Anda di halaman 1dari 154

SKRIPSI

HUBUNGAN KETERBUKAAN STATUS HIV KEPADA


MASYARAKAT DENGAN TINGKAT DEPRESI,
CEMAS, DAN STRES PADA ODHA DI
JOMBANG CARE CENTER PLUS
KABUPATEN JOMBANG

Oleh:
NAJIBATUL KHUBUBIYAH
NIM.1406.14201.328

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
SKRIPSI

HUBUNGAN KETERBUKAAN STATUS HIV KEPADA


MASYARAKAT DENGAN TINGKAT DEPRESI,
CEMAS, DAN STRES PADA ODHA DI
JOMBANG CARE CENTER PLUS
KABUPATEN JOMBANG

Diajukan Sebagai Syarat Menyelesaikan

Pendidikan Tinggi Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Oleh:
NAJIBATUL KHUBUBIYAH
NIM.1406.14201.328

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018

i
HUBUNG AN KETERBUK AAN
STATUS HIV KEP AD A NAJIBATUL
SKRIPSI M ASY AR AK AT DENG AN KHUBUBIYAH
TI NGK AT DEPRESI, CEM AS, D AN
2018 STRES P AD A ODH A DI NIM.1406.14201.
JOMB ANG C ARE CENTER PLUS 328
(JCC+)
K ABUP ATEN JOMBANG

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Skripsi yang berjudul “Hubungan keterbukaan status HIV kepada masyarakat

dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+)” sebagai

salah satu persyaratan Akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama

Husada Malang. .

Terima kasih dan penghargaan saya sampaikan pula kepada yang

terhormat:

1. dr. Rudi Joegijantoro,MMRS selaku ketua STIKES Widyagama Husada

Malang.

2. Ibu Nurma Afiani,Skep,Ners.,M.Kep selaku ketua Program Studi S1 Ilmu

Keperawatan STIKES Widyagama Husada Malang yang telah

memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

3. dr. Wira Daramatasia M.,Biomed selaku pembimbing I yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

4. dr. Dwi Soelistiyoningsih M.,Biomed selaku penguji I yang telah berkenan

untuk menghadiri dan menguji dalam proses ujian proposal yang peneliti

lakukan

5. Ibu Miftahul Ulfa S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji II yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

v
6. Ns. Frengki Apriyanto, S.Kep., M.Kep selaku penguji III yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

7. Ketua dari Jombang Care Center Plus (JCC+) yaitu Ibu Marwa yang

telah memberikan ijin untuk lokasi penelitian.

8. Kedua orang tua saya dan saudara-saudara saya yang telah

memberikan kasih sayang, dukungan dan motivasi sehingga pra

proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Arba’i Robert Rifki selalu sahabat terdekat yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi sehingga dalam pengerjaan pra proposal ini

dapat terselesaikan tepat waktu.

10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat yang luar biasa dalam

penyusunan pra proposal ini tanpa ada rasa kejenuhan.

11. Serta teman-teman sejawat S1 Ilmu Keperawatan STIKES Widyagama

Husada Malang angkatan tahun 2014.

Semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal atas segala amal

yang telah diberikan dan semoga skripsi ini berguna bagi peneliti maupun pihak

lainnya yang memanfaatkan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas

skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan tugas skripsi ini sangat penulis

harapkan.

Malang, Januari 2018

Penulis

vi
ABSTRAK

Khububiyah, Najibatul. 2018. Hubungan Keterbukaan Status HIV Kepada


Masyarakat Dengan Tingkat Depresi, Cemas, dan Stres pada ODHA di
Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang. Skripsi. S1
Program Studi Ilmu Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widyagama Husada Malang. Pembimbing: 1. dr. Wira Daramatasia M.
Biomed. 2. Ns. Frengki Apriyanto, S. Kep., M. Kep.

Depresi, Cemas, dan Stres merupakan salah satu respon tubuh yang
dapat menyebabkan perubahan pada sistem biologis-psikologis-sosiologis-
spiritual pada ODHA. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah yang dialami ODHA adalah dengan mendapatkan dukungan sosial baik
dari keluarga maupun masyarakat sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan keterbukaan status HIV kepada masyarakat dengan
tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten
Jombang.

jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan


pendekatan Cross Sectional, dan rancangan penelitian korelasi dengan
mengunakan uji Koefisien Kontingensi. Pengumpulan data mengunakan
kuosioner Self-Disclosure Scale untuk mengukur keterbukaan status penyakit
dan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) untuk mengukur depresi,
cemas, dan stres pada ODHA.

Berdasarkan analisa data menggunakan program komputer SPSS analisa


contigency coefficient dengan taraf signifikan 5% didapat p Value yaitu depresi
0,992, cemas 0,969, dan stres 0,972 yang berarti nilai p value > 0,05 sehingga
H0 diterima yang artinya tidak ada hubungan antara keterbukaan status HIV
kepada masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center
Plus (JCC+) Kabupaten Jombang. Dari hasil penelitian ini juga didapat nilai r
dari depresi -0,071, cemas -0,103, stres -0,071 yang artinya terdapat korelasi
negatif dengan kekuatan yang lemah antara kedua variabel. Dengan demikian
dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan antara keterbukaan status HIV
kepada masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center
Plus (JCC+) Kabupaten Jombang.

Kepustakaan : 40 Kepustakaan (2003-2018)

Kata Kunci : Depresi, Stres, Cemas, Keterbukaan Status, Masyarakat.

vii
ABSTRACT

Khububiyah, Najibatul. 2018. Relationship between Openness of HIV Status


to Society with Depression, Anxiety and Stress Levels on PLWHA in
Jombang Care Center Plus (JCC +) in Jombang Regency. Thesis. S1. Study
Program Of Nursing Science. School Of Health Widyagama Husada Malang.
Advisors: 1. dr. Wira Daramatasia M. Biomed. 2. Ns. Frengki Apriyanto,
S. Kep., M. Kep.

Depression, Anxiety, and Stress are of the body's responses that can
cause changes in the biological-psychological-sociological-spiritual system of
PLWHA. One effort that can be done to overcome the problems experienced by
PLWHA is to get social support from both the family and the surrounding
community. This study aims to determine the relationship of openness of HIV
status to the community with stress levels on PLWHA in Jombang Care Center
Plus (JCC +) in Jombang Regency.

This type of research is observational analytic research with a cross


sectional approach, and correlation research design using the Contingency
Coefficient Test. Data collection used the Self-Disclosure Scale questionnaire to
measure disease status disclosure and Depression Anxiety Stress Scale 42
(DASS 42) to measure depression, anxiety, and stress on PLWHA.

Based on the data analysis using the SPSS computer program, the
contingency coefficient analysis with a significant level of 5% obtained p value,
namely depression 0.992, anxiety 0.969, and stress 0.972 which mean that
p value > 0.05, so that H0 is accepted, means that there is no relationship
between openness of HIV status to people with stress levels on PLWHA in
Jombang Care Center Plus (JCC +) in Jombang Regency. From the results of
this study also obtained r value of depression -0.071, Anxiety -0.103, stress -
0.071 mean there are negative correlation with the weak power between the two
variables. Thus, it can be concluded that there is no relationship between the
openness of HIV status to the community with the level of stress on PLWHA in
Jombang Care Center Plus (JCC +) in Jombang Regency.

Reference : 40 references (2003-2018)

Key words : Depression, stress, anxiety, openness of status, society.

viii
DAFTAR ISI

SKRIPSI .............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... ..................iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan........................................................................................................... 4
1. Tujuan Umum ........................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 4
D. Manfaat ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 6
A. Konsep Dasar HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome)..................................................................................................... 6
1. Definisi ..................................................................................................... 6
2. Epidemologi ............................................................................................. 7
3. Etiologi ..................................................................................................... 9
4. Struktur Anatomi Virus HIV ..................................................................... 10
5. Manifestasi Klinis.................................................................................... 11
6. Patofisiologi ............................................................................................ 13
7. Cara Penularan Virus HIV/AIDS ............................................................. 16
8. Klasifikasi Infeksi Virus HIV .................................................................... 17
9. Stadium Klinis HIV/AIDS ........................................................................ 17
10. Pemeriksaan HIV .................................................................................. 18

ix
11. Pencegahan.......................................................................................... 20
12. WOC HIV/AIDS ..................................................................................... 22
B. Konsep Dasar Depresi ................................................................................ 23
1. Defenisi Depresi ..................................................................................... 23
2. Etiologi ................................................................................................... 23
3. Gejala Depresi........................................................................................ 25
4. Klasifikasi Depresi .................................................................................. 25
C. Konsep Dasar Cemas ................................................................................. 27
1. Definisi Cemas ....................................................................................... 27
2. Faktor yang Mempengaruhi Cemas........................................................ 28
3. Gejala Cemas ........................................................................................ 29
4. Tingkat Cemas ....................................................................................... 31
D. Konsep Dasar Stres .................................................................................... 32
1. Definisi ................................................................................................... 32
2. Sumber-sumber Stres ............................................................................ 35
3. Penyebab Stres ...................................................................................... 36
4. Manifestasi Stres .................................................................................... 37
5. Respon Tubuh Terhadap Stres .............................................................. 38
6. Dampak Stres ........................................................................................ 39
7. Tingkat stres........................................................................................... 40
E. Cara Mengukur Tingkat Depresi, Cemas, dan Stres (Dass 42) ................... 42
F. Konsep Dasar Keterbukaan Status Penyakit ............................................... 43
G. Cara Mengukur Keterbukaan Status ........................................................... 44
H. Konsep Dasar Masyarakat .......................................................................... 45
1. Definisi Masyarakat ................................................................................ 45
2. Ciri-ciri mayarakat .................................................................................. 46
3. Jenis-jenis masyarakat ........................................................................... 48
4. Masalah masalah yang bisa terjadi dilingkungan masyarakat................. 50
I. Kerangka Teori ............................................................................................. 52
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ....................... 53
A. Kerangka Konsep ........................................................................................ 53
B. Hipotesis ...................................................................................................... 55
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 56
A. Desain Penelitian ........................................................................................ 56

x
B. Populasi dan Sampel .................................................................................. 56
1. Populasi dan sampel .............................................................................. 56
C. Sampling..................................................................................................... 58
D. Variable penelitian ...................................................................................... 59
1. Variable Independen .............................................................................. 59
2. Variable Dependen ................................................................................. 59
E. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 59
F. Definisi Operasional .................................................................................... 60
G. Instrumen Penelitian ................................................................................... 60
H. Prosedur Penelitian..................................................................................... 61
1. Prosedur Administrasi ............................................................................. 61
J. Pengolahan Data dan Analisa Data ............................................................. 62
K. Etika Penelitian ........................................................................................... 65
L. Jadwal Penelitian......................................................................................... 66
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................68

A. Hasil Analisa Univariat ................................................................................ 67


1. Gambaran Umum Tempat penelitian ...................................................... 67
2. Karakteristik Responden ........................................................................ 68
B. Hasil Analisa Bivariat .................................................................................. 72
BAB VI PEMBAHASAN......................................................................................76

A. Interprestasi dan Diskusi Hasil Penelitian ................................................. 75


B. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 86
BAB VII PENUTUP..............................................................................................86

C. Kesimpulan ............................................................................................... 87
D. Saran ........................................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

xi
DAFTAR SINGKATAN

JCC+ Jombang Care Center Plus

HIV Human Immunodeficiency Virus

AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrom

RNA Ribonucleic Acid

DNA Deoxyribo Nucleic Acid

UNAIDS United Nations Programme on HIV/AIDS

KemenKes Kementrian Kesehatan

Ditjen PP & PL Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan

DinKes Dinas Kesehatan

WHO World Health Organization

ODHA Orang Dengan HIV/AIDS

CDC Center For Disease Control

PCP Pneumocystis Carinii Pneumonia

Gp 41 Glikoprotein 41

ELISA Enzyme Linked Immunosorbent Assay

WB Westem Blot

ARV Antiretroviral

DASS Depression Anxiety Stress Scale

ACTH Adrenocorticotropic Hormone

RTT Responden Tertutup

RTB Responden Terbuka

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


2.1 Gejala mayor dan minor pada diagnosis AIDS berdasarkan Buku 12
Informasi Dasar HIV/AIDS (2007)
2.2 Klasifikasi infeksi virus HIV berdasarkan Centers For Disease 17
Control and Prevention (2011)
2.3 Stadium klinis Infeksi HIV/AIDS Berdasarkan Ditjen PP dan PL 17
(2011)
2.4 Indikator Angket Depression Anxiety Stress Scale menurut Lovibond 44
& Lovibond (1995)
2.5 Skala Alternative Jawaban menurut Lovibond & Lovibond (1995) 45
4.1 Definisi operasional Menurut Nursalam (2010) 60
4.2 Analisa data 65
5.1.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin 67
5.1.2 Distribusi responden berdasarkan Usia 67
5.1.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan 68
5.1.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan 68
5.1.5 Distribusi responden berdasarkan status pernikahan 68
5.1.6 Distribusi responden berdasarkan lama diagnosa 69
5.2.1 Distribusi responden berdasarkan tingkat depresi 70
5.2.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat cemas 70
5.2.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat stres 71
5.3.1 Hubungan keterbukaan status dengan depresi 72
5.3.1 Hubungan keterbukaan status dengan depresi 72
5.3.2 Hubungan keterbukaan status dengan cemas 72
5.3.3 Hubungan keterbukaan status dengan stres 73

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


2.1 Struktur Anatomi Virus HIV 10
2.2 Proses virus HIV menginfeksi sel imun 13
2.3 Stres sebagai stimulus 34
2.4 Stres sebagai respon 35

xiv
DAFTAR SKEMA

No. Judul Skema Halaman


2.1 Bagan kerangka teori hubungan keterbukaan 52
status HIV kepada masyarakat dengan tingkat
depresi, cemas, dan stres pada ODHA
3.1 kerangka konsep hubungan keterbukaan status 53
penyakit HIV/AIDS kepada masyarakat dengan
tingkat depresi, cemas, dan stres pada ODHA

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman


1 Surat Penjelasan Menjadi Responden
2 Surat Persetujuan Menjadi Responden
3 Tabulasi data
4 Jadwal penelitian
5 Dokumentasi penelitian
6 Pernyataan Keaslian Tulisan
7 Hasil output SPSS
8 Surat Studi Pendahuluan
9 Surat Izin Penelitian
10 Lampiran kuosioner
11 Lampiran contoh kuosioner Self Disclosure Scale Dan DASS
42 yang telah diisi oleh responden

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu virus

golongan RNA (Ribonucleic Acid). Virus HIV masuk kedalam tubuh melalui

aliran darah kemudian virus ini akan menginfeksi sel, kemudian sel yang

telah terinfeksi oleh virus HIV akan membentuk replika DNA mengunakan

enzime reverse transcriptase. Jika tidak mendapatkan penangananan yang

tepat, maka virus HIV ini akan menyebabkan AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) (Widoyono, 2011).

AIDS (Acquired Immuno Defisiency Syndrome) merupakan

sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul akibat menurunnya sistem

kekebalan tubuh. Penyebab utamanya yaitu virus HIV (Human

Immunodefeciency Virus). Sesorang yang terinfeksi HIV/AIDS akan

mengalami gejala umum seperti penurunan berat badan, demam tinggi,

diare berkepanjangan, batuk berkepanjangan, dan mengalami

pembengkakan pada kelenjar getah bening (Nursalam, 2006).

Berdasarkan United Nasions Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)

Global Statics (2015). pada saat ini HIV/AIDS telah tersebar di seluruh

negara, terutama di negara berkembang. Pada tahun 2014 didapat data

sebanyak 35 juta penderita HIV dan di akhir tahun 2014 sebanyak 1,2 juta

orang meninggal karena AIDS.

Kejadian HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan sangat

pesat, terutama dari tahun 2009 ke 2010 yang mana Jumlah penderita

HIV/AIDS di tahun 2009 terdapat 9.793 dan pada tahun 2010 terdapat

1
2

21.591. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan tahun 2014 kasus HIV

sudah tersebar di 381 dari 498 kabupaten atau kota di seluruh provinsi

indonesia (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

Menurut Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014) di Jawa Timur terdapat

3.319 penderita di tahun 2013, 4.508 di tahun 2014, 4.155 di tahun 2015,

4.155 di tahun 2015, dan 6.513 di tahun 2016. Kota yang menyumbang

angka penderita HIV tertinggi di Jawa Timur adalah Surabaya kemudian

yang menepati posisi ke dua adalah Malang dan yang menepati posisi ketiga

yaitu Jombang. Berdasarkan data dinas kesehatan (Dinkes) Kabupaten

Malang (2017) sejak tahun 1991 hingga 2015 telah tercatat ada 1.578

penduduk yang mengalami HIV/AIDS. Sedangkan di kota Jombang Terdapat

1299 orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS menurut Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang (DinKes Kabupaten Jombang, 2017)

Masalah HIV/AIDS yang terjadi di dunia tidak hanya menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia namun juga menyerang sistem biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Orang yang mengidap penyakit HIV/AIDS

sebagian besar akan menunjukkan perubahan situasional terutama dalam

menyikapi pemahaman tentang dirinya, waktu, Tuhan, lingkungan, dan

tentang masa depannya. Pada umumnya ketika seorang individu dinyatakan

menderita HIV/AIDS sebagian besar akan mengalami depresi dan stres

(World Health Organization, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Maria dan Carol, dkk (2005) di

Washington DC dalam jurnal “Disclosure of HIV Status and Psychological

Well-Being Among Latino Gay and Bisexual Men” menjelaskan tentang

masalah psikologis dapat diatasi dengan cara mengungkapkan status HIV.

Pengungkapan status HIV pada orang lain dapat mempengaruhi dan

meningkatkan kesejahteraan psikologis penderita, baik secara langsung

2
3

maupun melalui dukungan sosial. Pengungkapan status penyakit merupakan

suatu proses yang kompleks dengan konsekuensi bervariasi, seperti

terjadinya penerimaan atau penolakan, perasaan lega atau penyesalan.

Pengungkapan status HIV juga dikaitkan dengan dukungan sosial, semakin

besar dukungan sosial yang didapat oleh penderita HIV maka tingkat

masalah yang berhubungan dengan psikologis seperti stres dan depresi

dapat diatasi (Maria dan Carol, 2005).

Hasil dari survey yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2018 Di

Jombang Care Center Plus (JCC+) bahwa terdapat 1299 penderita yang

terinfeksi virus HIV di Jombang dan yang tergabung dalam Jombang Care

Center hanya ada 600 orang yang telah terinveksi oleh HIV. Sebagian

penderita HIV yang tergabung dalam JCC+ masih takut untuk

mengungkapkan status penyakitnya kepada masyarakat karena alasan takut

jika masyarakat tidak mau menerima keadaannya dan ODHA akan

mendapat diskriminasi ataupun stigma dari masyarakat yang berhubungan

dengan penyakit yang dideritanya. Dengan demikian, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian di Jombang Care Center tentang Ketidakterbukaan

status HIV kepada masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang

Care Center Plus (JCC+).

B. Rumusan Masalah

“Apakah ada hubungan antara pengungkapan status HIV kepada

Masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center Plus

(JCC+)?”

3
4

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengungkapan status HIV terhadap

tingkat stres pada ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+).

2. Tujuan Khusus

a. Menghidentifikasi jumlah ODHA yang tergabung di Jombang Care

Center Plus (JCC+).

b. Mengiidentifikasi seberapa banyak ODHA yang tidak

mengungkapkan dan yang sudah mengungkapkan status

penyakitnya kepada masyarakat.

c. Mengidentifikasi tingkat depresi yang dialami oleh ODHA di

Jombang Care Center Plus (JCC+).

d. Mengidentifikasi tingkat cemas yang dialami oleh ODHA di

Jombang Care Center Plus (JCC+).

e. Mengidentifikasi tingkat stres yang dialami oleh ODHA di Jombang

Care Center Plus (JCC+).

f. Mengidentifikasi hubungan pengungkapan status HIV dengan

tingkat depresi, cemas, dan stres di Jombang Care Center Plus

(JCC+).

D. Manfaat

1. Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengembangan pemikiran pengetahuan, untuk memperluas

pemahaman bagi pengembangan ilmu keperawatan, khususnya ilmu

tentang status psikologis pada penderita HIV/AIDS.

4
5

2. Praktis

1. Bagi Stikes Widyagama Husada Malang

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

keperawatan Dasar dan Manajemen Program Studi S1 Ilmu

Keperawatan STIKES Widyagama Husada Malang dan sebagai

referensi bagi perpustakaan mengenai status psikologis ODHA

serta dapat digunakan sebagai bahan masukan penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Institusi Rumah sakit

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi pedoman bagi Rumah

Sakit dalam menangani pasien dengan HIV/AIDS bukan hanya

memperhatikan keadaan fisiknya saja melainkan juga harus

memperhatikan keadaan psikologis penderita HIV/AIDS tersebut.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat menerima kehadiran penderita

HIV/AIDS dan tidak melakukan diskriminasi kepada penderita

HIV/AIDS.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan

pribadi dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

5
6

BAB II

TINJAUAN TEORI

Bab ini menguraikan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan HIV/AIDS (Human

Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome), stres, dan

keterbukaan status penyakit HIV.

A. Konsep Dasar HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired

Immunodeficiency Syndrome)

1. Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu virus

golongan RNA (RiboNucleic Acid) yang terdiri dari satu benang tunggal.

