Anda di halaman 1dari 73

TERAPI CAIRAN PADA PASIEN

STROKE HEMORAGIK

Fathi Azwar S
Devi Shilvia H M
Agung Pratama Wijaya

PEMBIMBING:
dr. Wulan Fandinie, M.Ked (An), Sp. An
Daftar Isi
01 Pendahuluan

02 Tinjauan Pustaka

03 Status Orang Sakit

04 Follow Up

05 Diskusi Kasus

06 Kesimpulan
PENDAHULUAN
 Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis
dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat
atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian,
dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular.
 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2018 menunjukkan
telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 7 per mil (tahun
2013) menjadi 10,9 per mil (tahun 2018). Prevalensi penyakit Stroke tertinggi di
Kalimantan Timur (14,7per mil), Yogyakarta (14,7 per mil), dan Sulawesi Utara
(14,0 per mil).
 Kasus stroke termasuk dalam Standar Kompetensi Dokter dengan grade 3B, yang
berarti dokter umum harus mampu mendiagnosa klinik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan sederhana. Dokter umum harus
mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Defenisi
 Stroke didefinisikan sebagai manifestasi klinis dari
gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global
(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian,
tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Anatomi dan Fisiologi Pembuluh
Darah Otak
 Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik.
Otak hanya memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi
otak membutuhkan 15-20% kardiak output untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya.
 Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua
sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah
darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Sirkulasi Anterior (Sistem Karotis)
Anterior Koroid Hippokampus, globus pallidus, kapsula interna bawah

Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior

Serebri Media Korteks serebri frontolateral, parietal, oksipital, dan temporal serta
substantia alba di sekitarnya
Cabang Nukleus kaudatus, putamen, dan kapsula interna atas
Lentikulostriata

Sirkulasi Posterior (Sistem Vertebrobasiler)


Arteri serebelar Medulla dan serebelum inferior
basiler
posterior
inferior

Arteri serebelar Pons inferior dan media serta serebelum media


anterior
inferior

Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior

Superior

Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior

Cabang Thalamus
thalamoperfora
ta
Anterior circulation (sistem
karotis)
 Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem
sirkulasi ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia.
Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

 Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem


sirkulasi ini memberikan tanda dan gejala disfungsi batang
otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans).
 Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak
spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.
Faktor Resiko
Klasifikasi
 Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
 Stroke iskemik
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Trombosis serebri
 Embolia serebri
 Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarachnoid
 Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
 TIA
 Stroke-in-evolution
 Completed stroke
 Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
 Berdasarkan sistem pembuluh darah
 Sistem karotis
 Sistem vertebra-basiler
Klasifikasi Stroke Hemoragik
 Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan
intaserebral primer dan perdarahan intraserebral sekunder.
Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh hipertensi kronik
yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya
pembuluh darah otak.
Perdarahan sekunder terjadi akibat adanya anomaly vaskular
congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat
obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab
perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik.
Klasifikasi Stroke Hemoragik
 Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke
ruang subarachnoid sehingga menyebakan reaksi yang
cukup hebat berupa sakit kepala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat
terjadi akibat pecahnya aneurisma sakuler.
Patogenesis Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial
hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema.
 Fase initial hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral.
hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding
pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah
tersebut dapat berupa hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya
aneurisma
 Kenaikan tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan
meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi pecahnya
aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan
menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma
expansion)
Patogenesis Stroke Hemoragik
 Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis
mulai timbul seperti peningkatan tekanan
intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan
mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan
blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama
kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi
sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-
hematoma edema).
Patogenesis Stroke Hemoragik
 Pada fase peri-hematoma edema defisit neurologis,
yang mulai tampak pada fase hematoma expansion,
akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial
dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak
serta terganggunya drainase otak.
Patogenesis Stroke Hemoragik
 Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos
atau menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa
merusaknya.
 Bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak struktur
anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum.
 Perdarahan intraserebral yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga
ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel.
Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan
memperburuk prognosis.
 Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian
hingga 93%
Stroke Non Hemoragik
 Jenis – jenis stroke non hemoragik antara lain:
Stroke Infark Arterotrombotik
Stroke Infark Cardioemboli
 Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF)
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan
jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka
metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi
neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
 Nilai normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 55 ml. Penurunan CBF di
bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis CBF
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23
ml/100 gram per menit.
Stroke Non Hemoragik
 Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion,
terutama ion kalium dan kalsium. Ion kalium yang
meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu
transport oksigen dan bahan makanan ke otak
 Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan
neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi
irreversibel.
Gejala Klinis
 Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Gejala perdarahan intraserebral
 Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun. Perdarahan intraserebral umunya akan menunjukkan
gejala klinis berupa:
 Terjadi pada waktu aktif
 Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
 Adanya riwayat hipertensi kronis
 Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi pada thalamus)
 Hemiparese kontralateral
 Gejala perdarahan subarachnoid
 Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis berupa:
 Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
 Hilangnya kesadaran
 Fotofobia
 Meningismus
 Mual dan muntah
 Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
Diagnosis
Anamnesis
 Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota
gerak, mulut mengot atau bicara pelo yang terjadi secara
tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit
tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan jantung.
Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam
keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
 Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks
patologis dan fungsi saraf kranial.
 Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai
melalui tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan
menutup kancing bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
 Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis
mempunyai kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang
sakit dalam perawatan dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-
mata menentukan suatu kelumpuhan.
 Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
 CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas
untuk membedakan stroke infark dengan stroke
perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT
scannya secara umum adalah didapatkan gambaran
hipodens sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
Diagnosis
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam),
gambaran radiologi akan terlihat hyperdense, sedangkan
jika fase subakut (24 jam – 5 hari) akan terlihat isodense,
sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat
gambaran hypodense. Perdarahan terjadi di intracerebral
sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Diagnosis
 Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi
akan memperlihatkan ruangan yang diisi dengan CSF
menjadi isodens.
Diagnosis
Pemeriksaan MRI
 Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif). Secara
umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
 Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah.
Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada tidaknya
stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
 Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke perdarahan intraserebral
didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada perdarahan
subaraknoid didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan
(jernih).
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang Lain.
 Pemeriksaan untuk menetukan faktor risiko seperti
darah rutin, komponen kimia darah (ureum,
kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi
hepar), elektrolit darah, foto toraks, EKG,
echocardiografi.
Tatalaksana
Stadium Hiperakut
 Stroke merupakan kondisi akut dan serius. Waktu emas
(golden period) hanya tiga jam. Oleh karena itu, orang yang
menunjukkan gejala stroke harus segera dibawa ke unit
gawat darurat rumah sakit terdekat. Jika dalam kurun
waktu itu penderita mendapat pemeriksaan dan
penanganan yang tepat, maka ia akan terhindar dari
kematian, komplikasi, atau kecacatan.
Tatalaksana
Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi:
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
 Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis
klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
 Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke.
 Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher, misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif. Pemeriksaan thorax (jantung dan paru), abdomen, kulit, dan
ekstremitas.
Tatalaksana
 Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologic terutama pemeriksaan saraf kraniales, rangsang
meningen, system motorik, sikap dan cara jalan, reflex,
koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat in adalah NIHSS (National Institute of
Health Stroke Scale)
 Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa
kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG,
penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
Tatalaksana
 Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
 Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor.
 Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
 Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
Tatalaksana
d. Pengendalian peninggian TIK
 Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan
perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan
kesadaran
 Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
 Elevasi kepala 20-30º.
 Hindari penekanan vena jugulare
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolemia
 Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam,
kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
 Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
Tatalaksana
e. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20
mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan
kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
 Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA
dan elektrolit.
 Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
 Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
Tatalaksana
Stadium Akut
 Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah.
 Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
 Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
30º, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol, dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg)
Tatalaksana
Terapi umum:
 Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
 Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik.
Tatalaksana
 Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40%
iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
 Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL
selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai
tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Tatalaksana
 Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
 Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Tatalaksana
Terapi khusus
 Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan
antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi,
embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).
Tatalaksana
Stadium Subakut
 Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti,
memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
 Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
 Penatalaksanaan komplikasi,
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi,
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Prognosis
Perdarahan Intraserebral
 Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS) adalah
volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma Scale
(GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan
untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar 96% dan
spesifitas 98%.
 Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan volume perdarahan (>30mL),
lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan MAP >130 mmHg pada saat
serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi prognosis buruk.
 Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat mortalitas sebesar
91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada PIS dengan volume <30
mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara
umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS
Prognosis
Perdarahan Subarachnoid
 Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan
stroke hemoragik perdarahan subarachnoid sangat tinggi,
yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan subarachnoid
meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa
sempat membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga
sangat mungkin terjadi. Rata-rata waktu antara perdarahan
pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
TERAPI CAIRAN
Fisiologi Cairan Tubuh
 Intrasel
40% dari berat badan total terkandung dalam sel atau 2/3 dari cairan
tubuh
 Ekstrasel
Cairan ekstrasel mencakup 20% dari berat massa tubuh
 Asupan cairan
Tubuh mendapatkan asupan cairan dari dua sumber yaitu dari larutan
atau cairan yang diminum
 Keluaran cairan
 Insensible water loss
pengeluaran cairan yang tidak dapat diatur.
 Sensible water loss
Pengeluaran cairan dapat melalui tiga jalur yaitu
keringat, feses, urin. Jumlah cairan yang hilang melalui
keringat juga bervariasi tergantung pada aktifitas fisik
dan suhu lingkungan.
Pemilihan Cairan
 Kristaloid
 Koloid
 Albumin
 Dekstran
 Gelatin
 Hydroxylethyl Starch (HES)
Manajemen cairan pada stroke

