Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
REFLEKSI KASUS
NOVEMBER 2019

EKLAMPSIA + HELLP SYNDROME

OLEH :
Lady Liberties Bubun Tangke Kala’Tiku
N 111 17 126

Pembimbing :
dr. Daniel Saranga, Sp.OG (K)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang terjadi dalam
masa kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat, yaitu (1)
hipertensi kronik, (2) preeklampsia-eklampsia, (3) hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia, dan (4)hipertensi gestasional. Dalam penelitian ini
yang menjadi obyek penelitian adalah Preeklampsia.1,2
Angka kejadian preeklamsia sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lain. Insidensinya berkisar antara 5-10% dari seluruh kehamilan dan
menyebabkan 3-25 kali lipat peningkatan risiko komplikasi obstetrik yang berat.
Preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal
di Indonesia.1 Preeklamsia (PE) secara umum dijelaskan sebagaimana terjadinya
hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang
sebelumnya normotensi.3,4
Mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya preeklamsia sampai saat
ini masih belum jelas. Namun demikian, adanya rangkaian proses mulai dari
gangguan invasi dini trofoblas, penurunan perfusi plasenta, iskemia plasenta,
dipercaya menjadi penyebab disfungsi endotel sistemik pada preeklamsia.2
Preeklamsia dan eklampsia masih merupakan penyebab tingginya morbiditas
dan mortalitas ibu dan anak. Mortalitas ibu di negara berkembang masih tinggi
yaitu sekitar 5-10%, di AS<1%, sedangkan kematian janin sekitar 40 %, di AS
sekitar 12% dengan penyebab kematian ibu terjadi disebabkan karena perdarahan
otak, gagal jantung, edema paru, gagal ginjal dan berbagai bentuk kegagalan
multiorgan. Preeklamsia adalah suatu sindroma penyakit yang bersifat
polimorfik sehingga semua organ dapat terlibat, sedangkan eklamsia di sertai
kejang pada preeklamsia tanpa adanya penyebab lain.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba- tiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas
yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand
mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.Istilah eklampsia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena
seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda
lain.3,4
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia
partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan
saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan
semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia
terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi
kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.5,6
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working
Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang
biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥
90 mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300
mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang
tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.7,8,9

3
B. ETIOLOGI
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu 16
tahun dan umur 35 tahun ke atas
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
a. Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
b. Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes
mellitus.
c. Penyakit-penyakit ginjal.
3. Hiperplasentosis Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, diabetes mellitus.
4. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.
5. Obesitas dan hidramnion.
6. Gizi yang kurang dan anemi.
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium,
defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidans.

C. Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklampsia


Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau
lebih tanda dibawah ini :9
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih.
2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
3. Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru atau sianosis.

4
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan
hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang
memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala
yang berat dan menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur,
fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50%
penderita yang mengalami gejala ini.9

D. Insiden dan Faktor Resiko


Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan

lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara

maju (0,05%-0,1%).
Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas,
gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang
merupakan faktor risikonya.5,6

Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko


preeklampsia dan eklampsia dan mengontrolnya, sehingga memungkinkan
dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada beberapa
fakto risiko preeklampsia, yaitu :
1. Usia
2. Nulipara
3. Kehamilan pertama oleh pasangan baru
4. Jarak antara kehamilan
5. Riwayat preeklampsia sebelumnya
6. Riwayat keluarga preeklampsia eclampsia
7. Kehamilan multifetus 10,11

5
6
E. Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan

F. Etiologi dan Patofisiologi Kejang Eklamptik


Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan
fokus perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada
pusat motorik di daerah lobus frontalis. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai
etiologi kejang adalah sebagai berikut :8
a. Edema serebral
b. Perdarahan serebral
c. Infark serebral
d. Vasospasme serebral
e. Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f. Koagulopati intravaskuler serebral
g. Ensefalopati hipertensi

7
G. Etiologi dan Patofisiologi Koma
Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan oleh kerusakan
dua organ vital :
  Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak
mampu mendetoksikasi toksis material.
 Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar
perdarahan, hernia batang otak.

H. Gejala dan Tanda


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak
dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya
terutama pada persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30
detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku,
tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti,
muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung
antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan
lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang
berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak
sadar.Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat

8
terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita
menarik nafas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang,
sehingga ia tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-
komplikasi seperti lidah tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan,
solusio plasenta dan perdarahan otak. 12

I. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala
preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka
diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma
akibat sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan
lain-lain 13.

J. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat
dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan
sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang

9
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
terjadinya ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-
sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.12

K. Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi
lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju
lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-
penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian
ibu bisanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan

10
edema paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan
waktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intra uterin dan
prematuritas12.

L. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas12 :
1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil
muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan minimal pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan

M. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ;
- Menghentikan dan mencegah kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu.

 Obat-obatan anti kejang


MgSO4
I. Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul
dengan Drip MgSO4 40 % 6 gr dalam cairan RL 28 tpm
II. Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan
sampai 24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
III. Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO 4 20% iv pelan.

11
Pemberian iv ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih
timbul kejang lagi, maka diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv
pelan.
IV. Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum
glukonas kalikus 10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau
lebih).
Diazepam
- Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan
40 mg dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
- Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam
bebas kejang.
- Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini
hanya sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5
mg/kgbb/iv pelan.

Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :


- Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang
telah diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam
dosis penuh.
- Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan
dengan MgSO4 atau diazepam dalam dosis penuh.
- Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im,
bila timbul kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.

Perawatan kalau kejang

- Kamar isolasi yang cukup tenang


- Pasang sudep lidah ke dalam mulut
- Kepala direndahkan dan orofaring dihisap

12
- Oksigenasi yang cukup
- Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi
fraktur.

Perawatan kalau koma

- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan
dalam bentuk per NGT.

 Memperbaiki keadaan umum ibu


o Infus D5%
o Pasang CVP untuk :
 Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan
pemberian low molekul Dextran)
 Pemberian kalori (D10%)
 Koreksi keseimbangan asam basa (pada asidosis maka
diberikan NaBic/Meylon 50 meq iv)
 Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil
pemeriksaan lain)
 Mencegah Komplikasi
o Obat-obatan hipertensi, diberikan pada penderita dengan TD
180/110 mmHg atau lebih
o Diuretika, hanya diberikan atas indikasi edema dan kelainan fungsi
ginjal (apabila faktor pre renal sudah diatasi)
o Kardiotonika, diberikan atas indikasi ; ada tanda-tanda payah
jantung, edema paru, nadi 120 x/menit, sianosis, diberikan digitalis
cepat dengan cedilanid

13
o Antibiotika spektrum luas.
o Antipiretika dan atau kompres alkohol
o Kortikosteroid

 Terminasi kehamilan/persalinan. Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu


atau lebih keadaan berikut ini :
o Setelah kejang terakhir
o Setelah pemberian antikejang terakhir
o Setelah pemberian antihipertensi terakhir
o Penderita mulai sadar
o Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
 STV > 10, boleh terminasi
 STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka
terminasi

Skor Tanda Vital


1 2 3 4
TD sistole >200 140-200 100-140
<100
TD diastole >110 90-110 50-90
<50
Nadi (x/menit) > 120 100-120 80-100
Suhu rektal (oC) > 40 38,5-40 < 38,5
Pernafasan > 40 Irreg/abn/patol 29-40 16-40
(x/menit) < 16
GCS 3-4 5-7 >8

14
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 11 Oktober 2019


Ruangan : ICU
Jam : 16.30

2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. TM
Umur : 29 tahun
Alamat : Pantoloan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

2.2 ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Kejang-kejang
B. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien G2P1A0 rujukan dari puskesmas pantoloan datang dengan
kejang-kejang. Pasien pada saat malam hari mengeluhkan nyeri perut hebat.
Pada saat jam 2 subuh pasien kejang-kejang dan kembali sadar. Keluar air
ketuban sejak tadi pagi. Pasien juga mengeluhkan muntah (+), Mual (+),
dan Batuk (+) Setelah itu, pada jam 7 pagi pasien kembali kejang dan tidak
sadarkan diri hingga setibanya di RSUD UNDATA.

