DI SUSUN OLEH
Sufyani B Hi A 20184030071
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes RI no.340/MENKES/PER/3/2010). Rumah
sakit menurut UU RI No. 44 tahun 2009 pasal I adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Fungsi rumah sakit berdasarkan
UU RI nomer 44 tahun 2009 pasal 5 adalah untuk menyelanggarakan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar kesehatan rumah sakit,
pemeliharan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan media, menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan serta penepisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Keperawatan sebagai profesi yang merupakan bagian dari masyarakat akan terus
berubah sejalan dengan masyarakat yang terus berkembang dan mengalami perubahan.
Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain bentuk asuhan profesional
kepada masyarakat, keperawatan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta
keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuan dan kelompok masyarakat
profesional. Dengan adanya perubahan maka akan berdampak pada perubahan dalam
pelayanan/ asuhan keperawatan, perkembangan iptek keperawatan, maupun perubahan
dalam masyarakat (Nursalam, 2014).
1
MPKP merupakan pengembangan dari MPKP dimana terjadi kerjasama
professional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiete (PA) serta tenaga
kesehatan lain (Runtang, 2013). Kemenkes (2010) menyatakan MPKP adalah aplikasi
nilai-nilai profesional dari praktek keperawatan, manajemen dan pemberian asuhan
keperawatan di unit ruang rawat rumah sakit dan perkembangan profesional diri. Selain
MPKP untuk memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang baik dan optimal, juga
dibutuhkan sebuah badah untuk penanggulangan dan pengendalian infeksi (PPI) yang
bertujuan untuk mengurangi infeksi yang dapat diperoleh pasien selama dirawat dirumah
sakit sehingga dapat meningkatkan kualitas kesembuhan pasien selama dirawat. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu pengaturan atau manajemen yang baik guna terciptanya
rumah sakit dengan pelayanan yang paripurna. Manajemen sendiri merupakan suatu
bentuk koordinasi yang terintegrasi dari sumber-sumber keperawatan dengan
menerapkan proses manajemen guna mencapai tujuan asuhan dan pelayanan
keperawatan (Huber, 2000). Manajemen keperawatan pada dasarnya menggunakan 5
fungsi manajemen secara umum yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengontrolan (pengawasan dan evaluasi), dan dalam pelayanannya manajemen
keperawatan berfokus pada 5 komponen yaitu man, money, matherial, method, machine.
Untuk dapat menjalankan manajemen keperawatan ini dibutuhkan 3 komponen penting
manajemen asuhan yaitu manajemen sumber daya manusia (perawat) dengan
menggunakan sistem pengorganisasian pekerjaan perawat (asuhan keperawatan), dan
proses keperawatan (Mugiarti, 2016).
2
Bangsal Flamboyan 2 merupakan salah satu bangsal baru terbentuk pada bulan
Februari 2015. Bangsal ini merupakan kelas II dan kelas III dengan jenis kasus penyakit
dalam. Kelas II terdiri dari 1 kamar dengan kapasitas 4 tempat tidur dan kelas III terdiri
dari 4 kamar dengan kapasitas 5 tempat tidur pada 3 kamar dan 1 kamar dengan
kapasitas 8 tempat tidur. Terdapat juga 1 kamar ruang isolasi dengan kapasitas 1 tempat
tidur. Berdasarkan hasil pendahuluan diketahui bahwa jumlah perawat 18 perawat yang
terdiri dari 1 kepala ruang, 2 perawat primer dan 15 perawat asosiet serta 1 orang petugas
administrasi. Bangsal Flamboyan 2 merupakan bangsal penyakit dalam yang seringkali
kapasitas pasien terisi penuh sehingga memungkinan tidak berjalannya pelayanan secara
maksimal. Mahasiswa profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta diharapkan
dapat mengimplementasikan secara langsung manajemen keperawatan di bangsal
Flamboyan 2 RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG dengan arahan pembimbing
akademik dan klinik untuk mengelola ruang perawatan dengan pendekatan proses
manajemen khususnya dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek manajemen keperawatan selama 4 minggu,
diharapkan mahasiswa Profesi Ners UMY mampu memahami, menganlisa,
menerapkan manajemen keperawatan di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa profesi ners mampu:
a. Mengumpulkan data analisa meliputi gambaran umum dan manajemen
keperawatan yang telah di terapkan di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
b. Mengidentifikasi dan menyusun prioritas permasalahan terkait kepuasan pasien,
keluarga pasien, dan perawat di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
c. Merencanakan alternatif pemecahan masalah terakait peningkatan mutu
pelayanan di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
d. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kegiatan yang telah
disusun sesuai prioritas di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
C. MANFAAT
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai tambahan evaluasi rumah sakit guna meningkatkan mutu pelayanan
terhadap pasien.
3
2. Bagi Bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung
Hasil akhir diharapkan menjadi data dasar dalam evaluasi pelaksanaan manajemen
keperawatan di bangsal Flamboyan 2 RSUD Temanggung.
3. Bagi Bidang Keperawatan
Pengkajian ini sebagai acuan dan bahan evaluasi sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di bangsal Flamboyan 2 RSUD
Temanggung.
4. Bagi Pasien
Dengan adanya evaluasi, diharapkan meningkatkan pelayanan guna menurunkan
lama rawat dan meningkatkan derajat kesehtan pasien secara optimal.
5. Bagi Mahasiswa Profesi Ners
Sebagai bahan pembelajaran bagaimana pengelolaan manajemen ruangan dalam
meningkatkan kualitas mutu rawat inap di rumah sakit.
4
BAB II
HASIL AKHIR DAN IDENTIFIKASI MASALAH
A. GAMBARAN UMUM
1. Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung meupakan rumah sakit
pemerintah yang didirikian sebagai usaha soasial. RSUD Kabupaten Temanggung
didirikan pada tahun 1930 yang belokasi di jalan Gajah Mada No.1A Temanggung.
RSUD Kabupaten Temanggung memberikan pelayanan kesehatan yang komperhensif
dengan didukung teknologi kesehatan yang memadai dan tenaga kesehatan yang ahli
di bidangnya. Peraturan Bupati nomor 36 tahun 2009 tanggal 4 juli dan surat
keputusan direktur RSUD Kabupaten Temanggung tahun 2011, RSUD Kabupaten
Temanggung memeiliki :
a. Visi
RSUD Kabupaten Temanggung memberikan pelayanan prima sebagai pusat
rujukan kesehatan.
b. Misi
1) Meningkatkan mutu layanan kesehatan
2) Meningkatkan mutu dan kerja sama pendidikan kesehatan
3) Meningkatkan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien
4) Meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai
c. Tujuan
Tujuan yang harus dicapai dan dilaksanakan oleh semua perawat di RSUD
Kabupaten Temanggung yaitu:
d. Motto
“Kesembuhan dan kepuasan pelayanan pasien meupakan kebahagiaan kami”
e. Janji Layanan
“Kami melayani pasien dengan sepenuh hati sesuai SPO”
2. Bangsal Flamboyan 2
a. Latar Belakang Pendirian
Flamboyan 2 didirakan untuk memfasilitasi pasien BPJS yang sesuai kelas,
bangasala Flamboyan 2 guna menambah bangsal kelas II dan kelas III di RSUD
Temanggung. Bangsal Falamboyan 2 adalah bangsal kelas II dan III yang
menerima pasien penyakit dalam.
5
Bangsal Flamboyan 2 mempunyai 1 ruang perawat, 1 ruang gudang bersih, 1
ruang gudang kotor, 1 ruang spoel hook, dan 6 kamar pasien, diantaranya kamar
isolasi 1, setiap kamar mempunyai kamar mandi dalam, lemari, oksigen central,
23 tempat tidur pada kelas 3, 4 tempat tidur pada kelas 2, dan 1 tempat tidur untuk
isolasi, setiap kamar juga dilengkapi dengan bell pasien dan speaker untuk
pengumuman.
b. Letak Ruang Flamboyan 2
Ruang Flamboyan 2 terletak pada gedung B lantai 3 di RSUD Temanggung.
c. Denah Bangsal Flamboyan 2
Gambar 2.1. Denah Bangsal Flamboyan 2
3. Unsur Input
1) Man/Tenaga/SDM
Perawat atau Nurse definisi dari bahasa latin yaitu berasal dari kata Nutrix
yang berarti merawat atau memelihara. Pengertian perawat terdapat pula dalam
International Council of Nurses menyatakan bahwa perawat adalah seseorang yang
berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung
jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap
pasien. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang
untuk memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan/atau berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2008).
6
Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan atau staffing merupakan dasar
pelaksanaan kegiatan keperawatan (Julia et al. 2014). Dalam suatu layanan
profesional, jumlah tenaga yang diperlukan bergantung pada jumlah klien dan derajat
ketergantungan klien terhadap keperawatan. Untuk menghitung kebutuhan tenaga,
diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di
rumah sakit. Penghitungan jumlah tenaga dapat dibagi menajadi beberapa metode
menurut (Nursalam, 2016) yang terdiri dari Doglass, Gillis dan Depkes.
Tabel: Klasifikasi Pasien Berdasarkan tingkat ketergantungan
7
5. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3 Total Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu
perawat yang lebih lama
a. Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk memobilisasi dari tempat
tidur ke kereta dorong atau kursi roda
b. Membutuhkan latihan fisik
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena
(infus/NGT)
d. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
f. Dimandikan perawat
g. Dalam keadaan inkontinensi menggunakan kateter
2. 24 jam pasien post op mayor
3. Pasien tidak sadar
4. Keadaan pasien tidak stabil
5. Observasi TTV tiap kurang dari 1 jam
6. Perawatan lukabakar
7. Perawatan kolostomi
8. Menggunakan alat bantu pernapasan (respirator
9. Menggunakan WSD
Catatan:
Dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan
oleh perawat yang sama selama 22 hari;
Setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
Bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada
klasifikasi di atasnya.