 terapi cairan dibagi menjadi dua komponen yaitu


maintenance therapy dan replacement therapy.Maintenance
therapy digunakan untuk mengganti cairan yang keluar
dalam kondisi fisiologis seperti urin, keringat, respirasi.
Sedangkan replacement therapy digunakan untuk
mengkoreksi kekurangan cairan ataupun elektrolit oleh
sebab patologis seperti pada perdarahan, gangguan di
gastrointestinal, ataupun sistem urinaria
Pemberian Osmoterapi pada peningkatan tekanan
intrakranial
 Diuretik osmotik, khususnya mannitol merupakan salah satu
agen yang digunakan sebagai terapi edema serebri
 mannitol menyebabkan ekspansi plasma yang mengurangi
kekentalan darah
 Manitol dapat memperbaiki aliran mikrovaskular di otak dan
meningkatkan oksigenasi
 Mannitol juga menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik
antara plasma dengan sel otak
Kelainan elektrolit yang dapat disebabkan oleh
stroke serta tatalaksana cairannya
 SIADH (Syndrome Inappropriate Anti diuretic Hormone)
SIADH adalah hiponatremia dan hipoosmolar yang disebabkan
oleh sekresi dan kerja hormon ADH yang berlebihan, sehingga
menyebabkan gangguan pada ekskresi air.
 Cerebral Salt Wasting Syndrome
Cerebral salt wasting syndrome merupakan pengurangan
volume ekstraseluler karena abnormalitas transport sodium di ginjal
yang disebabkan oleh gangguan intrakranial dan gangguan fungsi
adrenal ataupun tiroid
STATUS ORANG SAKIT
/Identitas Pasien

Nama : LS
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Huta Gonting Pusuk II Simaninggir Kec.
Parlilitan, Kab. Humbang Hasundutan
Tanggal Masuk : 07 April 2019

Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 150 cm
/Alloanamnesis
KU : Penurunan Kesadaran

Telaah :
Hal ini dialami pasien secara tiba-tiba saat beraktivitas sejak 2 jam SMRS. Riwayat trauma
tidak dijumpai, riwayat lemah di ekstremitas tidak dijumpai, riwayat nyeri kepala
dijumpai, riwayat muntah menyembur tidak dijumpai. Riwayat demam dan sesak napas
tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak dijumpai. Riwayat penyakit DM,
Hiperkolestrolnemia, Jantung, dan Stroke tidak dijumpai. Pasien merupakan pasien CKD
st. V dengan HD reguler di RSUP. H. Adam Malik.

RPT : Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, CKD st. V


RPO : Tidak jelas
/Time Sequence

07 April 2019 07 April 2019


07 April 2019
Pukul 12.55 WIB Pukul 20.00 WIB
Pasien tiba di IGD RSUP Haji Pasien dikonsulkan ke Pukul 20.45 WIB
Adam Malik Anestesi untuk perawatan Pasien acc untuk perawatan
HCU/ICU ICU
/Primary Survey
A (Airway)
- Airway unclear
- Snoring (-), gurgling (-), crowing (-).
B (Breathing)
- RR: 19x/menit
- SaO2: 98%
C (Circulation)
- Tekanan darah: 250/100 mmHg
- Nadi: 102x/menit, reguler, T/V cukup
- Akral hangat, merah, dan kering
- CRT < 2”
- Terpasang IV line di tangan kanan

D (Disability)
- Sensorium: Sopor (E1M1V2)
- Pupil isokor, refleks cahaya +/+, diameter 3mm/3mm,
E (Exposure)
- Temp: 36.8oC
/Secondary Survey

B1 (Breath) : Airway clear; RR: 20 x/menit; SP: vesikuler ka=ki; ST: Rh (-/-), Wh (-/-);
S/G/C: -/-/-

B2 (Blood) : Akral: hangat/merah/kering; TD: 250/100 mmHg; HR: 102 x/menit, reguler,
T/V cukup; CRT < 2 detik; Temperatur: 36,8°C,
sianosis (-)

B3 (Brain) : Sensorium: sopor; Pupil: isokor; Ø: ± 3 mm/3 mm; RC +/+

B4 : Kateter terpasang, UOP (+); warna kuning pekat


(Bladder)

B5 (Bowel) : Abdomen: soepel; peristaltik (+) normal

B6 : Fraktur (-); edema (-/-)


(Bone)
/Laboratorium (07-04-19)
Laboratorium Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
- Hemoglobin 8,5 g/dL 13 – 18 g/dL
- Eritrosit 3,03 jt/µL 4.10-5.10 jt/µL
- Leukosit 20.720/µL 4,000- 11,000/µL
- Hematokrit
25% 36 – 47 %
- Trombosit
151.000/µL 150,000- 450,000/µL

ELEKTROLIT
- Natrium 131 mEq/L 135 – 155 mEq/L
- Kalium 4.3 mEq/L 3.6 – 5.5 mEq/L
- Klorida 93 mEq/L 96 – 106 mEq/L

KARBOHIDRAT
- KGD sewaktu 179 mg/dl < 200 mg/dl
/Laboratorium (07-04-19)

GINJAL
- BUN 109 mg/dl 10 – 20 mg/dl
- Ureum 233 mg/dl 21 – 43 mg/dl
- Kreatinin 10.14 mg/dl 0.6 – 1.1 mg/dl

AGDA
- PH 7.43 7.35 7.45
- PCO2 24 mmHg 38 – 42 mmHg
- PO2 197 mmol/L 85 – 100 mmHg
- HCO3 15,9 U/L 22 – 26 U/L
- Total CO2 16,6 U/L 19 – 25 U/L
- BE -6,7 U/L (-2) – (+2)
- SaO2 100% 95 – 100%
/Head CT-Scan