Virus HIV masuk kedalam tubuh melalui aliran darah kemudian virus ini

akan menginfeksi sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun

tubuh), kemudian sel yang telah terinfeksi oleh virus HIV akan

membentuk replika DNA mengunakan Enzim transkriptase-balik

(reverse-transcriptase). Enzim transkriptase-balik (reverse-transcriptase)

memungkinkan virus HIV mengubah informasi genetiknya beruba RNA

menjadi DNA (Deoxy Nucleid Acid). Virus ini dapat menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia, jika tidak mendapatkan penangananan yang

tepat, maka virus HIV ini akan menyebabkan AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) (Widoyono, 2011).

AIDS (Acquired Immuno Defisiency Syndrome) merupakan

sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul akibat menurunnya sistem

kekebalan tubuh, penyebab utamanya yaitu virus HIV (Human

Immunodefeciency Virus). Ketika virus HIV masuk kedalam tubuh

6
7

manusia maka virus tersebut mengakibatkan sistem kekebalan tubuh

seseorang menurun sehingga rentan terkena berbagai jenis penyakit

(Nursalam, 2006). Seorang dikatakan AIDS jika memiliki beberapa

gejala infeksi oportunitik seperti tuberculosis, meningitis kriptokokus,

sitomegalo, infeksi CMV, korioretinitis, toksoplasmosis, diare

berkepanjangan dan jumlah sel T CD4 < 200 sel/mm (Ignatavicius dan

Workman, 2010).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa HIV (Human

Immunodeficiency Virus) merupakan suatu virus golongan RNA

(Retrovirus Rubonucleat Acid) yang masuk kedalam tubuh manusia

melalui peredaran darah dan menyerang sistem kekebalan tubuh

manusia, jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat

akan dapat mempercepat proses munculnya diagnosis penyakit AIDS

(Acquired Immunodeficiency Syndrom).

2. Epidemologi

Epidemologi HIV/AIDS terus mengalami peningkatan yang sangat

cepat, sehingga HIV/AIDS menjadi masalah global dan salah satu

masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius di dunia

kesehatan karena penularannya yang tidak hanya melalui hubungan

seksual, namun juga melalui kontak cairan tubuh seperti, darah, air

mani, dan jarum suntik. Orang yang terinfeksi HIV akan mudah

terserang berbagai penyakit (infeksi oportunitik) yang dapat berakibat

kematian. Pada saat ini HIV/AIDS telah melanda semua negara di dunia

terutama di negara berkembang. Pada tahun 2014 di dapat data

sebanyak 35 juta penderita HIV dan di akhir tahun 2014 sebanyak 1,2

juta orang meninggal karena AIDS. Berdasarkan United Nations

7
8

Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Global Statics (2015) menunjukkan

penderita HIV telah mencapai 36,9 juta. Beberapa negara berkembang

yang mempunyai laju infeksi HIV tertinggi didunia yaitu Cina, India, dan

Indonesia (UNAIDS, 2015).

Di Indonesia kejadian HIV pertama kali dilaporkan terjadi di bali

pada bulan april 1987. Kasus HIV di Indonesia dari tahun ketahun

mengalami peningkatan, terutama dari tahun 2009 ke 2010 kejadian HIV

mengalami peningkatan yang sangat pesat, jumlah penderita HIV di

tahun 2009 terdapat 9.793 dan pada tahun 2010 jumlah penderita HIV di

Indonesia yaitu 21.591. Hal tersebut disebabkan semakin majunya

teknologi informasi sehingga pencatatan dan pelaporan kasus HIV/AIDS

yang terjadi di masyarakan semakin baik. Sejak pertama kali ditemukan

sampai dengan tahun 2014 kasus HIV sudah tersebar di 381 dari 498

kabupaten atau kota di seluruh provinsi indonesia (Ditjen PP & PL

Kemenkes RI, 2014).

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki

kontribusi angka penderita HIV paling banyak di Indonesia. Dari tahun

2013 sampai dengan 2016 jumlah penderita HIV di Provinsi Jawa Timur

mengalami peningkatan yang signifikan, tahun 2013 terdapat 3.391

penderita, tahun 2014 terdapat 4.508 penderita, tahun 2015 terdapat

4.155 penderita, dan pada tahun 2016 terdapat 6.513 penderita HIV

(Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2016).

Di Jawa Timur khususnya di Jombang penderita HIV/AIDS berada

di peringkat ke tiga setelah Surabaya dan Malang, mayoritas penderita

HIV/AIDS di Jombang yaitu tergolong usia produktif. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jombang, pada Maret 2018 telah

tercatat 1.299 penduduk yang telah terjangkit HIV/AIDS. Penderita

8
9

HIV/AIDS di Jombang hanya 600 penderita saja yang tergabung dalam

JCC+ dan dari jumlah tersebut ditemukan bahwa terdapat 24 penderita

HIV/AIDS berusia anak-anak, dari 24 tersebut penderita HIV/AIDS usia

anak-anak ada 3 yang telah meninggal dunia (Dinkes Kabupaten

Jombang, 2017).

3. Etiologi

HIV merupakan jenis virus golongan famili retrovirus kelompok

RNA yang mempunyai berat 0,7 kilobase. Virus HIV terdiri dari dua grup,

yaitu HIV-1 dan HIV-2, Masing-masing grub HIV mempunyai subtipe

diantara HIV-1 dan HIV-2 yang paling banyak menyerang dan

menimbulkan kelainan ganas di dunia adalah grup HIV-1 (United Sates

Preventive Services Task Force, 2011). HIV-AIDS pertama kali

ditemukan oleh Pusat Pengendalian Penyakit CDC (Centers For disease

Control) tahun 1981 di Antala, Amerika serikat pada lima pria gay yang

menderita penyakit radang paru atau pneumonia (pneumocystis carinii

pneumonia atau PCP) (Hutapea, 2014).

Penyebab dari penyakit AIDS yaitu virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus), virus ini dikenal pertama kali di Afrika pada

abad ke-20 dan telah tersebar secara global. Virus ini merupakan salah

satu virus golongan RNA (RiboNucleic Acid) yang terdiri dari satu

benang tunggal (Widoyono, 2011). Virus HIV menyerang sistem

kekebalan manusia seperti sel CD4 (T-Cell), makrofag, dan sel dendritik.

sekali saja virus ini masuk kedalam tubuh manusia, dia akan hidup

didalam sel darah putih, kemudian virus ini akan memakan sel darah

putih dan menjadikannya tempat reproduksinya. Dalam proses

reproduksi, seluruh sel darah putih manusia akan terbunuh khususnya

9
10

tipe sel darah putih yang berguna untuk melindungi tubuh dari penyakit.

Tipe sel darah putih ini biasanya di sebut sel CD4. Orang yang sehat

memiliki sekitar 800 hingga 1200 sel CD4 dalam setiap millimeter kubik

darah (hutapea, Ronald. 2014).

4. Struktur Anatomi Virus HIV

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Virus HIV

Berdasarkan morfologi virus HIV terdiri dari bagian inti (core) dan

bagian selubung (envelop). Bagian inti mempunyai bentuk silindris yang

tersusun dari dua untaian ribonucleid acid (RNA), sedangkan bagian

terselubung terdiri atas lipid dan glikoprotein yaitu gp41 dan gp120

(siregar, 2004). Gp120 tertutupi oleh molekul gula untuk melindungi diri

dari antibodi dan berfungsi mengenali reseptor spesifik sel target dan

secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus melalui

glikoprotein. Sedangkan gp41 berfungsi melakukan trans membran virus

dan mempercepat proses peleburan (fusion) membran virus dan sel

target (host) (Ditjen Binfar dan Alkes, 2006).

Bagian struktur tubuh virus HIV terdapat protein dan enzim unruk

replikasi dan maturasi HIV yaitu p24, p7, p9, p17, reverse-transcriptase,

10
11

integrase, dan protease. Virus HIV mengunakan sembilan gen untuk

mengkode protein dan enzim. Tiga gen utama yang digunakan yaitu

gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol mengkode

enzim reverse-transcriptase, integritas, dan protease, sedangkan gen

env mengkode glikoprotein. Enam gen lain seperti rev, nef, vpu, vpr, dan

tat mempunyai peran dalam meningkatkan tingkat infeksi HIV (Kummar,

et al. 2015).

5. Manifestasi Klinis

Pada infeksi awal penderita HIV ketika dilakukan pemeriksaan

CD4 mungkin akan menunjukkan hasil negatif adanya virus HIV pada

limfocyte (seronegative). Virus HIV akan terdeteksi dalam 3-6 minggu

hingga 12 minggu setelah infeksi primer, fase ini disebut Window Priode

(Nasronudin, 2012). Tanda dan gejala klinis akan timbul 1-4 minggu

setelah pajanan. Gejala yang timbul berupa malaise, demam, diare,

limfadenopati, dan ruam makulopapular. Beberapa orang yang telah

terpajan dengan virus HIV akan menunjukkan Gejala akut bisa berupa

meningitis dan pneumonitis, selama priode akut CD4 (T4) dalam

limfocyte yang tinggi akan terjadi penurunan yang sangat cepat di mana

CD4 akan turun hingga di bawah 500/µl setelah 6 minggu terinfeksi virus

HIV. Setelah itu akan muncul gejala klinis berupa demam, banyak

berkeringat pada malam hari, BB berkurang kurang dari 10 %, diare, lesi

pada mukosa dan terjadi infeksi pada kulit.gejala-gejala tersebut

merupakan tanda awal terjadinya infeksi oportunitik (Sterling dan

Chaisson, 2010).

Fase Infeksi HIV menjadi ke tahap AIDS sekitar 1-5 tahun dari

awal masuknya virus HIV dalam tubuh. Dalam tahap ini sering muncul

11
12

infeksi oportunitik seperti Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCC),

pneumonia intertisial, kandidiasis, meningitis, cytomegalovirus,

mikrobakterial, dan atipikal (Price & Wilson, 2016).

Secara umum tanda dan gejala pada penderita HIV/AIDS di

kelompokkan menjadi 2 yaitu mayor dan minor, menurut WHO (2007)

diagnosis HIV/AIDS dapat ditegakkan jika ditemukan tes HIV

menunjukkan positif dan didapat 2 gejala mayor dan minor (Merati,

2009).

Tabel 2.1 gejala mayor dan minor pada diagnosis AIDS


Gejala Mayor Gejala Minor
 Berat badan turun > 10 % dalam 1  Batuk menetap > 1 bulan
bulan  Dermatitis generalisata
 Diare kronik > 1 bulan  Herpes zoster multisegmental berulang
 Demam berkepanjangan > 1 bulan  Kandidiasis orofaringeal
 Penuruna kesadaran  Herpes simpleks kronis progresif
 Demensia/HIV ensefalopati  Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur berulang pada vagina
 Retinitis virus sitomegali
Sumber : Buku Informasi Dasar HIV/AIDS (2007)

Menurut WHO (2007) Seorang individu dapat dicurigai menderita

HIV/AIDS jika mempunyai tanda dan gelaja klinis sebagai berikut:

1. Keadaan Umum

a. Berat badan mengalami penurunan > 10 % dari berat badan

dasar

b. Demam lebih dari satu bulan dimana temperatur oral >37,5 ⁰C

c. Diare berkepanjangan lebih dari satu bulan

d. Limfadenopati meluas

2. Epidermis (Kulit)

Kulit kering yang meluas dan Post Exposure Prophylaxis (PPP)

adalah dugaan kuat jika seorang individu mengalami infeksi HIV.

12
13

Beberapa kelainan lain seperti genital warts, folikulitis, dan psoriasis

sering terjadi pada ODHA tetapi tidak selalu terkait dengan HIV.

3. Infeksi

a. Infeksi jamur : Dermatitis seboroik, kandidiasis oral,

kandidiasis vagina berulang

b. Infeksi viral : Herpes zoster, herpes genital berulang,

kondiloma, kottagiosum, moluskum.

c. Gangguan pernafasan : Sesak nafas, batuk lebih dari satu

bulan, tuberkulosis, pneumonia berulang, sinusitis kronik

berulang.

d. Gejala neurologis : Nyeri kepala berkepanjangan dan tidak

jelas penyebabnya, menurunnya fungsi kognitif, kejang

demam.

6. Patofisiologi

Gambar 2.2 Proses cara virus dapat menginfeksi sel imun (Maartens et al, 2014)
Virus HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui perantara darah,

semen, dan sekret vagina. Setelah virus masuk kedalam tubuh, maka

13
14

target utama virus HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan

reseptor CD4. Reseptor CD4 dapat ditemukan pada permukaan limfosit

T, langerhan, astrosit, sel dendrit, magrofag, monosit, microglia. Virus

HIV masuk ke dalam sel yang akan diinveksi dengan bantuan

Chemokine Reseptor yaitu CXCR4. CCR5, CCR2b, dan CCR3,

selanjutnya terjadinya interaksi antara virus HIV dengan sel target

melalui glikoprotein 41 (gp41), setelah virus HIV masuk ke dalam sel

target, akan terjadi proses pelepasan singel strand RNA (ssRNA) dan

enzim reserve transcriptase melakukan tugasnya mengubah RNA

menjadi DNA (Chiffordlane, 2008).

Sel CD4 merupakan bagian dari sel darah putih yang berguna

sebagai antibody untuk menyerang berbagai antigen yang masuk

kedalam tubuh, namun ketika virus HIV masuk kedalam tubuh membuat

sel CD4 semakin lama akan semakin menurun karena virus ini

menghambat aktivitas sel CD4 untuk mempresentasikan antigen. yang

mana diketahui sel CD4 pada orang sehat sekitar 800-1200 dalam

setiap mililiter kubik darah. Sudah bisa dipastikan bahwa ketika seorang

mempuanyai jumlah CD4 kurang dari 800-1200 maka akan mudah

terserang berbagai penyakit (Ronald, 2014).

Menurunnya jumlah CD4 membuat sistem imun melemah secara

progresif. Keadaan tersebut akan diikuti dengan melemahnya fungsi

makrofag dan fungsi sel B hingga menurunnya sel T penolong. Tanda

dan gejala virus HIV masuk kedalam tubuh akan muncul 1-4 minggu

setelah tubuh terpajan pertama kali dengan virus HIV (Sterling dan

Chaisson, 2010). Tahap dari HIV menuju ke AIDS membutuhkan waktu

5-10 tahun, dalam tahap ini sistem imun manusia benar-benar

menggalami penurunan yang sangat drastis hingga jumlah CD4 < 200

14
15

setiap mililiter kubik darah, selain itu juga akan muncul tanda dan gejala

dari infeksi oportunitik (Kelly, 2004).

CDC (2009) mengklasifikasikan infeksi HIV menjadi 5 kategori,

antara lain sebagai berikut:

1. Kategori A

Infeksi HIV asimtomatik, belum terlihat adanya tanda tanda gejala

2. Kategori B

Mulai muncul tanda dan gejala yang timbul akibat dari virus HIV

seperti, diare, kandidiasis orofaring, pelvic inflamantory disease

(PID), klamidia, neoplasma servikal, herpes zoster, dll.

3. Kategori C

Sudah mulai terjadi infeksi HIV menuju ke AIDS

4. Kategori A1, B1, C1

Dalam kategori ini terdapat jumlah CD4 > 500 per mililiter kubik

darah.

5. Kategori A2, B2, C2

Dalam kategori ini terdapat jumlah CD4 200-400 per mililiter kubik

darah.

6. Ktegori A3, B3, C3

Dalam kategori ini terdapat jumlah CD4 < 200 per mililiter kubik

darah.

15
16

7. Cara Penularan Virus HIV/AIDS

Menurut Nursalam (2006) cara penularan HIV yaitu melalui:

a. Darah

Penularan HIV melalui darah ketika darah yang telah terinfeksi

virus HIV mauk ke dalam darah yang sehat, contoh: transfusi darah

yang diberikan oleh orang yang terdiagnosis penyakit HIV.

b. Air susu ibu

Penularan ini biasa disebut sebagai Mother-to-Child

Transmission dimana ketika seorang ibu yang positif mengidap HIV

kemudian menyusui anaknya. Sehingga anak yang meminum Asi

(Air Susu Ibu) tersebut kemungkinan besar akan terdiagnosis positif

HIV.

c. Hubungan seksual

Resiko penularan HIV melalui hubungan seksual yang tidak

aman, sering berganti-ganti pasangan, berhubungan seks dengan

penderita HIV, dan berhubungan seks melalui anus (homoseksual).

Homoseksual lebih berpotensi terkena HIV karena melakukan

hubungan seksual melalui anus, dimana yang kita ketahui bahwa

anus hanya mempunyai satu lapisan tipis yang mudah sobek,

selain itu anus juga tidak memproduksi lubrikan alami seperti di

vagina sehingga kemungkinan besar akan terjadi luka pada area

anus ketika berhubungan seksual.

d. Alat Medis

Penularan HIV juga bisa melalui Alat-alat medis seperti jarum

suntik yang tidak steril, sering digunakan berulang ulang dan

bergantian sehingga memungkinkan untuk terjadinya penyakit HIV.

16
17

8. Klasifikasi Infeksi Virus HIV

Klasifikasi infeksi virus HIV didasarkan pata patofisiologi

penyakit seiring memburuknya dan menurunnya sistem imun

manusia.

Tabel 2.2 klasifikasi infeksi virus HIV

Kelas Kriteria
Grub 1 1. Infeksi akut HIV
2. Gejala mirip influensa
3. Antibodi HIV ( - )
HIV asimtomatik Grub II 1. Antibodi HIV ( + )
2. Tio dak ada indikator
klinis/laboratorium adanya
imunodefisiency
HIV simtomatik Grup III 1. Antibody HIV ( + )
2. Limfadenopati generalisata
persisten
Grub IV-A 1. Antibodi HIV ( + )
2. Penyakit kosntitusional (demam
atau diare menetap, BB menurun
> 10 %
Grub IV-B 1. Sama seperti grup IV-A
2. Penyakit Neurologik (demensia,
neuropati, mielopati)
Grub IV-C 1. Sama seperti grup IV-B
2. Limfosit CD4 kurang dari 200/ µl
Grub IV-D 1. Sama seperti grup IV-C
2. Tuberkulosis paru, kanker serviks

Sumber : Centers For Disease Control and Prevention (2011)

9. Stadium Klinis HIV/AIDS

Berdasarkan gejala yang telah ditunjukkan oleh penderita

HIV/AIDS pembagian stadium HIV/AIDS dapat dibagi dalam 4 Stadium

(Ditjen PP dan Pl, 2011).

Tabel 2.3 Stadium klinis Infeksi HIV/AIDS

Stadium 1 Asimptomatik
1. Tidak ada gejala
2. Tidak ada generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
1. Penurunan berat badan bersifat sedang yang tidak diketahui
penyebabnya (kurang dari 10% dari berat badan)
2. Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, otitis media,
faringitis)
3. Herpes zoster
4. Luka disekitar bibir (keilitis angularis)
5. Ulkus mulut berulang

17
18

6. Ruam kulit berupa papel yang gatal (papular pruritic eruption)


7. Dermatitis serobik
8. Infeksi jamur pada kuku
Stadium 3 Sakit Sedang
1. Penurunan berat badan bersifat berat yang tidak diketahui
penyebabnya (lebih dari 10% dari berat badan)
2. Diare lebih dari satu bulan (penyebab belum diketahui)
3. Demam lebih dari satu bulan (penyebab belum diketahui)
4. Kandidiasis pada mulut yang meentap
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberkulosis paru
7. Infeksi bakterial yang berat (pneumonia, empisema, meningitis,
piomiositis, infeksi tulang atau sendi, dan inflamasi panggul yang berat)
8. Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodonititis
9. Anemia
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)

1. Sindroma wasting
2. Pneumonia Pneumocytis Jiroveci
3. Pneumonia bakterial berat berulang
4. Infeksi herpes simple kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama
lebih dari satu bulan atau visceral dibagian manapun)
5. Kandidiasis esophageal (kandidiasis trakea, bronkus, paru)
6. Tuberkulosis ekstra paru
7. Sarkoma kaposi
8. Retinitis Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak
termasuk hati, limpa, dan kelenjar getah bening)
9. Tokoplasmosis di sistem saraf pusat
10. Encefalopati HIV
11. Pneumonia kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis
12. Infeksi mycobacterial non tuberculosis yang menyebar
13. Lekoensefalopati multifocal progresif (PML)
14. Cyrptosporidiosis kronis
15. Isosporiais kronis
16. Mikosis meluas (histoplasmosis ekstra paru dan cocidiodomikosis
17. Septikemi yang berulang (termasuk salmonella non-tifoid)
18. Limfoma (serebral atau B-cell dan Non-Hodgkin
19. Karsinoma serviks invasif
20. Leismaniasis atipik meluas
21. Neuropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomati
Sumber : Ditjen PP dan PL (2011)

10. Pemeriksaan HIV

Ada beberapa jenis pemeriksaan serum anti HIV yang digunakan

untuk mendeteksi tubuh terinfeksi virus HIV (Gita dan awal, et.,al. 2016)

sebagai berikut:

a. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Tes ELISA adalah salah satu tes yang digunakan untuk mendeteksi

adanya virus HIV yang bersarang ditubuh. Tes ELISA dilakukan

dengan menggunakan sampel darah vena, air liur, dan urine. Hasil

18
19

positif pada ELISA belum bisa dijadikan patokan bahwa individu

terinveksi HIV. Pemeriksaan mengunakan ELISA mempunyai

sensitifitas 93-98 % dan spesifitasnya 98-99 %., bisa disimpulkan

bahwa pemeriksaan menggunakan ELISA dapat menunjukkan hasil

positif palsu, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lebih spesifik

lagi yaitu menggunakan uji Western Blot (Price SA, Wilson LM,

2006).

b. Uji Western Blot (WB)

Tes Western Blot sama dengan Tes ELISA sama-sama mendeteksi

virus HIV dalam tubuh. Tes Western Blot menjadi tes konfirmasi

bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik,

sehingga untuk terjadinya hasil positif palsu sangat kecil. Walaupun

lebih bagus dari ELISA pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh

keahlian lebih. Tes Western Blot digunakan untuk mendeteksi

antibody HIV-1, alat ini mengandung virus HIV yang sudah

dilemahkan dengan psoralen dan sinar ultra violet. Protein virus

HIV-1 kemudian dikelompokkan sesuai berat molekulnya dengan

menggunakan elektroforesis pada larutan dodecysulfat, kemudian

larutan dicampur dengan serum yang akan diperiksa dan di simpan

pada incubator, setelah itu dilakukan penilaian terhadap skor reaksi

berdasarkan intensitasnya. Jika hasil menuntukkan tidak reaktif

maka hasilnya adalah negative HIV (Price SA, Wilson LM, 2006).

c. Tes Antibody HIV

Pemeriksaan CD4 merupakan tes baku untuk menilai prognosis dari

HIV menuju ke AIDS, yang mana diketahui jumlah CD4 pada orang

sehat 800-1400 dalam setiap mililiter kubik darah dan pada orang

yang telah terinveksi HIV jumlah CD4 < 800 dalam setiap mililiter

19
20

kubik darah. Dan digunakan untuk pengambilan keputusan

terapeutik mengenai pemberian terapi antiretroviral (ARV)

11. Pencegahan

Dalam buku saku penularan dan pencegahan HIV/AIDS dan IMS

ada beberapa cara pencegahan terhadap HIV/AIDS dan IMS antara lain

sebagai berikut:

1. Abstine

Jauhi seks. Menghindari dan tidak melakukan hubungan seks

adalah cara paling aman agar terhindar dari HIV/AIDS dan IMS.