8
A. Perhitungan tenaga keperawatan berdasarkan Douglas
Rumus Douglas:
Jumlah Klasifikasi pasien
pasien minimal Parsial Total
1 0.17 0.14 0.07 0.27 0.15 0.10 0.36 0.30 0.20
2 0.34 0.28 0.14 0.54 0.30 0.20 0.72 0.60 0.40
3 0.51 0.21 0.21 0.81 0.45 0.30 1.08 0.90 0.60
Menurut Douglas, jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu ruang rawat inap
adalah sebagai berikut:
1.1 Tabel klasifikasi tingkat ketergantungan pasien di bangsal Flamboyan 2
menurut teoari keperawatan D. Orem (self Care Deficit)
Shift Klasifikasi Jumlah Pasien Rata-rata ∑
Ketergantungan 17/6/19 18/06/19 19/06/19 Pasien
Pagi Minimal Care 6 5 6 5,6
Partial Care 11 13 14 12,6
Total Care 3 6 6 5
Jumlah Pasien 20 24 26 23,3
Sore Minimal Care 7 6 8 7
Partial Care 14 15 12 13,6
Total Care 4 4 3 3,6
Jumlah Pasien 25 25 22 24
Malam Minimal Care 7 6 8 7
Partial Care 14 14 12 13,3
Total Care 4 7 3 4,6
Jumlah Pasien 25 27 22 24,6
Rata-Rata Jumlah Pasien 23,3 25,3 23,3 23,96
Berdasarkan perhitungan D. Orem, rata-rata pasien yang dirawat di bangsal Flamboyan 2
adalah sebanyak 23.96, dibulatkan menjadi 24 pasien perhari
1.2 Jumlah kebutuhan perawat menurut Douglas di bangsal Flamboyan 2
9
Pagi Minimal Care 6 5 6 5,6 5,6x0,17=0,952 1
Partial Care 11 13 14 12,6 12,6x0,27=3,4 3
Total Care 3 6 6 5 5x0,36=1,8 2
Jumlah Pasien 20 24 26 23,3 6
Siang Minimal Care 7 6 8 7 7x0,14=0,98 1
Partial Care 14 15 12 13,6 13,6x0,15=2,04 2
Total Care 4 4 3 3,6 3,6x0,30=1,08 1
Jumlah Pasien 25 25 22 24 4
Mala Minimal Care 7 6 8 7 7x0,07=0,49 0
m Partial Care 14 14 12 13,3 13,3x0,10=1,33 1
Total Care 4 7 3 4,6 4,6 x 0,20=0,9 1
Jumlah Pasien 25 27 22 24,6 2
Rata-Rata jumlah 23,3 25,3 23,3 23,96 12
Pasien
Rata-rata jumlah pasien perhari sesuai dengan tingkat ketergantungan selama observasi
tanggal 17 – 19 Juni 2019
Minimal : 7 Pasien
Parsial : 13 Pasien
Total : 4 Pasien
Jadi, total pasien selama di observasi di Bangsal FLAMBOYAN 2 adalah 24
pasien/hari
Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk jaga pagi, siang dan malam selama observasi di
bangsal Flamboyan 2 dari tanggal 17-19 juni 2019 berdasarkan rumus Dauglas yaitu :
10
(Jumlah Hari Minggu + Jumlah Hari Libur Besar+Libur Cuti/Tahun) x A
Jumlah Hari Kerja Efektif/Tahun
= (52+14+12) x 12
365-78
= 936
275
= 3,4
Jadi hasil yang di dapatkan 3,4 perawat yang libur/cuti sehingga di bulatkan
menjadi 3 orang perawat libur/cuti.
Berdasarkan teori Doglass jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang
FLAMBOYAN 2 sebanyak 12 perawat + 3 perawat libur/cuti orang sehingga
totalnya 15 orang perawat di tambah dengan 2 pp dan 1 karu
11
Jumlah tenaga keperawatan di bangsal Flamboyan 2 adalah
A = Jumlah Jam Perawatan Di Ruang/Hari
A = 90 jam
B = (52+14+12) x 13
365-78
= 936
275
= 3,4 di bulatkan menjadi 3
Jumlah petugas non keperawatan di Bangsal Flamboyan 2 adalah
Tenaga keperawatan yang mengerjakan pekerjaan non keperawatan diperkirakan
25% dari jam pelayanan keperawatan
C = (13+3) x 25%
C = 16 x 25%
12
C. Perhitungan Tenaga Keperawatan Berdasarkan Rumus Gillies
Rumus Gillies:
Menurut Gillies, jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut
X= (BOR x TT) Jam efektif x Hari dalam 1 tahun
13
Untuk mencari nilai X:
X= (BOR x TT) Jam efektif x Hari dalam 1 tahun
(365 – 78) x 7
= 33520,578
2009
= 16,68
14
1) Teori Douglas
Berdasarkan teori Dougles didapatkan hasil tenaga perawat yang dibutuhkan di
Bangsal Flamboyan 2 adalah 18 orang/hari dalam 24 jam termasuk 1 KARU dan 2
PP didalamnya. Perhitungan ini didapatkan berdasarkan dari hasil perhitungan
tingkat ketergantungan pasien di Bangsal Flamboyan 2. jumlah tenaga di Bangsal
Flamboyan 2 saat ini adalah 18 orang termasuk 1 KARU dan 2 PP, sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah tenaga keperawatan yang berada di Bangsal
Flamboyan 2 saat ini telah mencukupi kapasitas berdasarkan perhitungan
menggunakan rumus Douglas.
2) Teori Gillies
Menurut teori Gillies didapatkan hasil jumlah perawat yang yang dibutuhkan di
Bangsal Flamboyan 2 adalah 20 termasuk 1 KARU dan 2 PP. Perhitungan ini
bedasarkan jumla jam efektif perawat dan jumlah hari libur dalam tahun.
Sedangkan di Bangsal Flamboyan 2 terdapat 18 orang perawat termasuk 1 KARU
dan 2 PP. sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga keperawatan yang
berada di Bangsal Flamboyan 2 saat ini kapasitasnya kurang berdasarkan
perhitungan menggunakan rumus Gillies
3) Teori Depkes
Berdasarkan perhitungan Depkes didapatkan hasil jumlah perawat yang
dibutuhkan 19 orang tenaga keperawatan di Bangsal Flamboyan 2 termaksud 1
KARU dan 2 PP, serta 4 orang tenaga non keperawatan.. Sedangkan di Bangsal
Flamboyan 2 terdapat 18 orang perawat termasuk 1 KARU dan 2 PP, serta 1
tenaga non keperawatan sebagai administrasi. sehingga dapat disimpulkan bahwa
jumlah tenaga keperawatan yang berada di Bangsal Flamboyan 2 saat ini telah
kapasitas kurang berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Depkes.
Kualitas
A. Kajian teori
Perawat didefinisikan sebagai seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan baik didalam maupun luar negeri yang diakui pemerintas sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Kemenkes, 2017). Sebagai sebuah
profesi yang melaksanakan sebuah asuhan dan paraktik keperawatan, seorang
perawat dengan kualifikasinya diwajibkan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)
sebgaia bukti tertulis dan pencatatan resmi yang dikeluarkan Majelis Tenaga
15
Kesehatan Indonesia (MTKI). Adapun jenis perawat berdasarkan Undng-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 tetang Keperawatan terdiri dari :
1. Perawat Vokasi : Lulusan minimal D3 Keperawatan
2. Perawat Profesi : Lulusan S1 Keperawatan
Perawat profesi sendiri terdiri dari Ners dan Ners Spesialis. Berdasarkan
teori “Pengantar Konsep Dasar Keperawatan” tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
(Anggraeny, 2017). Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Register Nurse (RN),
15% Licensed Practical Nurse (LPN) dan 10% Nurse Asistanced (NA) (Susilo &
Yustiawan, 2015).
16
B. Kajian data
NO NAMA NIP PENDIDIKAN PELATIHAN GOL JABATAN
19670819
1 Hari Aswalyati, AMK D III Kep. MPKP,PPK, PPGD III/d Karu
198703 2 003
19780613
2 Nur Laila, AMK D III Kep. MPKP,PPK III/b PP
200604 2 012
19800324
3 Ika Ardhiyanti, AMK D III Kep. MPKP,PPL,PPK III/c PP
200501 2 007
19890921
5 Swasti A S, AMK D III Kep. PPGD III/a PA
201101 2 010
19850807
6 Galih Eko P, AMK D III Kep. PPGD,PPK III/a PA
201101 1 002
I 201408 056
8 Sutinah, AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201408 029
9 Mufita Kurniasari,AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201408 046
10 Tiara Aprilia Ayu W, AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201408 090
11 Yuli Pramita Dewi, AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201608 183
12 Yuni Kurnianingsih, AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201608 161
14 Erna Dwi Setyani, AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201608 151
15 M Zaky Yamani,S.Kep.Ns S.1 Kep. Ners PPGD PA
(KONTRAK)
I 201608 178
16 Putri Wulansari,AMK D III Kep. PPGD, Sert IGD PA
(KONTRAK)
I 201608 165
17 Ana Susilowati,AMK D III Kep. PPGD PA
(KONTRAK)
I 201608 189
18 Anggar Purna,AMK D III Kep. PPGD, Sert BTCLS PA
(KONTRAK)
17
KARU
Administrasi
Nova Kurniasari
PP PP
Ika Ardhiyanti, AMK Nur Laila, AMK
19800324 200501 2 007 19780613 200604 2 012
18
TINGKAT PENDIDIKAN
D III Kep. S.1 Kep. Ners
17%, 3 perawat
83%, 15 perawat
18%
52%
19
(3%), BTCLS sebanyak 1 orang atau (3%) dan belum mengikuti pelatihan
sebanyak 1 orang atau (3%). Dan dapat disimpulkan bahwa mayoritas tenaga
keperawatan yang bertugas di Bangsal Flamboyan 2 telah mengikuti PPGD sebesar
52% berdasarkan data terbaru keikut sertaan pelatihan per juni 2019.
17%
17%
61%
Berdasarkan Diagram 1.3 dapat diketahui bahwa sebanyak 1 orang atau (5%)
memiliki lama masa kerja < 1 tahun, sebanyak 11 orang perawat atau (61%)
memiliki lama masa kerja 1-5 tahun, kemudian sebanyak 3 orang perawat atau
(17%) memiliki masa kerja 6-10 tahun dan sebanyak 3 orang perawat atau (17%)
memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun.