•Tampak lesi hiperdense heterogen dengan perifokal


edema pada lobus temporalis kiri, volume +/- 35 cc.
•Lesi hiperdense berbentuk kresent pada daerah
fronto-temporalis kiri disertai pergeseran garis tengah
ke kanan sejauh +/- 1,5 cm.
•Tampak lesi hiperdense mengisi fisura sylvii kiri dan
fisura interhemisfer serta mengisi sistem ventrikel
yang terlihat melebar
•Kortikal sulci dan fisura sylvii kedua hemisfer
menyempit.
Kesimpulan :
Perdarahan intraserebral pada lobus temporalis
kiri dan perdarahan subdural pada daerah fronto-
temporalis kiri disertai herniasi subfalksin ke
kanan dan edema serebri.
Perdarahan subaraknoid mengisi fisura sylvii kiri
dan fisura interhemisfer serta perdarahan
intraventrikuler mengisi sistem ventrikel dengan
ventrikulomegali.
Diagnosis •Tatalaksana IGD
•Oksigen 8-10 lpm via non rebreathing
Penurunan kesadaran ec. Stroke mask
•Memasang NGT no 18
hemoragik •Memasang Kateter no 18
•IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
•Drips Perdipin 1 amp dalam 50cc NaCl
0,9% >> dosis 2 mcg/KgBB/ menit (BB: 50
kg) >> 1,3 cc/ jam target TD turun 20-25%
MAP (180/100 mmHg)
•Inj. Furosemide 20 mg
Follow Up
7 April 2019
S Penurunan kesadaran
O - Airway : clear,intubasi (+) sp = vesikuler S/G/C = -/-/-, st: -/- ,
SpO2 = 99%, RR = 20 x/menit, O2 : 10 l/menit
- TD = 150/80, HR = 126x/menit, regular
Akral = H/M/K, CRT = ˂ 2’’. T = 36,5O C
- Sensorium =E1M1Vterintubasi, RC = +/+ pupil isokor
- UOP (+), warna kuning pekat, kateter (+)
- Abdomen = soepel, peristaltik (+)
- Oedem (-), fraktur (-).

A Penurunan kesadaran ec. Stroke hemoragik

P  Bed rest + Head up 30º


 IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
 IVFD Perdipin 1000 mg dalam 50cc NaCl 0,9% >> dosis 1
mcg/KgBB/
 IVFD Manitol 125 cc/ 6 jam
8 April 2019
S Penurunan kesadaran
O - Airway : clear,intubasi (+)dengan modus ventilator SIMV Vt: 400, FiO2 40% PEEP: 5
- sp = vesikuler, st : -S/G/C = -/-/-, SpO2 = 97%, RR = 10x/menit.
- TD = 180/85, HR = 92x/menit, regular
Akral = H/M/K, CRT = ˂ 2’’. T = 38O C
- Sensorium = E1M2Vt, RC = +/+, Pupil isokor
- UOP (+), warna kuning jernih, kateter (+)
- Abdomen = soepel, peristaltik (+)
- Oedem (-), fraktur (-).
A Spontaneous ICH + IVH ec stroke hemoragik + CKD st. V on HD + Uremic enselopathy
 Bed rest + Head up 30º
 IVFD Asering 10 gtt/i
 Manitol 125 cc/ 6 jam
 Diet sonde 1500 kkal + 50 gr protein
 Kidmin 1 fls/ hari
 Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (hari 1)
 Omeprazole 40 mg/ 24 jam (hari 1)
 As. Tranexamat 500 mg/ 8 jam (hari 1)
 PCT 500 mg tab 3 x 1 (hari 1)
 Dopamin 10 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% > 4 cc/ jam
R Koreksi Hb. Hb: 8,5 > (10-8,5) x 50 x 4 : 300 cc
9 April 2019

