Disusun untuk memenuhi tugas laporan praktik profesi ners departemen keperawatan jiwa di
Puskesmas Ardimulyo Singosari
Oleh :
KELOMPOK 1
KELOMPOK 2
KELOMPOK 3
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam
mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan mental juga penting
diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. There is no health without mental health,
sebagaimana definisi sehat yang dikemukakan oleh World Health Organization
(WHO) bahwa “health as a state of complete physical, mental and social well-being
and not merely the absence of disease or infirmity.”
Kesehatan mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan.
Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka,
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif, dan
berkontribusi pada komunitas mereka. Oleh karena itu adanya gangguan kesehatan
mental tidak bisa kita remehkan, karena jumlah kasusnya saat ini masih cukup
mengkhawatirkan. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental dan
perilaku di seluruh dunia.
Diperkirakan satu dari empat orang akan menderita gangguan mental selama
masa hidup mereka. Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO) jumlah kasus
gangguan depresi terbanyak di India (56.675.969 kasus atau 4,5% dari jumlah
populasi), terendah di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari populasi). Adapun di
Indonesia sebanyak 9.162.886 kasus atau 3,7% dari populasi. Sistem kesehatan di
dunia dianggap belum cukup menanggapi beban gangguan mental, sehingga terdapat
kesenjangan antara kebutuhan akan perawatan dan persediaannya yang sangat
besar.
Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007, total jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6% dari populasi dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat
atau 46 per mil. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Depkes,2007) menyatakan
14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat,
kondisi ini diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh
wilayah Indonesia. Data jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus
bertambah, data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh Indonesia. Commented [L2]: Hasil riskesdes 2018 lebih baik dimunculkan
Kondisi mental yang sehat pada tiap individu tidaklah dapat disamaratakan.
Kondisi inilah yang semakin membuat urgensi pembahasan kesehatan mental yang
mengarah pada bagaimana memberdayakan individu, keluarga, maupun komunitas
untuk mampu menemukan, menjaga, dan mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Commented [L3]: Data yang ditemukan di wilayah puskemas
ardimulyo bagaimana? Tidak namapak
Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
kelompok resiko
1. Teoritis
2. Praktis
Husada Malang.
c. Bagi Mahasiswa
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit
atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien :Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
4. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu
Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan,
senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai
berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster.
c. Halusinasi Penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.
d. Halusinasi Pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan
seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5. Rentang Respon Halusinasi
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon yang terjadi dapat berada
dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di
bawah ini:
6. Manifestasi Klinis
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurut Direja , 2011 sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga
Data Subjektif : Mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
b. Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan kepada
sesuatu yang tidak jelas
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartoon,
melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Data Objektif : menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu,
menutup hidung
Data Subjektif : Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feces,
kadang-kadang bau itu tidak menyenangkan.
d. Halusinasi Perabaan
Data Objektif : Mengaruk-garuk permukaan kulit
Data Subjektif : Menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik
e. Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urin atau feces
7. Patofisiologi
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Akibat )
(Core Problem)
(Penyebab)
8. Penatalaksanaan
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai
berikut :
a. Terapi Farmakologi
1) Haloperidol (HLP)
a) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptic, butironefron
b) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada anak-anak.
c) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami
sepenuhnya, tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal
formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
d) Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum
tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak
dibawah usia 3 tahun.
e) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan
anoreksia.
b. Terapi Nonfarmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
2) Electro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun
dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya
serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain.
3) Pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei
pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan
membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai
menunjukan perilaku kekerasan diantaranya: marah-
marah/mengamuk.
9. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Jiwa Dengan Halusinasi
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses Asuhan Keperwatan
dimana pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan data, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratoium dan pemeriksaan diagnostik. Adapun dalam data disusun
berdasarkan faktor predisposisi, faktor presipitasi, manifestasi klinis dan
manifestasi klinis dan mekanisme koping yaitu :
1) Faktor Predisposisi
a) Biologis
Karena adanya gangguan perkembangan otak menyebabkan
neurobiologis yang maladaptif hal-hal yang terkait didalamnya
adalah karena adanya perkembangan otak, khususnya korteks
frontal, temporal dan limbik.Adapun gejala yang muncul adalah
hambatan dalam belajar, daya ingat dan perilaku menarik diri atau
kekerasan.
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
kekerasan dalam kehidupan klien, penolakan dapat dirasakan dari
ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, dan tidak
sensitive, pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat
misalnya tidak ada kasih sayang, dan adanya perengkaran
orangtua, aniaya dan kekerasan rumah tangga.
c) Sosial Budaya
Kehidupan social budaya dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti konflik sosial budaya dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress yang menumpuk.
d) Genetik
Halusinasi umunya ditemukan pada klien schizophrenia dan angka
kejadian cukup tinggi dan juga bila dalam keluarga tersebut ada
anggota keluarga yang sudah menderita schizophrenia.
