Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO MODUL HIPERTENSI-STROK

TN, 50 tahun, laki-laki dirawat di bangsal saraf karena kelemahan anggota gerak sisi kiri.
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien jatuh di kamar mandi dan tidak sadar. Tiga jam kemudian
pasien sadar dan mengalami pelo.
Hasil pemeriksaan fisik dan tanda vital: tekanan darah 200/120 mmHg, nadi 92x/menit, frekuensi
napas 22x/menit, suhu 37,10C, GDS 265 gr/dl. Kekuatan otot sebagai berikut:

5 1
5 1

Reflek Babinski (+) positif.


Pasien penderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan juga menderita diabetes sejak 7 tahun
yang lalu, pasien tidak pernah kontrol ke dokter selain itu pasien juga sering mengeluhkan
giginya goyang.
SKALA KEKUATAN OTOT
Skala Nilai Ket.
Normal Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh,
5/5 mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan
penuh
Baik 4/5 Mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi, mampu
melawan dengan tahan sedang
Sedang 3/5 Hanya mampu melawan gaya gravitasi
Buruk 2/5 Tidak mampu melawan gaya gravitas {gerakkan pasif}i
Sedikit 1/5 Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan persendian
Tidak ada 0/5 Tidak ada kontraksi otot

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (Fransisca B. Batticaca).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan neurologik pokal yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis,
embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis
trauma aneurisma dan kelainan perkembangan (Price, 1995).

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah
otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak
yang terganggu. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena ditandai dengan
tingginya morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya kecenderungan peningkatan
insidennya (Bustan, 2007).

Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Stroke karena pendarahan (Haemorragic)

Pada Stroke Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.

Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak
terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid.

2. Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik)

Pada stroke haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke ini terjadi
pada penderita hipertensi.

Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke otak terhambat atau
berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis serebri, emboli serebri.

B. Etiologi

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

1. Stroke Iskhemik

Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan
penurunan suplay oksigen pada jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. Sekitar 87
% kasus stroke disebabkan kerena adanya sumbatan yang berupa thrombus atau embolus. Trombus
adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah
gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya.

Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation) yang
merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya penimbunan
lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
iskhemik.

1. Stroke Hemoragi
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak. Dua tipe pembuluh
darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu ; aneurysms dan arteriovenous
malformations (AVMs). Aneurysms adalah pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh
sehingga data pecah. Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.

C. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid
serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang
tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-
basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang abrupt atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama
pada pagi hari dan sore hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika
volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di
antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian
sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach,
1999)
D. Pathway

E. Tanda dan gejala

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)


2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara
defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan CT Scan). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK).
Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa
kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
5. Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trobosis
serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
7. Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan serebrospinal, Analisa
gas darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit
PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan
yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
2. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke)
atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas
3. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah.
Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus
ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga
bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
b. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosa medis
b) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat
tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba
kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap
kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang
pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena
emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses
interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan
mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
d) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease,
obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
f) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g) Pola-pola fungsi kesehatan:
1. Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
2. Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
3. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5. Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot,
6. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
8. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
9. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamine.
10. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2. Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth)
a. Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integument:
1. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan leher dan kepala:
1. Kepala: bentuk normocephalik
2. Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
3. Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi:
1. Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2. Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
4. Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan CT Scan). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trobosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK).
Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus
thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi
arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
5. Elektroensepalogram (Electroensephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trobosis serebral; kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
7. Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan serebrospinal, Analisa gas
darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit

G. Diagnosa keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke otak


2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan atau paralysis
3. Defisit perawatan diri: hygiene, makanan dan toileting b.d penurunan kekuatan dan ketahanan
otot.
4. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi
5. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan pusat bicara di otak

H. Intervensi keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke otak

Tujuan: tidak terjadi perfusi jaringan

Intervensi:

1. Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya kebutaan.


2. Tentukan factor yang berhubungan dangan keadaan atau penyebab
3. Pantau status neurologis secara teratur (GCS)
4. Pantau TTV
5. Berikan obat
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan atau paralysis

Tujuan: mempertahankan atau maningkatkan fungsi bagian tubuh yang terkena

Intervensi:

1. Ubah posisi minimal 2 jam (terlentang, miring)


2. Kaji kemampuan secara fungsional
3. Lakukan latihan tantang gerak aktif dan pasif ekstremitas
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergeseran dan latihan menggunakan ekstremitas yang tidak
sakit
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
6. Defisit perawatan diri: hygiene, makanan dan toileting b.d penurunan kekuatan dan ketahanan
otot.

Intervensi:

1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari


2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
3. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri pasien yang cukup untuk mengerjakan tugasnya
4. Berikan ucapan balik yang positif
5. Konsultasikan dangan ahli fisioterapi
6. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi

Tujuan: pengetahuan pasien bertambah

Intervensi:

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


2. Memberikan penyuluhan tantang perawatan pasien stroke
3. Berikan motivasi pasien atau keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
4. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang
5. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan pusat bicara di otak

Tujuan: gangguan komunikasi dapat diatasi

Intervensi;

1. Kaji tingkat gangguan fungsi bicara


2. Observasi apakah pasien mengalami afasia atau disertria
3. Lakukan pembicaran langsung dengan pasien dengan bicara pelan dan jelas
4. Berikan metode alternatif untuk mengekspresikan perasaannya
5. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

Anda mungkin juga menyukai