S Penurunan kesadaran
O - Airway : clear,terintubasi (+) dengan modus SIMV Vt : 400, FiO2 40% PEEP : 5, S/G/C = -/-/-,
RR = 10 x/menit, SpO2 = 97%
- TD = 170/90, HR = 106 x/menit, regular
Akral = H/M/K, CRT = ˂ 2’’. T = 36,8O C
- Sensorium = E1M2Vt, RC = +/+, Pupil isokor
- UOP (+), warna kuning jernih, kateter (+)
- Abdomen = soepel, peristaltik (+)
- Oedem (-), fraktur (-).
A Spontaneous ICH + IVH ec stroke hemoragik + CKD st. V on HD + Uremic enselopathy

P  Bed rest + Head up 30º


 IVFD Asering 10 gtt/i
 Manitol 125 cc/ 6 jam
 Diet sonde 1500 kkal + 50 gr protein
 Kidmin 1 fls/ hari
 Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (hari 1)
 Omeprazole 40 mg/ 24 jam (hari 1)
 As. Tranexamat 500 mg/ 8 jam (hari 1)
 Nikardipin 10 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% > titrasi
R Rencana HD
11 April 2019

S Penurunan kesadaran
O - Airway : clear,terintubasi (+) dengan modus SIMV Vt : 400, FiO2 40% PEEP : 5, S/G/C = -/-/-, RR = 10 x/menit,
SpO2 = 97%
- TD = 186/106, HR = 133 x/menit, regular
Akral = H/M/K, CRT = ˂ 2’’. T = 36,8O C
- Sensorium = E1M2Vt, RC = +/+, Pupil isokor
- UOP (+), warna kuning jernih, kateter (+)
- Abdomen = soepel, peristaltik (+)
- Oedem (-), fraktur (-).
A Spontaneous ICH + IVH ec stroke hemoragik + CKD st. V on HD + Uremic enselopathy

P  Bed rest + Head up 30º


 IVFD Asering 10 gtt/i
 Manitol 125 cc/ 6 jam
 Diet sonde 1500 kkal + 50 gr protein
 Kidmin 1 fls/ hari
 Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (hari 1)
 Omeprazole 40 mg/ 24 jam (hari 1)
 As. Tranexamat 500 mg/ 8 jam (hari 1)
14 April 2019

S Penurunan kesadaran
O - Airway : clear,terintubasi (+) dengan modus SIMV Vt : 400, FiO2 21% PEEP : 5, S/G/C = -/-/-, RR = 8x/menit,
SpO2 = 93%
- TD = 200/120, HR = 80x/menit, regular
Akral = H/M/K, CRT = ˂ 2’’. T = 36,8O C
- Sensorium = E1M1Vt, RC = +/+, Pupil isokor
- UOP (+), warna kuning jernih, kateter (+)
- Abdomen = soepel, peristaltik (+)
- Oedem (-), fraktur (-).
A Spontaneous ICH + CKD st. V on HD + Uremic enselopathy + MBO

P  Bed rest + Head up 30º


 IVFD Widahes 7gtt/i
 Manitol 125 cc/ 6 jam
 Diet sonde 1500 kkal + 50 gr protein
 Kidmin 1 fls/ hari
 Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (hari 1)
 Omeprazole 40 mg/ 24 jam (hari 1)
 As. Tranexamat 500 mg/ 8 jam (hari 1)
DISKUSI
/Definisi

Stroke didefinisikan sebagai manifestasi Ny. LS, seorang perempuan usia 45


klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal tahun dengan diagnosa Spontaneous
maupun global (menyeluruh), yang ICH + IVH ec Stroke hemoragik + CKD
berlangsung cepat, berlangsung lebih dari
st. V + Uremic enselopathy
24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain
gangguan vaskuler.
Pada umumnya gangguan fungsional otak
fokal dapat berupa hemiparesis yang
disertai dengan defisit sensorik, parese
nervus kraniales dan gangguan fungsi
luhur. Manifestasi klinis yang muncul
sangat bergantung kepada area otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah yang
mengalami oklusi ataupun ruptur.
/Diagnosis