Bila terpaksa harus melakukan hubungan seks, pilih kegiatan

seksual yang aman seperti masturbasi, meremas-remas,

berciuman, dan berfantasi untuk memperoleh kepuasan.

2. Setia pada satu pasangan

Jika tidak bisa menghindari hubungan sek, berlaku setia pada satu

pasanagn adalah cara yang baik. Masing-masing setia pada

pasangan dan tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-

ganti pasangan.

3. Kondom

jika tidak bisa menghindari cara kedua, cobalah dengan

mengunakan kondom. Gunakan kondom setiap akan berhubungan

seks dengan siapapun.

4. Hindari penggunaan narkoba suntik

Penggunaan jarum, alat suntik, tindik, dan alat tato secara

bergantian, karena penularan dari jarum akan memudahkan proses

tertularnya HIV/AIDS.

20
21

5. Edukasi

Beri tahu keluarga, pasangan, rekan-rekan, masyarakat sekitar.

Semakin banyak orang lain mengetahui apa itu HIV/AIDS dan IMS

maka, semakin mudah untuk melakukan pencegahan penularan

HIV/AIDS dan IMS.

21
22

12. WOC HIV/AIDS

22
23

B. Konsep Dasar Depresi

1. Defenisi Depresi

Depresi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang mengalami

gangguan suasana perasaan (mood) ,kehilangan rasa senang atau tidak

ada ketertarik pada hal-hal yang biasanya disukai. Gejala yang sering

muncul adalah berkurangnya energi sehingga pada orang yang

mengalami depresi mudah lelah sehinggah menurunkan aktivitas dirinya.

(Yaslinda Yaunin, Rudi A, et al.2013). Depresi merupakan kesakitan yang

menghancurkan sehingga dapat mempengaruhi seluruh tubuh baik fisik,

emosi, maupun spiritual (Purba,Wahyuni & Daulay, 2008).

Depresi merupakan salah satu masalah psikologi yang sering

dialami oleh odha dan depresi yang berkelanjutan akan menyebabkan

penurunan kondisi secara fisik dan mental, sehingga dapat menyebabkan

seseorang malas untuk melakukan aktivitas self care harian secara rutin,

sebagai akibatnya akan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup

ODHA (Elyana Hapsari, Widodo S,et al 2016).

Pasien HIV/AIDS sangat rentan mengalami tanda dan gejala

depresi mulai ringan hingga berat dimulai sejak 1 bulan setelah

terdiagnosa HIV yang selanjutnya akan depresi akan berkepanjangan

seiring perjalanan penyakit. Cichocki (2009, dalam Kusuma, 2011)

2. Etiologi

Menurut Tailor et al, (dalam Kusuma, 2011) penyebab depresi

adalah sebagai berikut:

1. Faktor biologi

Berdasarkan faktor biologis, faktor genetik menjadi penyebab

timbulnya depresi. Depresi lebih sering terjadi pada orang yang

23
24

mempunyai riwayat trauma, kekerasan seksual, kekerasan fisik,

cacat fisik dan penyakit kronis.

2. Faktor psikologis

Berdasarkan faktor psikososial, terdapat empat kategori yang

berpotensi menyebabkan depresi, yaitu: stress, perasaan tidak

berdaya dan kehilangan harapan, pertahanan yang ekstrim

melawan stres dan pengaruh hubungan interpersonal dari

gangguan afektif. Stres dengan faktor pencetus karena depresi

biasanya terjadi karena adanya stressor.

3. Faktor sosial

Hasil penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa depresi sering

terjadi pada kelompok masyarakat non industrialis karena

kehidupan mereka yang cenderung lebih miskin.

4. Faktor Kognitif

Pada individu-individu yang depresi jarang memiliki pikiran positif.

Mereka memaknai hidup mereka dengan mempersalahkan diri

sendiri dan memiliki harapan negatif tentang masa depan mereka.

Pikiran-pikiran negatif tersebut menggambarkan skema-skema yang

membentuk pengalaman hidup individu yang depresi. Kebiasaan

menghasilkan pikiran-pikiran negatif ini memperkuat dan

mengembangkan pengalaman negatif dari individu-individu yang

mengalami depresi (Kuyken et al, dalam King, 2010).

Depresi pada penderita HIV/AIDS dapat disebabkan oleh beberapa

hal berikut (Chandra, et al dalam Saragih,2008):

1. Invasi virus HIV ke Susunan Saraf Pusat (SSP), dimana

menghasilkan perubahan neuropatologis pada bangsal ganglia,

24
25

thalamus, nucleus batang otak yang menyebabkan disfungsi dan

akhirnya akan menyebabkan gangguan pada mood dan motivasi.

2. Efek samping penggunaan obat-obat anti retroviral seperti:

evavirenz interferon, zidovudin.

3. Komplikasi HIV seperti infeksi oportunistik dan tumor intra kranial.

4. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan setelah diketahui menderita

penyakit tersebut, biasanya penderita mengalami reaksi penolakan

dari pekerjaan, keluarga maupun masyarakat.

3. Gejala Depresi

Gejala yang sering terjadi pada orang yang mengalami depresi

menurut .(Hawari ,2011) adalah sebagai berikut:

1. Merasa sedih (depressed mood)

2. pesimis menghadapi masa depan, memandang diri rendah, mudah

merasa bersalah dan berdosa.

3. gerakan lamban, lemah, letih, lesu dan kurang energik

4. sering mengeluh psikosomatik, mudah tegang, agitatif dan gelisah,

serba cemas, khawatir dan takut, mudah tersinggung, tidak ada

kepercayaan diri, merasa tidak mampu, tidak berguna, merasa

selalu gagal dalam usaha, pekerjaan dan studi

5. Sering menarik diri, pemalu dan pendiam, lebih suka menyisihkan

diri, tidak suka bergaul dan pergaulan sosial sangat terbatas.

4. Klasifikasi Depresi

Menurut King (2010) gangguan dalam suasana hati dapat meliputi

gejala-gejala kognitif, perilaku, dan somatik (fisik), seperti juga kesulitan

interpersonal. Dua tipe utama gangguan suasana hati adalah gangguan

depresif dan gangguan bipolar.

25
26

1. Gangguan depresif (depressive disorders) merupakan gangguan

suasana hati dimana individu menderita depresi (situasi kurangnya

kegembiraan dalam hidup yang berkepanjangan

2. Gangguan bipolar merupakan ganguan suasana hati yang ditandai

dengan perubahan suasana hati yang ekstrim yang mencakup satu

atau lebih episode mania (keadaan terlalu bersemangat, optimistis

yang tidak realistis). Kebanyakan gangguan bipolar mengalami

siklus berulang dari depresi yang bergantian dengan mania.

5. Tingkat Depresi

Menurut Psycology Foundation of Australia (2014) tingkatan stres

terdapat empat jenis berdasarkan skala pengukuran DASS (Depression

Anxiety Stress Scale).

1. Normal

Individu dikatakan normal jika gejala depresi yang dicantumkan

dalam DASS 42 tidak pernah dialami oleh individu tersebut.

Dikatakan seorang individu tidak mengalami depresi atau depresi

Normal jika mendapatkan skor 0-9 dalam pengisian kuosioner

DASS 42.

2. Depresi ringan

Individu dikatakan mengalami depresi ringan jika gejala depresi

yang tercantum dalam DASS 42 jarang dialami oleh individu yang

besangkutan. Dikatakan seorang individu mengalami depresi ringan

jika mendapatkan skor 10-13 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

3. Depresi sedang

Individu dikatakan mengalami depresi sedang jika gejala depresi

yang tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga

26
27

sering dialami, namun lebih dominan terjadi kadang-kadang.

Dikatakan seorang individu mengalami depresi sedang jika

mendapatkan skor 14-20 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

4. Depresi berat

Individu dikatakan mengalami depresi berat jika gejala depresi

yang tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga

sering dialami, namun lebih dominan terjadi sering. Dikatakan

seorang individu mengalami depresi berat jika mendapatkan skor

21-27 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

5. Depresi sangat berat

Individu dikatakan mengalami depresi sangat berat jika gejala

depresi yang tercantum dalam DASS sering dialami hingga selalu

dialami. Dikatakan seorang individu mengalami depresi sangat

berat jika mendapatkan skor >28 dalam pengisian kuosioner DASS

42.

C. Konsep Dasar Cemas

1. Definisi Cemas
Cemasan atau Ansietas adalah respon terhadap suatu ancaman

yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual

(Ibrahim, 2007). Kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang

spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara

interpersonal. Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan

tidak didukung oleh situasi. Kecemasan merupakan alat peringatan

internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. Kecemasan

dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian

tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Videbeck, 2008).

27
28

2. Faktor yang Mempengaruhi Cemas


Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menurut Suliswati (2005)

ada dua faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain sebagai

berikut:

1. Faktor predisposisi yang meliputi :

a. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan

berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis

perkembangan atau situasional.

b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan

dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara

keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada

individu.

c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan

kecemasan.

d. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena

merupakan ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi

konsep diri individu.

f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga

menangani kecemasan akan mempengaruhi individu dalam

berespons terhadap konflik yang dialami karena pola

mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan

mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap

konflik dan mengatasi kecemasannya.

28
29

h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah

pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena

benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter Gamma

Amino Butyric Acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di

otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2. Faktor presipitasi meliputi

a. Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang

mengancam integritas fisik meliputi

1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi

sistem imun, regulasi suhu tubuh, dan perubahan biologis

normal.

2. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus

dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan

nutrisi, dan tidak adekuatnya tempat tinggal.

b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan

eksternal

1. Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan

interpersonal di rumah, di tempat kerja, dan penyesuaian

terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap

integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

2. Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan

kelompok, dan sosial budaya.

3. Gejala Cemas

Menurut Stuart (2006) responatau gejala kecemasan ditandai oleh

empat aspek, yaitu:

29
30

1. Respon fisiologis terhadap kecemasan

a. Kardiovaskuler

palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, rasa mau

pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi

menurun.

b. Pernapasan

napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas

dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, dan

terengah-engah.

c. Neuromuskular

reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedipkedip, insomnia,

tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki

goyah, dan gerakan yang jangkal.

d. Gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makanan,

rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada

jantung, dan diare.

e. Traktus Urinarius

tidak dapat menahan kencing dan sering berkemih.

f. Kulit

wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan

dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.

2. Respon prilaku

gelisah, ketegangan, tremor, gugup, bicara cepat, kurang

koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah,

menghindari, dan hiperventilasi.

30
31

3. Kognitif

perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan

objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual,

takut cedera atau kematian.

4. Afektif

mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, gugup,

dan gelisah.

5. Tingkat Cemas

Menurut Psycology Foundation of Australia (2014) tingkatan cemas

terdapat lima jenis berdasarkan skala pengukuran DASS 42 (Depression

Anxiety Stress Scale).

1. Normal

Individu dikatakan normal jika gejala cemas yang dicantumkan

dalam DASS 42 tidak pernah dialami oleh individu tersebut.

Dikatakan seorang individu tidak mengalami cemas atau cemas

Normal jika mendapatkan skor 0-7 dalam pengisian kuosioner

DASS 42.

2. Cemas ringan

Individu dikatakan mengalami cemas ringan jika gejala cemas yang

tercantum dalam DASS 42 jarang dialami oleh individu yang

besangkutan. Dikatakan seorang individu mengalami cemas ringan

jika mendapatkan skor 8-9 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

31
32

3. Cemas sedang

Individu dikatakan mengalami cemas sedang jika gejala cemas

yang tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga

sering dialami, namun lebih dominan terjadi kadang-kadang.

Dikatakan seorang individu mengalami cemas sedang jika

mendapatkan skor 10-14 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

4. Cemas berat

Individu dikatakan mengalami cemas berat jika gejala cemas yang

tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga sering

dialami, namun lebih dominan terjadi sering. Dikatakan seorang

individu mengalami cemas berat jika mendapatkan skor 21-27

dalam pengisian kuosioner DASS 42.

5. Cemas sangat berat

Individu dikatakan mengalami cemas sangat berat jika gejala cemas

yang tercantum dalam DASS sering dialami hingga selalu dialami.

Dikatakan seorang individu mengalami cemas sangat berat jika

mendapatkan skor >20 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

D. Konsep Dasar Stres

1. Definisi

Stres merupakan suatu pola reaksi tubuh yang muncul ketika

menghadapi sutu stresor yang dapat berasal dari dalam maupun luar

individu yang bersangkutan. Stres mempunyai sifat nyata maupun tidak

nyata, dan bentuknya bermacam-macam tergantung dari kemampuan

individu melakukan kopping (coping skills) dan sifat stresor yang

dihadapinya (Nasir dan Muhith, 2011).

32
33

Kupriyanov dan Zhdanov (2014) perpendapat bahwa stres

merupakan masalah umum yang sering dialami oleh individu, baik di

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan kerja. Stres

bisa dialami oleh semua rentan usia termasuk anak-anal, remaja,

dewasa, maupun lanjut usia. Terlalu sering individu terpapar oleh stres

maka akan berbahaya bagi kesehatan fisik dan mentalnya (Lin dan

Huang, 2014).

Dalam jurnal yang berjudul “Stres dan cara mengatasinya dalam

perspektif psikologi (2016)” terdapat empat pandangan mengenai stres

antara lain:

1. Stres sebagai stimulus

Stres merupakan stimulus yang ada didalam lingkungan

sekitar (enviroment). Seorang individu bisa mnegalami stres jika

mencadi bagian dari sebuah lingkungan tersebut, dimana dalam

pandangan ini lingkungan sebagai variable bebas dan individu

sebagai variable terikat.

STRESOR
ANVIRONMENT
ANVIRONMENT INDIVIDU

STRESS STRESS
STRESOR

Gambar 2.2 stres sebagai stimulus

Stres sebagai stimulus dapat di contohkan: lingkungan sekitar

yang penuh dengan persaingan seperti ujian masuk perguruan

tinggi favorit. Mereka yang berada di lingkungan tersebut, baik

33
34

peserta ujian, panitia ujian, dan para petugas, Sulit untuk

menghindari dari situasi yang menegangkan (stresor) tersebut.

2. Stres Sebagai Respon

Stres meupakan suatu respon maupun reaksi seorang

individu terhadap munculnya stressor. Dalam pandagan ini stres

merupakan variable dependen, sedangkan stresor merupakan

variable independen.

LINGKUNGAN FISIOLOGIS

STRESOR
RESPON PSIKOLOGIS
AGEN INDIVIDU
STRESSOR

BEHAVIOR
LINGKUNGAN

Gambar 2.3 stres sebagai respon

Setian individu mempunyai respon terhadap stres sangat

berbeda-beda, respon memiliki tiga komponen, yaitu:

a. Respon Fisiologis misalnya denyut nadi menjadi cepat,

malaise, banyak keluar keringat, mulut kering, dll.

b. Respon Psikologis misalnya cemas, panik, nerveus, gemetar,

terkejut, dll.

c. Respon Behavior (tingkah laku penyesuaian) misalnya ketika

seorang individu mengalami stres kemudian dia mempunyai

koping yang dapat mengalihkan stres.

3. Stres Sebagai Interaksi antara Individu dengan Lingkungan

Interaksi antara manusia dengan lingkungan saling

mempengaruhi satu sama lain, disini individu merupakan pengantar

34
35

(agent) aktif yang dapat mempengaruhi munculnya stressor melalui

perilaku kognitif dan emosional.

2. Sumber-sumber Stres

Menurut Safarino (2008) stres dapat datang dari berbagai sumber

antara lain:

1. Dari dalam diri individu

Stres dari sumber ini berkaitan dengan adanya konflik pada

diri individu dan menghasilkan dua kecenderungan yaitu approach

dan avoidance.

a. Aproach Conflic

Ketika seorang individu dihadapkan pada dua pilihan yang

sama-sama baik. Contohnya, individu berniat untuk

melakukan diet karena mempunyai berat badan yang berlebih,

namun ketika melihat makanan yang lezat sehingga membuat

individu tersebut ragu untuk melakukan diet.

b. Avoidance Confic

Ketika seorang individu dihadapkan pada satu pilihan antara

dua situasi yang berbeda dan tidak menyenangkan.

Contohnya, seorang pasien yang menderita kangker payudara

harus melalukan kemoterapi yang dapat mengakibatkan

rambutnya rontok, sehingga pasien bingung akan melakukan

kemoterapi atau tidak.

c. Approach-Avoidance Conflic

Keadaan ketika seorang individu dihadapkan pada kondisi

yang menarik dan tidak menarik. Contohnya, seorang yang

kecanduan minum kopi dan ingin berhenti, namun individu

35
36

tersebut bimbang antara meningkatkan kesehatan dan

menghindari resiko stoke atau melanjutkan meminum kopi.

2. Keluarga

Didalam keluarga terdiri dari beberapa individu. Setiap

individu mempunyai perilaku, kebutuhan, pemikiran, pendapat, dan

kepribadian yang berbeda satu dengan yang lain. Sehingga akan

berdampak pada munculnya stresor yang akan mengakibatkan

stres. Menurut Sarafino (2008) faktor krluarga yang dapat memicu

munculnya stres adalah hadirnya anggota keluarga baru,

perceraian, adanya angota keluarga yang sakit, pertengkaran

antara angota keluarga, cacat, dan kematian.

3. Komunitas dan masyarakat

Proses interaksi dengan masyarakat sekitar merupakan faktor

yang paling banyak menyediakan sumber stressor. Contohnya,

adanya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, persaingan

antara individu dalam merebutkan juara disekolah, dan perselisihan

antara kelompok individu dengan kelompok yang lain.

3. Penyebab Stres

Jenis stres menurut Alimul (2006) dibagi menjadi enam jenis

berdasarkan penyebab dari stres yaitu stres fisik, stres kimiawi, stres

mikrobiologik, stres fisiologis, stres pertumbuhan dan perkembangan,

stres psikis (emosional).

1. Stres fisik

Stres fisik yang dialami oleh seseorang bisa disebakan oleh suara

yang terlalu bising, sinar yang terlalu terang, temperatur suhu yang

terlalu tinggi atau rendah, dal lain-lain.

36
37

2. Stres kimiawi

Stres kimiawi yang dialami oleh seseorang bisa disebabkan oleh

kandungan asam-basa kuar (tersiram bahan kimia), zat beracun,

obat-obatan, hormon tidak stabil, dan gas.

3. Stres mikrobiologik

Stres mikrobiologik yang dialami oleh seseorang bisa disebabkan

oleh virus, bakteri, dan parasit yang dapat menimbulkan suatu

penyakit

4. Stres fisiologis

Stres fisiologik yang dialami oleh seseorang bisa disebabkan oleh

gangguan struktur, fungsi, jaringan, organ, dan sistemik sehingga

menimbulkan fungsi tubuh menjadi tidak normal.

5. Stres pertumbuhan dan perkembangan

Stres pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh

seseorang bisa disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan

perkembangan pada tahap perkembangan manusia.

6. Stres psikis (emosional)

Stres psikis (emosional) yang dialami oleh seseorang bisa

disebabkan oleh gangguan interpersonal, sosial, budaya, dan

spiritual.

