N 111 18 089 Definisi Gangguan panik adalah gangguan yang sekurang- kurangnya terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi stres berat atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh) dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit. Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu : 1. Serangan panik akut Ditandai oleh timbulnya peningkatan aktifitas sistem saraf otonom secara mendadak dan spontan disertai perasaan ketakutan. Serangan ini berakhir 10-30 menit dan dapat kembali normal. 2. Antisipasi kecemasan Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul kembali. Keadaan ini jarang kembali normal karena sesudah serangan biasanya penderita sudah dalam kondisi kronis dan selalu mengantisipasi terhadap onset serangan. 3. Menghindari fobia Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku menghindar atau fobia. Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya serangan panik sehingga penderita menghindari situasi tersebut. Epidemiologi Penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap. Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia. Etiopatogenesis Faktor Biologis Suatu studi menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonom pada sejumlah pasien dengan gangguan panik dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang dan berespons berlebihan terhadap stimulus. Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan asam gamma-aminobutirat (GABA). Respon tersebut dapat disebabkan oleh hipersensitivitas serotonin pascasinaps pada gangguan panik. Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amígdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Keseluruhan data biologis mengarahkan pada suatu fokus di batang otak (terutama neuron noreadrenergik pada Locus ceruleus dan neuron serotonergik pada raphe nucleus media), sistem limbik (mungkin bertanggungjawab dalam pembentukan ansietas amisipatorik), dan korteks prafrontal (mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan penghindaran fobik). Substansi yang Mencetuskan Panik Zat yang disebut penginduksi panik pernapasan menyebabkan rangsangan pernapasan dan pergeseran keseimbangan asam basa. Zat ini mencakup karbon dioksida (5 sampai 35 % campuran), natrium laktat, dan bikarbonat. Zat penginduksi panik pernapasan awalnya dapat bekerja di baroreseptor kardio-vaskular perifer dan mengirim sinyalnya melalui aferen vagus ke nukleus traktussolitarii dan kemudian ke nukleus paragigantoselularis medula. Sementara peningkatan konsentrasi PC02 dan laktat otak secara prematur mengaktifkan monitor asfiksik fisiologis. Zat penginduksi panik neurokimia dianggap terutama memengaruhi reseptor noradrenergik, serotonergik, GABA di sistem saraf pusat secara langsung. Pencitraan Otak Studi pencitraan struktur otak, contohnya magnetic resonance imaging (MRI), pada pasien dengan ganguan panik melibatkan keterlibatan patologis lobus temporalis, terutama hipokampus. Satu studi MRI melaporkan abnormalitas, terutama atrofi korteks, di lobus temporalis kanan pasien- pasien ini. Studi pencitraan otak fungsional, contohnya positronemission tomography (PET), melibatkan adanya disregulasi aliran darah otak. Khususnya, gangguan ansietas dan serangan panik disertai vasokonstriksi serebral, yang dapat menimbulkan gejala sistem saraf pusat seperti pusing dan gejala sistem saraf perifer yang dapat dicetuskan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Faktor Genetik Studi kembar yang telah dilakukan hingga saat ini umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena bersamaan daripada kembar dizigot. Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan hubungan antara lokasi kromosom spesifik atau cara transmisi dan gangguan ini. Pada keturunan pertama penderita gangguan panik mempunyai resiko 4 sampai 8 kali mendapatkan serangan yang sama. Faktor Psikososial
Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola
ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agrevitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terdapat figur yang melekat. Teori Perilaku Kognitif Teori perilaku menyatakan bahwa ansietas adalah respons yang dipelajari baik dari menirukan perilaku orang tua maupun melalui proses pembelajaran klasik. Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Misalnya pasien mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terhadap figur yang melekat. Teori Psikoanalitik Teori psikoanalitik mengonseptualisasi serangan panik sebagai serangan yang timbul dari pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan ansietas. Hal yang sebelumnya merupakan sinyal ansietas ringan menjadi perasaan antisipasi cemas yang berlebihan, lengkap dengan gejala somatik. Mekanisme defens yang digunakan mencakup represi, displacement, penghindaran, dan simbolisasi. Perpisahan traumatik pada masa kanak dapat mempengaruhi sistem saraf anak yang sedang berkembang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi rentan terhadap ansietas di masa dewasa. KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnostik untuk serangan panik menurut DSM IV. 2 Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau ketidaknyamanan yang intens di mana empat (atau lebih) gejala berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit: 1) Jantung berdebar-debar (palpitasi) 8) Pusing, bergoyang, melayang, pingsan 2) Berkeringat 9) Derealisasi atau depersonalisasi 3) Gemetar atau bergoncang 10) Takut kehilangan kendali atau menjadi gila 4) Rasa sesak nafas atau tertelan 11) Rasa takut mati 5) Perasaan tercekik 12) Parestesia 6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman 13) Menggigil atau perasaan panas. 7) Mual atau gangguan perut GEJALA KLINIS Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan: Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situation) Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi. Psikoterapi Cognitive-behavioral therapy (CBT) CBT memiliki efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi. Beberapa Metode CBT Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas : Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran – pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif. Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocapnia ketika serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.