Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA TN. S DENGAN DIABETES MELITUS DI RT 002 RW 001 DESA

BANJAREJO KEC. PAKIS

OLEH:

A’YUNIN SOLEHA

NIM

202310461011011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MALANG

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep keluarga

1.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan dua orang tau lebih yang hidup bersama dengan

ikatan dan kedekatan emosional baik yang tidak memiliki hubungan darah,

perkawinan, atau adopsi dan tidak memiliki batas keanggotaan dalam keluarga

(Friedman & Bowden, 2010).

1.2 Tipe Keluarga

Tipe keluarga menurut Marilynn M Friedman & Bowden, (2010) terdiri

dari 3:

1) Keluarga inti (suami-istri) merupakan keluarga dengan ikatan

pernikahan terdiri dari suami istri, dan anak anak, baik dari anak hasil

perkawinan, adopsi atau keduanya.

2) Keluarga orientasi (keluarga asal) merupakan unit keluarga dimana

seseorang dilahirkan

3) Keluarga besar merupakan keluarga inti dan orang yang memiliki

ikatan darah, dimana yang paling sering adalah anggota dari keluarga

orientasi salah satu dari kelurga inti. seperti kakek-nenek, bibi, paman,

keponakan, dan sepupu.

Harnilawati, (2013) menyatakan bahwa tipe keluarga dikelompokkan

menjadi 2 yaitu secara tradisional dan secara modern, sebagai berikut:


1) Keluarga secara tradisional, kelurga secara tradisional terdiri dari 2 tipe

yaitu:

a) Nuclear family dimana keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak baik

dari hasil perkawianan, adopsi atau keduanya.

b) Extended family dimana kelurga inti ditambah dengan kelurga lain

yang memiliki hubungan darah seperti, kakek-nenek, paman, bibi, dan

sepupu)

2) Keluarga secara modern, dengan semakin berkembangnya peran

individu maka menyebabkan rasa individulasme meningkat sehingga

dapat dikelompokkan beberapa tipe keluarga selain di atas adalah:

a) Tradisional nuclear, dimana keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan

anak yang tinggal satu rumah sesuai dengan ikatan hukum dalam

perkawinan, salah satu atau keduanya dapat bekerja diluar.

b) Reconstituted nuclear, dimana dari keluarga inti terbentuk kelurga baru

dengan ikatan perkawinan suami atau istri, dan tinggal bersama anak-anak

dalam satu rumah, baik anak dari hasil perkawinan lama atau baru, satu

atau keduanya bekerja diluar.

c) Middle age/aging couple, dimana ayah sebagai pencari nafkah, ibu

bekerja sebagai ibu rumah tangga, anak-anak keluar dari rumah karena

sekolah/ menikah/berkarir.
d) Dyadic Nuclear, dimana sepasang suami istri yang tinggal satu rumah

dengan usia pernikahan yang sudah lama dan tidak memiliki anak yang

salah satu atau keduanya bekerja di rumah.

e) Single parent, dimana dalam keluarga terdiri dari orang tua tunggal

yang disebabkan karena perceraian atau salah satu dari pasangannya

meninggal dunia, dan anak-anaknya tinggal dalam satu rumah atau di luar

rumah.

f) Dual carries, dimana suami dan istri memiliki pekerjaan di luar rumah

dan tidak memiliki anak

g) Commuter married, dimana suami dan istri bekerja di luar rumah dan

tidak tinggal dalam satu rumah, namum keduanya dapat ketemu diwaktu

tertentu.

h) Single adult, dimana laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri

tanpa keluarga dan memutuskan untuk tidak menikah.

i) Three generation, dimana dalam rumah terdapat tiga generasi yang

tinggal

j) Institusional, dimana anak atau orang dewasa tidak tinggal dalam rumah

namun di suatu panti.

k) Communal, dimana dua pasangan atau lebih yang tinggal dalam satu

rumah dan pasangan tersebut monogami dengan anaknya dan bersama

dalam penyediaan fasilitas


l) Gaoup marriage, dimana dalam satu perumahan terdiri dari kelurga satu

keturunan atau satu orang tua yang setiap anak sudah menikah

m) Unmarried parent and child, dimana kelurga yang terdiri dari ibu dan

anak, ibu tidak ingin melakukan perkawinan namum memiliki anak adopsi

n) Cohibing couple, dimana dalam keluarga terdiri dari satu atau dua

pasangan yang tinggal namun tidak ada ikatan perkawinan

o) Gay and lesbian family, dimana keluarga terdiri dari pasangan yang

memilki jenis kelamin yang sama.