F. Analisa data tingkat pendidikan, pelatihan yang telah diikuti dan lama masa
kerja di Bangsal Flamboyan 2
20
(Faizin, 2008) menyatakan bahwa bukan tingkat pendidikan satu-satunya yang
mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan namun jika suatu instansi ataupun
tenaga perawat itu sendiri aktif dalam mengikuti pelatihan maupun seminar karena
dapat meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan perawat sehingga asuhan
keperawatan pada pasien dapat berjalan dengan optimal.
2) Material/Machine
a. Kajian teori
Standar ruang rawat inap
Rumah sakit harus memilki tataruang yang sesuai dengan standar yang
ada sesaui dengan undang-undang no. 44, yang mana ruang rawat inap harus
memenui standar pelayanan, keamanan, keselamatan, kemudahan dan
kenyamanan. Ruang rawat inap yang nyaman dan aman merupakan salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien,
sehingga dalam menyusun ruang rawat inap harus memenuhi persyaratan yang
dapat menciptakan suasana yang sehat, aman dan nyaman. Beberapa standar
rawat inap yang harus dimiliki oleh sebuah rawat inap:
a) Lokasi
21
i. Bangunan ruang rawat inap harus terdapat pada lokasi yang tenang dan
mudah untuk diakses
ii. Bagunan harus terletak jauh dari tempat pembuangan kotoran dan
kebisingan.
b) Denah
Syarat umum denah rawat umum adalah:
vii. Besarkan ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan
iv. Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).
22
Lokasi pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang
dilayaninya, sehingga pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efektif.
d) Langit-langit : Langit-langit harus kuat , tidak rontok dan tidak
menghasilkan debu
e) Pintu: Pintu harus terbuka ke luar.
f) Kamar mandi
i. Kamar madi terdiri dari kloset, shower, dan bak cuci tangan
23
8. Ruang ganti/locker 9
m2
9. Ruang kepala rawat inap 12
m2
10. Ruang linen bersih 18
m2
11. Ruang linen kotor 9
m2
12. Spoelhoek 9
m2
13. Kamar mandi/toilet 9
m2
14. Pantri 25
m2
15. Ruang janitor/service 9
m2
16. Gudang bersih 18
m2
17. Gudang kotor 18
m2
1) Peralatan Di Ruang Rawat Inap
24
tinggi, agar agar mebuat nyaman dan mempunyai waktu penggunaaaan
yang lebih lama
b. Tidak menggunakan kncing dan sambungan-sambungan baju
f. Standar jumlah
1) 5 set
5. Setiap kamar memiliki kamar mandi. Kamar mandi memiliki handrail, lantai
licin.
25
Hasil obeservasi tentang peralatan yang menjadi penunjang ruangan inap
berdasarkan data investarisasi dan pengkajian terbaru.
No Nama Barang Jan
1 Ambu bag 1
2 Bad pasien 30
3 Badside cabinet 29
4 Blood Warmer 1
5 Dressing Trolly 3
6 ECG 1
7 Emergency Trolly 1
8 Examination table 1
9 Flowmeter O2 central 10
10 Infus Stand 13
11 Instrumen cabinet 1
12 Kom bertutup 3
13 Kursi Roda 3
14 Lampu Tindakan Berdoa 1
15 Matras 30
16 1
Mortir & Stamper
17 Nebulizer 1
18 Overable Table 3
19 1
Oxigen + Troly 1 m3
20 Pen light 1
21 Pispot 13
22 Stetoskop Dewasa 3
23 Suction Pump 1
24 Syringe Pump Atom 1
25 Termometer Infra red 1
26 Tabungan Badan 1
27 Torniquet 1
28 Transfering patient 1
29 Trolly Instrument 3
26
30 Urinal bertutup 13
31 X-Ray Film viewer 1
27
18 Rak buku cat board 2
19 Rak handuk 1
20 Rak piring alumunium 1
21 Rak sepatu 1
22 Sepeda mini 1
23 Sofa bed 2
24 Tempat sampah injak 22
25 Top loker 4 pintu 5
26 Trolly laundry 1
27 Urinal bad pain 1
2) Method/Metode
a. Kajian teori
33
3. Pengarahan:
- Menerima pengarahan dan bimbingan dari ketua tim tentang tugas setiap
anggota tim/ pelaksana.
- Menerima informasi dari ketua tim berhubungan dengan asuhan keperawatan.
- Menerima pujian dari ketua tim.
- Dapat menerima teguran dari ketua tim apabila melalaikan tugas atau membuat
kesalahan.
- Mempunyai motivasi terhadap upaya perbaikan.
- Terlibat aktif dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
- Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.
4. Pengawasan:
- Menyiapkan dan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses evaluasi
serta terlibat aktif dalam mengevaluasi kondisi pasien.
- Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.
4. Kegiatan perawat diruang model praktik keperawatan profesional
1) Timbang terima atau operan pasien
Timbang terima atau operan merupakan kegiatan yang rutin sebagai bentuk
serah terima pasien kelolaan antara satu shif dengan shif lainnya sebelum dan
sesudah perawat melaksanakan tugasnya. Timbang terima dilakukan untuk
mengetahuikondisi pasien dengan cermat sesuai kondisi pasien terkini. Dalam
operan akan disampaikan beberapa informasi penting tentang tindakan yang akan
dan telah dilakukan, serta dapat memberikan suatu kejelasan yang lebih luas yang
tak dapat diuraikan secara tertulis dalam kegiatan penulisan laporan.
Dalam metode penugasan tim, operan dapat juga dilakukan oleh ketua tim
kepada ketua tim yang dinas berikutnya. Kegiatan operan sebaiknya diikuti kepala
ruangan, ketua tim dan seluruh perawat yang bertugas saat itu dan yang akan
bertugas. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan informasi yang jelas
tentang situasi dan kondisi pasien dan memudahkan menerima limpahan tugas,
serta sebagai bahan masukan saat melaksanakan pre konrefense. Selain kegiatan
timbang terima pasien, umumnya juga diikuti dengan timbang terima barang/alat
obat-obatan, uang dan sebagainya. Pada saat kegiatan ini yang perlu disampaikan
adalah jumlah dan kondisi barang atau alat pada saat operan dilaksanakan. Agar
kegiatan timbang terima dapat dipertanggung jawabkan, selain informasi secara
34
langsung juga diikuti dengan bukti secara tertulis yang ditanda tangani oleh kedua
belah pihak.
a. Pre-Conference
Pre-Conference merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mempersiapkan aktifitas pelayanan pada awal shift dinas. Pada kegiatan ini sangat
efektif untuk membahas rencana kegiatan yang diperlukan umpan balik atau
tanggapan yang bersifat khusus. Maksudnya tanggapan tersebut kurang etis bila
disampaikan di depan pasien saat dilaksanakan timbang terima. Pada saat kegiatan
pre konferens seluruh peserta dapat secara bebas menyampaikan pendapatnya.
Kegiatan ini sebaiknya dilakukan secara singkat sehingga tidak mengganggu
kelancaran pelayanan keperawatan. Kegiatan ini dibawah tanggung jawab kepala
ruangan atau ketua tim yang telah ditentukan.
b. Post Conference
Kegiatan berfokus pada pembahasan dari tindakan yang telah dilaksanakan serta
rencana program selanjutnya. Umumnya kegiatan ini dilakukan sebelum kegiatan
timbang terima pada shif berikutnya. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh perawat dan
kepala ruangan sebagai penanggung jawab.
c. Meeting Morning
Meeting morning yaitu suatu pertemuan yang dilakukan di pagi hari sebelum
dimulainya operan tugas jaga antara shift malam ke shift pagi. Tujuan dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah koordinasi intern ruang perawatan sebagai wadah
informasi dan komunikasi.
d. Orientasi pasien baru
Orientasi pasien baru merupakan kontrak antara perawat dan pasien/keluarga
dimana terdapat kesepakatan antara perawat dengan pasien/keluarganya dalam
memberikan Asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling
percaya antara perawat dan pasien/ keluarga dapat terbina
e. Hubungan profesional staf keperawatan dengan pasien dan keluarga
Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wadah untuk mengaplikasikan
proses keperawatan pada saat perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk
terlibat guna mencapai tujuan asuhan keperawatan. Hubungan perawat dan pasien
adalah hubungan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk pencapaian tiuan klien. Dalam hubungan itu perawat
35
menggunakan pengetahuan komunikasi guna memfasilitasi hubungan yang efektif.
Tahap hubungan perawat dengan pasien:
a) Tahap orientasi yaitu di mulai pada saat pertama kali berhubungan.Tujuan
utama tahap orientasi adalah membangun trust.
b) Tahap bekerja yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan
keperawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk berubah
c) Tahap terminasi yaitu penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan. Terminasi
disampaikan sejak awal atau tidak mendadak.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan
sesama perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
terhadap klien. Dalam menjalankan tugasnya, perawat harus dapat membina
hubungan baik dengansesama perawat yang ada di lingkungan tempat kerjanya.
Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat harus mempunyai rasa saling
menghargai dan saling toleransi yang tinggi agar tidak sikap saling curiga dan
benci.
36
b. Kajian data
Tabel 2.1 Evaluasi Pelaksanaan MPKP
PELAKSANAAN MPKP
120
100% 100%
100 80,8% 84,84% 86,11% 88,88% 83,33% 88,88%
80
60
40
20
0
Tim 1 Tim 2 Tim 1 Tim 2 Tim 1 Tim 2 Tim 1 Tim 2
Operan Jaga Pre-Conference Post-Conference Orientasi Pasien
Baru
Dari hasil pengkajian diatas didapatkan hasil bahwa terdapat pelaksanaan MPKP di
bangsal Flamboyan 2 sudah baik, seperti didapatkan hasil bahwa pelaksanaan operan
jaga tim 1 (80,8%) sedangkan tim 2 (84,84%) di bangsal sudah bagus. Pre-conference
tim 1 (86,11%) sedangkan tim 2 (88,88%), post conference tim 1 (83,33%) sedangkan
tim 2 (88%), sedangkan orientasi pasien baru pada kedua tim didapatkan hasil 100%.
Hal tersebut didapatkan hasil yang baik dan sudah sesuai dengan sop yang berlaku.
