FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
REFLEKSI KASUS
NOVEMBER 2019
OLEH :
Lady Liberties Bubun Tangke Kala’Tiku
N 111 17 126
Pembimbing :
dr. Daniel Saranga, Sp.OG (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba- tiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas
yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand
mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.Istilah eklampsia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena
seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda
lain.3,4
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia
partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan
saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan
semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia
terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi
kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.5,6
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working
Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang
biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥
90 mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300
mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang
tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.7,8,9
3
B. ETIOLOGI
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu 16
tahun dan umur 35 tahun ke atas
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
a. Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
b. Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes
mellitus.
c. Penyakit-penyakit ginjal.
3. Hiperplasentosis Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, diabetes mellitus.
4. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.
5. Obesitas dan hidramnion.
6. Gizi yang kurang dan anemi.
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium,
defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidans.
4
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan
hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang
memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala
yang berat dan menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur,
fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50%
penderita yang mengalami gejala ini.9
maju (0,05%-0,1%).
Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas,
gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang
merupakan faktor risikonya.5,6
5
6
E. Patofisiologi Hipertensi Dalam Kehamilan
7
G. Etiologi dan Patofisiologi Koma
Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan oleh kerusakan
dua organ vital :
Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak
mampu mendetoksikasi toksis material.
Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar
perdarahan, hernia batang otak.
8
terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita
menarik nafas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang,
sehingga ia tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-
komplikasi seperti lidah tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan,
solusio plasenta dan perdarahan otak. 12
I. Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala
preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka
diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma
akibat sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan
lain-lain 13.
J. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat
dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan
sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
9
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
terjadinya ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-
sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.12
K. Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi
lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju
lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-
penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian
ibu bisanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan
10
edema paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan
waktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intra uterin dan
prematuritas12.
L. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas12 :
1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil
muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan minimal pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan
M. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ;
- Menghentikan dan mencegah kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu.
11
Pemberian iv ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih
timbul kejang lagi, maka diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv
pelan.
IV. Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum
glukonas kalikus 10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau
lebih).
Diazepam
- Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan
40 mg dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
- Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam
bebas kejang.
- Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini
hanya sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5
mg/kgbb/iv pelan.
12
- Oksigenasi yang cukup
- Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi
fraktur.
- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan
dalam bentuk per NGT.
13
o Antibiotika spektrum luas.
o Antipiretika dan atau kompres alkohol
o Kortikosteroid
14
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. TM
Umur : 29 tahun
Alamat : Pantoloan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
2.2 ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Kejang-kejang
B. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien G2P1A0 rujukan dari puskesmas pantoloan datang dengan
kejang-kejang. Pasien pada saat malam hari mengeluhkan nyeri perut hebat.
Pada saat jam 2 subuh pasien kejang-kejang dan kembali sadar. Keluar air
ketuban sejak tadi pagi. Pasien juga mengeluhkan muntah (+), Mual (+),
dan Batuk (+) Setelah itu, pada jam 7 pagi pasien kembali kejang dan tidak
sadarkan diri hingga setibanya di RSUD UNDATA.
15
D. Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Tidak Ada
E. Riwayat Menstruasi :-
F. Riwayat Perkawinan :
Menikah 1 kali.
G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
No Tempat Tahun Kehami Jenis Penyulit Anak
JK BBL Keadaan
persalinan lan persalinan
1. Rumah / - I Spontan - L 3 kg Sehat
Dukun
D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Anemis (-/-), Ikterus (-/-), pembesaran kelenjar (-/-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thoraks
16
Inspeksi : Bentuk dada simetris bilateral, pergerakan simetris
Palpasi : Pergerakan simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicular
sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur
(-)
Ekstermitas
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
17
Tafsiran Berat Janin : 2.795 gram
18
HbSAg : (-)
Anti HIV : (-)
2.6 RESUME
Pasien G2P1A0 rujukan dari puskesmas pantoloan dating dengan kejang-
kejang. Pasien pada saat malam hari mengeluhkan nyeri perut hebat. Pada saat
jam 2 subuh pasien kejang-kejang dan kembali sadar. Pasien juga mengeluhkan
muntah (+), Mual (+), dan Batuk (+) Setelah itu, pada jam 7 pagi pasien
kembali kejang dan tidak sadarkan diri hingga setibanya di RSUD UNDATA.