1.3 Ciri-ciri keluarga

Ciri –ciri keluarga menurut Friedman & Bowden, (2010) sebagai berikut:

1) Terorganisasi, dimana anggota keluarga saling berhubungan dan saling

ketergantungan.

2) Terdapat keterbatasan, dimana anggota keluarga bebas menjalankan fungsi dan

tugasnya namum tepat memiliki keterbatasan.

3) Terdapat perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga memiliki peranan

dan fungsi masing.

1.4 Struktur Keluarga

Struktur kelurga dapat menggambarkan tentang keluarga bagaimana

pelaksanaan fungsi keluarga dalam masyarakat. Struktur keluarga terdiri dari

beberapa macam yaitu:


1) Patrilinear merupakan keluarga yang terdiri dari sanak saudara dan memiliki

hubungan darah yang terdiri beberapa generasi dari garis keturunan ayah

2) Matrilinear merupakan keluarga yang terdiri dari sanak saudara dan memiliki

hubungan darah yang terdiri beberapa generasi dari garis keturunan ibu

3) Matrilokal merupakan keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang tinggal

bersama dengan keluarga yang sedarah dengan istri

4) Patrilokal merupakan keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang tinggal

bersama dengan keluarga yang sedarah dengan suami

5) Keluarga kawin merupakan hubungan sepasang suami istri sebagai pembinaan

kelurga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagaian dari keluarga karena

ada hubungan dengan suami atau istru

1.5 Fungsi Pokok Keluarga

Fungsi pokok kelurga berdasarkan Friedman & Bowden, (2010)secara

umum sebagai berikut:

1) Fungsi afektif merupakan fungsi utama dalam megajarkan keluarga segala

sesuatu dalam mempersiakan anggota keluarga dapat bersosialisasi dengan orang

lain.

2) Fungsi sosialisasi merupakan fungsi dalam mengembangkan dan mengajarkan

anak bagaimana berekehidupan sosial sebelum anak meninggalkan rumah dan

bersosialisasi dengan orang lain di luar rumah.


3) Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan keturunan atau

generasi dan dapat menjaga kelangsungan keluarga.

4) Fungsi ekonomi merupakan keluarga yang berfungsi dalam memenuhi

kebutuhan ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu

sehingga meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

5) Fungsi perawatan merupakan fungsi dalam mempertahankan status kesehatan

keluarga dan anggota keluarga agar tetap produktiv.

1.6. Tugas Keluarga

Sesuai dengan fungsi kesehatan dalam keluarga, keluarga mampunyai

tugas dibidang kesehatan. Friedman & Bowden, (2010) membagi tugas kelurga

dalam 5 bidang kesehatan yaitu:

1) Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya Keluarga

mampu mengenali perubahan yang dialami oleh anggota keluarga sehingga secara

tidak langsung akan menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka

keluarga akan segera menyadari dan mencatat kapan dan seberapa besar

perubahan tersebut.

2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

Tugas utama keluarga mampu memutuskan dalam menentukan tindakan yang

tepat agar masalah kesehatan dapat teratasi. Apabila keluarga memiliki

keterbatasan dalam mengatasi masalah maka keluarga meminta bantuan orang

lain disekitarnya.
3) Keluarga mampu memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang

sakit Keluarga mampu memberikan pertolongan pertama apabila keluarga

memiliki kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit atau

langsung mambawa ke pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan tindakan

selanjutnya sehingga masalah terlalu parah.

