PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior
2
serta substantia alba di sekitarnya
Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior
Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang Thalamus
thalamoperforata
3
lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
4
ii. Perdarahan subarachnoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.
5
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis stroke
seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis,
topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan
intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak
diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan
fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam
sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam
pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera
disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia.
2. Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
6
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3. Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CT-
scan kepala.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.
7
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
8
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
9
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot
atau bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu,
pada anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes
mellitus atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut:
10
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Apatis = GCS 13-12
Delirium = GCS 11-10
Somnolen = GCS 9-7
Sopor = GCS 6-5
Semi koma = GCS 4
Koma = GCS 3
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup
kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis
yang dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan
refleks patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
11
Tabel 4. Gangguan Nervus Kranialis.
12
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
Intracranial Hemorrhage
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran radiologi
akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam – 5 hari) akan terlihat
13
isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
14
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
15
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
16
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-
shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
2.7.6. Prognosis
1. Perdarahan Intraserebral
17
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi
prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke intraventrikel
meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa
memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat
gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat
dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan dalam efek
massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak
intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan
outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah
edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.
2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik
perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan
subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat
membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata
waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
18
BAB II
STATUS PENDERITA NEUROLOGI
A. ANAMNESA
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sidua-dua Dusun V - Kanopan
Agama : Islam
MRS Tanggal : 19 September 2019
2. Keluhan Utama
Penderita tiba-tiba mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai sesisi tubuh
sebelah kanan sejak ±12 jam SMRS.
19
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Sejak ± 4 tahun yang lalu, penderita
tidak rutin minum obat & kontrol secara
teratur
Riwayat DM : Sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Jantung : (-)
Riwayat Asma : (-)
Riwayat Alergi Obat / Makanan : (-)
Riwayat Trauma : (-)
20
2. Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Tumor : (-)
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF KRANIAL
N. Olfaktorius Kanan
Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada
kelainan
Anosmia (-) (-)
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
N.Opticus Kanan
Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S
- Anopsia (-)
(-)
- Hemianopsia (-)
(-)
Fundus Oculi Tidak Diperiksa
21
N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan
Kiri
Diplopia (-) (-)
Celah mata (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Sikap bola mata
- Strabismus (-) (-)
- Exophtalmus (-) (-)
- Enophtalmus (-) (-)
- Deviation conjugae (-) (-)
- Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis (-) (-)
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (-) (-)
N.Trigeminus
Kanan
Kiri
Motorik
- Menggigit tidak ada kelainan
- Trismus tidak ada kelainan
- Refleks kornea tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan
22
N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi sudut mulut tertinggal tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis sedikit datar tidak ada kelainan
- Bentuk Muka tidak ada kelainan
- Istirahat tidak ada kelainan
- Berbicara/bersiul bicara pelo
Sensorik
2/3 depan lidah tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign (-) (-)
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan tidak diperiksa
Detik arloji tidak diperiksa
Tes Weber tidak diperiksa
Tes Rinne tidak diperiksa
N. Vestibularis
Kanan
Kiri
Nistagmus (-) (-)
Vertigo (-) (-)
23
Arcus pharingeus tidak ada kelainan
Uvula tidak ada kelainan
Gangguan menelan tidak ada kelainan
Suara serak/sengau tidak ada kelainan
Denyut jantung tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah tidak ada kelainan
- Batuk tidak ada kelainan
- Okulokardiak tidak ada kelainan
- Sinus karotikus tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak dinilai
N. Accessorius
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Kanan
Kiri
Mengulur lidah deviasi lidah ke kanan
Fasikulasi (-)
Atrofi papil (-)
Disartria (+)
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang
Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus Meningkat Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Meningkat Normal
24
- Triceps Meningkat
Normal
- Radius Meningkat Normal
- Ulna Meningkat Normal
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner (-) (-)
- Leri (-) (-).
- Meyer (-) (-)
Trofik (-) (-)
SENSORIK
25
Tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
26
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (16 Maret 2017)
Hb : 13,7 g/dl
Eritrosit : 4,46x106/mm3
Leukosit : 11.600 /mm3
Trombosit : 261.000/mm3
Hematokrit : 38%
Ck-MB : tidak diperiksa
Ck-NAC : tidak diperiksa
KGD Ad Random : 353 mg/dl
Natrium : tidak diperiksa
Kalsium : tidak diperiksa
27
Kalium : tidak diperiksa
Clorida : tidak diperiksa
Magnesium : tidak diperiksa
URINE
tidak diperiksa
LIQUOR CEREBROSPINALIS
tidak diperiksa
2. Pemeriksaan EKG
3. Pemeriksaan Radiologis
1. Rontgen Thorax
2. CT Scan
Kepala:
Tampak area hiperdens di parietal kiri ukuran 4,62 x 3,81 cm.
Differensiasi grey, white matter jelas.
Tak tampak deviasi midline structure.
Sistem ventrikel normal, sulci/gyri normal.
Pons/cerebellum/CPA normal.
Sinus paranasal/cavum nasi dan orbita normal.
28
D. DIAGNOSIS
E. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi:
29
Inj. Citicoline 2x500 IV
Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
Inj. Asam tranexamat 3 x 500 mg IV
B kompleks 1x500 mcg PO
F. PROGNOSIS
30
31