Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. S DENGAN P0202Ab100 PP SCPT ai Eklamsia

kejang berulang DI POLI OBGYN RSUD Dr. SAIFUL


ANWAR

OLEH:

A’YUNIN SOLEHA

NIM

202310461011011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2024
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN


P0202Ab100 PP SCPT ai Eklamsia kejang berulang DI
POLI OBGYN RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

OLEH:

A’YUNIN SOLEHA

NIM

202310461011011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2024
A. Pengertian Eklampsia
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang
tiba tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini
bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.5 Istilah
eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut
dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului tanda-tanda lain.9 Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia
gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia
puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia
banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati
kelahiran.5,8 Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum
melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga
dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.18 Sesuai dengan batasan dari
National Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in
Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria
pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini
edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik
dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam
urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu serangan terjadinya eklampsia dibagi menjadi:
1. Eklampsia Parturientum (Intrapartum) Eklampsia yang terjadi sewaktu
persalinan, sekitar 30% sampai 50% terjadi pada saat sedang inpartu. Batas
dengan eklampsia gravidarum sulit untuk ditentukan terutama pada saat mulai
inpartu.
2. Eklampsia Gravidarium (Antepartum) Eklampsia yang terjadi sebelum
persalinan dan paling seringnya >20 minggu kehamilan. Kejadian 50% sampai
dengan 60% serangannya terjadi pada keadaan hamil.
3. Eklampsia Puerperium (postpartum) Eklampsia yang terjadi setelah
persalinan. Kejadiannya yang jarang yakni 10% dimana terjadi serangan kejang
atau koma setelah persalinan berakhir (Triana, 2019).
B. Epidimiologi
Frekuensi eklampsi bervariasi. Frekuensi rendah pada umumnya
merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik dan
penanganan preeklampsi yang sempurna. Di negara yang sedang berkembang,
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 -0,7%. Sedangkan di negara maju angka
nya lebih kecil, yaitu 0,05–0,1%.
C. Tanda-tanda dan gejala
Pada umumnya kejang di dahului oleh makin memburuknya preeklampsi dan
terjadinya gejala–gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual yang hebat, nyeri di epigastrium dan hiper-refleksi. Bila keadaan ini tidak
segera diobati akan timbul kejang. Terutama pada persalinan, bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsi dibagi dalam 4 tingkat
a) Tingkat Awal (Aura) .
Keadaaan ini berlangsung kira–kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar. Demikian pula tangannya dan kepala berputar ke
kiriataukekanan.
b) Tingkat kejang tonik.
Berlangsung 15-30 detik atau kurang dari 30 detik, dalam tingkat ini semua otot
menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku ( distorsi ), bola mata menonjol, tangan
menggenggam, kaki membengkok ke dalam, pernapasan berhenti,muka menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.
c) Tingkat Kejang Klonik.
Berlangsung antara 1-2 menit, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam
tempo yang cepat, terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan
kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian
disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-oto muka dan otot seluruh tubuh.
Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini, sehingga seringkali penderita terlempar
dari tempat tidur. Seringpula lidah tergigit, dan mulut keluar liur yang berbusa
kadan disertai bercak-bercak darah, wajah tampak membengkak karena kongesti
dan sianosis, pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik pendarahan, klien
menjadi tidak sadar
d) Tingkat Koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan pendrita mulai sadar lagi,
akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan
berulang sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah meninggi,
nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius, mungkin karena
gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria
atauanuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahkan muntah. Penderita yang
sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.
E. Komplikasi
Kematian ibu dan janin merupakan komplikasi yang terberat, dan
usaha utama yaitu melahirkan bayi yang hidup dari seorang ibu yang menderita
eklampsia. Adapun komplikasi yang terjadi pada kasus persalinan dengan
kematian maternal 1%, gagal ginjal akut 4%, henti jantung 4%, edema paru 5%,
pneumonia aspirasi 7%, defisit neurologis 7%, solusio plasenta 10% serta
sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet). Khususnya
pada ibu komplikasi yang terjadi berupa solusio plasenta, pendarahan, gangguan
ginjal, edema paru, sindroma HELLP bahkan kematian ibu. Khususnya pada bayi
komplikasi yang dapat terjadi meliputi prematuritas, BBLR, gawat janin, dan Intra
Uterine Fetal Death (IUFD) (Putra et all, 2019).
F. Prognosis
Kematian ibu berkisar antara 9,8%-25%, sedangkan kematian bayi pemberian
pengobatan , maka gejala perbaikan akan tampak jelas stelah kehamilannya
diakhiri. Segera setelah persalinan berakhhir perubahan patofisiologik akan segera
pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan.
Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.
Eklampsi tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita
eklampsi juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada
fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