95 90%
88,88% 88,33%
90
85
80
Meeting Evaluasi Evaluasi Evaluasi PP Hub. Antar Hub. Hub. Staf-
Morning Karu Perawat dalam Staf Profesional ps/kel
Pelaksana MPKP
Dari hasil pengkajian diatas didapatkan hasil bahwa meeting morning sebanyak
88,88%. Evaluasi kepala ruang pada bangsal ini didapatkan hasil 97,22%, sedangkan
evaluasi dari perawat pelaksana didapatkan hasil sebanyak 100%. Evaluasi perawat
primer dalam MPKP didapatkan hasil sebanyak 88,33%. Sedangkan hubungan antar
37
staf keperawatan dan hubungan professional sudah sangat bagus masing masing
mencapai 100% dan hubungan staf keperawatan dengan pasien atau keluarga
sebanyak 90%.
c. Analisa data
a. Meeting morning
Dari hasil evaluasi pelaksanaan meeting morning dibangsal Flamboyan 2
selama 3 hari didapatkan hasil persentase dari variabel yang dinilai yaitu sebanyak
88,88%, dimana hasil tersebut dalam kategori tinggi. Pada saat melakukan
meeting morning kepala ruang memberikan informasi maupun materi kepada
perawat yang ada di bangsal, memberikan kesempatakan pada staf untuk
mengungkapkan permasalahan yang muncul diruangan serta mendiskusikan hal
yang perlu didiskusikan. Sedangkan pada teori yang ada tujuan dari pelaksanaan
kegiatan ini adalah koordinasi internal ruang perawatan sebagai wadah informasi
dan komunikasi. Akan tetapi pada hari pertama kepala ruang masih tidak
memberikan informasi maupun materi saat meeting morning.
b. Pre conference
Hasil evaluasi pelaksanaan pre conference di bangsal Flamboyan 2 selama 3
hari didapatkan hasil persentase berdasarkan variabel yang dinilai yaitu lebih
tinggi tim 2 dengan hasil 88,88% sedangkan tim 1 yaitu 86,11%. Didapatkan
hasil bahwa pelaksanaan pre conference pada tim 1 yakni seringnya tidak
melakukan pembagian tugas sesuai kemampuan dan memperhatikan
keseimbangan kerja, selain itu kurangnya dalam penyampaian reinforcement
positif kepada perawat pelaksana. Pada teori telah dijelaskan bahwa pre
conference merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan
aktifitas pelayanan pada awal shift dinas dan menyampaikan aktivitas yang belum
selesai/terlaksana pada shift sebelumnya.
c. Pelaksanaan operan jaga
Hasil evaluasi pelaksanaan operan jaga di bangsal Flamboyan 2 selama 3 hari
hasil persentase dari variabel yang dinilai yaitu Tim 1 sebanyak 80,80%
sedangkan tim 2 sebanyak 84,84%. Hasil pelaksanaan operan jaga yang dilakukan
tim 1 dikatagorikan lebih rendah dibanding dengan tim 2. Dianalisis pada setiap
variabel yang dilaksanakan di bangsal Flamboyan 2 sudah bagus dan sudah sesuai
dengan sop yang berlaku, namun ada variabel yang belum dilaksanakan pada
pengkajian hari 1 yaitu mengenai penyampaian pendidikan kesehatan yang telah
38
dilakukan pada pasien, hal tersebut tidak dilakukan karena tidak ada pasien yang
harus dilakukan untuk pendidikan kesehatan, dan juga ada variabel mengenai
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ke 1 belum
dilaksanakan pada saat operan jaga.
d. Pelaksanaan orientasi pasien baru
Hasil evaluasi pelaksanaan orientasi pasien baru di bangsal Flamboyan 2
selama 3 hari oleh tim 1 dan tim 2 berdasarkan porsentase dari variabel yang
dinilai yaitu masing masing sebesar 100%. Hasil tersebut yang dilakukan perawat
termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan teori orientasi pasien baru dilakukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan pasien/ keluarga dapat terbina.
Hasil evaluasi dianalisis pada saat perawat melaksanakan orientasi pasien baru
sudah sesuai dengan standar yang ada akan tetapi memang perawat tidak
menyampaikan jadwal pasti jadwal visite dan konsultasi dengan dokter maupun
perawat, karena di rumah sakit waktu dokter dan tim kesehatan lain belum ada
jawal pasti kapan akan datang ke bangsal.
e. Pelaksanaan post conference
Dari hasil evaluasi pelaksanaan post conference di bangsal Flamboyan 2
selama 3 hari mendapatkan hasil persentase dari variabel yang dinilai yaitu tim 1
(83,33%) sedangkan tim 2 (88,88%). Berdasarkan dari hasil tersebut pelaksanaan
post conference yang dilakukan kedua tim dalam kategori tinggi. Dari hasil
pengkajian tersebut variabel yang belum sering dilakukan pada saat post
conference yaitu menjelaskan tujuan dilakukannya post conference. Pada post
conference lebih sering dilakukannya meyelesaikan tugas setelah itu bersiap dan
langsung menjelaskan mengenai asuhan yang sudah diberikan pada saat shift
berlangsung atau bersamaan dengan operan jaga selanjutnya.
f. Tugas kepala ruang
Dari hasil evaluasi tugas kepala ruang di bangsal Flamboyan 2 selama 3 hari,
hasil persentase dari variabel yang dinilai yaitu 97,22%, dari hasil tersebut tugas
kepala ruang yang sudah dilakukan dalam kategori tinggi. Menurut hasil
pengkajian yang telah dilakukan tugas dari kepala ruang sudah dilakukan dengan
sangat baik dan adil, seperti tugas kepala ruang dalam membagi jadwal dinas
sudah sangat adil dan sesuai porsi setiap staf, tidak pernah ada protes maupun
jadwal yang tabrakan, namun terdapat beberapa hal yang masih harus
ditingkatkan lagi, seperti kepala ruang perlu untuk mengevaluasi mengenai mutu
39
pelayanan/asuhan yang diberikan di bangsal untuk pasien. Menurut teori salah
satu tugas kepala ruang yaitu mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
membuat proses dinas, meningkatkan mutu asuhan pelayanan, dan lain-lain.
g. Tugas perawat pelaksana
Dari hasil evaluasi tugas perawat pelaksana di bangsal Flamboyan 2 selama 3
hari, hasil porsentase dari variabel yang dinilai pada kedua tim yaitu 100%, dari
hasil tersebut tugas perawat pelaksana yang sudah dilakukan dalam kategori
tinggi. Tugas perawat pelaksana dari hasil evaluasi sudah banyak hal yang
dilakukan dan sesuai dengan sop yang berlaku, namun ada beberapa yang perlu
ditingkatkan lagi seperti membimbing dan melakukan pendidikan kesehatan pada
pasien yang menjadi tanggung jawabnya dan ada bukti di rekam medis pasien.
h. Tugas perawat primer dalam MPKP
Dari hasil evaluasi tugas perawat primer di bangsal Flamboyan 2 selama 3
hari, hasil porsentase dari variabel yang dinilai sebesar 88.33%. Berdasarkan hasil
tersebut tugas perawat primer yang sudah dilakukan pada kedua tim termasuk
dalam kategori tinggi. Tugas perawat primer dari hasil evaluasi ada banyak hal
yang sudah dilakukan dan sudah sesuai dengan sop. Hal yang belum sering
dilakukan di bangsal seperti melakukan diskusi kasus dengan staf keperawatan di
bangsal Flamboyan 2, dari hasil wawancara dengan salah satu staf di bangsal,
diskusi dilakukkan setidaknya sebulan sekali dan dilakukan jika ada kasus yang
belum selesai.
i. Hubungan profesional/ kemitraan antara staf keperawatan dengan dokter/ tim
kesehatan lain
Dari hasil evaluasi hubungan professional dengan tenaga kesehatan lain di
bangsal Flamboyan 2 selama 3 hari, hasil porsentase dari variabel yang dinilai
yaitu sebesar 100%. Berdasarkan hasil tersebut hubungan antar staf keperawatan
dalam kategori tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dan terukur pada hasil
dokumentasi di rekam medis pasien sudah lengkap dan dalam hubungan
professional dilandasi dengan data yang actual melalui rekam medis pasien. Akan
tetapi masih ada beberapa bukti hubungan professional di rekam medis yang
belum tercantum tanda tangan yang bersangkutan.
j. Hubungan antar staf Keperawatan
Dari hasil evaluasi antara staf keperawatan lain di bangsal Flamboyan 2
selama 3 hari didapatkan hasil persentase dari variabel yang dinilai yaitu sebesar
40
100%. Berdasarkan hasil tersebut evaluasi hubungan antara staf keperawatan lain
dalam kategori tinggi. Hal ini perlu lebih yang masih belum sering dilakukan
yaitu dilakukannya pertemuan maupun diskusi di bangsal dengan perawat
lainnya, menurut wawancara dengan salah atu perawat yang ada di bangsal,
diskusi dilakukan selama 1x dalam sebulan.
k. Hubungan profesional staf keperawatan dengan pasien/keluarga
Dari hasil evaluasi hubungan profesional staf keperawatan dengan
pasien/keluarga di bangsal Flamboyan 2 selama 3 hari, didapatkan hasil
persentase dari variabel yang dinilai yaitu sebesar 90%. Dari hasil evaluasi
hubungan profesional staf keperawatan dengan pasien/keluarga di bangsal
Flamboyan 2 dalam kategori tinggi. Hubungan antara perawat dengan pasien
sudah terjalin dengan sangat baik, akan tetapi sebaiknya kepala ruang melakukan
supervisi seluruh pasien yang ada di ruangan setiap awal tugas/pagi agar dapat
membina hubungan dengan pasien dan keluarga serta dapat mengetahui
perkembangan kondisi pasien di bangsal.
3) SAK
1. Dokumentasi
a. Kajian teori
Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian adalah kegiatan untuk data atau informasi tentang pasien yang
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, konsultasi dan pemeriksaan agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, mengenali kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, sosial dan spiritual (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap
kegiatan, yang meliputi; pengumpulan data, analisis data, dan penentuan
masalah. Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua
hal, yaitu : status kesehatan klien dan kekuatan masalah kesehatan yang dialami
oleh klien (Effendy, 1995).
41
kompetensi perawat. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data
dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis masa lalu, dan
konsultasi dari professional yang lain yang membutuhkan intervensi dari
domain praktik keperawatan (Carpenito, 1991). Perumusan diagnosa
keperawatan didasarkan pada identifikasi masalah dan kemungkinan penyebab.