Anamnesis Anamnesis :
Pada anamnesa akan ditemukan Hal ini dialami pasien secara tiba-tiba saat
kelumpuhan anggota gerak, mulut beraktivitas sejak 2 jam SMRS. Riwayat
trauma tidak dijumpai, riwayat lemah di
mengot atau bicara pelo yang terjadi
ekstremitas tidak dijumpai, riwayat nyeri
secara tiba-tiba pada saat sedang kepala dijumpai, riwayat muntah
beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa menyembur tidak dijumpai. Riwayat
juga perlu ditanyakan penyakit- demam dan sesak napas tidak dijumpai.
penyakit tedahulu seperti diabetes Mual dan muntah tidak dijumpai. Riwayat
mellitus atau kelainan jantung. Obat- penyakit DM, Hiperkolestrolnemia,
obatan yang dikonsumsi, riwayat Jantung, dan Stroke tidak dijumpai. Pasien
penyakit dalam keluarga juga perlu merupakan pasien CKD st. V dengan HD
reguler di RSUP. H. Adam Malik.
ditanyakan pada anamnesa.
/Diagnosis

Pemeriksaan Fisik Hasil radiologis :


Pada pasien stroke perlu dilakukan Head CT- Scan : Perdarahan
pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan intraserebral pada lobus temporalis kiri
otot, refleks tendon, refleks patologis dan dan perdarahan subdural pada daerah
fungsi saraf kranial. fronto-temporalis kiri disertai herniasi
subfalksin ke kanan dan edema serebri.
Pemeriksaan Penunjang Perdarahan subaraknoid mengisi fisura
CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku
sylvii kiri dan fisura interhemisfer serta
emas untuk membedakan stroke infark perdarahan intraventrikuler mengisi
dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena sistem ventrikel dengan
infark, gambaran CT scannya secara umum ventrikulomegali.
adalah didapatkan gambaran hipodens
sedangkan pada stroke perdarahan Pasien menggunakan alat bantu napas
menunjukkan gambaran hiperdens.
(ventilator) dengan Fi FiO2 40% PEEP : 5
/Tatalaksana
Terapi Umum:
a.Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan •A (Airway)
•Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan
pipa orofaring Airway clear Snoring (-), Gurgling (-), Crowing (-)
•Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen •B (Breathing)
RR: 18 kali per menit, SaO2: 98%.
b. Stabilisasi hemodinamik •C (Circulation)
•Berikan cairan kristaloid atau koloid Tekanan darah: 250/100 mmHg
intravena (hindari cairan hipotonik) Frekuensi Nadi: 102 kali per menit, regular, t/v
•Optimalisasi tekanan darah
•Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan kuat/cukup,Akral hangat, merah, kering,CRT <2
cairan sudah mencukupi, dapat diberikan detik,Terpasang IV Line di tangan kanan
obat-obat vasopressor. •D (Disability)
Kesadaran: Sopor (E1M1V2)
c. Pemeriksaan awal fisik umum Pupil isokor, diameter 3 mm/3 mm, RC: +/+
•Tekanan darah •E (Exposure)
•Pemeriksaan jantung
•Pemeriksaan neurologi umum awal Suhu aksila: 36,8ºC
a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c) Keparahan hemiparesis
•A (Airway)
Airway clear Snoring (-), Gurgling (-), Crowing (-)
/Tatalaksana •B (Breathing)
RR: 18 kali per menit, SaO2: 98%.
D. Pengendalian peninggian TIK
•C (Circulation)
•Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri
Tekanan darah: 250/100 mmHg
•Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan
Frekuensi Nadi: 102 kali per menit, regular, t/v
GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan
kuat/cukup,Akral hangat, merah, kering,CRT <2
kesadaran
detik,Terpasang IV Line di tangan kanan
•Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
•D (Disability)
•Elevasi kepala 20-30º.
Kesadaran: Sopor (E1M1V2)
•Hindari penekanan vena jugulare
Pupil isokor, diameter 3 mm/3 mm, RC: +/+
•Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan
•E (Exposure)
hipotonik
Suhu aksila: 36,8ºC
•Hindari hipertermia
•Jaga normovolemia
•Terapi di IGD:
•Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50
Oksigen 8-10 lpm via non rebreathing mask
gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam,
Memasang NGT no 18
kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis
Memasang Kateter no 18
inisial 1 mg/kgBB IV.
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
•Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drips Perdipin 1 amp dalam 50cc NaCl 0,9% >>
•Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus
dosis 2 mcg/KgBB/ menit (BB: 50 kg) >> 1,3 cc/ jam
akut akibat stroke iskemik serebelar
target TD turun 20-25% MAP (180/100 mmHg)
E. Pengendalian Kejang
Inj. Furosemide 20 mg
F. Pengendalian suhu tubuh
/Tatalaksana
Manajemen Cairan
Pada prinsipnya, terapi cairan dibagi menjadi dua
komponen yaitu maintenance therapy dan
replacement therapy.
The American Heart Association menganjurkan
pemberian normal saline 50 -150 cc/jam selama 4-
6 jam pada pasien dengan hipovolemik, karena Pada saat di IGD pasien menerima terapi cairan:
dapat meningkatkan cairan intravaskuler IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
sebanyak 30%, lalu diikuti dengan pemberian
cairan maintenance.
Pada maintenance therapy, dihitung cairan yang
keluar dan dibandingkan dengan kebutuhan
cairan basal dan elektrolit pada orang dewasa.
Adapun cara penghitungan kebutuhan cairan
basal pada orang dewasa yaitu: Kebutuhan cairan basal pasien:
10 kg pertama = 4 mL/kgBB/jam (10x4) + (10 x 2) + (30 x 1) = 90mL/jam = 30 gtt / i
10-20 kg berikutnya = 2 mL/kgBB/jam
Diatas 20 kg = 1 mL/kgBB/jam
/Tatalaksana