4. Manifestasi Stres

Seorang individu yang mengalami stres mempunyai tanya dan

gejala yang berupa gejala psikologis, gejala fisiologis, dan perubahan

tingkah laku. Seorang individu yang mengalam i stres jika mempunyai

koping yang baik maka stres tersebut bisa diatasi dengan baik, namun

jika tidak mempunyai koping yang baik maka stres akan berakibat buruk

37
38

baik bagi kesehatan maupun jiwa. Adapun tanda dan gejala yang akan

muncul (Gunarya et al., 2011).

1. Gejala psikologis

Seorang yang mengalami stres akan menunjukkan gejala

psikologis seperti cemas berlebih, depresi, mudah marah, sering

mersa bingung, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan,

penurunan daya ingat, dan sulit mengambil keputusan

2. Gejala fisiologis

Seorang yang mengalami stres akan menunjukkan gejala

fisiologis berupa gangguan pada organ tubuh seperti:

a. Kelelahan, sakit kepala, insomnia, tremor, akral dingin, dan

keringat dingin.

b. Pada otot akan menyebabkan miopati (pada area leher,

punggung, dan pinggang).

c. Pada sistem kardiovaskuler menyebabkan tekanan darah

tinggi dan takikardia.

d. Pada sistem pencernaan akan mengakibatkan diare dan

gastritis.

3. Perubahan tingkah laku

Seorang yang mengalami stres akan menunjukkan gejala

perubahan tingkah laku seperti berbicara cepat, mengigit kuku,

ketika berbicara akan mengoyangkan kaki dan tangan, bertambah

atau berkurangnya nafsu makan, dan lain-lain.

5. Respon Tubuh Terhadap Stres

Respon tubuh manusia terhadap stres (General Adaption

Syndrome/Gas) ada tiga tahap antara lain (Safarino, 2006)

38
39

1. Alarm reaction

Suatu tahap dimana seorang individu mempunyai pertahanan

terhadap stres di bawah normal. Individu dapat mengenali adanya

stres dan mencoba untuk menghilangkan stres yang akan

menimbulkan reaksi terhadap tubuh seperti lemas, suhu tubuh

menurun, tekanan darah menurun dan akan terjadi countershok,

dimana pertahan tubuh terhadap stres mulai muncul, tahap ini

berlangsung singkat.

2. Resistence

Suatu upaya yang dilakukan individu untuk melawan stres.

Dalam tahap ini tubuh akan dipenuhi oleh hormon stres, tekanan

darah meningkat, detak jantuk cepat, hipertermi, dan pernafasan

meningkat. Bila semua upaya yang dilakukan individu tidak dapat

melawan stres, maka stres akan masuk ke tahap selanjutnya.

3. Exchaustion

dalam kondisi ini individu akan mengalami kelelahan hingga

jatuh pingsan sehingga memudahkan penyakit mudah masuk

kedalam tubuh.

6. Dampak Stres

Stres dapat mengakibatkan pengaruh secara langsung maupun

tidak langsung pada tubuh. Secara langsung yaitu melalui sistem fisik

tubuh yang menimbulkan gangguan kesehatan, sedangkan secara tidak

langsung yaitu melalui perilaku individu sehingga memperberat kondisi

penyakit yang sudah diderita. Kondisi dari stres memiliki dua aspek

biologis dan psikologis.

1. Aspek biologis

39
40

Gejala fisik yang dirasakan oleh individu yang mengalami stres

biasanya akan muncul gejala sakit kepala yang berlebihan,

insomnia, nafsu makan menurun, gelisah, gangguan pencernaan,

dan produksi kringat yang berlebih.

2. Aspek psikologis

Gejala psikologis yang dirasakan oleh individu yang mengalami

stres antara lain:

a. Gejala kognisi gangguan daya ingat

Berkurangnya konsentrasi seorang individu yang mengalami

stres akan mengakibatkan ketika melakukan suatu tindakan

individu tersebut tidak akan fokus dan cenderung akan

menimbulkan suatu kesalahan.

b. Gejala emosi dan mudah marah

Kecemasan yang berlebihan akibat dari stres akan

mengakibatkan seorang individu cepat emosi dan mudah

marah terhadap sesuatu.

c. Gejala tingkah laku

Pada gejala ini seorang yang sedang mengalami stres akan

mudah menyalahkan orang lain, mencari kesalahan orang lain,

melanggar norma-norma yang sudah ada karena seorang

individu tersebut tidak bisa mengontrol perbuatannya dan

bersifat acuh tak acuh.

7. Tingkat stres

Menurut Psycology Foundation of Australia (2014) tingkatan stres

terdapat empat jenis berdasarkan skala pengukuran DASS (Depression

Anxiety Stress Scale).

40
41

1. Normal

Individu dikatakan normal jika gejala stres yang dicantumkan dalam

DASS 42 tidak pernah dialami oleh individu tersebut. Dikatakan

seorang individu tidak mengalami stres atau stres Normal jika

mendapatkan skor 0-14 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

2. Stres ringan

Individu dikatakan mengalami stres ringan jika gejala stres yang

tercantum dalam DASS 42 jarang dialami oleh individu yang

besangkutan. Dikatakan seorang individu mengalami stres ringan

jika mendapatkan skor 15-18 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

3. Stres sedang

Individu dikatakan mengalami stres sedang jika gejala stres yang

tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga sering

dialami, namun lebih dominan terjadi kadang-kadang. Dikatakan

seorang individu mengalami stres sedang jika mendapatkan skor

19-25 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

4. Stres berat

Individu dikatakan mengalami stres berat jika gejala stres yang

tercantum dalam DASS 42 kadang-kadang dialami hingga sering

dialami, namun lebih dominan terjadi sering. Dikatakan seorang

individu mengalami stres berat jika mendapatkan skor 26-33 dalam

pengisian kuosioner DASS 42.

5. Stres sangat berat

Individu dikatakan mengalami stres sangat berat jika gejala stres

yang tercantum dalam DASS 42 sering dialami hingga selalu

dialami. Dikatakan seorang individu mengalami stres sangat berat

jika mendapatkan skor >34 dalam pengisian kuosioner DASS 42.

41
42

E. Cara Mengukur Tingkat Depresi, Cemas, dan Stres (Dass 42)

Tingkat depresi, cemas, dan stres pada individu merupakan suatu

hasil dari penilaian terhadap berat ringannya depresi, cemas, dan stres yang

dialami oleh individu. Lovibond & Lovibond (1995) mengatakan tinkatan

depresi, cemas, dan stres dapat diukur menggunakan Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS 42). Dimana Psychometric of The Depression

Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 pernyataan. Depression

Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) sendiri merupakan suatu skala subjektif

yang dibuat untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, cemas,

dan stres. Tingkatan depresi, cemas, dan stres pada instrumen Depression

Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) berupa normal, ringan, sedang, berat,

dan sangat berat. Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) dapat

digunakan baik oleh kelompok maupun individu untuk tujuan penelitian.

Adapun pernyataan dari instrumen Depression Anxiety Stress Scale

42 (DASS 42) dijabarkan dengan indikatornya sebagai berikut:

Tabel 2.4 Indikator Angket Depression Anxiety Stress Scale


Variable Dimensi Indikator No.
Pertanyaan
Gangguan Depresi - Tidak ada perasaan positif 3
mental - Tidak bisa melakukan sesuatu 5
emosional - Tidak ada ada harapan 10, 37
- Sedih dan tertekan 13
- Kehilangan minat 16
- Merasa tidak berharga 17, 34
- Merasa hidup tidak bermanfaat 21, 38
- Tidak mendapat kesenangan 24
- Merasa putus asa 26
- Tidak merasa antusias 31
- Sulit berinisiatif 42
Cemas - Mulut kering 2
(anxiety) - Sesak nafas 4
- Sering gemetar 7, 41
- Berada disituasi cemas 9
- Pusing 15
- Berkeringat tanpa sebab 19
- Ketakutan 20, 36
- Sulit menelan 23
- Sadar akan gerak aksi jantung 25
- Dekat dengan kepanikan 28, 40
- Tidak berdaya 30

42
43

Stres - Marah karena hal sepele 1


- Beraksi berlebihan terhadap situasi 6
- Sulit untuk beristirahat 8, 22
- Mudah merasa kesal 11
- Menghabiskan banyak energi karena 12
cemas
- Tidak sabaran 14
- Mudah tersinggung 18
- Mudah marah 27
- Sulit tenang saat merasa kesal 29
- Sulit untuk sabar 32
- Merasa gelisah 33
- Sulit mentolerir gangguan 35
- Mudah gelisah 39

Sumber : Lovibond & Lovibond (1995)

Depression Anxiety Stress Scale terdiri dari 42 item pertanyaan

yang mencangkup 3 subvariable, yaitu fisik, emosi atau psikologis, dan

perilaku. Dari sub pertanyaan tersebut dibagi menjadi 3 kategori petanyaan

untuk depresi, cemas, dan stres. Didalam depresi terdapat 14 pertanyaan,

didalam cemas terdapat 14 pertanyaan, dan didalam stres terdapat 14

pertanyaan juga.

Gambar tabel 2.5 Skala Alternative Jawaban


No. Alternative Jawaban Skore

1 Tidak pernah 0

2 Kadang-kadang 1

3 Sering 2

4 Selalu 3

Sumber : Lovibond & Lovibond (1995)

F. Konsep Dasar Keterbukaan Status Penyakit

Menutut Abraham Maslow (2006) salah satu yang menjadi

kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan untuk dicintai. Namun pada

zaman yang modern ini masih kita ketahui bahwa stigma dan diskriminasi

masih dirasakan oleh penderita HIV/AIDS, sehingga membuat ODHA

menolak untuk membuka status penyakitnya. Pengungkapan diri merupakan

43
44

mengungkapkan informasi pribadi yang berhubungan dengan sttaus

penyakit yang dideritanya kepada orang lain yang dapat menimbulkan

konsekuensi besar untuk hubungan, mood, citra, dan kehidupan (Derlega et

al., 2006).

Pengungkapan status penyakit pertama kali bisa diungkapkan

kepada keluarga, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tonya, et al. (2015) dalam jurnal yang berjudul Family Functioning and Child

Behavioral Problems in Households Affected by HIV and AIDS in Kenya

bahwa fungsi dari keluarga adalah memperbaiki kondisi psikologis negatif

dan dapat meningkatkan ketahanan terhadap stres akibat dari penyakit

HIV/AIDS. Pengungkapan status penyakit yang masih sulit dilakukan ODHA

yaitu pengungkapan status penyakitnya kepada masyarakat karena berbagai

alasan tertentu salah satunya yaitu karena stigma yang diterima ODHA

berhubungan dengan penyakitnya masih sangat tinggi di lingkungan

masyarakat khususnya bagi penderita HIV/AIDS sehingga membuat ODHA

lebih memilih untuk tidak mengungkapkan penyakit yang telah dideritanya.

G. Cara Mengukur Keterbukaan Status

Keterbukan status pada individu merupakan suatu hasil dari

penilaian terhadap seberapa jauh individu mengungkap status pribadinya

yang berhubungan dengan penyakit yang diderita kepada orang lain.

Keterbukaan ini bisa diukur mengunakan kuosioner self disclosure scale yang

sudah dimodifikasi terdiri dari 21 item pertanyaan, dan hasil dari kuosioner

self disclosure scale setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti

menunjukkan bahwa dari 21 pertanyaan hanya ada 15 pertanyaan yang valid

dan reliabel, kuosioner self disclosure scale dikatakan valid jika didapat nilai r

tabel (Df = n-2) yaitu 0,514 dan dikatakan reliabel jika Cronbach's Alpha

44
45

>0,6. Sehingga peneliti hanya menggunakan 15 item pertanyaan dari 21

pertanyaan yang telah disediakan. self disclosure scale terdiri dari 4 jawaban

alternatif antara lain STS (sangat tidak setuju) akan mendapat skore 1, TS

(tidak setuju) akan mendapat 2 skore, S (setuju) akan mendapat 3 skore, SS

(sangat setuju) akan mendapat 4 skore.

Adapun pernyataan dari instrumen self disclosure scale yang

digunakan oleh peneliti dijabarkan dengan indikatornya sebagai berikut:

Tabel 2.6 : indikator angket Self disclosure scale

No. Pernyataan
1 Saya melakukan olahraga setiap hari
2 Saya suka berbicara tentang kehidupan pribadi terutama tentang status penyakit
(HIV) yang saya derita melalui media sosial
3 Saya bersedia menceritakan tentang pribadi saya yang berhubungan dengan
status penyakit (HIV) kepada orang yang baru saya kenal
4 Saya berbagi dengan teman saya apa yang saya rasakan mengenai status
penyakit (HIV) saya.
5 Saya berbagi informasi tentang diri saya kepada orang yang baru saya kenal
menenai status penyakit (HIV)
6 Berbagi pengalaman yang berhubungan dengan status penyakit (HIV) saya
kepada orang yang baru saya kenal adalah hal yang menyenangkan
7 Saya tidak nyaman jika orang lain harus tahu rahasia tentang diri saya khususnya
yang berhubungan dengan status penyakit (HIV) yang saya derita.
8 Saya suka berbagi pengalaman rohani saya kepada orang yang baru saya kenal
yang berhubungan dengan status penyakit (HIV) yang saya derita.
9 Saya berbagi pandangan saya tentang Tuhan Kepada orang yang saya kenal
10 Bagi saya agama itu berbeda-beda, jadi tidak perlu berbagi
11 Saya berbagi masalah keilmuan dengan teman saya di lingkungan masyarakat
yang berhubungan dengan status penyakit (HIV)
12 Saya suka berbagi pandangan saya tentang pentingnya pendidikan dalam
kehidupan khususnya tentang pandangan status penyakit (HIV) yang saya derita.
13 Di saat saya mengalami kegagalan saya tidak perlu menceritakan kepada orang
lain
14 Saya berbagi pandangan pribadi saya tentang mengenai percintaan kepada
masyarakat
15 Saya mengungkapkan status pnyakit saya kepada orang lain ketika kami sedang
berbincang-bincang.
Teknik pengungkapan diri melalui angket self disclosure : Nasution (1996)

H. Konsep Dasar Masyarakat

1. Definisi Masyarakat

Masyarakat (society) adalah sekumpulan manusia yang saling

bergaul dan berinteraksi. Masyarakat juga dapat diartikan sebagai satu-

kesatuan manusia yang dapat mempunyai prasarana melalui warga-

45
46

warganya sehingga bisa saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat

adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem

adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu

rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat

yang memiliki keempat ciri yaitu: Interaksi antar warga-warganya, Adat

istiadat, Kontinuitas waktu, dan rasa identitas kuat yang mengikat semua

warga (Koentjaraningrat, 2009).

Menurut Dosiet (2012) Masyarakat merupakan suatu bentuk system

sosial, dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar akan selalu

berusaha mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar yang seoptimal

mungkin. Sebagai suatu sistemm, masyarakat menunjukkan bahwa

semua orang secara bersamasama bersatu untuk saling melindungi

kepentingan-kepentingan mereka dan berfungsi sebagai satu kesatuan

yang secara terus menerus berinteraksi dengan system yang lebih besar.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat

merupakan satu-kestuan makhluk hidup yang saling berinteraksi, tolong

menolong, dan saling membutuhkan satu sama lain didalam lingkungan,

yang mana mereka akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dengan

tindakan yang seoptimal mungkin.

2. Ciri-ciri mayarakat

Menurut soekanto (2012) ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Ada interaksi antara sesama anggota masyarakat

Di dalam masyarakat terjdi interaksi sosial yang merupakan

hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara

perseorangan, antara kelompok-kelompok, maupun antara

46
47

perseorangan dengan kelompok. Untuk terjadinya interaksi sosial

harus ada 2 syarat, yaitu : Kontak Sosial dan Komunikasi

2. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu

Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu

menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal

komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil (RT/RW), desa,

kecamatan, kabupaten, propinsi dan bahkan negara.

3. Saling tergantung satu dengan yang lainnya

Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling

tergantung satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai keterampilan

sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing dan saling

melengkapi.

4. Memiliki adat istiadat atau budaya tertentu

Adat istiadat dan budaya diciptakan untuk mengatur tatanan

kehidupan bermasyarakat yang mencakup bidang yang sangat luas

diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada

di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata

pencaharian ataupun sistem kekerabatan dan sebagainya.

5. Memiliki identitas bersama

Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat dikenali

oleh anggota masyarakat lainnya. Hal ini penting untuk menopang

kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas. Identitas

kelompok dapat berupa lambang-lambang, bahasa, pakaian,

simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda tertentu,

seperti : alat pertanian, senjata tajam, kepercayaan dan

sebagainya.

47
48

6. Terdapat pemimpin

Didalam sebuah masyarakat diperlukan juga seorang pemimpin

untuk mengatur pola kehidupan dan tingkah laku anggota

masyarakat. Seorang pemimpin didalam masyarakat juga

dibutuhkan untuk mengawasi hal-hal yang telah disepakati

bersama.

3. Jenis-jenis masyarakat

Jenis-jenis Mayarakat menurul Dodiet (2012) Memiliki ciri-ciri diantaranya

adalah sebagai beriku :

1. Masyarakat Desa.

a. Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat.

b. Hubungan didasarkan pada adat istiadat yang kuat sebagai

organisasi social.

c. Percaya pada kekuatan-kekuatan gaib.

d. Tingkat buta huruf relative masih tinggi.

e. Berlaku hokum tidak tertulis yang diketahui dan dipahami oleh

setiap orang.

f. Tidak ada lembaga pendidikan khusus dibidang teknologi dan

keterampilan.

g. System ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual dipasaran untuk

memenuhi kebutuhan lainnya.

h. Semangat gotong royong dalam bidang social dan ekonomi

sangat kuat

48
49

2. Masyarakat Madya

a. Hubungan keluarga masih tetap kuat, dan hubungan

kemasyarakatan tidak begitu kuat.

b. Adat istiadat masih dihormati dan sikap masyarakat mulai

semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar.

c. Timbul rasionalitas dalam berpikir sehingga kepercayaan-

kepercayaan terhadap kekuatan gaib mulai berkurang.

d. Terdapat lembaga pendidikan formal dalam masyarakat

terutama pendidikan dasar dan menengah.

e. Tingkat buta huruf mulai berkurang.

f. Hukum tertulis mulai diberlakukan mendampingi hukum tidak

tertulis.

g. Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi

pasaran, sehingga uang mulai semakin dominan

penggunaannya.

h. Gotong royong tinggal diterapkan untuk keperluan-keperluan

social dikalangan keluarga dan tetangga saja, selebihnya

kegiatan-kegiatan umum lainnya didasarkan pada upah.

3. Mayarakat Modern

a. Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-

kepentingan pribadi.

b. Hubungan natar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam

suasana saling pengaruh mempengaruhi.

c. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

49
50

d. Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian

yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-

lembaga keterampilan.

e. Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata.

f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks.

g. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan

atas penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya.

4. Masalah masalah yang bisa terjadi dilingkungan masyarakat

1. Jenis-jenis masalah di lingkungan masyarakat

Menurut dodiet (2012) jenis-jenis masalah yang dapat terjadi

didalam lingkungan masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Tingginya angka pertumbuhan penduduk.

b. Tingginya angka kematian ibu dan anak

c. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena penyakit

menular

d. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena penyakit

tidak menular seperti kejadian ibu melahirkan.

e. Masalah kesehatan lingkungan, antara lain sebagai berikut:

1. Keadaan lingkungan fisik dan biologis yang belum

memadai.

2. Sarana air bersih dan fasilitas kesehatann yang belum

merata.

3. Pembinaan program peningkatan kesehatan lingkungan

belum berjalan seperti yang diharapkan

50
51

2. Penyebab masalah yang terjadi didalam lingkungan masyarakat

Menurut dodiet (2012) penyebab masalah yang dapat terjadi

didalam lingkungan masyarakat dapat terjadi karena::

1. Faktor sosial ekonomi

a. Tingkat pendidikan yang masih rendah

b. Tingkat penghasilan yang rendah

c. Kurangnya Kesadaran pemeliharaan kesehatan

2. Gaya hidup dan perilaku masyarakat

a. Banyak kebiasaan masyarakat yang merugukan

kesehatan

b. Adat istiadat yang tidak menunjang peningkatan

kesehatan

3. Lingkungan masyarakat

a. Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi

masalah kesehatan

b. Kurangnya tanggung jawab masyarakat dalam bidang

kesehatan.

4. System pelayanan kesehatan

a. Cakupan pelayanan kesehatan yang belum menyeluruh

b. Upaya pelayanan kesehatan yang sebagaian besar masih

berorientasi pada pelayanan kuratif.

