiasmatic nucleus (SCN) yang kemudian menstimulasi pusat lain
Penggunaan komputer juga dapat menimbulkan berbagai gangguan tidur seperti sleep onset yang
terganggu, cemas tidur, dan parasomnia (Gradisan, 2012). Gradisan (2010) juga menemukan
bahwa stres, penggunaan komputer, dan kelelahan dapat memicu timbulnya kejadian sleep
paralysis. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa kurangnya tidur
dapat meningkatkan kelelahan dan penurunan produktifitas (Isra & Haseena, 2009). Menurunya
produktifitas ini juga berdampak kepada hubungan interpersonal mahasiswa dengan lingkungan
sekitar. Inilah yang dapat meningkatkan stres pada mahasiswa.
Perasaan cemas yang muncul akan mempengaruhi SCN untuk menstimulasi tubuh untuk
meningkatkan produksi hormon kortisol dan norepinefrin dalam darah. (Perry & Potter, 2005).
Ketika mahasiswa dalam keadaan stres lalu mencoba untuk tidur, hormon norepinefrin akan
diproduksi. Kadar hormon norepinefrin yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas tidur
pada tahap NREM dan tahap REM (Perry & Potter, 2005). Pada penjelasan di Bab II jelas
disebutkan bahwa tahap REM memiliki fungsi paling vital. Dimana pada tahap ini, proses
pemulihan tubuh terjadi. Salah satunya adalah meningkatkan kesegaran dan memaksimalkan
konsentrasi seseorang (Kozier, 2004).
Saat tahap REM terjadi, maka seluruh fungsi tubuh akan mengalami turned off. Keadaan ini
merupakan salah satu cara kerja tubuh untuk merelaksasi seluruh otot dari ketegangan. Selain itu,
pada tahap ini juga akan diproduksi sel darah merah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen.
Kualitas tidur yang baik ditunjukan dengan ada/tidaknya tahap REM seseorang. Tahap REM
sendiri merupakan tahap terdalam dalam tidur. Dimana seseorang akan merasakan kehilangan
kesadaran secara penuh dan sulit dibangunkan karena berada pada tahap tidur paling dalam
(Perry & Potter, 2005).
Peneliti mengalami keterbatasan dalam pembahasan penelitian sehingga dirasakan masih kurang
mendalam untuk meneliti hubungan antara karakteristik demografi dengan kejadian sleep
paralysis. Peneliti juga menyadari kurangnya waktu peneliti dalam melakukan pencarian literatur
membuat peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan hubungan antara tingkat stres dengan
kejadian sleep paralysis. Peneliti berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan belajar dari
pengalaman pertama peneliti dalam menyusun skripsi.
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan gambaran:
1. Mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 mengalami stres dengan tingkat sedang (54,2%)
2. Mayoritas mahasiswa FIK-UI angkatan 2008 pernah mengalami sleep paralysis (91,6%)
3. Terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa
FIK-UI Angkatan 2008
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi :
1. Masukan dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
jiwa pada mahasiswa yang memiliki masalah stres dan mengalami kejadian sleep
paralysis.
2. Sumber informasi bagi perawat dalam menangani mahasiswa dengan tingkat stres dan
mengalami gangguan tidur (sleep paralysis)
3. Rencana edukasi dan terapi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tidur salah
satunya dengan menurunkan tingkat stres pada mahasiswa.
Abrams, M. P., Carleton, R. N., Taylor, S., & Asmundson, G. J. G. (in press). Human tonic
immobility: measurement and correlates. Depression and Anxiety.
Adler, S.R. (1991). Sudden unexpected nocturnal death syndrome among immigrants
examining the role of the nightmare. Journal of American Folklore, 104, 54-71.
American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders
(4th ed.), text revision (DSM-IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association
Press.
Arikawa, H., Templer, D. I., Brown, R., Cannon, W. G., & Thomas-Dodson, S. (1999). The
structure and correlates of Kanashibari. Journal of Psychology, 133, 369375.