2.7 DIAGNOSIS
G2P1A0 Gravid Aterm + Inpartu Kala II lama + Eklamsia + IUFD + Help
Syndrom + Infeksi Intrapartum
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
1) Infus RL + Oxytocin ½ ampl 32 tpm
2) Inj. Dexametason 2 amp/12jam/iv
3) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
4) Inj. Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
19
b. Rencana Monitoring
1) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital/ 30 menit
20
FOLLOW UP
11 Oktober 2019
15.20 Ibu kejang injeksi MgSO4 40% 10 cc drips NaCl 100 cc 30 tpm
15.25 TD : 220/110 mmHg
N : 164 x/m
S : 39,1 oC
R : 60 x/m
Diberikan :
- Nifedifin 10 mg 1 tablet/ sublingual
- MgSO4 40%
- Injeksi Cefozoline 1 gr/iv/12 jam
- Metronidazole 0,5 mg/iv/8 jam
- Drips Oxytosin ½ amp
- Inj. Dexamethasone 2 amp/iv
- Konsul Interna dan Saraf
- Rawat ICU
- Cek Hasil Lab
15.38 TD : 190/110 mmHg
N : 164 x/m
R : 20 x/m
S : 39 OC
16.00 Hasil Laboratorium :
WBC : 36.01
RBC : 3.85
Hb : 11.9 gr/dl
Hct : 33.8
Plt : 62 x 103/mm3
Protein urin : +3
HbsAg : Non Reaktif
21
Rapid test : Non Reaktif
16.15 TD : 170/110 mmHg
N : 147 x/m
R : 35 x/m
S : 39 OC
16.30 TD : 140/110 mmHg
N : 151 x/m
S : 39 oC
R : 30 x/m
17.30 TD : 160/100 mmHg
N : 140 x/m
R : 44 x/m
S : 38.8 oC
18.45 Hisap lendir
18.55 Melapor dr. Faridnan, Sp.An keadaan pasien dan acc rawat ICU
19.00 Mengganti cairan RL drips MgSO4 40 % 10 cc ( kolf V )
19.10 Mengganti cairan RL drips oxytocin ½ amp 30 tpm ( kolf VI )
19.15 Pasien di dorong ke ICU
19.20 Tiba di ICU dengan G2P1A0 Grand Aterm Inpartu Kala II + ekmlampsia
+ Hellp Syndrome + IUFD
- Infus RL + ½ ampul oxytocin 32 tpm
- Infus RL + MgSO4 40 % 16 tpm
- 02 nasal 3 lppm
- Guedel
- Cateter
TD : 144/93 mmHg
N : 144 x/m
S : 39.6 Oc
R : 40 x/m
SP02 95%
KU : Jelek
22
Kesadaran : Sopor ( E1M2V2 )
19.45 - C
20.00 Terapi dr. Isnaniah, Sp.S
- MgSO4 dan terapi dari Kebidanan di lanjutkan
20.30 GDS : 59 mg/dl
Elektrolit : Na = 148 nmol/L, K = 2,9 nmol/L, clorida : 109 nmol/L
Urin 50 cc
Terapi dari dr. Salsiah :
- Guyur RL 500 cc
- Beri KCL 2 Flakon dalam NaCl 0.9% habiskan dalam 6 jam
20.45 PD lengkap, Ket (-), Ibu dipimpin mengedan kepala bayi maju dengan
baik
20.50 Lahir bayi Laki-laki dengan Induksi + LBK + Maserasi Tk. II + IUFD
lilitan talipusat 1 x dileher. Anus +/ Palatu +, BB : 2000 gr, PB : 44 cm
20.55 Plasenta lahir spontan lengkap, kontraksi uterus (+) baik, dilakukan
inspekulo nampak portio , perinium ruptur derajat II. Inj. Oxy 1 amp +
Gastrul 4 tab/rectal
21.10 TD : 137/89 mmHg
N : 126 x/m
S : 38 Oc
R : 32 x/m
KU : Post partus induksi USK + IUFD + Ekslamsi + Hellp Syndrome +
Lilitan Tali Pusat
23
- Obs. TTV Kontraksi uterus
- Cek DR Besok Pagi
- Terpasng tampon bola 1 buah ( besok pagi aff )
- Terpasang G5 4 tab. di ICU
- Cek LDH Besok Pagi
12 Oktober 2019
12.00 S : Penurunan kesadaran
O:
KU : GCS E1M2V1
TD : 151/81 mmHg
N : 120 x/m
R : 30 x/m
S : 39,5 oC
Mata : Pupil Isokor, Refleks Cahaya (+/+)
P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Cefytriaxone 1 gr/12 jam
- Drips Metronidazole 500 mg
- Terapi Anastesi dilanjutkan
- Terapi Interna di lanjutkan
- Terapi Saraf di lanjutkan
- Obs. TTV dan KU
- Drips Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ iv
11.45 S : Penurunan kesadaran (+), PPB (-), BAB (-), BAK terpasang kateter
24
O:
- KU : Koma/ 5 berat
- GCS : E1M2V1
- Mata : Pupil Isokor, Ref (+/+)
- Abd. : TFU 2 Jari dibawah pusat, kontraksi membaik
P:
- VFD RL 20 tpm
- Inj. Meropenem 1 amp/12 jam
- Drips Metronidazole 500 mg/ 8 jam
- Drps PCT 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 gr / 24 jam
- IC suami pasien dan keluarga tentang keadaan pasien yang
buruk
- Inj. Dexamethason 1 amp/12 jam
20.06 TD : -
N:-
R:-
S:-
Pasien dinyatakan meninggal.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
26
eklampsia yakni hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 220/110
mmHg,adanya proteinuria 3+.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2. Lindheimer MD., Taler SJ, Cunningham FG. Hipertension in pregnancy. In:
Journal of the American Society of Hypertension. 2012
3. Angsar MD,dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di
Indonesia edisi kedua. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005
4. Amiruddin R, dkk. Issu Mutakhir tentang Komplikasi Kehamilan (preeklampsia
dan eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS.
2008
5. Cunningham, F.G.et al. Hipertensive Disorder in Pregnancy. In: Williams
Obstetrics-22nd Edition. USA: Mc Graw Hill co. 2013
6. Prasetiyo I. Eklampsia. [online]. [cited: November 2019]. Available from:
http://rsud.patikab.go.id/?page=download&file=EKLAMPSIA.doc&id=13
7. Tierney, M.L., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. Current Medical Diagnosis &
Treatment-45th Edition.. USA: Mc Graw Hill co.2014
8. Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia. In: Rangkuman Protap
Obgyn Unhas.
9. Galan, H. et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. USA: Elsevier.
2012
10. JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar.
Jakarta. 2012
11. Pokharel SM, Chattopadhyay SK. HELLP Syndrome – a pregnancy disorder with
poor diagnosis. 2011
12. Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan.
YayaSan Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010.
13. Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com
28