Pada kenaikan suhu 1 derajat, kebutuhan cairan Kebutuhan elektrolit pasien


basal ditingkatkan sebesar 15%. Dan kebutuhan Na+= 1,5 x 50 = 75mEq
elektrolit pada orang dewasa normal dalam satu K= = 1 x 50 = 50mEq
hari yaitu:
Na+ : 1,5 meq/ kg
K+ : 1 mEq/ kg34
Osmoterapi
Menurut guideline tahun 2012, mannitol sebaiknya Manitol 125 cc/ 6 jam
diberikan 0.25-1.0 g dalam 20-30 menit setiap 6
jam. Puncak efektivitas mannitol yaitu 30-45
menit
/Kesimpulan
Ny. LS, 45 tahun datang ke RSHUP H. Adam Malik dengan keluhan penurunan kesadaran
secara tiba-tiba sejak 2 jam SMRS.
Pasien didiagnosa dengan penurunan kesadaran ec spontaneous ICH + IVH ec. Stroke
Hemoragik+ CKD st. V on HD + Uremic Enselopathy dan dirawat inap di ICU Paviliun
ditatalaksana dengan :
•Bed rest + Head up 30º
•IVFD Asering 10 gtt/i
•Manitol 125 cc/ 6 jam
•Diet sonde 1500 kkal + 50 gr protein
•Kidmin 1 fls/ hari
•Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam (hari 1)
•Omeprazole 40 mg/ 24 jam (hari 1)
•As. Tranexamat 500 mg/ 8 jam (hari 1)
•Nikardipin 10 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% > titrasi

Anda mungkin juga menyukai