G. Faktor Predisposisi.
1. Primigravida
2. Kehamilan ganda
3. Diabetes melitus
4. Hipertensi essensial kronik
5. Molahida tidosa
6. Hidrops fetalis
7. Bayi besar, obesitas
8. riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
9. riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
10. Lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
H. Penatalaksanaan
Tujuan:
1. Menghentikan atau mencegah kejang.
2. Mempertahankan fungsi organ vital
3. Koreksi hipoksia atau asidosis
4. Mengendalikan tekanan darah dalam batas aman Pengakhiran
5. Kehamikan mencegah atau mengatasi penyulit, khususnya krisis
hipertensi, untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu eklampsi:
6. Sikap dasar
Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu.
Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan
metabolisme ibu, cara terminasi dengan prinsip trauma ibu seminimal
mungkin (dr. Handaya, dkk).

7. Pengobatan medikamentosa
a. Obat anti kejang:
yang menjadi pilihan pertama ialahmangnesium sulfat.bila denga
jenis obat ini kejang masih sukar di atasi,dapat dipakai jenis obat
lain misalnya tiopental.diazepam dapat dipakai sebagai altenatif
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat
tinggi,pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang
telah berpengalaman.
b. Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian mangnesium sulfat ada dasar nya sama seperti
pemberian mangnesium sulfat pada pre eklampsi berat.pengobatan
suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ – organ
penting,misalnya tindakan tindakan untuk memperbaiki
asidosis,mempertahankan pentilasi paru paru,mengatur tekanan
darah, mencegah dekompensasi kordis.
c. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang tujuan pertama pertolongan
ialah mencegah penderita mengalami penderita akibat kejang –
kejang tersebut.dirawat dikamar isolasi cukup terang agar bila
terjadi sinosis segera dapat diatasi segera dapat diketahui.
Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstermitas penderita yang
kejang tidak terlalu kuat menghentak hentak benda kuat
disekitarnya selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut si
penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang
tergigit karena dapat mematah kan gigi.
d. Perawatan koma
Tindakan pertama pada penderita koma adalah menjaga dan
mengusaha kan agar jalan nafas atas tetap terbuka.cara yang
sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas
atas adalah dengan manuver tik –neck lift,yaitu kepala direndahkan
dan leher dalam posisi ekstensi kebelakang atau head tilt –chain lift
dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas,atau jau-
thrsut,yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil
mengangkat kepala kebelakang.kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan oropharyngeal airway
8. Perawatan edema paru
Sebaiknya penderita dirawat di ICU karna membutuhkan perawatan
animasi dengan respirator
a. Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan
eklampsia harus diakhiri,tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin.persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilitas (pemulihan)hemodinamika dan metabolism ibu. Pada
perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam,
monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
I. Asuhan Ibu Dengan Eklampsi
Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
1. Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi
jantung bayi, dan dieresis
2. Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan
reflek patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta
diuresis baik (harus sesuai instruksi dokter)
3. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht,
leukosit, LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
4. Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4),
tekanan darah tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral
atau oral sesuai instruksi dokter.
5. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan
monitor DJJ.
6. Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
7. Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas b.d spasme jalan napas d.d dispnea
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema
3. Resiko cidera pada janin
DAFTAR PUSTAKA

Putra, Y. A. P. S, Abimanyu, B, & Andayani, P. Preeklampsia Berat, Sindrom HELLP, dan


Eklampsia Terhadap LuaranJanin (Fetal outcome) di RSUD Ulin Banjarmasin. Indonesian
Journal of Obstetrics & Gynecology Science. September 2019; 2(2): 143-151. 7.

Triana, E & SA, S. Eklampsia Antepartum pada G5P40H3 Gravid Preterm 33-
34Minggu+Sindrom HELLP + AKI + IUFD. Jurnal Kesehatan Andalas. September 2019; 8
(1): 79-83.

Anda mungkin juga menyukai