51
52

I. Kerangka Teori

Konsep HIV/AIDS 1. Fisik


2. Sosial
3. emosional
1. Definisi
2. Etiologi
3. Struktur anatomi virus HIV
4. Manifestasi klinis
5. Patofisiologi stres Depresi Cemas
6. Cara penularan
7. Dampak
8. Klasifikasi infeksi virus
HIV
9. Stadum klinis HIV/AIDS
10. Pemeriksaan virus
HIV/AIDS
11. pencegahan

Konsep stres Konsep Depresi Konsep Cemas

1. Definisi 1. Definisi 1. Definisi


2. Sumber-sumber Stres 2. Etiologi 2. Tingkat Cemas
3. Penyebab Stres 3. Gejala 3. Faktor yamh
4. Manifestasi Stres 4. Klasifikasi mempengaruhi
5. Respon Tubuh Terhadap cemas
Stres 4. Gejala cemas
6. Tingkat stres
7. Cara Mengukur Tingkat
Stres
8. Dampak Stres
9. Faktor yang
mempengaruhi stres

1. Usia
Konsep masyarakat
2. Jenis kelamin
3. Penyakit kronis
4. Tingkat pendidikan 1. Definisi masyarakat
5. Strategi koping 2. Ciri-ciri mayarakat
6. Komplikasi penyakit
3. Jenis-jenis masyarakat
7. Status ekonomi
8. Dukungan keluarga 4. Masalah dilingkungan masyarakat
9. Keterbukaan status
penyakit kepada
masyarakat

Skema 2.1 Bagan kerangka teori ketidakterbukaan status HIV terhadap

tingkat depresi, cemas, dan stres pada ODHA

52
53

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Biologis Syok, penyangkalan, tidak percaya,
kesepian, rasa tak berharga berduka,
Psikologis marah, takut, cemas.
ODHA
Sosiologis
Pernafasan cepat detak
Spiritual jantung meningkat produksi
kringat meningkat pembulu darah mening
kat tekanan darah
meningkat otot tubuh berkontraksi/menge
DASH 42 Alat Ukur ncang pupil mata melebar mulut kering
gemetar

Depresi Cemas Stres

Alat Ukur Keterbukaan


tingkatan
Status

Terbuka Tidak Normal Ringan Sedan Berat Sangat


Terbuka g berat
SDS

(Self disclosure
scale)

Keterangan :

= menghubungkan = variabel yang tidak diteliti

= variabel yang diteliti

Skema 3.1 Kerangka Konsep keterbukaan Status Penyakit HIV/AIDS Terhadap Tingkat
depresi, cemas dan Stres Pada ODHA
54

Berdasarkan Skema 3.1 kerangka konsep diatas dapat dijelaskan

bahwa penderita AIDS (ODHA) akan mengalami gangguan yang

berhubungan dengan biologis-psikologis-sosiologis-spiritual, dimana

peneliti akan berfokus pada masalah yang berhubungan dengan psikologis

yaitu depresi, cemas, dan stres. Perjalanan depresi, cemas, dan stres pada

ODHA diawali dengan tubuh mengalami respon hadapi atau lari, seolah-

olah tubuh mendapatkan respon agar menghadapi tantangan atau kondisi

darurat yang mengakibatkan kondisi depresi, cemas, dan stres muncul.

Selanjutnya kelenjar pituitari melepaskan hormon ACTH untuk memberikan

rangsangan pada kelenjar adrenalin. Kelenjar adrenalin kemudian

memproduksi hormon kortisol yang akan bekerja di hati, dimana hormon

kortisol ini akan mengubah glikogen yang tersimpan di hati menjadi gula

darah yang akan dijadikan energi. Kemudian dalam proses ini pernafasan

akan meningkat dengan cepat guna menyediakan kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan oleh tubuh, detak jantung berdetak kencang untuk

meningkatkan sirkulasi darah yang akan mengakibatkan pembuluh darah

melebar dan tekanan darah meningkat. Peningkatan tekanan darah yang

dialami akan mengakibatkan produksi keringat mengalami peningkatan,

otot-otot mengencang dan tegang, pupil mata melebar, mulut kering, dan

angota badan gemetar. Dimana menurut peneliti bahwa stres dapat diatasi

dengan membuka status HIV/AIDS pada keluarga karena dapat

menurunkan tingkat stres yang dialami. Peneliti juga ingin mengetahui

keterbukaan status pada pasien ODHA baik yang terbuka akan status

ataupun yang tidak terbuka akan status penyakitnya mengalami depresi,

cemas, dan stres. Dimana depresi, cemas, dan stres disini dikelompokan

dalam 5 kategori yaitu normal, ringan, sedang, berat. Dan sangat berat.
55

B. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan peneliti yang

telah dirumuskan (Hidayat, 2003).

H1 : ada hubungan antara keterbukaan status HIV/AIDS kepada

masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care

Center Plus (JCC+).

H0 : tidak ada hubungan yang bermakna antara keterbukaan status

HIV/AIDS Masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang

Care Center Plus (JCC+).


56

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

observasional dengan pendekatan cross sectional. Yang dimaksud analitik

observasional berarti peneliti tidak melakukan sebuah intervensi terhadap

subyek penelitian (Pasien Odha), namun dimaksudkan untuk menjelaskan

suatu keadaan dan situasi. Sedangkan cross sectional merupakan suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efek, dengan cara melakukan suatu pendekatan, observasi dan

pengumpulan data pada variabel independen dan dependen yang hanya

satu kali dalam waktu yang sama. Penelitian scross sectional disebut juga

jenis penelitian transversal dan merupakan metode yang paling mudah serta

sangat sederhana (Notoatmojo, 2012).

Oleh sebab itu, peneliti menggunakan pendekatan cross sectional

dalam melakukan penelitian dengan maksud dan tujuan mengetahui dan

menjelaskan tentang pengaruh keterbukaan status HIV/AIDS (variable

independen) dengan tingkat stres pada ODHA di Yayasan Netral Plus

Indonesia Malang.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan wilayah generalisasi,

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

telah ditetapkan oleh peneliti sesuai kebutuhan dalam penelitian


57

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah ODHA yang

berada di Jombang Care Center plus (JCC+) Kabupaten Jombang

dimana sampel berjumlah 600 ODHA.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih melalui

metode sampling tertentu sehingga dapat mewakili suatu populasi.

Sedangkan metode sampling merupakan suatu cara menyeleksi

jumlah populasi untuk menentukan sampel dari populasi, penentuan

sampel juga harus sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang

ditetapkan sehingga berjalan sesuai dengan tujuan (Saryono, 2013).

Dalam menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan peneliti,

disini peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Dimana

pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan yang telah

dibuat oleh peneliti sendiri. Jumlah sampel yang akan digunakan

peneliti sebanyak 40 responden sesuai dengan jumlah responden

yang datang saat peneliti sedang melakukan kegiatan penelitian, cara

pengambilan sampel atau pengumpulan sampel peneliti disini akan

mengadakan suatu event atau acara buka bersama untuk menarik

perhatian ODHA yang tergabung di Jombang Care Centre Plus (JCC+)

Alasan dari pengambilan sampling mengunakan teknik purposive

sampling dan jumlah responden sebesar 40 yaitu karena berbagai

alasan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tidak semua responden mau ikut serta dalam penelitian yang

dilakukan

2. Dalam mengumpulkan responden disini peneliti harus

mengadakan event untuk menarik perhatian responden salah

satunya peneliti melakukan event buka bersama.


58

3. Keterbatasan biaya dari peneliti, karena semakin banyak

responden yang digunakan maka, semakin banyak pula dana

yang dikeluarkan.

4. Responden yang hadir hanya berjumlah 40 orang.

C. Sampling

Sampling adalah suatu cara pengambilan sampel pada suatu

penelitian. Sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk

dipilih dan dijadikan sampel sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti

dengan melalui purposive sampling (Sugiyono, 2016).

Adapun kriteria yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini menurut

Notoatmodjo (2010) adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Menurut Notoatmodjo (2012) kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri

yang harus dimiliki atau dipenuhi bagi setiap anggota populasi yang

akan dijadikan sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Telah di diagnosa HIV

2. Berusia lebih dari 18 tahun

3. Kesadaran compos mentis (sadar penuh)

4. Bersedia untuk berpartisipasi dan kooperatif


59

b. Kriteria Eksklusi

Menurut Notoatmodjo (2012) kriteria eksklusi dalah kriteria atau ciri-

ciri anggota populasi yang tidak bisa dijadikan sebagai sampel dalam

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Terdapat cacat pada tubuh ODHA sehingga ODHA tidak mampu

menulis, melihat, mendengar atau berbicara.

2. Orang dengan HIV/AIDS yang sedang Hamil

3. Orang dengan HIV/AIDS yang mempunyai tempat tinggal tidak

menetap dan berada di luar jombang.

4. Tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

D. Variable penelitian

1. Variable Independen

Variable Independen atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan dan timbulnya

variabel dependen (Variabel terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel independen adalah keterbukaan status HIV/AIDS

(Sugiyono,2013).

2. Variable Dependen

Variable dependen atau variable terikat adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable

Independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen

adalah tingkat stres pada ODHA (Sugiyono,2013).

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2018 di Jombang

Care Center Plus (JCC+).


60

F. Definisi Operasional

Menurut Nursalam (2010) definisi operasional merupakan metode

yang digunakan untuk mengukur konsep dari variabel independen dan

variabel dependen.

Tabel 4.1 Definisi operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


Operasional
Keterbukaan mengungkapkan Kuosioner 1 = Tidak Nominal
Status HIV semua informasi self- terbuka
pribadi yang disclosure 2 = Terbuka
berhubungan scale
dengan status
penyakit HIV/AIDS
nya kepada
mayarakat

Depresi, Reaksi tubuh yang Kuosioner 1 : Normal Ordinal


cemas, dan muncul ketika DASS 42 2 : Ringan
Stres menghadapi suatu 3 : Sedang
stresor yang dapat 4 : Berat
berasal dari dalam 5 : Sangat
maupun luar berat
individu yang
bersangkutan dan
bersifat negatif

Sumber : Nursalam (2010)

G. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010) Instrumen Penelitian merupakan suatu alat

bantu yang digunakan peneliti dalam sebuah penelitian untuk

mengumpulkan data. Peneliti disini mengunakan instrumen kuosioner self

disclosure scale dan DASS 42 dengan pertanyaan tertutup dimana jawaban

sudah disediakan oleh peneliti sehingga responden tinggal memilih jawaban

yang sesuai dengan keadaan yang dirasakan. Pertanyaan yang diberikan

berupa formulir soal-soal untuk diberikan kepada responden guna

memperoleh informasi.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keterbukan status peneliti

mengunakan kuosioner self disclosure scale yang sudah dimodifikasi terdiri


61

dari 21 item pertanyaan, dan hasil dari kuosioner self disclosure scale

setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti menunjukkan

bahwa dari 21 pertanyaan hanya ada 15 pertanyaan yang valid dan reliabel,

kuosioner self disclosure scale dikatakan valid jika didapat nilai r tabel (Df =

n-2) yaitu 0,514 dan dikatakan reliabel jika Cronbach's Alpha >0,6.

Sehingga peneliti hanya menggunakan 15 item pertanyaan dari 21

pertanyaan yang telah disediakan. Kuosioner self disclosure scale ini terdiri

dari 4 alternatif jawaban yaitu STS (sangat tidak setuju) akan mendapatkan 1

skore, TS (tidak setuju) akan mendapat 2 skore, S (setuju) akan medapat 3

skore, dan SS (sangat setuju) akan mendapat 4 skore. Bentuk dari kuosioner

self disclosure scale ini terdiri dari 21 item pertanyaan. Sedangkan untuk

mengukur tingkat depresi, cemas, dan stres pada ODHA peneliti

mengunakan kuosioner DASS42. Bentuk Kuosioner DASS 42 ini ada 4

alternatif jawaban yaitu skor 0 diberikan jika tidak pernah, skore 1 diberikan

jika kadang-kadang, skor 2 diberikan jika sering, skor 3 diberikan jika selalu.

Hasil ukur dari kuosioner ini menggunakan skala ordinal dengan kategori

normal, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

H. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Administrasi

1) Membuat surat permohonan ijin dengan sepengetahuan Ketua

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Widyagama Husada.

2) Membuat proposal pengajuan penelitian kepada pihak Jombang

Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang.

3) Mendapatkan ijin penelitian dari pihak Jombang Care Center Plus

(JCC+) Kabupaten Jombang.


62

4) Melakukan pengambilan data dengan menggunakan lembar

kuosioner.

5) Meminta surat telah melakukan penelitian dari pihak Jombang

Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian yang dilakukan yaitu dengan

menggunakan data primer dan data sekunder Notoatmodjo (2012):

a. Data primer

Data primer didapatkan dari hasil Kuosioner Self disclosure scale

dan DASS 42 yang diberikan pada ODHA dengan data yang diteliti

adalah keterbukaan status HIV dan tingkat stres pada ODHA yang

meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, lama diagnosa terinfeksi

HIV yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan

keterbukaan status HIV dengan tingkat stres pada ODHA di

Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang.

b. Data sekunder

Data sekunter didapatkan dari hasil studi pendahuluan mengenai

jumlah populasi yang terdata menderita HIV/AIDS di Jombang

Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang..

J. Pengolahan Data dan Analisa Data

Menurut Notoatmodjo (2012) dalam melakukan pengolahan data ada

beberapa hal yang harus deperhatikan dalam penelitian antara lain:


63

1. Editing

Editing merupakan proses pengecekan kembali data-data yang telah

diperoleh dalam penelitian, yang mencangkup kelengkapan data. Hal

ini dilakukan untuk mengetahui lembar observasi sudah terisi lengkap

atau masih ada yang belum terisi.

2. Coding (Pemberian Kode)

Peneliti memberikan kode pada setiap variable yang didata, berguna

untuk mempermudah proses penelitian selanjutnya. Pada penelitian ini

peneliti memberikan kode pada setiap variabel-variabel yang diteliti

yang tujuannya untuk mempermudah dalam proses tabulasi dan

analisis data. Dalam penelitian ini variabel independen yaitu

keterbukaan status HIV yang dibuat dalam skala ordinal yaitu “tidak

terbuka” dengan kode ‘1’, terbuka” dengan kode ‘2’. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah tingkat depresi, cemas, dan stres dimana

pengkodean dalam skala ordinal yaitu “normal” dengan kode ‘1’,

“ringan” dengan kode ‘2’, “sendang” dengan kode ‘3’, “berat” dengan

kode ‘4’, dan “sangat berat” dengan kode ‘5’.

3. Scoring (Penilaian)

Peneliti memberikan nilai dari data yang didapat berdasarkan skor

yang telah ditentukan dalam kuosioner.

4. Tabulating

Data keterbukaan status HIV dikelompokkan berdasarkan dua kategori

yaitu “tidak terbuka” dan “terbuka”, sedangkan depresi, cemas, dan

stres dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu “normal”, “ringan”,

“sedang”, “berat”, dan “sangat berat”, selanjutnya dilakukan tabulasi

agar data siap dilakukan uji statistika.


64

5. Entry (Memasukkan Data)

Data yang sudah masuk dalam bentuk kode kemudian langkah

selanjutnya memasukkan data tersebut ke aplikasi komputer, aplikasi

yang sering digunakan dalam penelitian yaitu SPSS16.

6. Cleaning (Pembersihan Data)

Apabila semua data yang didapat telah dimasukkan, perlu dilakukan

pengecekkan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan

dari pengkodean yang dilakukan.

7. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Suatu analisa yang digunakan untuk menganalisa tiap variable

dari penelitian yang dilakukan, yang memiliki fungsi untuk

meringka kumpulan-kumpulan data penelitian sehingga

menghasilkan suatu informasi yang berguna. Peringkasan dalam

penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan,

pendidikan, status pernikahan, dan berapa lama ODHA terdignosa

penyakit HIV.

b. Analisa bivariat

Suatu analisa yang dipergunakan untuk membuktikan Hipotesis

penelitian yaitu ada hubungan antara keterbukaan status

HIV/AIDS dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care

Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang. Uji statistik yang akan

digunakan yaitu koefisien kontigensi karena berdasarkan hasil

skala ukurnya yaitu Nominal dan Ordinal.

Tabel 4.2 Analisa Data


Variabel Skala Data Jenis Uji
Keterbukaan status Nominal Koefisien kontigensi
Depresi, cemas, dan Ordinal Koefisien kontigensi
stres
65

K. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012) Penelitian merupakan upaya untuk

mencari kebenaran tentang semua fenomena yang terjadi dilingkungan

sekitar secara sistematis dan objektif, menyangkut kehidupan manusia.

Subyek penelitian ini adalah pasien dengan HIV/AIDS. Sebuah penelitian

baru dapat dilakukan ketika telah mendapatkan perizinan yang menekan

pada masalah etika.

1. Informed consent (persetujuan)

Tujuan informed consent adalah agar responden mengetahui

maksud dan tujuan penelitian selama dalam pengumpulan data.

Jika subyek bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani

lembar persetujuan.

2. Confidentialiy (Kerahasiaan)

Peneliti akan menjaga kerahasiaan dari data yang diperoleh dan

hanya akan disajikan dalam kelompok tertentu yang berhubungan

dengan penelitian, sehingga rahasia subyek penelitian benar-benar

terjamin.

3. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan

mencampur adukkan nama subyek pada lembar persetujuan hanya

diberi nomor kode tertentu..

4. Justice dan Veracity (Keadilan dan Kejujuran)

Prinsip keadilan memenuhi prinsip keterbukaan yaitu penelitian

dilakukan dengan jujur, hati-hati, professional, berperikemanusiaan,

tanpa membedakan gender, ras, agama, etnis, social dan

pendidikan.
66

5. Manfaat dan Kegunaan

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya. Penelitian hendaknya

meminimalkan dampak yang merugikan bagi responden.

L. Jadwal Penelitian

Terlampir
67

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian tentang hubungan

keterbukaan status HIV dengan tingkat stres pada ODHA di Jombang Care

Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang berdasarkan analisa univariat dan

bivariat. Analisa univariat meliputi gambaran umum tempat penelitian dan

karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan,

pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan lama diagnosa. Analisa bivariat

dilakukan untuk mengetahui suatu hubungan antara keterbukaan status HIV

terhadap stres pada Odha di Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten

Jombang adapun hasil penelitian sebagai berikut.

A. Hasil Analisa Univariat

1. Gambaran Umum Tempat penelitian

Jombang Care Center Plus (JCC+) berada di Jl. Urip Sumoharjo

No.26 Jombang-Jawa Timur, JCC+ merupakan salah satu organisasi yang

melakukan kegiatan pendampingan bagi orang dengan HIV/AIDS di

Kabupaten Jombang. Melalui program pendampingan JCC+ beberapa

ODHA akan berkumpul di gedung JCC+ guna untuk melakukan kegiatan

rutin salah satunya seperti: mengaji, buka puasa bersama, bagi takjil,

bercerita tentang pengalaman dan informasi.

Berdasarkan pengalaman peneliti, sejak peneliti berinteraksi

langsung dengan anggota yang ada di KDS Jombang Care Center Plus

(JCC+), peneliti dan para ODHA yang ada di KDS saling bertukar

Informasi mengenai masalah HIV/AIDS. Para ODHA yang tergabung di


68

KDS JCC+ sangat terbuka kepada peneliti, mereka tidak malu untuk

bercerita tentang status penyakit yang mereka derita. Awalnya para ODHA

di JCC+ sebagian besar tidak menerima status penyakitnya, depresi, stres

hingga mengalami self stigma, namun ketika ODHA telah bergabung di

JCC+ sebagian masalah diatas telah teratasi hanya saja mereka masih

tidak mau untuk membuka status penyakitnya ke masyarakat.

2. Karakteristik Responden

a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.1.1
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada ODHA di KDS
JCC+ Kabupaten Jombang Mei - Juni 2018 (n=40)
Jenis Kelamin Frequency Percent
Laki-laki 24 60 %
Perempuan 16 40 %
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Pada tabel 5.1.1 diatas didapatkan distribusi jenis kelamin

responden dalam penelitian ini yang paling banyak adalah berjenis

kelamin laki-laki yaitu berjumlah 24 orang (60 %), sedangkan yang

berjenis kelamin perempuan berjumlah 16 orang (40 %).

b. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 5.1.2
Distribusi responden berdasarkan Usia pada ODHA di KDS JCC+
Kabupaten Jombang Mei - Juni 2018 (n=40)
Usia Frequency Percent
17-25 tahun 5 12,5 %
26-35 tahun 17 42,5 %
36-45 tahun 10 25 %
46-55 tahun 8 20%
Total 40 100%
Sumber data : data primer (2018)

Pada tabel 5.1.2 menggambarkan hasil analisa usia responden

dalam penelitian ini paling banyak adalah usia 26-35 tahun yaitu

berjumlah 17 responden dan yang paling sedikit berusia antara 17-25

tahun yaitu berjumlah 5 responden.


69

c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 5.1.3
Distribusi responden berdasarkan pendidikan pada ODHA di KDS
JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)
Pendidikan Frequency Percent
SD 8 20%
SMP 14 35%
SMA 9 22.5%
SARJANA 9 22,5%
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.1.3 diatas, responden HIV/AIDS paling

banyak adalah responden lulusan SMP yaitu sebanyak 14 responden

(35%).

d. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.1.4
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada ODHA di KDS
JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)
Pekerjaan Frequency Percent
Bekerja 24 60 %
Tidak bekerja 16 40 %
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Dari tabel 5.1.4 diatas menunjukkan bahwa responden paling

banyak yaitu mereka yang sudah bekerja yaitu sebanyak 24

responden (60%).

e. Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan

Tabel 5.1.5
Distribusi responden berdasarkan status pernikahan pada ODHA di
KDS JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)
Status pernikahan Frequency Percent
Menikah 18 45%
Belum menikah 15 37.5%
Janda 3 7,5%
Duda 4 10%
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Pada tabel 5.1.5 diatas menjelaskan bahwa penderita HIV/AIDS

yang menjadi responden paling banyak telah berstatus menikah yaitu

sebesar 18 responden (45 %).