Selain itu perumusan diagnosa juga sesuai dengan kebutuhan pasien. Diagnosa
keperawatan aktual adalah diagnosa menjelaskan masalah yang nyata terjadi
saat ini. Diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan klinis yang divalidasi
oleh faktor risiko. Diagnosa keperawatan potensial adalah diagnosa yang
didasarkan atas kondisi sehat klien untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih
tinggi. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 40
tahun 2017 menyatakan bahwa salah satu kompetensi perawat adalah
merumuskan diagnosa keperawatan.
42
Implementasi yang memerlukan suatu dokumentasi khusus. Ada dua
dokumentasi yang memerlukan dokumentasi khusus diantaranya Tindakan
invasive merupakan bagian yang penting dari proses keperawatan, karena
memerlukan pengetahuan tentang IPTEK yang tinggi. Untuk itu pengetahuan
lanjutan diperlukan dalam upaya meningkatkan tanggung jawab dalam
pemberian intervensi, sedangkan intervensi mendidik klien merupakan peran
penting dalam mengenal kebutuhan belajar klien dalam rencana mendidik klien
dan memelihara laporan kegiatannya, dan membutuhkan pendidikan.
SAK Dokumentasi
98
96.25 96.25
92.5
90.83
86.66
43
Berdasarkan data diatas, pencapaian penerapan perencanaan asuhan
keperawatan di bangsal Flamboyan 2 terbilang maksimal dalam
melakukannya. Prosentase bila diperinci/dihitung per poin :
1) Pengkajian = 96,25%
2) Diagnosa = 86,66%
3) Perencanaan = 90,83%
4) Tindakan = 96,25%
5) Evaluasi = 92,5%
6) Catatan Asuhan keperawatan = 98%
c. Analisa data
1. Pengkajian
Hasil observasi langsung terhadap beberapa dokumentasi pengkajian di
bangsal flamboyan 2 selama 3 hari didapatkan hasil prosentase dokumentasi
pengkajian dengan nilai yaitu 96,25%, dimana angka tersebut terbilang tinggi.
Pada saat melakukan pengisian form pengkajian masih ada beberapa perawat
yang mengisinya tidak lengkap seperti saat pengisian data bio-psikososial
spiritual, selain itu juga terdapat form pengkajian risiko jatuh yang masih
belum terisi lengkap. Sedangkan pada teori yang ada tujuan dari pengkajian
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, mengenali kebutuhan
kesehatan pada pasien.
2. Diagnosa
Hasil observasi langsung terhadap beberapa dokumentasi perumusan
diagnosa di bangsal flamboyan 2 selama 3 hari prosentase perumusan
diagnosa yang dilakukan oleh perawat sebesar 86,66% dimana beberapa
perawat hanya merumuskan diagnosa actual, sedangkan masalah yang dialami
termasuk masalah yang dapat muncul beberapa diagnosa keperawatan. Namun
tidak sedikit juga perawat merumuskan diagnosa lebih dari satu sesuai dengan
masalah yang dialami oleh pasien. Hasil wawancara dari dari perawat bangsal
Flamboyan 2 kenapa hanya merumuskan satu diagnosa dikarenakan
keterbatasa perawat yang jaga, kurang telitinya perawat saat melakukan
perumusan diagnosa.
Selain itu beberapa perawat merumuskan diagnosa keperawatan sudah
baik, dikarenakan perumusan diagnosa yang ada di ruangan sudah
menggunakan format yang sudah baku dari rumah sakit sehingga perawat
44
tinggal menandai symptom yang muncul pada pasien, akan tetapi masih
didapatkan data symptom tambahan dari pasien yang sebenarnya masih dapat
dimasukkan pada perumusan diagnosa namun tidak dilakukan. Sedangkan
pada teori yang ada perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada
identifikasi masalah dan kemungkinan symptom yang muncul pada pasien.
3. Perencanaan
Dari hasil evaluasi data perencanaan di bangsal Flamboyan 2 selama 3
hari mendapatkan hasil prosentase sebesar 90,83% dari 20 rekam medis.
Dimana beberapa perawat ada yang tidak memprioritaskan masalah
keperawatan karena diagnosa yang muncul hanya satu, yang saharusnya bisa
lebih dari satu diagnosa. Selain itu perencanaan pada dokumentasi tidak
dituliskan timing, berdasarkan hasil wawancara dari perawat primer tidak
terdapat timing pada perencanaan dikarenakan belum disahkan yang baru dan
masih menggunakan format yang lama. Sedangkan pada teori melakukan
perencanaan diagnosa itu harus SMART (specific, measurable, achievable,
reasonable, time).
4. Implementasi
Dari hasil implementasi data perencanaan di bangsal Flamboyan 2
selama 3 hari mendapatkan hasil prosentase sebesar 96,25%. Dimana perawat
melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang di tentukan,
perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, namun
terdapat sedikit perawat yang tidak merivisi tindakan berdasarkan hasil
evaluasi dari respon akhir pasien. Selaras dengan teori yang sudah ada proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien.
5. Evaluasi
Dari hasil evaluasi data perencanaan di bangsal Flamboyan 2 selama 3
hari mendapatkan hasil prosentase sebesar 92,5% ini merupakan hasil yang
tinggi. Dimana perawat sudah menuliskan evaluasi sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai namun ada beberapa perawat juga yang belum melakukan, selain
itu perawat juga sudah melakukan pencatatan evaluasi pada rekam medis
sesuai dengan respon yang ada pada klien.
6. Catatan Asuhan Keperawatan
Dari hasil data catatan asuhan keperawatan yang sudah diobesrvasi
selama 3 hari di bangsal Flamboyan 2 mendapakan prosentase 98% ini
45
merupakan kategori yang tinggi. Dimana perawat sudah melakukan penulisan
atau pencatatan sesuai dengan tindakan yang sudah dilakukan, namun dalam
penulisan terdapat beberapa yang kurang jelas dalam kerapiannya. Selain itu
perawat selalu mencatumkan tanggal, jam, nama atau tanda tangan setiap
tindakan yang sudah dilakukannya.
7. Prosedur tindakan
a. Kajian teori
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan
dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif
dari para pekerja dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri
dari manfaat, kapan dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta
dilengkapi oleh bagan flowchart di bagian akhir (Laksmi, 2016). Standar
Operasional Prosedur (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk
memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan
lancar (Sailendra, 2015).
Tujuan pembuatan SOP adalah untuk menjelaskan perincian atau
standar yang tetap mengenai aktivitas pekerjaan yang berulang-ulang yang
diselenggarakan dalam suatu organisasi. SOP yang baik adalah SOP yang
mampu menjadikan arus kerja yang lebih baik, menjadi panduan untuk
karyawan baru, penghematan biaya, memudahkan pengawasan, serta
mengakibatkan koordinasi yang baik antara bagian-bagian yang berlainan
dalam perusahaan.
Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sebagai berikut
(Indah Puji, 2014):
46
3. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian
menghindari dan mengurangi konflik), keraguan, duplikasi serta
pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.
5. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien
dan efektif.
6. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas
yang terkait.
7. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksanaan proses
kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan mal praktek dan kesalahan
administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah sakit dan
petugas.
8. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan.
9. Sebagai dokumen sejarah bila telah di buat revisi SOP yang baru.
SOP atau yang sering disebut sebagai prosedur tetap (protap) adalah penetapan
tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa dan
dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh
pegawai yang akan mengganggu kinerja organisasi (instansi pemerintah) secara
keseluruhan. SOP memiliki manfaat bagi organisasi antara lain (Permenpan
No.PER/21/M-PAN/11/2008):
47
1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian.
2. SOP membantu staf menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi
manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan
proses sehari-hari.
48
Pemasangan Infus
150
93 100 100
100 75
tahapan
50
0
prainteraksi orientasi kerja terminasi
b. Perawatan luka
Perawatan luka
150
100 93 96
100 75
tahapan
50
0
prainteraksi orientasi kerja terminasi
c. Perawatan Infus
49
Perawatan infus
120
100 100 100
100
80 64
60
tahapan
40
20
0
prainteraksi orientasi kerja terminasi
50
Berdasarkan hasil observasi selama 3 hari, dari 5 kesempatan perawat
melakukan tindakan perawatan luka, didapatkan angka persentase secara
keseluruhan adalah 91% dimana, pada tahap pra interaksi 75%, tahap orientasi
100%, tahap kerja 93% dan tahap terminasi 96%. Pada perawatan luka, didapatkan
bahwa persentase terendah yaitu pada tahap prainteraksi. Dimana pada tahap
prainteraksi terdapat kelengkapan alat yang masih kurang berupa alcohol 75%
yang di gunakan unutk membuka balutan/plester, kemudian gunting perban yang
kadang-kadang tidak tersedia dan mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu.
Perawatan luka adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Penggunaan dan pemilihan
produkproduk perawatan luka kurang sesuai akan menyebabkan proses inflamasi
yang memanjang dan kurangnya suplai oksigen di tempat luka. Hal-hal tersebut
akan memperpanjang waktu penyembuhan luka. Luka yang lama sembuh disertai
dengan penurunan daya tahan tubuh pasien membuat luka semakin rentan untuk
terpajan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi (Taringan & Sinaga, 2015).
3. Perawatan Infus
Berdasarkan hasil observasi yang dilakuakn selama 3 hari, didapatkan bahwa dari 4
kesempatan perawat melakukan tindakan perawatan infus, didapatkan angka
persentase secara keseluruhan adalah 91%, dimana pada tahap pra interaksi 64%,
tahap orientasi 100%, tahap kerja 100% dan tahap terminasi 100%. Pada perawatan
infus, persentase terendah adalah pada tahap prainteraksi dengan persentase 64%
dimana pada tahap ini terdapat kelengkapan alat yang harus di persiapkan sebelum
tindakan berupa iodin povidon 10%, lidi kapas, dan sarung tangan steril.
Infus cairan intravena (Intravenous fluids infution) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Pemberian terapi cairan intravena merupakan suatu keharusan untuk di berikan pada
pasien yang mengalami kehilangan darah atau kehilangan cairan, Perawatan pada
infus adalah perawatan yang dilakukan pada tempat pemasangan infs yang bertujuan
untuk mempertahankan teknik steril, mencegah masuknya bakteri kealam aliran darah
mencegah atau meminimalkan terjadinya infeksi, dan memantau arean insersi.