Awadalla, A., Al-Fayez, G., Harville, M., Tomeo, M. E., Templar, D. I., & Underwood, R.
(2004). Comparative prevalence of isolated sleep paralysis in Kuwaiti, Sudanese, and
American college students. Psychological Reports, 95, 317322.
Beidel, D. C. (1998). Social anxiety disorder: Etiology and early clinical presentation. Journal of
Clinical Psychiatry, 59(Suppl 17), 2732.
Bell, C. C., Dixie-Bell, D. D., & Thompson, B. (1986). Further studies on the prevalence of
isolated sleep paralysis in black subjects. Journal of the National Medical Association, 78,
649659.
Bell, C. C., Hildreth, C. J., Jenkins, E. J., & Carter, C. (1988). The relationship of isolated sleep
paralysis and panic disorder to hypertension. Journal of the National Medical Association,
80, 289294.
Bradner, Scott. (2005). Sleep paralysis and the phone biz. Network World, 22, 39.
Buyukhatipoglu, H. (2008). Sleep paraysis and sleep duration. Journal of The National Medical
Association, 10, 1207-1208.
Chang, E.M., Hancock, K., 2003. Role stress and role ambiguity in new nursing graduates in
Australia. Nurs. Health Sci. 5, 155163.
Chang, E.M., Hancock, K.M., Johnson, A., Daly, J., Jackson, D.,2005. Role stress in nurses:
review of related factors and strategies for moving forward. Nurs. Health Sci. 7, 5765.
Cheyne, J.A. (2002). Situational factors affecting sleep paralysis and associated
hallucinations: position and timing effects. Canadian Journal of Psychiatric, 169, 169-177.
Cheyne, J. A. (2005). Sleep paralysis episode frequency and number, types, and structure of
associated hallucinations. Journal of Sleep Research, 14, 319324.
Cheyne, J. A., & Girard, T. A. (2004). Spatial characteristics of hallucinations associated with
sleep paralysis. Cognitive Neuropsychiatry, 9, 281300.
Cheyne, J. A., Rueffer, S. D., & Newby-Clark, I. R. (1999). Hypnagogic and hypnopompic
hallucinations during sleep paralysis: neurological and cultural construction of the night-
mare. Consciousness and Cognition, 8, 319337.
Cohen, J. (1988). Statistical power analysis for the behavioral sciences (2nd ed.).
Hillsdale, NJ: Lawrence Earlbaum Associates.
Dahlitz, M., Parkes, J D. (1993). Sleep paralysis. The Lancet, 8842, 341-382.
Dahmen, N. (2001). REM-associated hallucinations and sleep paralysis are dependent on body
posture. Journal of Psychiatry, 248, 423424.
Deary, I.J., Watson, R., Hogston, R., 2003. A longitudinal cohort study of burnout and attrition
in nursing students. J. Adv. Nurs. 43, 7181.
Friedman, S., & Paradis, C. (2002). Panic disorder in African-Americans: Symptomatology and
isolated sleep paralysis. Culture, Medicine and Psychiatry, 26, 179198.
Fukuda,K., Miyasita, A., Inugami,M. and Ishihara,K. High prevalence of isolated sleep paralysis.
Sleep,1987, 10: 279286.
Fukuda, K., Ogilvie, R., & Takeuchi, T. (1998). The prevalence of sleep paralysis among
Canadian and Japanese college students. Dreaming, 8, 5966.
Fukuda,K., Ogilvie,R. D., Chilcott,L., Vendittelli, A.-M. and Takeuchi,T. (1998) The prevalence
of sleep paralysis among Canadian and Japanese college students. Dreaming, 8, 5966.
Fukuda,K., Ogilvie, R. D. and Takeuchi,T. (2000). Recognition of sleep paralysis among normal
adults in Canada and in Japan. Psychiatry Clin. Neurosci, 54, 292293.
Granqvist, P., Fredrikson, M., Unge, P., Hagenfeldt, A., Valind, S., Larhammar, D., et al. (2005).