70

f. Karakteristik responden berdasarkan lama diagnosa

Tabel 5.1.6
Distribusi responden berdasarkan lama diagnosa pada ODHA di
KDS JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018(n=40)
Lama diagnosa Frequency Percent
0-1 tahun 6 15 %
2-5 tahun 26 65 %
>5 tahun 8 20 %
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.1.6 diatas berdasarkan lama diagnosa dapat

dianalisa bahwa penderita HIV/AIDS yang menjadi responden dalam

penelitian paling banyak yaitu responden yang telah terinfeksi

HIV/AIDS 2-5 tahun yaitu berjumlah 26 responden (65 %).

g. Karakteristik responden berdasarkan keterbukaan status dan DASS 42

1. Keterbukaan Status

Tabel 5.1.7
Distribusi responden berdasarkan keterbukaan status pada ODHA
di KDS JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)
Keterbukaan Frequency Percent
status
Tidak terbuka 21 52,5 %
Terbuka 19 47,5 %
Total 40 100 %
Sumber data : data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.1.7 diatas berdasarkan keterbukaan

status dapat dianalisa bahwa penderita HIV/AIDS yang menjadi

responden dalam penelitian paling banyak yaitu responden yang

tidak terbuka ke masyarakat yaitu berjumlah 21 reponden (52,5

%).
71

2. DASS 42

a. Depresi

Tabel 5. 2.1
Distribusi responden berdasarkan tingkat depresi pada ODHA
di KDS JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)

Tingkat depresi Frequency Percent


0-9 Normal 32 80 %
10-13 depresi ringan 2 5%
14-20 depresi sedang 2 5%
21-27 depresi berat 2 5%
>28 depresi sangat berat 2 5%
Total 40 100 %

Sumber data : data primer (2018)

Tabel diatas mengambarkan distribusi responden

berdasarkan tingkat depresi pada ODHA di JCC+ Kabupaten

Jombang, berdasarkan tabel diatas dapat dianalisa bahwa

responden yang tergabung di JCC+ paling banyak tidak

mengalami depresi (depresi normal) yaitu 32 responden.

b. Cemas

Tabel 5. 2.2
Distribusi responden berdasarkan tingkat cemas pada ODHA
di KDS JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)

Tingkat cemas Frequency Percent


0-7 normal 26 65%
8-9 cemas ringan 5 12%
10-14 cemas sedang 3 7,5%
15-19 cemas berat 3 7,5%
>20 cemas sangat berat 3 7,5%
Total 40 100%

Sumber data : data primer (2018)

Tabel diatas mengambarkan distribusi responden

berdasarkan tingkat cemas pada ODHA di JCC+ Kabupaten

Jombang, berdasarkan tabel diatas dapat dianalisa bahwa


72

responden yang tergabung di JCC+ tidak mengalami cemas

(normal) yaitu sebanyak 26 responden (65%).

c. Stres

Tabel 5. 2.3
Distribusi responden berdasarkan tingkat stres pada ODHA di KDS
JCC+ Kabupaten Jombang Mei-Juni 2018 (n=40)

Tingkat stres Frequency Percent


0-14 normal 32 80%
15-18 stres ringan 4 10%
19-25 stres sedang 3 7,5%
26-33 stres berat 1 2.5%
>33 stres sangat berat 0 0%
Total 40 100%

Sumber data : data primer (2018)

Tabel diatas mengambarkan distribusi responden

berdasarkan tingkat cemas pada ODHA di JCC+ Kabupaten

Jombang, berdasarkan tabel diatas dapat dianalisa bahwa

responden yang tergabung di JCC+ paling banyak tidak

mengalami stres (normal) yaitu terdapat 32 responden (80%)

B. Hasil Analisa Bivariat

1. Hubungan Ketidak terbukaan Status dengan Tingkat depresi, cemas, dan

stres.

a. Ketidak terbukaan status dengan tingkat depresi

Hubungan antara keterbukaan status dengan tingkat depresi pada

responden ditunjukkan pada tabel 5.3.1 sebagai berikut :

Tabel 5.3.1
Hubungan keterbukaan status dengan depresi (n=40)

Depresi
Keterbukaan Status r 0,024
p 1,000
N 40
Sumber data : data primer (2018)
73

Pada tabel 5.3.1 diatas, diperoleh nilai p 1,000 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara keterbukaan status dengan

depresi tidak bermakna. Nilai correlation coefficient sebesar 0,024

menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang lemah

karena mendekati angka 0. Maksudnya yaitu jika nilai r semakin

mendekati angka 1 atau -1 maka hubungan antara dua variabel yang

diteliti semakin kuat, sebaliknya jika nilai r medekati angka 0 maka

hubungan antar dua variabel yang diteliti semakin lemah.

b. Ketidak terbukaan status dengan tingkat cemas

Hubungan antara keterbukaan status dengan tingkat cemasi pada

responden ditunjukkan pada tabel 5.3.2 sebagai berikut :

Tabel 5.3.2
Hubungan keterbukaan status dengan cemas (n=40)

Cemas
Keterbukaan Status r -0,151
P 0,416
N 40
Sumber data : data primer (2018)

Pada tabel 5.3.2 diatas, diperoleh nilai p 0,416 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara keterbukaan status dengan

cemas tidak bermakna. Nilai correlation coefficient sebesar

-0,151 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi

yang lemah karena mendekati angka 0. Maksudnya yaitu jika nilai

r semakin mendekati angka 1 atau -1 maka hubungan antara dua

variabel yang diteliti semakin kuat, sebaliknya jika nilai r medekati

angka 0 maha hubungan antar dua variabel yang diteliti semakin

lemah.
74

c. Ketidak terbukaan status dengan tingkat stres

Hubungan antara keterbukaan status dengan tingkat stres pada

responden ditunjukkan pada tabel 5.3.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3.3
Hubungan keterbukaan status dengan stres (n=40)

Depresi
Keterbukaan Status r 0,030
p 0,715
N 40
Sumber data : data primer (2018)

Pada tabel 5.3.3 diatas, diperoleh nilai p 0,715 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara keterbukaan status dengan

stres tidak bermakna. Nilai correlation coefficient sebesar

0,030 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang

lemah karena mendekati angka 0. Maksudnya yaitu jika nilai r

semakin mendekati angka 1 atau -1 maka hubungan antara dua

variabel yang diteliti semakin kuat, sebaliknya jika nilai r medekati

angka 0 maka hubungan antar dua variabel yang diteliti semakin

lemah.
75

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai hasil penelitian meliputi karakteritik

responden dan hubungan ketidakterbukaan status HIV kepada masyarakat

dengan tingkat stres pada ODHA di KDS Jombang Care Center Plus (JCC+)

kabupaten Jombang disamping itu juga di bab ini akan membahas tentang

keterbatasan dalam penelitian.

A. Interprestasi dan Diskusi Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui keragaman dari

responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status

pernikahan, lama diagnosa, depresi, cemas, dan stres. Hal tersebut

diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai

kondisi responden dan kaitannya dengan masalah dan tujuan dari

penelitian ini.

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian terhadap ODHA di KDS Jombang Care Center

(JCC+) berdasarkan jenis kelamin responden, mayoritas responden

yang paling banyak adalah adalah yang berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 24 (60 %) responden, sedangkan yang berjenis kelamin

perempuan adalah 16 responden (40 %).

Hasil dari penelitian ini senada dengan jumlah penderita

HIV/AIDS menurut Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2011) yaitu penderita

HIV paling banyak diderita oleh orang dengan jenis kelamin laki-laki

dengan perbandingan 3:1. Hal ini juga didukung penelitian yang


76

dilakukan oleh Zahroh Shaluhiyah (2015) dalam jurnal yang berjudul

“Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS” dengan jumlah

responden 300 orang, dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa

terdapat 258 responden (86 %) berjenis kelamin laki-laki dan 42

responden (14 %) yang berjenis kemain perempuan.

b. Usia

Pada penelitian ini didapat data bahwa responden yang

tergabung dalam JCC+ paling banyak usia 26-35 tahun yaitu sebanyak

18 responden (41,9%).

Hal ini sesuai dengan data dari Dinas Kesehatan (DinKes)

Kabupaten Jombang (2015), berdasarkan jumlah penderita HIV/AIDS

pada tahun 2015 terdapat 857 kasus HIV/AIDS dengan presentase

kasus tertinggi terdapat pada golongan usia 25-29 tahun yaitu

sebanyak 79%. Hal ini juga didukung oleh fitri (2017) dalam jurnal

“Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS

(ODHA)” dengan total 100 responden didapat usia paling banyak yaitu

<35 tahun yaitu sebanyak 62 0rang dan jika dipresentasikan yaitu

sebanyak 62%.

c. Tingkat Pendidikan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa responden yang

tergabung di Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang

paling banyak memiliki tingkat pendidikan SMP yaiu sebanyak 14

responden (35%).

Hasil dari penelitian ini juga didukung oleh kurnia (2015) dalam

jurnal “HIV Transmission Through Risky Sexual Behaviors By The

Dockworkers At Kalimas Dock Surabaya” dengan jumlah responden

sebanyak 52 orang, dimana menjelaskan bahwa rata-rata penderita


77

HIV banyak terjadi pada mereka yang mempunyai pendidikan rendah

yaitu sebanyak 27 responden atau jika dipresentasikan menjadi 51,9%.

d. Pekerjaan

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa penderita atau responden

yang tergabung di Jombang care Center plus (JCC+) kabupaten

Jombang banyak yang sudah bekerja dengan jumlah 24 responden

atau jika dipresentasikan menjadi 60% dan responden yang belum

bekerja didapat data ada 16 responden jika dipresentasikan menjadi

40%.

Hasil penelitian ini juga sama dengan yang dilakukan oleh

Lisnawati (2016) dalam jurnal “Hubungan stigma, depresi dan

kelelahan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di klinik veteran

Medan” dimana dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan

responden sebanyak 78 orang dan didapat hasil bahwa responden

yang menderita HIV/AIDS banyak yang sudah bekerja yaitu terdapat

59 responden yang bekerja atau jika di presentasikan menjadi 75,6 %

dan yang tidak bekerja terdapat 19 responden dan jika dipresentasikan

menjadi 24,4 %.

e. Satatus Pernikahan

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa responden yang

tergabung di Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang

paling banyak yang sudah menikah yaitu sebanyak 18 responden

(45%).

Hasil penelitian ini juga sama dengan yang dilakukan oleh

Lisnawati (2016) dalam jurnal “Hubungan stigma, depresi dan

kelelahan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di klinik veteran

Medan” dimana dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan


78

responden sebanyak 78 orang dan didapat hasil bahwa responden

yang menderita HIV/AIDS banyak yang sudah menikah yaitu terdapat

46 responden yang berstatus menikah atau jika di presentasikan

menjadi 59%, belum menikah 20 responden jika dipresentasikan

menjadi 25,6%, dan yang berstatus janda atau duda didapat ada 12

0rang jika dipresentasikan menjadi 15,4%.

f. Lama Diagnosa

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat data bahwa

responden yang tergabung di Jombang Care Center Plus (JCC+)

Kabupaten Jombang berdasarkan lama diagnosa paling banyak yaitu

yang telah menderita HIV selama 2-5 tahun sebanyak 26 responden

(65%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yuli (2018) dalam jurnal “The Effect of Depression, Stigma, and Peer

Support Group, on the Quality of Life of People Living with HIV/AIDS in

Solo Plus Peer Support Group, Surakarta” dimana dalam penelitian

tersebut digunakan 100 responden dan didapat hasil bahwa rata-rata

penderita HIV dalam penelitian tersebut yaitu lebih dari 2 tahun yaitu

sebanyak 86 responden jika dipresentasikan menjadi 86%, dan

responden yang terdiagnosa kurang dari 2 tahun didapat hasil 14

responden jika dipresentasikan yaitu menjadi 14%.

Namun, data dari responden berdasarkan lamanya seseorang

terdiagnosa penyakit HIV/AIDS dikatakan positif belum bisa dipastikan,

karena ada kemungkinan responden tertular HIV bisa terjadi sebelum

mereka mengetahui didalam tubuhnya terdapat virus HIV. Kebanyakan

responden mengetahui bahwa mereka terkena HIV positif ketika


79

mereka melakukan pemeriksaan di rumah sakit ketika mereka

mengalami atau timbulnya gejala-gejala HIV/AIDS (Yuli, 2018)

2. Gambaran Berdasarkan Keterbukaan Status

Pada penelitian ini diketahui distribusi responden berdasarkan

keterbukaan status kepada masyarakat menunjukkan bahwa 21 responden

(52,5%) masih tidak mau membuka status penyakitnya kepada masyarakat

dengan alasan bahwa di jombang sendiri diskriminasi yang didapat oleh

orang yang menderita HIV/AIDS masih sangat tinggi sehingga membuat

ODHA tidak mau membuka status penyakitnya kepada masyarakat sekitar,

sedangkan responden yang telah membuka status penykitnya kepada

masyarakat, dan responden yang membuka status penyakitnya ada 19

responden (47,5%) berdasarkan kuosioner self disclosure scale.

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti asiyah

(2015) dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Program “Social

Enterpreneurship” Kelompok ODHA Terhadap Stigma Masyarakat Tentang

HIV/AIDS Di Daerah Binaan KPA Kota Kediri” dalam penelitian tersebut

menunjukkan bahwa 90,9% Odha beranggapan jika membuka status

penyakitnya akan mendapatkan diskriminasi dari masyarakat, sehingga

membuat ODHA lebih memilih tidak membuka sttaus penyakitnya kepada

masyarakat.

3. Gambaran Berdasarkan Tingkat depresi, cemas, dan stres

a. Depresi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat data bahwa

mayoritas responden yang tergabung di JCC+ tidak mengalami depresi

(normal) yaitu sebanyak 32 responden (80%).

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Elyana

Hapsari (2016) dalam jurnal yang berjudul “Hubungan tingkat depresi


80

dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di RSUP. DR. Kariadi

Semarang” dalam penelitian tersebut menggunakan responden

berjumlah 94 orang. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa

penyakit HIV/AIDS dapat menimbulkan masalah yang cukup luas bagi

ODHA antara lain seperti masalah fisik, sosial, dan emosional. Namun

Hapsari (2016) hanya berfokus ke masalah emosionalnya yaitu depresi.

Dalam penelitian tersebut hapsari (2016) menyebutkan bahwa terdapat

50 responden yang tidak mengalami depresi karena dipengaruhi oleh

dukungan sosial yang diperoleh ODHA di kelompok dukungan sebaya

yang telah diikuti oleh ODHA sehingga masalah depresi yang dialami

ODHA bisa diatasi dengan baik.

Dari penjelasan diatas sehingga peneliti menyimpulkan bahwa

ODHA yang tidak mengungkapkan status penyakitnya belum tentu akan

mengalami depresi, salah satu alasan ODHA yang telah tergabung di

JCC+ kabupaten Jombang mengalami depresi normal (tidak mengalami

depresi) karena mereka telah mendapatkan dukungan dari keluarganya

sehingga ODHA berpendapat bahwa dukungan dari keluarga sudah

cukup bagi mereka dan Adanya dukungan sebaya di JCC+ Kabupaten

Jombang membuat ODHA merasa lebih nyaman dan terbuka serta

mendapatkan support dan semangat dalam menjalani kehidupan lebih

positif.

b. Cemas

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan data

bahwa mayoritas responden yang tergabung di JCC+ tidak mengalami

cemas (normal) yaitu sebanyak 26 responden (65%).

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ricca (2016)

dalam jurnal yang berjudul “Hubungan tingkat kecemasan dengan


81

kualitas hidup pasien HIV/AIDS di RSUD.DR.Kariadi Semarang” dalam

penelitian tersebut menjelaskan bahwa penyakit HIV/AIDS yang diderita

oleh seseorang tidak hanya akan menganggu sistem imun ODHA

namun juga akan menyebabkan gangguan pada psikologisnya salah

satunya yaitu cemas. Kecemasan yang dialami ODA berkaitan dengan

perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. ODHA akan mengalami

cemas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak menderita HIV/AIDS.

Penelitian yang dilakukan Ricca (2016) mengunakan 94 responden yang

mana didapat hasil 79 responden tidak mengalami cemas dikarenakan

responden mempunyai koping cemas dan penerimaan diri yang sangat

bagus sehingga membuat ODHA lebih positif memandang kehidupan

dan penyakitnya yang mengakibatkan cemas yang seharusnya dialami

ODHA bisa diatasi.

Dari penjelasan diatas sehingga peneliti mengambil kesimpulan

bahwa ODHA yang tidak mengungkapkan status penyakitnya kepada

masyarakat belum tentu akan mengalami cemas, salah satu alasan

ODHA yang telah tergabung di JCC+ kabupaten Jombang tidak

mengalami cemas (cemas normal) karena mereka telah mendapatkan

dukungan dari keluarganya sehingga ODHA berpendapat bahwa

dukungan dari keluarga sudah cukup bagi mereka dan Adanya

dukungan sebaya di JCC+ Kabupaten Jombang membuat ODHA

merasa lebih nyaman dan terbuka serta mendapatkan support dan

semangat dalam menjalani kehidupan lebih positif.

c. Stres

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan data

mayoritas responden yang tergabung di JCC+ tidak mengalami stres

(normal) yaitu sebanyak 32 responden (80%).


82

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh putu

indah (2015) dalam jurnal yang berjudul “Hubungan dukungan sosial

pasangan dengan tingkat stres ODHA di yayasan Citra Usadha

Indonesia” dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa orang dengan

HIV/AIDS akan cenderung mengalami masalah yang berhubungan

dengan psikologis salah satunya adalah stres. Stres merupakan respon

non-spesifik tubuh yang dapat menyebabkan perubahan fisik, psikis

maupun spiritual. Masalah stres yang dialami ODHA bisa diatasi dengan

salah satunya dukungan emosional dan dukungan sosial. Dalam

penelitian yang dilakukan indah (2015) mengunakan 64 responden yang

mana didapat data ada 41 responden yang mengalami stres ringan.

Alasan ODHA yang hanya mengalami stres ringan karena ODHA telah

mendapatkan dukungan, motivasi, semangat, dan perhatian dari

pasangan masing-masing sehingga stres yang dialami ODHA bisa

diatasi.

Dari penjelasan diatas sehingga peneliti mengambil kesimpulan

bahwa masalah stres yang dialami oleh ODHA bisa diatasi dengan

dukungan, motivasi, semangat, dan perhatian dari orang lain baik itu

dari keluarga, pasangan, maupun masyarakat sekitar. Karena

dukungan, motivasi, semangat, dan perhatian sangat dibutuhkan oleh

ODHA untuk mencegah ataupun mengatasi masalah yang berhubungan

dengan psikologisnya.

4. Korelasi Antara Keterbukaan Status dengan Tingkat depresi, cemas, dan

stres

a. Keterbukaan status HIV dengan tingkat depresi

Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai

p=1,000 (p>0,05) yang berarti tidak ada korelasi yang bermakna antara
83

dukungan keluarga terhadap depresi. Nilai korelasi koefisien (r) sebesar

0,024 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang

lemah. korelasi negatif tersebut berarti menunjukkan bahwa kedua

variabel antara variabel 1 dan variabel 2 bergerak saling berlawanan.

Sebagai contoh varibel 1 adalah keterbukaan status dan variabel 2

adalah tingkat depresi, namun dalam hasil penelitian setelah dilakukan

uji statistik koefisien kontigensi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara V1 dan V2. Yang mana seharusnya jika ODHA

tidak membuka status penyakitnya kepada mayarkat maka tingkat

depresinya akan semakin berat. Namun hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti menunjukkan tidak ada hubungan yang sejajar

antara keterbukaan status HIV kepada masyarakat dengan tingkat

depresi pada ODHA di JCC+ Kabupaten Jombang. Maka hipotesi (H0)

diterima yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara keterbukaan

status HIV/AIDS kepada masyarakat dengan tingkat depresi pada

ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elyana

Hapsari (2016) dalam jurnal yang berjudul “Hubungan tingkat depresi

dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di RSUP. DR. Kariadi

Semarang” dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara tingkat depresi seseorang dengan

kualitas hidup dengan nilai p = 0,3. Elyana juga menjelaskan bahwa

ODHA ( tidak depresi) alasan ODHA tidak mengalami depresi karena

ODHA sudah mendapatkan dukungan sosial, baik dari keluarga maupun

pasangan.
84

b. Keterbukaan status HIV dengan tingkat cemas

Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai

p=0,416 (p>0,05) yang berarti tidak ada korelasi yang bermakna antara

dukungan keluarga terhadap cemas. Nilai korelasi koefisien ( r ) sebesar

-0,151 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang

lemah. Korelasi negatif tersebut berarti menunjukkan bahwa kedua

variabel antara variabel 1 dan variabel 2 bergerak saling berlawanan.

Sebagai contoh varibel 1 adalah keterbukaan status dan variabel 2

adalah tingkat cemas, namun dalam hasil penelitian setelah dilakukan

uji statistik koefisien kontigensi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara V1 dan V2. Yang mana seharusnya jika ODHA

tidak membuka status penyakitnya kepada mayarkat maka tingkat

cemasnya akan semakin berat. Namun hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti menunjukkan tidak ada hubungan yang sejajar

antara keterbukaan status HIV kepada masyarakat dengan tingkat

cemas pada ODHA di JCC+ Kabupaten Jombang. Maka hipotesi ( H0 )

diterima yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara keterbukaan

status HIV/AIDS kepada masyarakat dengan tingkat cemas pada ODHA

di Jombang Care Center Plus (JCC+).