51
Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas
perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan
perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik
komplikasi lokal maupun sistemik (Sutomo, 2017).
2. Money
a. Kajian Teori
Rumah sakit daerah memperoleh dana yang cukup bersumber dari
pemerintah yang diperoleh dari APBN, BLUD dan APBD. Adapun beberapa
pengertian APBD, BLUD, APBN yaitu:
52
1) APBD
Permohonan Membuat
kebutuhan Bangsal rancangan Badan keuangan
Flamboyan 2 tahun anggaran yang pemerintah APBD
sebelum dibutuhkan di daerah
dibutuhkan ajukan ke RS
2) BLUD
53
3) APBN
DEPKES
Dana turun ke bangsal Dana turun ke RS
Pusat
4) INGUB
Perencana Membuat
kebutuhan rancangan Bidang
Bangsal anggaran yang keperawatan
Flamboyan 2 dibutuhkan
54
3. UNSUR PROSES
Proses menejemen pelayanan atau operasional keperawatan
a. Planing / Perencanaan
1. Kajian Teori
Perencanaan adalah proses pengambilan keputusan manajerial yang
mencakup penelitian lingkungan, penggambaran sistem organisasi secara
keseluruhan memperjelas visi, misi dan filosofi organisasi, memperkirakan
sumber daya organisasi, mengidentifikasi dan memilih langkahlangkah
tindakan, memperkirakan efektifitas tindakan dan menyiapkan karyawan
untuk melaksanakannya (Gilles dalam Mugianti, 2016). Perencanaan
merupakan aspek utama dan pertama kali harus dilakukan oleh seorang
manajer atau pimpinan organisasi untuk dapat melakukan pengaturan yang
baik maka perlu perencanaan, pembagian tugas dan koordinasi tugas-tugas.
Hasil dari perencanaan adalah sebuah rencana/rencana kerja yang harus
berisi alternatif terbaik untuk mencapai tujuan. Rencana kerja yang baik
mengarahkan pencapaian tujuan yang efektif dan efisien, sehingga
faktorfaktor produksi (resources) yang ada digunakan sebaik-baiknya.
Perencanaan adalah upaya manusia secara sadar memilih alternatif masa
depan yang dikehendaki dan kemudian mengarahkan sumber daya untuk
mewujudkan tujuan (GitoSudarmo dalam Mugianti, 2016).
Perencanaan (planning) merupakan fungsi dasar dari manajemen dan
semua fungsi dalam manajemen tergantung dari fungsi perencanaan.
Maksudnya fungsi-fungsi yang lain dari manajemen tidak akan berjalan
secara efektif tanpa adanya perencanaan yang baik (Mugianti, 2016).
Perencanaan merupakan langkah utama yang penting dalam keseluruhan
proses manajemen agar faktor produksi yang biasanya sangat terbatas
dapat diarahkan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, oleh karena itu perencanaan harus mengandung unsur-unsur
yang dapat menjawab What, Why, Where, When, Who dan How.
Perencanaan manajemen keperawatan diawali dengan perumusan tujuan
institusi/organisasi yang dijelaskan dalam visi, misi, filosofi dan tujuan
sebagai arah kebijakan organisasi. Sebagai perawat harus dapat memahami
tujuan organisasi ini agar dapat bersinergi untuk mencapai cita-
cita/harapan organisasi (Mugianti, 2016).
55
1) Visi dan misi
Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang
diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan,
kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang
dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan citacita masa
depan (Kopelman dalam Nursalam, 2014). Visi menggambarkan akan
menjadi apa suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat sederhana,
menumbuhkan rasa wajib, memberikan tantangan, praktis dan
realistik, dan ditulis dalam satu kalimat pendek (Nursalam, 2014).
Misi adalah uraian yang berisi pernyataan operasional guna mencapai
visi yang telah ditetapkan (Mugianti, 2016). Misi menjelaskan lingkup,
maksud, atau batas bisnis organisasi, yaitu kebutuhan pelanggan apa
yang akan dipenuhi oleh organisasi, siapa dan di mana, serta produk
inti apa yang dihasilkan, dengan teknologi inti dan kompetensi inti
apa. Misi ditulis sederhana, ringkas, dan fokus (Nursalam, 2014)
Bangsal Flamboyan 2 memiliki visi idan misi sebagai berikut:
Visi :
bersatu untuk maju dan sejahtera dalam bidang
pelayanan dan pendidikan dan misi
Misi
Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dengan
mengutamakan mutu, keselamatan pasien dan
kepuasaan pelanggan.
Memberikan pendidikan kesehatan yang menyeluruh
baik untuk institusipendidikan maupun karyawan.
Melaksanakan pengelohan keuangan yang efektif dan
efisien.
Meningkatkan disiplin dan kinerja pegawai di
lingkungan rumah sakit.
56
2) Perumusan Filosofi
57
berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan
pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara
keseluruhan. Menurut Yamit (2002), kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome)
yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan
yang diinginkan. Sedangkan Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien
adalah tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang
diharapkannya. Pendapat lain dari Endang (dalam Mamik; 2010) bahwa kepuasan
pasien merupakan evaluasi atau penilaian setelah memakai suatu pelayanan,
bahwa pelayanan yang dipilh setidak-tidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari rumah sakit dan
suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pelayanan yang rendah akan
berdampak pada jumlah jumlah yang akan mempengaruhi profitabilitas rumah
sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien juga akan berdampak pada
kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan
meningkat, begitu pula tuntunan pelayanan yang akan diberikan (Heriandi,
2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sabarguna 2008, menyebutkan
bahwa kepuasan pasien meliputi empat aspek yaitu kenyamanan (lokasi rumah
sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan, makanan peralatan
ruangan), hubungan pasien dengan petugas rumah sakit (keramahan,
komunikatif, responatif, suportif, cekatan), kompetensi teknis petugas
(keberanian bertindak, pengalaman, gelar, terkenal, kursus), biaya (mahalnya
pelayanan, sebandingnya, terjangkau tidaknya keringanan, kemudahan
proses). Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pasien adalah hasil penilaian dalam bentuk respon emosional
(perasaan senang dan puas) pada pasien karena terpenuhinya harapan atau
keiginan dalam menggunakan dan menerima pelayanan perawat.
58
b. Kajian data
Melakukan Survei Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan
Rumah Sakit
PRESENTASE
120%
95% 100% 100% 100% 95% 100% 100% 95% 100% 100% 100%
100% 85% 85%
80%
60%
40%
40% 25%
20%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PRESENTASE
Berdasarkan hasil dari table diatas dari hasil keseluruhan penjumlahan indikator
perpertanyaan pada 20 responden didapatkan bahwa angka presentase tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan di bangsal
Flamboyan 2 pada pertanyaan pertama sebesar 85%, pada pertanyaan kedua sebesar
95%, pada pertanyaan ketiga sebesar 100%, pada pertanyaan ke empat sebesar 40%,
pada petrtayaan ke lima sebesar 100%, pada pertanyaan keenam sebesar 100%, pada
pertanyaan ke tujuh sebesar 95%, pada pertanyaan ke delapan sebesar 25%, pada
pertanyaan ke Sembilan sebesar 100%, pertanyaan ke sepuluh sebesar 100%,
pertanyaan ke sebelas sebesar 85%, pertanyaan ke duabelas sebesar 95%, pertanyaan
ke tigabelas sebesar 100%, pertanyaan keempatbelas sebesar 100%, dan pertanyaan ke
limabelas sebesar 100%.
100 89.33
80
60
40
20
0
1
Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien
59
Berdasarkan hasil dari table diatas didapatkan bahwa angka presentase tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan di bangsal
Flamboyan 2 sebesar 89,33 dan sudah cukup baik.
Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari rumah sakit dan suatu
ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pelayanan yang rendah akan berdampak pada
jumlah jumlah yang akan mempengaruhi profitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap
karyawan terhadap pasien juga akan berdampak pada kepuasan pasien dimana
kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntunan
pelayanan yang akan diberikan (Heriandi, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sabarguna (2008), menyebutkan bahwa
kepuasan pasien meliputi empat aspek yaitu kenyamanan (lokasi rumah sakit,
kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan, makanan peralatan ruangan), hubungan
pasien dengan petugas rumah sakit (keramahan, komunikatif, responatif, suportif,
cekatan), kompetensi teknis petugas (keberanian bertindak, pengalaman, gelar,
terkenal, kursus), biaya (mahalnya pelayanan, sebandingnya, terjangkau tidaknya
keringanan, kemudahan proses).
c. Kajian analisa
Berdasarkan survei di bangsal flamboyan 2 tentang tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan rumah sakit didapatkan hasil yang cukup baik sebesar 89,33 %, akan
tetapi dari hasil tersebut terdapat beberapa pertanyaan yang memiliki hasil nilai yang
sangat rendah yaitu pada pertanyaan ke empat sebesar 40%, dan pada pertanyaan ke
delapan sebesar 25%.
5. Indikator keselamatan pasien (SKP 2)
a. Kajian teori
Menurut Kemenkes (2017) keselamatan pasien didefinisikan sebagai
penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau
injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan. Keselamatan pasien yaitu
menurut Emanuel (2008), yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah
disiplin ilmu di sektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu
keselamatan menuju tujuan mencapai sistem penyampaian layanan kesehatan
yang dapat dipercaya. Keselamatan pasien juga merupakan atribut sistem
perawatan kesehatan, ini meminimalkan kejadian dan dampak, dan
memaksimalkan pemulihan dari efek samping. Berdasarkan Sasaran
keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh Standar Akreditasi Rumah
60
Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI Acredition, maka sasaran tersebut
meliputi 6 elemen berikut: ketepatan identifikasi pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif (SBAR), peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) , kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur,
tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
dan pengurangan risiko pasien jatuh. Sasaran keselamatan pasien 2 tentang
peningkatan komunikasi yang efektif berupa:
a. Komunikasi TBAK konfirmasi dokter dalam 24 jam
b. Komunikasi SBAR pada operan jaga
c. Kepatuhan prosedur pemberian obat dengan prinsip READBACK dari
petugas Rawat Inap Kepada DPJP ditandatangani dalam waktu 24 jam
Kerangka Komunikasi yang efektif yang digunakan di rumah sakit adalah
SBAR (Situation, Background, Assessment, Rekommendation), metode
komunikasi ini digunakann pada saat perawat melakukan handover kepasien.