Sensed presence and mystical experiences are predicted by suggestibility, not by the
application of transcranial weak complex magnetic fields. Neuroscience Letters, 379, 16.
Graven, R & Hirnle, C.(2000). Fundamental of nursing: human health and function.
Philadhelphia:Lipincott
Hackmann, A., Clark, D. M., & McManus, F. (2000). Recurrent images and early memories in
social phobia. Behaviour Research andTherapy, 38, 601610.
Hackmann, A., Surawy, C., & Clark, D. M. (1998). Seeing yourself through
Hidayat, A.A. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah, Ed. 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Hirsch, C. R., Meynen, T., & Clark, D. M. (2004). Negative self-imagery in social anxiety
contaminates social interactions. Memory, 12, 496506.
Hishikawa, Y., & Shimizu, T. (1995). Physiology of REM sleep, cataplexy and sleep paralysis.
In: S. Fahn, M. Hallett, H. O. Luders, & C. D. Marsden (Eds.), Advances in neurology (pp.
245271). Philadelphia: Lippencott- \Raven.
Hogston, R., 1995. Nurses perceptions of the impact of continuing professional education (CPE)
on the quality of nursing care. J.Adv. Nurs. 22, 586593.
Huang, Yanping, Li, Ling, 2005. Stressor, coping style and mental health of college students.
Chinese Mental Health Journal 19, 448449.
Kotorii, T., Uchimura, N., Hashizume, Y., Shirakawa, S., Satomura, T., Tanaka, J., et al. (2001).
Questionnaire relating to sleepparalysis. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 55, 265
266.
Li, Ping, Wang, Dong, Ma, Yongqing, et al., 2003. Analysis of anxiety, depression and social
support of nursing students. Chinese Journal of Behavioral Medical Science 12, 136.
Kozier, Barbara, etc.(1995). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice. (5th ed).
California: Addison Wesley Company
Kryger MH. (2002) Principles and practice of sleep medicine. 3rd ed. Philadelphia: WB
Saunders.
Maslach, C., Jackson, S.E., 1986. Maslach Burnout Inventory manual, 2nd ed. Consulting
Psychologists Press, Palo Alto, CA, USA.
Nielsen, T. A., & Lara-Carrasco, J. (2007). Nightmares, dreaming and emotion regulation: A
review. In D. Barrett & P.McNamara (Eds.),The new science of dreams. Westport:
Praeger Greenwood.
Nielsen, T. A. & Paquette, T. (in press). Dream-associated behaviors affecting pregnant and
postpartum women. Sleep.
Nunes J, Jean-Louis G, Zizi F, et al. (2008). Sleep Duration among Black and White Americans:
Results of the National Health Interview Survey. J Natl Med Assoc, 100:317-322.
Oakman, J., Van, A. M., Mancini, C., & Farvolden, P. (2003). A confirmatory factor analysis of
a self-report version of the Liebowitz Social Anxiety Scale. Journal of Clinical Psychology,
59, 149161.
Ohaeri, J. U., Awadalla, A., Makanjuola, V. A., & Ohaeri, B. M. (2004). Features of isolated
sleep paralysis among Nigerians. East African Medical Journal, 81, 509519.
Ohayon, M. M., & Shapiro, C. M. (2000). Sleep disturbances and psychiatric disorders
associated with posttraumatic stress disorder in the general population. Comprehensive
Psychiatry, 41, 469478.
Otto, M. W., Simon, N. M., Powers, M., Hinton, D., Zalta, A. K., & Pollack, M. H. (2006). Rates
of isolated sleep paralysis in outpatients with anxiety disorders. Journal of Anxiety
Disorders, 20, 687693.
Potter&Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, praktik. (edisi 4),
(Asih, Yasmin; penerjemah). Jakarta: EGC. (Sumber asli diterbitkan 1997).
Powell, R. A. (1998). Was Anna O.'s black snake hallucination a sleep paralysis nightmare. Tore
A Nielsen Psychiatry, 61, 239.