C. Riwayat Penyakit Terdahulu:


HT (-), DM (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit Paru (-), Penyakit
Jantung (-), Penyakit Hati (-)

15
D. Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Tidak Ada
E. Riwayat Menstruasi :-
F. Riwayat Perkawinan :
Menikah 1 kali.
G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
No Tempat Tahun Kehami Jenis Penyulit Anak
JK BBL Keadaan
persalinan lan persalinan
1. Rumah / - I Spontan - L 3 kg Sehat
Dukun

H. Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)


Pil KB

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum : Sakit Berat
B. Kesadaran : G1M3V1
C. Tanda vital :
TD : 220/110 mmHg
Nadi :164 x/menit
Respirasi : 60 x/menit
Suhu : 39.1 oC

D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Anemis (-/-), Ikterus (-/-), pembesaran kelenjar (-/-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thoraks

16
Inspeksi : Bentuk dada simetris bilateral, pergerakan simetris
Palpasi : Pergerakan simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicular
sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur
(-)

Ekstermitas
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)

E. Status Pemeriksaan Obstetri :


Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi :
 Leopold I : 3 jari di bawah processus xhypoideus
 Leopold II : Punggung kanan
 Leopold III :Teraba Bagian terbawah keras, presentasi
kepala
 Leopold IV : Bagian bawah kepala sudah masuk PAP
DJJ :-
HIS : 3 kali dalam 10 menit

17
Tafsiran Berat Janin : 2.795 gram

2.4 PEMERIKSAAN GENITALIA


Inspekulo
Tidak dilakukan.
Pemeriksaan dalam vagina :
Pembukaan 10 cm, ketuban pecah (+), perdarahan tidak ada

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Lengkap :
Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ µL 36.01
RBC 4.0-6.2 x 106/ µL 3.85
HGB 11-17 g/dL 11.9
HCT 35-55% 33.8
PLT 150-400 x 103/µL 63
CT 9’30”
BT 5’30”
Glucosa 70-149 mg/dl 59
Creatinin 0.60-1.20 mg/dl 1.98
AST/GOT 8-33 U/L 578
ALT/GPT 4-36 U/L 169
UREA 8-53 76 mg/dl
Natrium 135-145 nmol/L 148 nmol/L
Kalium 3.5-5.5 nmol/L 2.9 nmol/L
Urinalisis
PH Protein 3+
Glucosa 1+
Sedimen Lekosit Penuh
Eritrosit Penuh
Silinder -
Epitel +
Kristal -
Batu -

18
HbSAg : (-)
Anti HIV : (-)

2.6 RESUME
Pasien G2P1A0 rujukan dari puskesmas pantoloan dating dengan kejang-
kejang. Pasien pada saat malam hari mengeluhkan nyeri perut hebat. Pada saat
jam 2 subuh pasien kejang-kejang dan kembali sadar. Pasien juga mengeluhkan
muntah (+), Mual (+), dan Batuk (+) Setelah itu, pada jam 7 pagi pasien
kembali kejang dan tidak sadarkan diri hingga setibanya di RSUD UNDATA.

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU sejajar umbilikus, HIS 3 kali


dalam 10 menit. Pemeriksaan dalam (VT) didapatkan pembukaan 10 cm dan
ketuban pecah (+).
Pemeriksaan laboratorium: Glucosa 59 mgdl, creatinine 1.98 mg/dl,
SGOT 578 u/L, SGPT 168 u/L, UREA 76 mg/dl, Natrium 148 nmol/L, Kalium
2.9 nmol/L, protein 3+, glucose 1+, lekosit penuh, eritrosit penuh, silinder (-),
epitel (+), kristal (-), batu (-), HbSAg non reaktif, Anti HIV non reaktif.

2.7 DIAGNOSIS
G2P1A0 Gravid Aterm + Inpartu Kala II lama + Eklamsia + IUFD + Help
Syndrom + Infeksi Intrapartum
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
1) Infus RL + Oxytocin ½ ampl 32 tpm
2) Inj. Dexametason 2 amp/12jam/iv
3) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
4) Inj. Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV

19
b. Rencana Monitoring
1) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital/ 30 menit

20
FOLLOW UP

11 Oktober 2019
15.20 Ibu kejang  injeksi MgSO4 40% 10 cc drips NaCl 100 cc 30 tpm
15.25 TD : 220/110 mmHg
N : 164 x/m
S : 39,1 oC
R : 60 x/m
Diberikan :
- Nifedifin 10 mg 1 tablet/ sublingual
- MgSO4 40%
- Injeksi Cefozoline 1 gr/iv/12 jam
- Metronidazole 0,5 mg/iv/8 jam
- Drips Oxytosin ½ amp
- Inj. Dexamethasone 2 amp/iv
- Konsul Interna dan Saraf
- Rawat ICU
- Cek Hasil Lab
15.38 TD : 190/110 mmHg
N : 164 x/m
R : 20 x/m
S : 39 OC
16.00 Hasil Laboratorium :
WBC : 36.01
RBC : 3.85
Hb : 11.9 gr/dl
Hct : 33.8
Plt : 62 x 103/mm3
Protein urin : +3
HbsAg : Non Reaktif