4) Kelurga mampu mempertahankan suasana dirumah Keluarga mampu

mempertahankan suasana di rumah agar dapat memberikan manfaat bagi anggota

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada Keluarga mampu

memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada anggota keluarga yang sakit.

2. Diabetes Melitus

2.1 Definisi

Diabetes Mellitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang

akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Hal ini diduga karena

perubahan pola makan masyarakat yang lebih banyak mengonsumsi makanan

yang mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat.

Diabetes mellitus sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan penting

di dunia termasuk di Indonesia, karena kasusnya yang terus terjadi dan mengalami

peningkatan (Nuraisyah, 2018). Penyakit ini merupakan penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia kronis yang diakibatkan karena kerusakan /

defisiensi sekresi insulin, kerusakan respon terhadap hormon insulin ataupun

keduanya (IDF, 2021).


2.2 Epidemologi

Berdasarkan penelitian epidemiologi, prevalensi DM terus bertambah

secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak 150 juta orang terkena

DM dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu

akan membengkak menjadi 300 juta orang. Laporan dari WHO mengenai

studi populasi DM di berbagai negara, memberikan informasi bahwa jumlah

penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang, jumlah

tersebut menempati urutan ke-4 setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan

Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan prevalensi tersebut akan terus

meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika

Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).

2.3 Etiologi

Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau

faktor keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa

lebih dari 50% berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan

begitu dapat dikatakan bahwa Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan

ditularkan. Faktor lainnya yaitu nutrisi, nutrisi yang berlebihan (overnutrition)

merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan Diabetes

Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi berlebihan, semakin

besar kemungkinan terjangkitnya Diabetes Melitus (dr Prapti dan Tim

Lentera, 2003). Sering mengalami stress dan kecanduan merokok juga

merupakan faktor penyebab Diabetes Melitus.

2.4 Klasifikasi
DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya kadar

glukosa darah. Secara etiologi DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe

2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.

1. DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas

(reaksi autoimun). Sel β pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh

yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar

glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai

80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat

terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM

tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil

non autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga

disebut sebagai type 1 idiopathic, pada mereka ini ditemukan

insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami

ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian 4 besar (75% kasus) terjadi sebelum

usia 30 tahun dan DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 % dari

seluruh kasus DM yang ada.DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM

yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai yang dominan resistensi

insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin. Pada

diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan

perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas

tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk


mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering berhubungan

dengan kondisi ini.

2. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2

terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi

insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung

pada pemberian insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok diabetes

melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan

makrovaskuler.

3. DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah

kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu

hamil gagal mempertahankan euglycemia). Pada umumnya mulai

ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko

GDM yakni riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria. GDM

meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,

polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM

mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi

dan makrosomia. Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para

ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di kehamilan

berikutnya.

4. Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat

kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati

(penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu


fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja

insulin (b-adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Down’s,

Klinefelter’s).

2.5 Gambaran Klinis

Sindroma klinik yang sering dijumpai pada diabetes mellitus yakni

poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah

atau hiperglikemia. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang

dikonsumsi mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5%

diubah menjadi glikogendan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Semua

proses tersebut terganggu pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga

energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya

hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila kadarnya tinggi

sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang

berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik

osmotik, sehingga diuresis meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit

(poliuria). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya

elektrolit pada pasien DM sehingga terjadi koma hiperglikemik hiperosmolar

nonketosis. Karena adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasinya

dengan banyak minum (polidipsia). Selain itu, polifagia juga timbul karena

adanya perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya

pemakaian glukosa di sel, jaringan, dan hati7. Normalnya lemak yang berada

dalam aliran darah, melewati hati dan dipecah menjadi gliserol dan asam

lemak. Asam lemak kemudian diubah menjadi senyawa keton (asam


asetoaseat, aseton, asam betahidroksibutirat) dan dilepaskan ke aliran darah

kembali untuk disirkulasikan ke sel tubuh agar dimetabolisme menjadi energi,

CO2 dan air. Pada saat terjadi gangguan metabolit, lipolisis bertambah dan

lipogenesis terhambat, akibatnya dalam jaringan terbentuk senyawa keton

lebih cepat daripada sel tubuh dapat memetabolismenya. Maka, terjadi

akumulasi senyawa keton dan asidemia (penurunan pH darah dan

meningkatnya ion hidrogen dalam darah). Sistem buffer tubuh berusaha untuk

menetralkan perubahan pH yang ditimbulkannya, tetapi bila ketosis yang

timbul lebih hebat maka pH darah tidak dapat dinetralisir dan terjadi diabetik

ketoasidosis. Keadaan klinis ini ditandai dengan nafas yang cepat dan dalam,

disebut pernafasan kussmaul, disertai adanya bau aseton.

2.6 Komplikasi

Komplikasi akut pada kasus diabetes adalah ketoasidosis diabetes

(diabetic ketoacidosis/DKA) hiperosmolaritas dan hiperglikemi

(hyperglycaemic hyperosmolarity/HHS). DKA terjadi akibat defisiensi absolut

atau relatif insulin yang dikombinasi dengan regulatori kelebihan hormon

glukagon, katekolamin, kortisol. Ketosis terjadi akibat peningkatan perlepasan

asam lemak bebas dari adiposit, yang akhirnya mengakibatkan sintesa badan

keton di hepar. Turunnya kadar insulin disertai peningkatan katekolamin dan

growth factor, meningkatkan lipolisis dan perlepasan asam lemak bebas.

Secara normal, asam lemak bebas ini akan diubah menjadi trigliserida atau

Very Low Density Lipoprotein (VLDL) di hepar. Pada DKA,

hiperglukagonemi merubah metabolism hepar untuk meningkatkan formasi


badan keton dengan mengaktivasi enzim karnitin palmitotranferase I. Enzim

ini penting dalam regulasi transportasi asam lemak ke dalam mitokondria, di

mana terjadi oksidasi beta dan konversi badan keton terjadi. Pada PH yang

fisiologis, badan keton wujud sebagai ketoasid yang dineutralisasi oleh

Peningkatan asam bikarbonat. laktat juga menyumbang kepada terjadinya

asidosis metabolik. Tanda-tanda terjadinya DKA termasuk mual, muntah,

dahaga, poliuri, respirasi kussmaul, takikardi, takipnea, dehidrasi, hipotensi,

nyeri abdomen dan sebagainya. HHS sering terjadi pada lansia dengan DM

tipe 2 dengan riwayat beberapa minggu sebelumnya, poliuri, penurunan berat

badan yang akhirnya mengakibatkan perobahan status mental. Beda HHS dan

DKA adalah tiadanya simptom mual, muntah dan nyeri abdomen pada DKA.

Komplikasi kronik dari diabetes dapat berupa:

Komplikasi vaskuler, yang dibagi menjadi makrovaskular yaitu penyakit

pembuluh darah koroner, pembuluh darah tungkai bawah dan retinopati,

mikrovaskular nefropati, yaitu dan lainnya9. Penyakit diabetes melitus yang

tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan

dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.

Yangtermasukdalampembuluhda rahbesarantara lain:

a. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan

penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak.

b. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan

menyebabkan luka iskemik pada kaki.


c. Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan

stroke. Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati)

misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan

kebutaan. Selain itu, dapa tterjadi kerusakan pada pembuluh darah

ginjal yang akan menyebabkan nefropatidiabetikum.