Hal ini juga sesui dengan penelitian yang dilakukan oleh Ricca

(2016) dalam jurnal yang berjudul “Hubungan dukungan sosial

pasangan dengan tingkat stres ODHA di yayasan Citra Usadha

Indonesia”

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ricca (2016)

dalam jurnal yang berjudul “Hubungan dukungan sosial pasangan

dengan tingkat stres ODHA di yayasan Citra Usadha Indonesia” dalam

jurnal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna


85

antara tingkat kecemasan seseorang dengan kualitas hidup dengan nilai

p = 0,69. Ricca (2016) juga menjelaskan bahwa kecemasan yang

dialami ODHA dapat diatasi dengan cara selalu berfikir positif sehingga

responden didalam penelitian tersebut lebih banyak memiliki tingkat

kecemasan normal

c. Keterbukaan status HIV dengan tingkat stres

Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikasi dengan nilai

p=0,715 (p>0,05) yang berarti tidak ada korelasi yang bermakna antara

dukungan keluarga terhadap stres. Nilai korelasi koefisien ( r ) sebesar

0,030 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang

lemah. Korelasi negatif tersebut berarti menunjukkan bahwa kedua

variabel antara variabel 1 dan variabel 2 bergerak saling berlawanan.

Sebagai contoh varibel 1 adalah keterbukaan status dan variabel 2

adalah tingkat stres, namun dalam hasil penelitian setelah dilakukan uji

statistik koefisien kontigensi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara V1 dan V2. Yang mana seharusnya jika ODHA

tidak membuka status penyakitnya kepada mayarkat maka tingkat

stresnya akan semakin berat. Namun hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti menunjukkan tidak ada hubungan yang sejajar

antara keterbukaan status HIV kepada masyarakat dengan tingkat stres

pada ODHA di JCC+ Kabupaten Jombang. Maka hipotesi ( H0 ) diterima

yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara keterbukaan status

HIV/AIDS kepada masyarakat dengan tingkat stres pada ODHA di

Jombang Care Center Plus (JCC+).

Hal ini sesuai dengan oleh Yona (2006) dalam jurnal yang berjudul

“Dukungan sosial (persahabatan) dan tingkat stres orang dengan

HIV/AIDS” dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada


86

hubungan yang bermakna antara dukungan sosial (persahabatan) yang

didapat oleh ODHA dengan tingkat stres, dimana didapat nilai p = 0,770.

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu masalah

jadwal penelitian dan pengambilan data responden yang hanya berjumlah 40

responden. Peneliti kesulitan mengatur jadwal agar mendapatkan data

responden sesuai dengan jumlah responden yang menjadi target didalam

penelitian sesuai jumlah populasi yang ada, dikarenakan setiap responden

mempunyaki kesibukan masing-masing, sehingga peneliti bekerja sama

dengan ketua maupun penanggung jawab KDS Jombang Care Center Plus

(JCC+) dalam mengatur jadwal pengambilan data. Sehingga pengambilan

data dilakukan saat acara buka bersama di gedung KDS Jombang Care

Center Plus (JCC+).


87

BAB VII

PENUTUP

Kesimpulan dan beberapa saran yang dapat diterapkan dalam memberikan

asuhan keperawatan maupun untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan tujuan

penelitian adalah sebagai berikut :

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Jumlah ODHA (orang dengan HIV/AIDS) yang berada di jomban

berjumlah 1299, dan ODHA yang tergabung di Jombang Care Center

(JCC+) berjumlah 600 orang, namun didalam penelitian ini, peneliti

hanya menggunakan 40 ODHA sebagai responden penelitian.

2. Jumlah ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+) kabupaten

Jombang yang tidak membuka status penyakit kepada masyarakat

berjumlah 21 responden dan yang sudah membuka status penyakitnya

ada 19 responden.

3. Depresi yang dialami ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+)

kabupaten Jombang sebagian besar tidak mengalami depresi (depresi

normal) yaitu sebanyak 32 orang (80%).

4. Cemas yang dialami ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+)

kabupaten Jombang sebagian besar tidak mengalami cemas (cemas

normal) yaitu sebanyak 26 orang (65%).

5. Stres yang dialami ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+)

kabupaten Jombang sebagian besar tidak mengalami stres (stres

normal) yaitu sebanyak 32 orang (80%)


88

6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara ketidak terbukaan status

HIV kepada Masyarakat dengan tingkat depresi, cemas, dan stres pada

ODHA di Jombang Care Center Plus (JCC+) Kabupaten Jombang .

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan oleh peneliti

adalah sebagai berikut :

1. Bagi ODHA

Peneliti mengharapkan agar ODHA bisa lebih terbuka mengenai

status penyakitnya kepada masyarakat, sehingga ODHA dan

masyarakat dapat menjalin hubungan dengan baik dan saling tolong

menolong, diharapkan juga bagi ODHA, tenaga pendidik, dan tenaga

medis melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat bahwa

ODHA tidak menular melalui sentuhan, berjabat tangan, berpelukan,

bertukar alat makan, dan berbincang-bincang, tindakan ini guna untuk

keberlangsungan hidup ODHA agar menjadi lebih baik lagi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar dalam

penyusunan kurikulum pembelajaran yang tepat mengenai masalah

psikososial dan emosional dalam konteks asuhan keperawatan pada

pasien HIV/AIDS pada jenjang pendidikan keperawatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketidak terbukaan

status HIV kepada masyarakat dengan tingkat depresi, cemas, dan

stres pada ODHA dalam konteks asuhan keperawatan. Adapun

penelitian yang dapat dilakukan selanjutnya adalah sebagai berikut:


89

a. Membandingkan tingkat depresi antara ODHA yang terbuka status

penyakitnya kepada masyarakat dengan yang belum membuka

status penyakitnya kepada masyarakat dan menggunakan

responden yang jauh lebih banyak lagi.

b. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar meneliti tentang

alasan-alasan yang membuat ODHA menutup status penyakitnya

kepada masyarakat sehingga membuat ODHA lebih memilih untuk

menutup status penyakitnya kepada masyarakat.

4. Bagi Tempat penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini, instansi tempat penelitian mampu

memberikan interaksi yang lebih efektif bagi ODHA dan mampu

memfasilitasi hubungan ODHA dengan masyarakat agar tingkat

depresi, cemas, dan stres yang dialami ODHA dapat diatasi.


90

DAFTAR PUSTAKA

Abraham Maslow (2006). On Dominace, Self Esteen and Self Actualization. Ann

Kaplan: Maurice Basset. Hlm. 153, 168, 170-172, 299-342.

Alimul, Hidayat. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmia. Edisi I.

Jakarta : Salemba Medika.

Alimul, Aziz (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba

Medika.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi

Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.

Centers For Disease Control and Prevention (2011) Centers for Disease Control

and Prevention (CDC). Vectors of Lymphatic Filariasis.

Derlega, V. J,. Kathryn Green., et al. (2006). Privacy and Disclosure of HIV in

Interpersonal Relationships. London : Lawrence Erlbaum Associated,

Inc.

Derlega, et,al. (2006). The Cambridge handbook of personal relationship, ed.

Cambridge : Cambridge University Press.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2011). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Jakarta.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014). Communicable Diseases & Environmental

Health (Statistik Kasus HIV-AIDS). Jakarta : Ditjen PP & PL Kemenkes

RI.

Ditjen PP PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Jakarta :

Kemenkes RI ; 2016.
91

Dodiet ( 2012), Keswadayaan Masyarakat Manifestasi Kapasitas Masyarakat

Untuk Berkembang Secara Mandiri, cetakan 1, Yogyakarta : Pustaka

pelajar.

Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan

Praktek. Jakarta : EGC.

Hapsari, Elyana. Et al. (2016) Hubungan tingkat depresi dengan kualitas hidup

pasien HIV/AIDS di RSUP. DR. Kariadi Semarang.

Handayani, Fitri., & Dewi, Fatwa sari T. (2017). Faktor yang mempengaruhi hidup

orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Kupang. Journal of

Community Medicine and Public Health. 1049-1056.

Indah, putu & Iman D.K. (2015). Jurnal Kesehatan Midwinerslion : Hubungan

dukungan sosial pasangan dengan tingkat stres ODHA di yayasan

Citra Usadha Indonesia.

Ignatavicius, D.D., & Workman, m. L. (2010). Medical-Surgical Nursing : Clients-

Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2. Missouri : Saunders

Elsevier.

Kusuma, H. (2011). Hubungan Antara Depresi dan Dukungan Keluarga dengan

Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUPN

Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Lisnawati, et al. (2016). Nursing journal. Hubungan stigma, depresi dan kelelahan

dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di klinik veteran Medan.. e-

ISSN : 2580-2445.

Lovibond, S.H. & Lovibond P.F. 1995. Manual for the seppression anxiety stres

scales. The Psychology Foundation of Australia Inc.

Margawati, kurnia & Arief hargono (2015). HIV Transmission Through Risky

Sexual Behaviors By The Dockworkers At Kalimas Dock Surabay.


92

Nursalam (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.

Jakarta ; salemba Medika.

Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo,S (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses penyakit. Jakarta : EGC.

Psycology Foundation of australia (2014) Psychology Foundation of Australia.

2014. Depression anxiety stress scale. Available from:

http://www.psy.unsw.edu.au/groups/dass (diakses tanggal 16

desember 2017).

Ricca, et al. (2016). Jurnal Kedokteran Diponegoro. Hubungan tingkat

kecemasan dengan kualitas hidup pasien Hiv/AIDS Di RSUD DR.

Kariadi semarang.

Sarafino, E. P (2008). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions Sixth

Edition. USA: The College of New Jersey.

Saryono (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang

Kesehatan. Nuha Medika, Yogyakarta.

Setiadi. (2008). Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi Pertama.

Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Shaluhiyah, Z., Mustofa, S. B., & Widjanarko, B. (2015). Stigma masyarakat

terhadap orang dengan HIV/AIDS. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional, 9(4), 333-339.

Soetomo ( 2012), Keswadayaan Masyarakat Manifestasi Kapasitas Masyarakat

Untuk Berkembang Secara Mandiri, cetakan 1, Yogyakarta : Pustaka

pelajar.
93

Siregar, F. A (2004), Pengenalan dan Pencegahan AIDS, Makalah, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Sugiyono (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :

Penerbit Alfabeta.

Tonya, et al. (2015) Family Functioning and Child Behavioral (2015) Family

Functioning and Child Behavioral Problems in Households Affected by

HIV and AIDS in Kenya.

Widoyono, Penyakit Tropis (Epidemologi, Penularan & Pemberantasannya),

penerbit erlangga : 2011.

World Health Organization (WHO) (2007). WHO Case Definitions of HIV for

Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological

Classification of HIV-Related Disease in Adults and Children. Swiss:

WHO.

Yuli, et al. (2018). The Effect of Depression, Stigma, and Peer Support Group, on

the Quality of Life of People Living with HIV/AIDS in Solo Plus Peer

Support Group, Surakarta.

Yona K.S. et al. (2017). Jurnal Keperawatan Indonesia. Dukungan sosial dan

tingkat stres orang dengan HIV/AIDS. Vol. 20 : 2. e-ISSN : 2354-9203.

Zea MC, Reisen CA, Poppen PJ, Bianchi FT, Echeverry JJ. Disclosure of HIV

status and psychological well-being among Latino gay and bisexual

men. AIDS and behavior. 2005;9(1):15–26. doi: 10.1007/s10461-005-

1678-z .
94

Lampiran 1

SURAT PENJELASAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Responden
Di tempat

Dengan Hormat,
Saya sebagai mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES
Widyagama Husada Malang, nama saya Najibatul Khububiyah dengan Nomor
Induk Mahasiswa (NIM) 1406.14201.328. Saya akan melakukan penelitian yang
berjudul “Hubungan Keterbukaan Status HIV dengan Tingkat Stres Pada ODHA
di Yayasan Netral Plus Indonesia Malang” Adapun tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengidentifikasi seberapa besar pengaruh keterbukaan terhadap tingkat
stres yang dialami oleh ODHA..
Untuk itu saya mohon kesediaan untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dan kerahasiaan sebagai responden akan saya jamin. Jika bersedia
menjadi responden, mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang
telah disediakan.
Demikian informasi penelitian ini kami buat, atas perhatiannya saya
ucapkan terima kasih.

Malang, 2018

Najibatul Khububiyah
140614201328
95

Lampiran 2

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya telah membaca lembar permohonan persetujuan penelitian dan


mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul
“Hubungan Keterbukaan Status HIV dengan Tingkat Stres Pada ODHA di
Yayasan Netral Plus Indonesia Malang”.
Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi kuesioner dan
menjawab pertanyaan tentang perasaan dan kondisi kesehatan saya, yang
memerlukan waktu sekitar 20 – 30 menit. Saya mengerti bahwa resiko yang akan
terjadi dalam penelitian ini tidak ada. Apabila ada pertanyaan atau tindakan yang
menimbulkan respon emosional, maka penelitian ini akan dihentikan dan peneliti
akan memberi dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan. Informasi mengenai identitas saya tidak akan ditulis pada
instrument penelitian dan akan disimpan secara terpisah serta terjamin
kerahasiaannya. Saya mengerti saya berhak menolak untuk berperan serta
dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa
adanya sanksi atau kehilangan hak – hak.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai peran saya dalam penelitian ini dan telah dijawab serta dijelaskan
secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar menyatakan bersedia
berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan
Menjadi Responden atau Subyek Penelitian.

Peneliti Malang, Januari 2018

Responden

Najibatul Khububiyah (......................................)


140614201328
96

Lampiran 3 : Tabulasi Data ( Coding Data )

Tabulasi Data (Coding Data)

“Ketidak Terbukaan Status HIV/AIDS Terhadap Mayarakat Dengan Tingkat depresi, cemas, dan stres Pada ODHA di KDS

Jombang Care Center (JCC+) Kabupaten Jombang”

Data Demografi Keterbukaan DASS 42


status Penularan
Responden JK Usia Pendidikan Pekerjaan Status Penghasilan Lama Dx Skor Depresi Cemas Stres
Pernikahan Skor Skor Skor
R1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 6
R2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 4
R3 2 2 3 2 1 1 3 1 1 1 1 5
R4 1 3 3 1 2 1 2 1 1 3 1 4
R5 1 1 4 1 2 2 2 1 1 2 1 1
R6 1 2 4 1 1 2 1 1 2 1 1 1
R7 2 4 1 1 1 1 3 1 1 4 2 1
R8 2 4 3 1 3 2 3 2 1 1 1 1
R9 1 1 4 1 2 2 1 1 1 1 1 1
R10 2 4 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2
R11 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1
R12 1 3 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
R13 1 3 2 2 4 1 1 1 1 4 1 1
R14 1 3 3 1 2 1 1 2 1 1 1 2
R15 1 4 2 2 4 1 2 1 1 1 1 1
R16 1 1 4 2 2 1 2 2 1 2 1 1
R17 1 2 4 1 2 2 1 2 1 1 1 2

96
97

R18 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1
R19 1 2 4 1 2 2 2 1 3 5 3 1
R20 1 3 1 1 1 1 2 2 4 5 3 1
R21 2 2 2 2 1 1 2 1 5 4 3 5
R22 2 3 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1
R23 1 3 2 1 2 1 2 1 4 3 2 1
R24 2 2 2 2 1 1 3 1 1 2 1 5
R25 1 1 4 2 2 1 1 2 5 5 4 6
R26 2 2 3 2 1 1 2 1 1 1 1 1
R27 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 5
R28 2 4 2 1 3 1 2 2 1 1 1 5
R29 2 3 1 2 3 1 2 2 1 1 1 5
R30 1 2 2 1 4 1 2 2 1 2 1 1
R31 2 3 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1
R32 1 4 3 1 1 2 2 1 1 1 1 1
R33 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 3
R34 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1
R35 1 3 2 1 1 1 2 2 1 1 1 6
R36 1 2 4 1 2 2 2 2 1 1 1 6
3R7 1 4 3 1 2 1 2 2 1 1 1 2
R38 1 3 3 2 2 1 3 1 1 1 1 1
R39 1 1 4 1 2 2 2 1 1 2 1 4
R40 1 2 3 1 4 1 2 2 1 1 1 1

Keterangan Koding :

1. Jenis Kelamin
1 = Laki-laki 2 = perempuan

2. Usia
1 = 17 - 25 tahun 2 = 26 - 35 tahun 3 = 36 - 45 tahun 4 = 46 - 65 tahun
3. Pendidikan
0 = Tidak Bersekolah 1 = SD 2 = SMP 3 =SMA 4 = sarjana
4. Pekerjaan
1 = Bekerja 2 = Tidak Bekerja
5. Status Pernikahan
1 = Menikah 2 = Belum Menikah 3 = Janda 4 = Duda
6. Penghasilan

97
98

1 = < 1.000.000 2 = >1.000.000


7. Lama Di diagnosa
1 = 0 - 1 tahun 2 = 2 - 5 tahun 3 = > 5 tahun
8. Keterbukaan Status kepada Masyarakat
0 = Tidak terbuka 1 = Terbuka
9. Stres
1 = Normal 2 = Ringan 3 = Sedang 4 = Berat
10. Depresi
1 = Normal 2 = Ringan 3 = Sedang 4 = Berat 5 = Sangat Berat
11. Cemas
1 = Normal 2 = Ringan 3 = Sedang 4 = Berat 5 = Sangat Berat
12. Stres
1 = Normal 2 = Ringan 3 = Sedang 4 = Berat 5 = Sangat Berat
13. Penularan
1 = Seks Bebas 2 = Terinfeksi darah yang tercemar HIV 3 = Jarum suntik
4 = Seks sesama Jenis 5 = Dari suami 6 = Tidak ada (Lebih dari satu)

98
99

Lampiran 3 : Tabulasi Data (Data Mentah)

Tabulasi Data (Data Mentah)

“Ketidak Terbukaan Status HIV/AIDS Terhadap Mayarakat Dengan Tingkat depresi, cemas, dan stres Pada ODHA di KDS

Jombang Care Center (JCC+) Kabupaten Jombang”

Data Demografi Keterbukaan DASS 42 Penularan


status
Responden JK Usia Pendidikan Pekerjaan Status Penghasilan Lama Dx ( Skor ) Depresi Cemas Stres
Pernikahan

R1 P 26 Tahun SMP Bekerja Belum > 1.000.000 2 Tahun 2 0 4 6 Tidak ada


Menikah
R2 L 28 Tahun SMP Tidak Belum < 1.000.000 4 Tahun 1 0 3 3 Seks
Bekerja menikah sesama
jenis
R3 P 33 Tahun SMA Tidak Menikah < 1.000.000 6 Tahun 1 1 2 3 Dari suami
Bekerja
R4 L 36 tahun SMA Bekerja Belum < 1.000.000 4 Tahun 1 4 12 10 Seks
Menikah sesama
jenis
R5 L 22 Tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 1,5 1 4 9 13 Seks bebas
Menikah Tahun
R6 L 30 Tahun Sarjana Bekerja Menikah > 1.000.000 1 Bulan 1 12 7 10 Seks bebas
R7 P 47 Tahun SD Bekerja Menikah < 1.000.000 7 Tahun 1 7 18 18 Seks bebas

R8 P 48 Tahun SMA Bekerja Janda > 1.000.000 14 Tahun 2 3 5 11 Seks bebas


R9 L 25 tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 7 Bulan 1 1 3 5 Seks bebas
Menikah
R10 P Tahun SD Tidak Menikah < 1.000.000 5 Tahun 1 4 2 4 Terinfeksi
Bekerja darah yang
tercemar

99
100

R11 P 30 tahun SMP Tidak Menikah < 1.000.000 2 Tahun 1 0 0 0 Seks bebas
bekerja
R12 L 36 Tahun SMP Bekerja Menikah < 1.000.000 2 Tahun 1 0 0 0 Seks bebas
R13 L 36 tahun SMP Tidak Duda < 1.000.000 Kurang 1 6 15 13 Seks bebas
Bekerja dari 1
tahun
R14 L 44 Tahun SMA Bekerja Belum < 1.000.000 11 Tahun 2 0 0 0 Terinfeksi
Menikah darah yang
tercemar
R15 L 46 Tahun SMP Tidak Duda < 1.000.000 3 Tahun 1 3 3 3 Seks bebas
Bekerja
R16 L 24 Tahun Sarjana Tidak Belum < 1.000.000 5 tahun 2 5 8 13 Seks bebas
Bekerja Menikah
R17 L 26 tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 1 Tahun 2 4 4 7 Terinfeksi
Menikah darah yang
tercemar
R18 L 33 tahun SMP Bekerja Menikah < 1.000.000 4 Tahun 2 1 3 4 Seks bebas
R19 L 32 Tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 4 Tahun 1 19 20 20 Seks bebas
Menikah
R20 L 43 Tahun SD Bekerja Menikah < 1.000.000 2 Tahun 2 21 22 19 Seks bebas
R21 P 29 Tahun SMP Tidak Menikah < 1.000.000 3 Tahun 1 29 18 21 Dari suami
Bekerja
R22 P 40Tahun SD Bekerja Menikah <1.000.000 9 tahun 2 0 4 6 Seks bebas
R23 L 42 Tahun SMP Bekerja Belum < 1.000.000 4 Tahun 1 22 13 18 Seks bebas
Menikah
R24 P 33 Tahun SMP Tidak Menikah < 1.000.000 6 Tahun 1 9 8 11 Dari suami
Bekerja
R25 L 25 Tahun Sarjana Tidak Belum < 1.000.000 1 Tahun 2 29 25 26 Tida ada
Bekerja Menikah
R26 P 33 Tahun SMA Tidak Menikah < 1.000.000 4 Tahun 1 1 4 14 Seks bebas
Bekerja
R27 P 32 Tahun SMP Bekerja Menikah < 1.000.000 5 Tahun 2 0 3 0 Dari suami
R28 P 47 Tahun Bekerja Janda < 1.000.000 4 Tahun 2 1 5 2 Dari suami
R29 P 39 Tahun SD Tidak Janda < 1.000.000 4 Tahun 2 8 7 11 Dari suami
Bekerja
R30 L 32 Tahun SMP Bekerja Duda < 1.000.000 1,5 2 9 9 7 Seks bebas
Tahun
R31 P 43 Tahun SD Tidak Menikah < 1.000.000 4 Tahun 2 10 5 16 Seks bebas