Komunikasi SBAR adalah kerangka tehnik komunikasi yang disediakan untuk
petugas kesehatan dalam menyampaian kondisi pasien. SBAR adalah metode
struktur untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan
perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi dan efektif dan
meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara efektif
untuk meningkatkan serah terima antara shif atau antara staf didaerah klinis
yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan kedalam situasi. Pasien termasuk memberikan
rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah
- Kekuatan perawat komunikasi secara efektif
- Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukan perawat
paham akan kondisi pasien
- Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.
Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Bakground, Assessmen,
Recomendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga
kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi tidak terpecah
sendiri – sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi
61
dengan baik. Sehingga tenaga kesehatan lainnya dapat mengetahui perkembangan
pasien.
1. Situation Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?
Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien.
Diagnosa medis
Apa yang terjadi dengan pasien yang memprihatinkan
2. Background: Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi?
62
b. Kajian data
Melakukan Survei Sasaran Keselamatan Pasien 2 (SKP2) Tentang
Peningkatan Komunikasi Yang Efektif SBAR
kelengkapan SBAR
80
60
80%
40
20 20%
0
SBAR yang sudah SBAR yang belum
lengkap lengkap
63
di semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut (CDC dan HICPAC,
2007) :
a. Hand Hygiene
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak
kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku
palsu, tanpa memakai perhiasan cincin.
Menurut Center’s for Disease Control (CDC) and The American Society
for Microbiology (2015) berikut langkah-langkah cuci tangan yang tepat:
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang hangat, pakailah sabun secara
rata.
2) Gosokan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jemari
dan siku.
3) Bilas dengan air, kemudian keri ngkan tangan dengan handuk bersi h atau
tisu sekali pakai.
4) Jika berada difasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat selesai. Saat
tangan sudah keri ng, pakailah kertas tisu untuk menekan/memutar keran.
Indikasi kebersihan tangan (KEMENKES NO.27, 2017):
1) Sebelum kontak pasien
2) Sebelum tindakan aseptic
3) Setelah kontak darah dan cairan tubuh
4) Setelah kontak pasien
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Kriteria pememilihan antiseptic yang benar sebagai berikut :
1) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
2) Kecepatan efektifitas awal
3) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan
tuberkulosis,fungiserta endospore)
4) Efektifitas
5) Tidak menyebabkan iritasi kulit
6) Tidak menyebabkan alergi
64
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah
supaya tidak terjadi penyebaran infeksi, kolonisasi pada pasien dan
mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja
petugas.
b. APD (Alat Pelindung Diri)
1) Klasifikasi Alat Pelindung Diri
a) Sarung tangan
Sarung tangan memiliki 3 macam, yaitu:
Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan
tindakan invasif atau pembedahan.
Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi
petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin
Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses
peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu
membersihkan permukaan yang terkontaminasi. Umumnya
sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena elastis,
sensitif dan tahan lama serta dapat disesuaikan dengan ukuran
tangan. Bagi mereka yang alergi terhadap lateks, tersedi dari
bahan sintetik yang menyerupai lateks, disebut ‘nitril’. Terdapat
sediaan dari bahan sintesis yang lebih murah dari lateks yaitu
‘vinil’ tetapi sayangnya tidak elastis, ketat dipakai dan mudah
robek. Sedangkan sarung tangan rumah tangga terbuat dari karet
tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi memberikan
perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas.
b) Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran
mukosa mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau
permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau
bersin. Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut
serta melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung).
a. Klasifikasi Masker Medis:
65
Masker biasa atau yang dikenal dengan nama masker bedah
(surgical Mask) yang sudah umum digunakan masyarakat
umum , biasanya memiliki bagian luar berwarna hijau muda
dan bagian dalamnya berwarna putih serta memiliki tali/karet
untuk memudahkan terpasang ke bagian belakang kepala
atau telinga. Disebut masker bedah (surgical mask) karena
biasanya dipergunakan oleh tenaga kesehatan ketika
melakukan tindakan operasi dan efektif sebagai
penghalang cairan dari mulut dan hidung sehingga tidak
menkontaminasi sekeliling.
Masker N95 merupakan alternatif bagi orang sehat untuk
berinteraksi dengan orang sakit. M<asker ini diesbut N95
karena dapat menyaring hingga 95 % dari keseluruhan
partikel yang berada di udara. Bentuknya biasanya setengah
bulat dan berwarna putih, terbuat dari bahan solid dan tidak
mudah rusak. Pemakaiannya juga harus benar-benar rapat,
sehingga tidak ada celah bagi udara luar masuk.
b. Cara memakai masker:
Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika
menggunakan kaitan tali karet atau simpulkan tali di
belakang kepala jika menggunakan tali lepas).
Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang
hidung dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di
bawah dagu dengan baik.
Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah
melekat dengan benar.
c. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD
sebagai berikut:
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan
yang di pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya
fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
66
APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat,
pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap
penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup
(Sepatu Boot).
Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan
membrane mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh,
sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari
pasien ke petugas dan sebaliknya
Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan
yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena
atau terpercik darah, cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai
dilakukan.
Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai
sarung tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan
lingkungan.
c. Penyuntikan Dan Pencampuran Obat
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih
proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat berusaha membantu klien
dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut serta
bertanggungjawab dalam pengambilan keputusa tentang pengobatan bersama
dengan tenaga kesehatan lain.
a. Macam sediaan obat
1. Sediaan padat:
A. Serbuk atau powder (pulvis & pulveres )
Pulvis dan pulveres (serbuk atau powder) campuran kering bahan obat
yang dihaluskan, untuk pemakaian oral/pemakaian luar. Terdapat dua
macam serbuk yaitu ;
67
Granul merupakan sediaan bentuk padat, berupa partikel serbuk dengan
diameter 2-4 µm dengan atau tanpa vehikulum. Cara penggunaan: sebelum
diminum, dilarutkan/ disuspensikan dulu dalam air /pelarut yang sesuai
dengan volume tertentu, menurut petunjuk dalam brosur yang disediakan.
C. Tablet (compressi)
Tablet (compressi) merupakan sediaan padat mengandung bahan
obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan penggunaannya yaitu
bolus tablet triturate, tablet hipodermik, tablet bukal, tablet sublingual,
tablet efervesen (tablet buih), tablet kunyah (chewable tablet), tablet hisap
(lozenges). Cara penggunaan secara umum ditelan utuh dan tablet dengan
penggunaan khusus seperti tablet hisap.
D. Kapsul (capsulae)
Capsulae (kapsul) sediaan padat terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
2. Sediaan Cair
Sediaan cair dapat berupa topikal collyrium (kolirium), guttae
ophthalmicae (tetes mata), gargarisma (gargle) mouthwash, guttae nasales
(tetes hidung), guttae auricularis (tetes telinga), irigationes (irigasi),
inhalatoines epithema, lotion linimentum (liniment) Keuntungan sediaan
cair yaitu, cocok untuk penderita yang sukar menelan, absorpsi lebih cepat
dibandingkan sediaan oral lain, homogenitas lebih terjamin, dosis/takaran
dapat disesuaikan, dosis lebih seragam, cocok untuk obat yg mengiritasi
mukosa lambung atau dirusak cairan lambung. Kerugiaan sediaan cair:
tidak untuk obat yang tidak stabil dalam air obat pahit/baunya tidak enak
sukar ditutupi. Sediaan tidak praktis dibawa takaran obat tidak dalam dosis
terbagi kec sediaan dosis tunggal, dan harus menggunakan alat khusus. Air
merupakan media pertumbuhan bakteri dan merupakan katalis reaksi.
Pemberian obat menggunakan alat khusus/orang khusus (sediaan
parenteral). Sediaan cair oral potiones (obat minum) elixir sirup guttae
(drop)
3. Sediaan Injeksi (Injectiones)
68
Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu
sebelum digunakan secara parenteral, disuntikkan dengan cara menembus
atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Syarat utama : obat harus steril dan disimpan dalam wadah yang menjamin
sterilitas.
4. Cremores (Krim)
Cremores (Krim) mengandung satu atau lebih bahan obat berbentuk
emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air. Mudah dibersihkan jelly (gel) jernih &
tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut
lebih encer dari salep, mengandung sedikit/tidak lilin, digunakan pada
membran mukosa dan untuk tujuan pelicin atau sebagai basis bahan obat,
dan umumnya adalah campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan
titik leleh rendah. Dapat dicuci karena mengandung mucilago, gum atau
bahan pensuspensi sebagai basis
b. 12 benar obat
1. Benar Klien
- Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien dengan
memeriksa gelang identifikasi dan meminta menyebutkan
namanya sendiri.
- Klien berhak untuk mengetahui alasan obat
- Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat
- Membedakan klien dengan dua nama yang sama
2. Benar Obat
- Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan
- Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepat
- Perawat harus menghindari kesalahan, yaitu dengan membaca
label obat minimal tiga kali:
Pada saat melihat botol atau kemasan oba
Sebelum menuang/menghisap obat
Setelah menuang/ mengisap obat
- Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sa
69
- Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut
- Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa
3. Benar Dosis Obat
- Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.
- Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk
obat yang bersangkutan.
- Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah
dosis yang akan diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: tersedianya obat dan dosis obat yang
diresepkan/ diminta, pertimbangan berat badan klien
(mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosisi obat harus dihitung
kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
- Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu
4. Benar Waktu Pemberian
- Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
- Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari.
Misalnya seperti dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari
dan 6 kali sehari sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat
dipertimbangkan.
- Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ).
Obat yang mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali
sehari, dan untuk obat yang memiliki waktu paruh pendek
diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
- Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau
sesudah makan atau bersama makanan
- Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat
mengiritasi mukosa lambung bersama-sama dengan makanan.
- Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien
telah dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah
puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat
5. Benar Cara Pemberian (rute)
- Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat
dan memadai.
70
- Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum
memberikan obat-obat peroral
- Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui
rute parenteral
- Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama
dengan klien sampai obat oral telah ditelan.