Ryan, D., Powell, S., Watson, R., 2005. Identifying the causes of stress in the workplace. Occup.
Health Rev. 115, 2023.
Shah N, Bang A, Bhagat A. (2010). Indian research on sleep disorders. Indian J Psychiatry, 52,
255-259.
Yao, S. N., Note, I., Fanget, F., Albuisson, E., Bouvard, M., Jalenques, I., et al. (1999). Social
anxiety in patients with social phobia: Validation of the Liebowitz social anxiety scale: The
French version. Encephale, 25, 429435.
Yeung, A., Xu, Y., & Chang, D. F. (2005). Prevalence and illness beliefs of sleep paralysis
among Chinese psychiatric patients in China and the United States. Transcultural
Psychiatry, 42, 135145.
Zavada, A., Gordijn, M. C., Beersma, D. G., Daan, S., & Roenneberg, T. (2005). Comparison of
the Munich Chronotype Questionnaire with the Horne-Ostbergs Morningness
Eveningness Score. Chronobiology International, 22, 267278.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Anda untuk berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini, partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak
memaksa. Jika Anda bersedia, saya akan memberikan lembar kuesioner (lembar pertanyaan)
yang telah disediakan untuk diisi dengan kejujuran dan apa adanya. Saya menjamin kerahasiaan
jawaban dan identitas Anda. Jawaban yang diberikan digunakan hanya untuk kepentingan
penelitian ini.
Penelitian ini melibatkan mahasiswa FIK UI khususnya angkatan 2008. Keputusan Anda untuk
ikut ataupun tidak dalam penelitian ini tidak berpengaruh pada status kemahasiswaan Anda di
Universitas Indonesia dan tidak akan mengakibatkan kerugian apapun karena semua informasi
yang diberikan dijamin kerahasiaannya.
Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari tidak bagian. Bagian pertama berisi pertaanyaan
yang berkaitan dengan data demografi responden, yang terdiri dari insial nama, usia, dan jenis
kelamin.Bagian kedua kuesioner terdiri dari pernyataan yang berkaitan dengan tingkat stres.
Bagian ketiga kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai sleep paralysis yang mungkin pernah
Anda alami. Keterlibatan Anda dalam penelitian ini sangat diharapkan karena hasil dari
penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep
paralysis.
Demikian lembar persetujuan ini saya buat, atas perhatian Anda, saya ucapkan terimakasih.
Depok,
Peneliti
Ruby Larasaty
Setelah membaca dan memahami penjelasan yang saya berikan, saya menyatakan bersedia untuk
ikut serta sebagai responden penelitian dan mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat
negatif pada diri saya maupun status mahasiswa. Segala informasi yang saya berikan akan dijaga
kerahasiaan peneliti.
Saya memahami bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini. Penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis di FIK UI
khususnya angkatan 2008. Saya telah mendapatkan penjelasan dari peneliti bahwa keikutsertaan
saya sebagai responden penelitian hanya digunakan sebagai kepentingan penelitian. Demikianlah
pernyataan ini saya sampaikan, dengan menandatangani pernyataan ini saya menyatakan
bersedia menjadi responden dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari siapapun.
Depok, 2012
Responden
( )
KUESIONER PENELITIAN
Judul : Hubungan Stres dengan Kejadian Sleep Paralysis di Fakultas Ilmu Keperawatan UI
Petunjuk pengisian :
Bacalah pertanyaan dan pilihan jawaban berikut dengan teliti
Berilah tanda checklist () pada pernyataan kolom yang sesuai dengan pendapat
Anda
Jika Anda ingin mengganti jawaban yang salah, beri tanda silang (x) pada
jawaban yang salah lalu beri tanda () pada kolom yang baru
Jika Anda memiliki kesulitan dalam menjawab, anda diperkenankan untuk
bertanya kepada peneliti.
Jawablah semua pertanyaan yang ada
Selamat mengisi dan terimakasih atas kerjasamanya
A. Data Demografi
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Suku :