2) Faktor Prespitasi
Sikap persepsi : merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Dari data-data tersebut faktor presipitasi
dikelompokan sebagai berikut :
a) Stressor Biologis
Yaitu yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak
yang mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
melakukan secara selektif menanggapi rangsangan.
b) Stressor Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
c) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurologic termasuk :
(1) Regresi : Dalam menghadapi stress, perilaku, perasaan dan
cara berfikir mundur kembali ke tahap perkembangan
sebelumnya.
(2)Proyeksi : Mencoba menjelaskan gangguan persepsi
denganmengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu
benda.
(3) Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
(4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi
2) Isolasi Sosial : Menarik diri
3) Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan.
4. Tingkat Ansietas
a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan
bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan
akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons-respons
fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali
mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dannadi, muka
berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.Respons
kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah lapang persepsi
yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi
pada masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif.Adapun
respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah
tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-
kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang
mengalami ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan
tekanan darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan
gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah
lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima,
berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Adapun respons perilaku
dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak, meremas tangan, sulit
tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit,
individu cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikanhal-hal
lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak
pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respons-
respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan
darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan
kabur, dan mengalami ketegangan.Respon kognitif pada orang yang
mengalami ansietas berat adalah lapang persepsi sangat sempit dan
tidak mampu untuk menyelesaikan masalah.Adapun respons perilaku
dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat,
dan blocking.
5. Manifestasi Klinis
a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Nyeri atau ketidaknyamanan dada
f. Distress abdomen
g. Derealisasi atau depersonalisasi
h. Takut kehilangan kendali
i. Merasa pusing
Gangguan lain gangguan ansietas meliputi:
a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur (gangguan
ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai peristiwa
traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma (episode kilas balik),
kesulitan merasakan emosi (afek datar), insomnia dan iritabilitas atau
marah yang meledak–ledak (gangguan stres pasca trauma)
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan,
kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak
bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh
(gangguan obsesif-kompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu (fobia
spesifik), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau berada dalam
satu situasi yang membuat individu terjebak (agorafobia) (Eko Prabowo,
2014)
6. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencakup fisik (somatik), psikologik, dan psikososia. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neurotransmiter (sinyal penghantar syaraf) di susunan saraf pusat
otak.Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam,
buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terai somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan
3) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.
4) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. (Eko Prabowo, 2014)
7. Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Resiko Dengan Ansietas
a. Pengkajian
1) Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,
gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti;
footshuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian
berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan
gelisah
2) Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,
gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri
sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin dan mencemaskan
3) Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih (parasimpatis), nadi meningkat, dilasi
pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,
perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar , diarhea,
keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi
berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan,
tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar
bernafas, tekanan darah meningkat.
4) Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan,
perhatian, lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak
khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi,
kemampuan berkurang terhadap:(memecahkan masalah dan belajar) ,
kewaspadaan terhadap gejala fisiologis .
5) Factor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai atau
tujuan hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi, krisis situasional, maturasi,
ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan zat,ancaman
terhadap atau perubahan dalam : status peran status kesehatan , pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas
2) Harga diri Rendah
3) Gangguan Citra Tubuh
4) Koping Individu Inefektif
5) Kurang Pengetahuan
Klien gangguan jiwa yang minum obat rutin sebanyak 50,8 %, sedangkan klien
yang tidak minum obat sebanyak 40,2%
Faktor Predisposisi
Pada kelompok resiko penyakit terbanyak yang muncul adalah Hipertensi yaitu
sebanyak 53,8% sedangkan yang paling sedikit muncul adalah penyakit Asma
sebanyak 1,5%.
Diagnosa yang paling banyak muncul pada kelompok resiko adalah Ansietas
sebanyak 33,8% dan diagnosa yang paling sedikit adalah berduka sebanyak 3,1%.
Pada kelompok sehat yang dominan berada pada kelompok anak sekolah sebanyak
38,5% dan yang paling sedikit pada kelompok dewasa sebanyak 3,1%.
D. Solusi
1. Akan lebih baik jika program yang sudah berjalan seperti adanya kader sehat
jiwa dan kegiatan posyandu jiwa dapat dilakukan tidak hanya di Desa
Wonorejo saja akan tetapi juga di Desa Dengkol serta Randu Agung.
2. Sebaiknya di adakan pelatihan pada kader sehat jiwa untuk screening klien
yang beresiko dan juga sakit jiwa.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada wilayah kerja Puskesmas Ardimulyo terdapat sejumlah 74 orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang diantaranya di Desa Randuagung
sebanyak 12 orang, di Desa Dengkol sebanyak 10 orang, di Desa Ardimulyo
sebanyak 3 orang, di Desa Losari sebanyak 2 orang di Desa Wonorejo Commented [L6]: Kesimpulan menjawab dari hasil tujuan