21
Rapid test : Non Reaktif
16.15 TD : 170/110 mmHg
N : 147 x/m
R : 35 x/m
S : 39 OC
16.30 TD : 140/110 mmHg
N : 151 x/m
S : 39 oC
R : 30 x/m
17.30 TD : 160/100 mmHg
N : 140 x/m
R : 44 x/m
S : 38.8 oC
18.45 Hisap lendir
18.55 Melapor dr. Faridnan, Sp.An keadaan pasien dan acc rawat ICU
19.00 Mengganti cairan RL drips MgSO4 40 % 10 cc ( kolf V )
19.10 Mengganti cairan RL drips oxytocin ½ amp 30 tpm ( kolf VI )
19.15 Pasien di dorong ke ICU
19.20 Tiba di ICU dengan G2P1A0 Grand Aterm Inpartu Kala II + ekmlampsia
+ Hellp Syndrome + IUFD
- Infus RL + ½ ampul oxytocin 32 tpm
- Infus RL + MgSO4 40 % 16 tpm
- 02 nasal 3 lppm
- Guedel
- Cateter
TD : 144/93 mmHg
N : 144 x/m
S : 39.6 Oc
R : 40 x/m
SP02 95%
KU : Jelek

22
Kesadaran : Sopor ( E1M2V2 )
19.45 - C
20.00 Terapi dr. Isnaniah, Sp.S
- MgSO4 dan terapi dari Kebidanan di lanjutkan
20.30 GDS : 59 mg/dl
Elektrolit : Na = 148 nmol/L, K = 2,9 nmol/L, clorida : 109 nmol/L
Urin 50 cc
Terapi dari dr. Salsiah :
- Guyur RL 500 cc
- Beri KCL 2 Flakon dalam NaCl 0.9% habiskan dalam 6 jam
20.45 PD lengkap, Ket (-), Ibu dipimpin mengedan kepala bayi maju dengan
baik
20.50 Lahir bayi Laki-laki dengan Induksi + LBK + Maserasi Tk. II + IUFD
lilitan talipusat 1 x dileher. Anus +/ Palatu +, BB : 2000 gr, PB : 44 cm
20.55 Plasenta lahir spontan lengkap, kontraksi uterus (+) baik, dilakukan
inspekulo nampak portio , perinium ruptur derajat II. Inj. Oxy 1 amp +
Gastrul 4 tab/rectal
21.10 TD : 137/89 mmHg
N : 126 x/m
S : 38 Oc
R : 32 x/m
KU : Post partus induksi USK + IUFD + Ekslamsi + Hellp Syndrome +
Lilitan Tali Pusat

Terapi dr. Ni Made Asti, Sp. OG


- IVFD RL + Oxytocin 1 amp/28 tpm
- Inj. Cefazoline 1 gr/iv/12 jam
- Drips Metronidazole 0,5 gr/iv/8 jam
- Nifedipin 10 mg 3x1 ( sublingual )
- Inj. Dexamethason 2 amp/12 jam
- PCT 8 jam/iv

23
- Obs. TTV  Kontraksi uterus
- Cek DR Besok Pagi
- Terpasng tampon bola 1 buah ( besok pagi aff )
- Terpasang G5 4 tab. di ICU
- Cek LDH Besok Pagi
12 Oktober 2019
12.00 S : Penurunan kesadaran

O:
KU : GCS E1M2V1
TD : 151/81 mmHg
N : 120 x/m
R : 30 x/m
S : 39,5 oC
Mata : Pupil Isokor, Refleks Cahaya (+/+)

A : P2A0 Post Partum IUFD + Ekslampia + Hellp Syndrome

P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Cefytriaxone 1 gr/12 jam
- Drips Metronidazole 500 mg
- Terapi Anastesi dilanjutkan
- Terapi Interna di lanjutkan
- Terapi Saraf di lanjutkan
- Obs. TTV dan KU
- Drips Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ iv