2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan Diabetes Mellitus berbeda untuk DM tipe 1 dan DM tipe2:

a. Pengobatan DM tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 1 harus bergantung

pada insulin eksogen untuk mengontrol hiperglikemia. Tujuan

pemberian insulin pada DM tipe 1 adalah untuk memelihara

konsentrasi gula darah mendekati kadar normal dan mencegah

besarnya penyimpangan kadar glukosa darah yang dapat

menyebabkan timbulnya komplikasi jangka panjang12. Insulin

eksogen yang dipakai untuk pengobatan DM memiliki beberapa

jenis yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja sedang, dan insulin

kerja lama. Efek samping dari pemberian insulin tersebut berupa

reaksi alergi, hipoglikemia akibat dosis yang berlebihan, dan

lipodistrofi di tempat penyuntikan.

b. Pengobatan DM tipe 2 Langkah pertama dalam mengelola DM


selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa
perencanaan makan/terapi nutrisi medik, olahraga, dan penurunan
berat badan. Bila dengan langkah tersebut sasaran terapi
pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan
penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan
pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja
obat sesuai dengan macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Obat antidibetika oral dibagi dalam 6 kelompok, sebagai berikut:

a. Sulfonilurea (misalnya: tolbutamid, klorpropamida,


glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon dan
glimepirida). Mekanisme kerja sulfonilurea dengan
menstimulasi insulin dari sel beta-pankreas.
Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea
yang memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan
saluran K-ATP pada sel β-pankreas, akan
menghambat effluks kalium sehingga terjadi
depolarisasi kemudian membuka saluran Ca dan
menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan
pelepasan insulin. Di samping itu, sulfonilurea juga
dapat meningkatkan kepekaan reseptor terhadap
insulin di hati dan di perifer.
b. Penyekatkanalkalium(misalnya:repaglinidadan
nateglinida). Golongan ini mempunyai mekanisme
kerja yang sama dengan sulfonilurea, hanya
pengikatan reseptornya terjadi di tempat lain dan
kerjanya lebih singkat.
c. Biguanida (misalnya: metformin). Berbeda dengan
sulfonilurea, obat ini tidak menstimulasi pelepasan
insulin dan tidak menurunkan gula-darah pada orang
sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan sehingga
berat badan tidak meningkat, maka dapat diberikan
pada penderita yang kegemukan. Penderita ini
biasanya mengalami resitensi insulin, sehingga
sulfonilurea kurang efektif. Mekanisme kerjanya yaitu
dengan meningkatkan kemampuan insulin untuk
memindahkan glukosa ke dalam sel (insulin
sensitizers).
d. Glukosidase-inhibitors (misalnya: akarbose dan
miglitol) Obat golongan ini bekerja dengan
merintangi enzim alfa glukosidase di mukosa
duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida
menjadi monosakarida terhambat. Dengan demikian
glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke
dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan
merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat
dihindarkan.
e. Thiazolidindion (misalnya: rosiglitazon dan
pioglitazon). Obat golongan ini bekerja dengan
mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan
sensitivitas jaringan perifer untuk insulin (insulin
sensitizers).
f. Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers) .
Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat
enzim DPP 4 sehingga produksi hormon incretin tidak
menurun. Adanya hormon inkretin berperan utama
dalam produksi insulin di pankreas dan pembentukan
hormon GLP-1 (glukagon-like peptide-1) dan GIP
(glucose dependent insulinotropic polypeptide) di
saluran cerna yang juga berperan dalam produksi
insulin. Dengan penghambatan enzim DPP-4 akan
mengurangi penguraian dan inaktivasi inkretin, GLP-
1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Salamung, N., Pertiwi, M. R., Ifansyah, M. N., Riskika, S., Maurida, N., Suhariyati, S., ... &
Rumbo, H. (2021). Keperawatan Keluarga= Family Nursing.

Hardianto, D. (2020). TELAAH KOMPREHENSIF DIABETES MELITUS: KLASIFIKASI, GEJALA,


DIAGNOSIS, PENCEGAHAN, DAN PENGOBATAN: A Comprehensive Review of
Diabetes Mellitus: Classification, Symptoms, Diagnosis, Prevention, and
Treatment. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 7(2), 304-
317.

Kurniawaty, E., & Yanita, B. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes
Melitus tipe II. Jurnal Majority, 5(2), 27-31.

Mirza, R. (2017). Memaksimalkan dukungan keluarga guna meningkatkan kualitas hidup pasien
diabetes mellitus. JUMANTIK (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 2(2), 12-30.

Anda mungkin juga menyukai