6. Benar Dokumentasikan.
- Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di
rumah sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai
mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien terhadap
pengobatan.
7. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
- Perawat mempunyai tanggungjawab dalam melakukan
pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat luas
terutama yang berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara
umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan terapi obat
dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah
pembeian obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari
obat, interaksi obat dengan obat dan obat dengan makanan,
perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari selama sakit, dsb.
8. Hak klien untuk menolak
- Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat
harus memberikan Inform consent dalam pemberian obat.
9. Benar pengkajian
- Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda-tanda vital) sebelum
pemberian obat.
10. Benar evaluasi
- Perawat selalu melihat/ memantau efek kerja dari obat setelah
pemberiannya.
11. Benar reaksi terhadap makanan
- Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat.
Jika obat itu harus diminum sebelum makan (ante cimum atau
a.c) untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu
71
jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada obat
yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin.
12. Benar reaksi dengan obat lain
- Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol diberikan dengan
omeprazol penggunaan pada penyakit kronis
c. Pencampuran obat
Pencampuran di ruang rawat inap seringkali dilaksanakan oleh
perawat. Hal tersebut merupakan pendelegasian tugas dari apoteker
kepada perawat berdasarkan beberapa undang-undang tentang
kefarmasian salah satunya Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
Pendelegasian ke perawat meliputi:
1. Pendelegasian pencampuran elektrolit konsentrat pekat
2. Pendelegasian pengoplosan injeksi serbuk kering
3. Pendelegasian pencampuran obat injeksi
4. Pendelegasian pengoplosan nutrisi parenteral
5. Pendelegasian penyerahan obat.
Hal tersebut perlu dilakukan dengan memperhatikan 12 benar
obat dan melakukan pencatatan pemberian obat di rekam medis.
Proses pencampuran obat suntik secara aseptis, mengikuti
langkah – langkah sebagai berikut:
1. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Menyiapkan meja kerja dengan memberi alas penyerap cairan
dalam
3. Menyiapkan kantong buangan sampah untuk bekas obat.
4. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70 %.
5. Melakukan pencampuran secara aseptis
b. Kajian data
Kepatuhan Hand Hygiene
Tabel 2. 1 Hasil Observasi kepatuhan Hand Hygiene
72
3 Setelah kontak cairan 6 3 50%
4 Setelah dari pasien 37 15 41%
5 Setelah dari ling. Pasien 26 11 42%
Hand Hygiene
60% 50%
50% 41% 42%
40%
30% 26%
20% 14%
10%
0%
1. Sebelum ke 2. Sebelum 3. Setelah 4. setelah dari 5. setelah dari
pasien aseptik kontak cairan pasien ling. Pasien
PERSENTASE
73
90 82
80
70
60
50 42
40
30
20
10
0
PERSENTASE
74
Hasil : Berdasarkan hasil observasi selama 3 hari di bangsal Flamboyan 2
terhadap beberapa indikator yaitu tingkat kepatuhan penyuntikan dan
pencampuran obat, didapatkan bahwa kepatuhan mencapai nilai tinggi (85%)
pada tepat waktu pencampuran dan penyuntikan, sedangkan tingkat kepatuhan
terendah (20%) yaitu teknik aseptik serta area bersih yang kurang diperhatikan
oleh perawat karena terdapat bekas percikan cairan pada troli di area bersih
dan di bak bersih.
e. Kajian analisa
a) Hand Hygiene
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan selama 3 hari di
bangsal Flamboyan 2 terkait kepatuhan perawat dalam melakukan cuci
tangan hasilnya 26% perawat yang patuh cuci tangan sebelum bertemu
dengan pasien, 14% sebelum perawat melakukan tindakan, 50% perawat
patuh melakukan cuci tangan setelah kontak dengan cairan tubuh pasien,
41% perawat melakukan cuci tangan setelah bertemu dengan pasien dan
42% perawat melakukan cuci tangan setelah lingkungan pasien. Sebagian
besar perawat mengatakan mengetahui 5 momen dan cara melakukan hand
hygiene, namun tidak mematuhinya. Ketidakpatuhan perawat tersebut
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mungkin berpengaruh
terhadap perilaku perawat sehari-hari yaitu kurangnya motivasi dari
perawat dan kesibukan tindakan yang terjadi di bangsal Flamboyan 2.
b) Kepatuhan penggunaan APD
Dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan selama 3 hari dibangsal
Flamboyan 2 tentang kepatuhan penggunaan APD didapatkan hasil
ketepatan pemakaian masker yang benar didapatkan hasil 42% dan
penggunaan sarung tangan 82%. Ketepatan penggunaan APD dinilai dari
cara perawat memakai masker dan sarung tangan setiap harinya. Penilaian
ini didasarkan pada penggunaan masker dan sarung tangan sesuai SPO
masing-masing dari tindakan asuhan keperawatan.
c) Kepatuhan Penyuntikan dan Pencampuran Obat.
Dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan selama 3 hari dibangsal
Flamboyan 2 tentang kepatuhan penyuntikan dan pencampuran obat
didapatkan hasil ketepatan waktu pencampuran dan penyuntikan 85%,
ketepatan teknik aseptic 20% dan penggunaan APD sesuai 40%. Penilaian
75
ini didasarkan SPO mencampurkan obat dan melakukan penyuntikan.
Sebagian besar perawat sudah tepat dalam waktu melakukan pencampuran
obat hingga melakukan penyuntikan kepada pasien, namun pada prosedur
penyuntikan obat melalui iv cup yang dengan teknik aseptic tingkat
kepatuhannya masih rendah. Sedangkan penggunaan APD pada proses
pencampuran obat masih kurang sehingga perlunya perhatikan pada hal
tersebut demi keamanan diri perawat. Pada area bersih terdapat alas yang
dapat menyerap percikan caira, bak bersih, tempat meletakkan obat, tempat
meletakan alat dll, namun pada beberapa bagian yang kurang diperhatikan
kebersihannya seperti adanya bekas percikan cairan pada troli di area bersih
dan di bak bersih
76
A. Analisa Fish Bone
1. Penggunaan APD saat pencampuran obat
2. Dokumentasi
3. SBAR
77
C. Identifikasi Masalah
1. Belum maksimalnya catatan dokumentasi di Ruang Flamboyan 2
2. Belum maksimanya penggunaan APD pada saat pencampuran obat
3. Belum maksimalnya komunikasi SBAR
D. Prioritas Masalah
Tabel 2. 3 Prioritas Masalah
2. Belum maksimanya 4 4 4 4 3 19 1
penggunaan APD pada
saat pencampuran obat
3. Belum maksimalnya 4 3 3 3 2 15 3
komunikasi SBAR
No Masalah C A R L Skor
1. Belum maksimalnya catatan 4 3 3 3 13
dokumentasi di Ruang
78
Flamboyan 2
79
BAB III
PJ
No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Metode Target Tempat
Mahasiswa
1 Resosialisasi Meningkatkan Perawat 25 juni- 06 Ceramah dan 86,66% menjadi Ruang Kaslinda nur
terkait pemahaman flamboyan 2 juli 2019 diskusi 95%, flamboyan umifa
dokumentasi terkait pengisian Meningkatnya 2
Asuhan dokumentasi pengetahuan
Keperawatan rencana asuhan perawat eterkait
pada saat meeting keperawatan diagnose
morning pada bagian keperawatan
perencanaan
2 Resosialisasi Meningkatkan Perawat 25 juni- 06 Ceramah dan 40% menjadi Ruang Rafa
penggunaan APD kepatuhan dan flamboyan 2 juli 2019 diskusi 60% flamboyan fadhilah
pada Saat keselamatan Meningkatnya 2 Aoladul
pencampuran perawat pada kesadaran muqarrobin
obat saat perawat terkait
pencampuran pentingnya
obat penggunaan
APD
3 Inovasi Meningkatkan Perawat 25 juni- 06 Penempelan Adanya satu Ruang Luthfiyyah
pembuatan poster kepatuhan dan flamboyan 2 juli 2019 poster poster terkait flamboyan Khanuun,
terkait APD pada keselamatan penggunaan 2 Muhammad
saat pencampuran perawat pada APD pada saat afandi
obat saat pencampuran
pencampuran obat,
obat wawancara
terkait
efektifitas
poster sebagai
pengingat
78
penggunaan
APD
4 Resosialisasi Untuk Perawat 25 juni- 06 Ceramah dan 20% menjadi Ruang Sofyani B Hi
terkait meningkatkan flamboyan 2 juli 2019 diskusi 35% flamboyan
komunikasi pengisian form Dari yang 2
SBAR yang baik SBAR perawat kurang lengkap
dokter yang menjadi lengkap
lebih baik
79
DAFTAR PUSTAKA
Hammad (2009) Peran terapi Al Qur’an terhadap kecemasan dan Imunitas Pasien
Hospitalisasi. Jurnal Ners Vol 4 No 2 Hal 113- 118.
Meidina Sinaga & Rosina Tarigan. (2015). Penggunaan Bahan Pada Perawatan
Luka. Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara.
Mugianti, S. (2016). Manajemen dan kepemimpinan dalam praktek keperawatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
79
Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa teori dan aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Perry, A.G. & Potter, P.A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Alih bahasa Yasmin asih dkk. volume 1, edisi 4.
Jakarta. EGC.
PPNI. (2017, Juli 12). Standar Asuhan Keperawatan. Retrieved Maret 5, 2018,
from Persatuan Perawat Indonesia: https://inna-ppni.or.id/standar-asuhan-
keperawatan/
Septy Rahayu, Roni Yuliwar & Sulasmini. 2018. Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Perawat
Dengan Tindakan Pemasangan Infus Diruang Rawat Inap Dahlia Rsi
Gondanglegi Malang. Jurnal Nursing News Volume 3, Nomor 3: Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang
80
Tori Rihiantoro. 2014. Pengaruh Pemberian Bronkodilator Inhalasi Dengan
Pengenceran dan Tanpa Pengenceran Nacl 0,9% Terhadap Fungsi Paru
Pada Pasien Asm. Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1
Yudha Adidarma Marhaendra, Edwin Basyar & Ari Adrianto. 2016. Pengaruh
Letak Tensimeter Terhadap Hasil Pengukuran Tekanan Darah. Jurnal
Kedokteran Diponegoro: Volume 5, Nomor 4.
81