11.45 S : Penurunan kesadaran (+), PPB (-), BAB (-), BAK terpasang kateter

24
O:
- KU : Koma/ 5 berat
- GCS : E1M2V1
- Mata : Pupil Isokor, Ref (+/+)
- Abd. : TFU 2 Jari dibawah pusat, kontraksi membaik

A : P2A0 Post Partum Induksi + IUFD + Eklampsia + Hellp Syndrome

P:
- VFD RL 20 tpm
- Inj. Meropenem 1 amp/12 jam
- Drips Metronidazole 500 mg/ 8 jam
- Drps PCT 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 gr / 24 jam
- IC suami pasien dan keluarga tentang keadaan pasien yang
buruk
- Inj. Dexamethason 1 amp/12 jam
20.06 TD : -
N:-
R:-
S:-
Pasien dinyatakan meninggal.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus obstetri yang harus


dilakukan terhadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnesis didapatkan Pasien G2P1A0 rujukan dari puskesmas pantoloan
datang dengan kejang-kejang. Pasien pada saat malam hari mengeluhkan nyeri perut
hebat. Pada saat jam 2 subuh pasien kejang-kejang dan kembali sadar. Pasien juga
mengeluhkan muntah (+), Mual (+), dan Batuk (+) Setelah itu, pada jam 7 pagi pasien
kembali kejang dan tidak sadarkan diri hingga setibanya di RSUD UNDATA.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital : tekanan darah : 220/110
mmHg, nadi : 100 x/m, pernafasaan : 44 x/menit, suhu :38,3 Oc. Pada pemeriksaan
abdomen cembung, leopold I : palpasi 3 jari di bawah processus xyhpoideus, leopold
II : punggung kanan, Leopold III : presentasi kepala dibawah, dan Leopold IV : sudah
masuk PAP. HIS 3 x/10 menit durasi 20-25 detik. Pemeriksaan dalam : pembukaan
10 cm, ketuban pecah.
Pemeriksaan Laboratoriun : Pemeriksaan laboratorium: Glucosa 59 mgdl,
creatinine 1.98 mg/dl, SGOT 578 u/L, SGPT 169 u/L, UREA 76 mg/Dl, Natrium 148
nmol/L, Kalium 2.9 nmol/L, protein 3+, glucose 1+, lekosit penuh, eritrosit penuh,
silinder (-), epitel (+), kristal (-), batu (-), HbSAg non reaktif, Anti HIV non reaktif.
Terapi medika mentosa saat di IGD Kebidanan diberikan Infus RL +
Oxytocin ½ ampl 32 tpm, Inj. Dexametason 2 amp/12jam/iv, Inj. Ceftriaxone 1
gr/12jam/iv, Inj. Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV.
Dasar diagnosis eklampsia pada pasien ini adalah sudah sesuai definisi
dimana eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia (kejang bukan akibat kelainan neurologik).
Pada pasien ini usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dengan tanda-tanda pre

26
eklampsia yakni hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 220/110
mmHg,adanya proteinuria 3+.

Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut:


1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin.

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih
berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu.
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-
tanda preeklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang
yang dapat diikuti oleh koma.

Penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,


immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang
rumit.Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual,
nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2. Lindheimer MD., Taler SJ, Cunningham FG. Hipertension in pregnancy. In:
Journal of the American Society of Hypertension. 2012
3. Angsar MD,dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di
Indonesia edisi kedua. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005
4. Amiruddin R, dkk. Issu Mutakhir tentang Komplikasi Kehamilan (preeklampsia
dan eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS.
2008
5. Cunningham, F.G.et al. Hipertensive Disorder in Pregnancy. In: Williams
Obstetrics-22nd Edition. USA: Mc Graw Hill co. 2013
6. Prasetiyo I. Eklampsia. [online]. [cited: November 2019]. Available from:
http://rsud.patikab.go.id/?page=download&file=EKLAMPSIA.doc&id=13
7. Tierney, M.L., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. Current Medical Diagnosis &
Treatment-45th Edition.. USA: Mc Graw Hill co.2014
8. Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia. In: Rangkuman Protap
Obgyn Unhas.
9. Galan, H. et al.  Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. USA: Elsevier.
2012
10. JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar.
Jakarta. 2012
11. Pokharel SM, Chattopadhyay SK. HELLP Syndrome – a pregnancy disorder with
poor diagnosis. 2011
12. Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan.
YayaSan Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010.
13. Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com

28

Anda mungkin juga menyukai