100
101

Bekerja
R32 L 50 Tahun SMA Bekerja Menikah > 1.000.000 5 Tahun 1 6 3 11 Seks bebas
R33 P 28 Tahun SD Tidak Menikah < 1.000.000 1,5 2 0 1 0 Jarum
Bekerja Tahun suntik
R34 P 32 Tahun SMA Tidak Menikah < 1.000.000 3 Tahun 1 4 2 5 Seks bebas
Bekerja
R35 L 43 Tahun SMP Bekerja Menikah < 1.000.000 4 Tahun 2 3 3 3 Tidak ada
R36 L 27 Tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 3 Tahun 2 1 3 10 Tidak ada
Menikah
3R7 L 49 Tahun SMA Bekerja Belum < 1.000.000 2 Tahun 2 19 26 26 Terinfeksi
Menikah darah yang
tercemar
R38 L 43 Tahun SMA Tidak < 1.000.000 6 Tahun 1 4 0 2 Seks bebas
Bekerja
R39 L 23 Tahun Sarjana Bekerja Belum > 1.000.000 1,5 1 2 8 4 Seks
Menikah Tahun sesama
jenis
R40 L 35 Tahun SMA Bekerja Duda 4 Tahun 2 0 0 0 Seks bebas

101
102

Lampiran 4

Jadwal Pelaksanaan Skripsi

“Ketidak Terbukaan Status HIV/AIDS Terhadap Mayarakat Dengan Tingkat depresi, cemas, dan stres Pada ODHA di KDS

Jombang Care Center (JCC+) Kabupaten Jombang”

Keterangan Maret April Mei Juni Juli Agustus


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Acc Judul
Penyusunan Proposal
Studi Pendahuluan
Seminar Proposal
Penelitian dan Analisa Data
Ujian Skripsi

102
103

Lampiran 5 : Dokumentasi
104
105

v v v
v v v v v v
v v v v v
v v v v v v
v v v v v v
v v v v v v v v
v v v v v v
v v v v v v v v
v vv v v v
v vv v v vv v v v v
v v vv
vv v v vv vv v v v v
v v vv v
v v vv v v v v
v vv v vv v vv v v
v vv v v v
vv v v vv v v v v
v v v vv
vv v v v vv v v v v
v vv v
v v v vv v
vv v v vv v v v v
v v vv
v v v vv v
v v
v v v vv
v v
v v v v
v v
v v v v v

v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
106
107

CURICCULUM VITAE

Najibatul Khububiyah
Lamongan, 17 Agustus 1995

Motto :
“Jangan pergi mengikuti kemana jalan akan berujung. Buatlah jalanmu sendiri
dan tinggalkan jejak”

Ralph Waldo Emerson

Riwayat Study :
TK Infarul Qo’i II Tritunggal Tesan Babat Lamongan Lulus Tahun 2002
MI Tarbiyatul Athfal Bener_Keyongan Babat Lamongan Lulus Tahun 2008
SMP PGRI 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan Lulus Tahun 2011
SMK Yadika 5 Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Lulusan Tahun 2014
S1 Ilmu Keperawatan Stikes Widyagama Husada Malang
108

Lampiran 7

1. HASIL OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT dan BIVARIAT


a. Hasil output distribusi frekuensi analisis univariat

Statistics

JK usia PD PK SP PH LD KS depresi cemas stres CP


N Valid 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Missing
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 24 60.0 60.0 60.0

perempuan 16 40.0 40.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 17-25 tahun 5 12.5 12.5 12.5

26-35 tahun 17 42.5 42.5 55.0

36-45 tahun 10 25.0 25.0 80.0

46-55 tahun 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0


109

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 8 20.0 20.0 20.0

SMP 14 35.0 35.0 55.0

SMA 9 22.5 22.5 77.5

Sarjana 9 22.5 22.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid bekerja 24 60.0 60.0 60.0

tidak
16 40.0 40.0 100.0
bekerja

Total 40 100.0 100.0

status pernikahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid menikah 18 45.0 45.0 45.0

belum menikah 15 37.5 37.5 82.5

janda 3 7.5 7.5 90.0

duda 4 10.0 10.0 100.0

Total 40 100.0 100.0


110

Penghasilan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <1.000.000 30 75.0 75.0 75.0

>1.000.000 10 25.0 25.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

lama diagnosa

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0-1 tahun 6 15.0 15.0 15.0

2-5 tahun 26 65.0 65.0 80.0

> 5 tahun 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

b. Hasil output distribusi frekuensi analisis bivariat

keterbukan status

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak terbuka ke


21 52.5 52.5 52.5
masyarakat

terbuka ke masyarakat 19 47.5 47.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


111

Depresi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0-9 Normal 32 80.0 80.0 80.0

10-13 depresi ringan 2 5.0 5.0 85.0

14-20 depresi sedang 2 5.0 5.0 90.0

21-27 depresi berat 2 5.0 5.0 95.0

>28 depresi sangat berat 2 5.0 5.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Cemas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0-7 normal 26 65.0 65.0 65.0

8-9 cemas ringan 5 12.5 12.5 77.5

10-14 cemas sedang 3 7.5 7.5 85.0

15-19 cemas berat 3 7.5 7.5 92.5

>20 cemas sangat berat 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


112

Stres

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0-14 normal 32 80.0 80.0 80.0

15-18 stres ringan 4 10.0 10.0 90.0

19-25 stres sedang 3 7.5 7.5 97.5

26-33 stres berat 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

c. Hasil output uji statistik koefisien Kontigensi


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

keterbukan status * depresi 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

keterbukan status * cemas 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

keterbukan status * stres 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

keterbukan status * depresi

Crosstab

Count

Depresi

10-13 14-20 21-27


0-9 depresi depresi depresi >28 depresi
Normal ringan sedang berat sangat berat Total

keterbukan tidak terbuka


17 1 1 1 1 21
status ke masyarakat

terbuka ke
15 1 1 1 1 19
masyarakat

Total 32 2 2 2 2 40
113

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.a

Nominal by Contingency
.025 1.000
Nominal Coefficient

Interval by Pearson's R
.022 .158 .138 .891c
Interval

Ordinal by Spearman
.025 .158 .153 .879c
Ordinal Correlation

N of Valid Cases 40

a. Not assuming the null


hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null


hypothesis.

c. Based on normal approximation.

keterbukan status * cemas

Crosstab

Count

Cemas

0-7 8-9 cemas 10-14 cemas 15-19 cemas >20 cemas


normal ringan sedang berat sangat berat Total

keterbukan tidak terbuka


status ke 12 3 2 3 1 21
masyarakat

terbuka ke
14 2 1 0 2 19
masyarakat

Total 26 5 3 3 3 40
114

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.a

Nominal by Contingency
.299 .416
Nominal Coefficient

Interval by Pearson's R
-.124 .159 -.772 .445c
Interval

Ordinal by Spearman
-.161 .156 -1.004 .322c
Ordinal Correlation

N of Valid Cases 40

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

keterbukan status * stres

Crosstab

Count

stres

0-14 15-18 stres 19-25 stres 26-33 stres


normal ringan sedang berat Total

keterbukan tidak terbuka


17 2 2 0 21
status ke masyarakat

terbuka ke
15 2 1 1 19
masyarakat

Total 32 4 3 1 40
115

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.a

Nominal by Contingency
.181 .715
Nominal Coefficient

Interval by Pearson's R
.057 .156 .354 .725c
Interval

Ordinal by Spearman
.031 .158 .192 .849c
Ordinal Correlation

N of Valid Cases 40

a. Not assuming the null


hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Nonparametric Correlations

Correlations
keterbukan
status depresi Cemas stres
Kendall's keterbukan Correlation
1.000 .024 -.151 .030
tau_b status Coefficient
Sig. (2-tailed) . .877 .316 .846
N 40 40 40 40
depresi Correlation
.024 1.000 .509** .850**
Coefficient
Sig. (2-tailed) .877 . .000 .000
N 40 40 40 40
cemas Correlation
-.151 .509** 1.000 .650**
Coefficient
Sig. (2-tailed) .316 .000 . .000
N 40 40 40 40
stres Correlation
.030 .850** .650** 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .846 .000 .000 .
N 40 40 40 40
**. Correlation is significant at the 0.01
level (2-tailed).
116

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuosioner Self Disclosure Scale

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 15 100.0

Excludeda 0 .0

Total 15 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.687 21

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Saya melakukan olahraga setiap hari 2.80 .561 15

Saya suka berbicara tentang kehidupan pribadi terutama


tentang status penyakit (HIV) yang saya derita melalui media 1.87 .640 15
sosial

Saya bersedia menceritakan tentang pribadi saya yang


berhubungan dengan status penyakit (HIV) kepada orang 1.87 .834 15
yang baru saya kenal

Saya berbagi dengan teman saya apa yang saya rasakan


2.20 .775 15
mengenai status penyakit (HIV) saya.

Saya tidak suka berbagi tentang apapun pada orang lain


2.67 .488 15
tentang status penyakit (HIV)

Saya berbagi informasi tentang diri saya kepada orang yang


1.93 .594 15
baru saya kenal menenai status penyakit (HIV)

Berbagi pengalaman yang berhubungan dengan status


penyakit (HIV) saya kepada orang yang baru saya kenal 2.27 .594 15
adalah hal yang menyenangkan

Saya tidak suka teman-teman saya tahu tentang status


2.67 .488 15
penyakit (HIV) yang saya derita.
117

Saya tidak nyaman jika orang lain harus tahu rahasia tentang
diri saya khususnya yang berhubungan dengan status penyakit 3.20 .561 15
(HIV) yang saya derita.

Saya suka berbagi pengalaman rohani saya kepada orang


yang baru saya kenal yang berhubungan dengan status 2.60 .632 15
penyakit (HIV) yang saya derita.

Saya berbagi pandangan saya tentang Tuhan Kepada orang


2.93 .594 15
yang saya kenal

Saya tidak suka berbagi tentang agama saya kepada orang


2.40 .507 15
yang baru saya kenal

Bagi saya agama itu berbeda-beda, jadi tidak perlu berbagi 2.20 .561 15

Saya berbagi masalah keilmuan dengan teman saya di


lingkungan masyarakat yang berhubungan dengan status 2.53 .640 15
penyakit (HIV)

Saya suka berbagi pandangan saya tentang pentingnya


pendidikan dalam kehidupan khususnya tentang pandangan 2.93 .594 15
status penyakit (HIV) yang saya derita

Di saat saya mengalami kegagalan saya tidak perlu


2.47 .516 15
menceritakan kepada orang lain

Saya berbagi pandangan pribadi saya tentang mengenai


2.47 .743 15
percintaan kepada masyarakat

Saya tidak suka berbicara tentang hubungan seksual kepada


2.93 .458 15
masyarakat.

Saya suka menceritakan tentang keluarga saya kepada


2.60 .507 15
mayarakat yang saya kenal

Saya suka berbagi informasi tentang status penyakit (HIV)


2.40 .507 15
yang saya derita pada masyarakat

Saya mengungkapkan status pnyakit saya kepada orang lain


2.33 .617 15
ketika kami sedang berbincang-bincang.

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's Alpha


Item Deleted if Item Deleted Total Correlation if Item Deleted

Saya melakukan olahraga


49.47 18.552 .632 .644
setiap hari

Saya suka berbicara tentang


kehidupan pribadi terutama
tentang status penyakit (HIV) 50.40 19.543 .642 .669
yang saya derita melalui media
sosial
118

Saya bersedia menceritakan


tentang pribadi saya yang
berhubungan dengan status 50.40 17.829 .553 .649
penyakit (HIV) kepada orang
yang baru saya kenal

Saya berbagi dengan teman


saya apa yang saya rasakan
50.07 17.352 .593 .633
mengenai status penyakit
(HIV) saya.

Saya tidak suka berbagi


tentang apapun pada orang
49.60 21.257 .064 .692
lain tentang status penyakit
(HIV)

Saya berbagi informasi tentang


diri saya kepada orang yang
50.33 19.095 .550 .657
baru saya kenal menenai
status penyakit (HIV)

Berbagi pengalaman yang


berhubungan dengan status
penyakit (HIV) saya kepada
50.00 18.429 .589 .643
orang yang baru saya kenal
adalah hal yang
menyenangkan

Saya tidak suka teman-teman


saya tahu tentang status
49.60 25.400 -.624 .751
penyakit (HIV) yang saya
derita.

Saya tidak nyaman jika orang


lain harus tahu rahasia tentang
diri saya khususnya yang
49.07 21.210 .650 .695
berhubungan dengan status
penyakit (HIV) yang saya
derita.

Saya suka berbagi


pengalaman rohani saya
kepada orang yang baru saya
49.67 20.238 .601 .682
kenal yang berhubungan
dengan status penyakit (HIV)
yang saya derita.

Saya berbagi pandangan saya


tentang Tuhan Kepada orang 49.33 19.952 .578 .674
yang saya kenal

Saya tidak suka berbagi


tentang agama saya kepada 49.87 20.838 .148 .686
orang yang baru saya kenal

Bagi saya agama itu berbeda-


50.07 20.352 .620 .680
beda, jadi tidak perlu berbagi
119

Saya berbagi masalah


keilmuan dengan teman saya
di lingkungan masyarakat yang 49.73 17.495 .724 .625
berhubungan dengan status
penyakit (HIV)

Saya suka berbagi pandangan


saya tentang pentingnya
pendidikan dalam kehidupan
49.33 18.810 .529 .651
khususnya tentang pandangan
status penyakit (HIV) yang
saya derita

Di saat saya mengalami


kegagalan saya tidak perlu
49.80 23.029 .606 .721
menceritakan kepada orang
lain

Saya berbagi pandangan


pribadi saya tentang mengenai 49.80 19.457 .570 .675
percintaan kepada masyarakat

Saya tidak suka berbicara


tentang hubungan seksual 49.33 21.524 .032 .695
kepada masyarakat.

Saya suka menceritakan


tentang keluarga saya kepada 49.67 22.095 -.230 .706
mayarakat yang saya kenal

Saya suka berbagi informasi


tentang status penyakit (HIV)
49.87 18.695 .275 .643
yang saya derita pada
masyarakat

Saya mengungkapkan status


pnyakit saya kepada orang lain
49.93 20.210 .645 .681
ketika kami sedang
berbincang-bincang.
120

Lampiran 8 : Surat Studi


Pendahuluan
121

Lampiran 9 : Surat Studi


Pendahuluan
122

Lampiran 10 : Kuosioner Self Disclosure Scale dan DASS 42

ANGKET PENELITIAN
Self-Disclosure Scale

Tujuan Angket

Angket ini bertujuan untuk mengetahui keterbukaan diri (self-disclosure),


keterbukaan anda dalam mendiskripsikan diri anda sendiri dan hubungan anda
dengan orang lain dan pilihan media atau alat yang anda gunakan, seperti sosial
media atau mencurahkan pada orang lain. Dalam Angket ini terdapat dua puluh
satu pertannyaan. Peneliti meminta bantuan responden sekalian untuk
menyatakan sikap anda terhadap beberapa statement dibawah ini.

Petunjuk Teknis

1. Tulislah identitas Anda pada tempat yang tersedia


2. Bacalah pertanyaan pada angket dengan seksama
3. Berilah tanda cek ( x ) pada kolom yang tersedia sesuai dengan keadaan
yang anda alami selama proses pembelajaran berlangsung, dengan
ketentuan:
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya melakukan olahraga setiap hari
2 Saya suka berbicara tentang kehidupan
pribadi terutama tentang status penyakit (HIV)
yang saya derita melalui media sosial
3 Saya bersedia menceritakan tentang pribadi
saya yang berhubungan dengan status
penyakit (HIV) kepada orang yang baru saya
kenal
4 Saya berbagi dengan teman saya apa yang
saya rasakan mengenai status penyakit (HIV)
saya.
5 Saya berbagi informasi tentang diri saya
kepada orang yang baru saya kenal menenai
status penyakit (HIV)
6 Berbagi pengalaman yang berhubungan
dengan status penyakit (HIV) saya kepada
orang yang baru saya kenal adalah hal yang
menyenangkan
123

7 Saya tidak nyaman jika orang lain harus tahu


rahasia tentang diri saya khususnya yang
berhubungan dengan status penyakit (HIV)
yang saya derita.
8 Saya suka berbagi pengalaman rohani saya
kepada orang yang baru saya kenal yang
berhubungan dengan status penyakit (HIV)
yang saya derita.
9 Saya berbagi pandangan saya tentang Tuhan
Kepada orang yang saya kenal
10 Bagi saya agama itu berbeda-beda, jadi tidak
perlu berbagi
11 Saya berbagi masalah keilmuan dengan
teman saya di lingkungan masyarakat yang
berhubungan dengan status penyakit (HIV)
12 Saya suka berbagi pandangan saya tentang
pentingnya pendidikan dalam kehidupan
khususnya tentang pandangan status
penyakit (HIV) yang saya derita.
13 Di saat saya mengalami kegagalan saya tidak
perlu menceritakan kepada orang lain
14 Saya berbagi pandangan pribadi saya tentang
mengenai percintaan kepada masyarakat
15 Saya mengungkapkan status pnyakit saya
kepada orang lain ketika kami sedang
berbincang-bincang.

Keterangan skore :
 STS (Sangat Tidak Setuju) = 1
 TS (Tidak Setuju) =2
 S (Setuju) =3
 SS (Sangat Setuju) =4
Keterangan skore keterbukaan status :
 Tidak Terbuka = jika mendapat skore 1-30
 Terbuka = jika mendapat skore 31-60

TOTAL SKORE =
124

Angket Kuosionare DASS 42

Petunjuk Pengisian:
Kuosionare ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang mungkin sesuai
dengan pengalaman Bapak/Ibu/Saudara/i dalam menghadapi situasi hidup
sehari-hari. Terdapat empat pilihan jawaban yang telah disediakan untuk setiap
pertanyaan yaitu:
0 :Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 :Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang.
2 :Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau
lumayan sering/sering
3 :Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali/selalu.

Selanjutnya Bapak/Ibu/Saudara/i diminta untuk menjawab dengan cara


memberi tanya (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara/i selama 4 bulan belakangan ini. Tidak ada
jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri
Bapak/Ibu/Saudara/i yang sesunguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama
yang terlintas dalam pikiran Bapak/Ibu/Saudara/i.
 Apakan Status HIV anda diketahui Oleh Keluarga? YA / TIDAK (Pilih
dengan memberi tanda X )

No PERNYATAAN 0 1 2 3

Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-


1
hal sepele.

2 Saya merasa bibir saya sering kering.

3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.

Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali


4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).

Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu


5
kegiatan.

Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu


6
situasi.

7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).


125

8 Saya merasa sulit untuk bersantai.

Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang


9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan
merasa sangat lega jika semua ini berakhir.

Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di


10
masa depan.

11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk


12
merasa cemas.

13 Saya merasa sedih dan tertekan.

Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika


14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).

15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.

16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.

Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang


17
manusia.

18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.

Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan


19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.

20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.

21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.

22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.

23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.

Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal


24
yang saya lakukan.

Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak


25 sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak
jantung meningkat atau melemah).

26 Saya merasa putus asa dan sedih.


126

27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.

28 Saya merasa saya hampir panik.

Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat


29
saya kesal.

Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas


30
sepele yang tidak biasa saya lakukan.

31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.

Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan


32
terhadap hal yang sedang saya lakukan.

33 Saya sedang merasa gelisah.

34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.

Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang


35 menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang sedang
saya lakukan.

36 Saya merasa sangat ketakutan.

37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.

38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.

39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.

Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya


40
mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.

41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).

Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam


42
melakukan sesuatu.

Keterangan :

Tingkat Stres Skore TOTAL SKORE =


Normal 0-29
Stres Ringan 30-59

Stres Sedang 60-89


Stres Berat 90-120
127

Lampiran 11 : Contoh Kuosioner Self Disclosure Scale dan DASS 42 yang telas
diisi oleh responden

1. Kuosioner Self Disclosure Scale


128
129
130
131
132
133

2. Contoh Kuosioner Dass 42 yang telah diisi oleh responden


134
135
136
137

Anda mungkin juga menyukai