Bab 2
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
untuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan social setiap anggota
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
11
a. Tradisional nuclear, dimana keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang tinggal satu rumah sesuai dengan
ikatan hukum dalam perkawinan, salah satu atau
keduanya dapat bekerja diluar.
b. Reconstituted nuclear, dimana dari keluarga inti terbentuk
kelurga baru dengan ikatan perkawinan suami atau istri,
dan tinggal bersama anak-anak dalam satu rumah, baik
anak dari hasil perkawinan lama atau baru, satu atau
keduanya bekerja diluar.
c. Middle age/aging couple, dimana ayah sebagai pencari
nafkah, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, anak-anak
keluar dari rumah karena sekolah/ menikah/berkarir.
d. Dyadic Nuclear, dimana sepasang suami istri yang tinggal
satu rumah dengan usia pernikahan yang sudah lama dan
tidak memiliki anak yang salah satu atau keduanya
bekerja di rumah.
e. Single parent, dimana dalam keluarga terdiri dari orang
tua tunggal yang disebabkan karena perceraian atau salah
satu dari pasangannya meninggal dunia, dan anak-
anaknya tinggal dalam satu rumah atau di luar rumah.
f. Dual carries, dimana suami dan istri memiliki pekerjaan
di luar rumah dan tidak memiliki anak
g. Commuter married, dimana suami dan istri bekerja di luar
rumah dan tidak tinggal dalam satu rumah, namum
keduanya dapat ketemu diwaktu tertentu.
h. Single adult, dimana laki-laki atau perempuan yang
tinggal sendiri tanpa keluarga dan memutuskan untuk
tidak menikah.
i. Three generation, dimana dalam rumah terdapat tiga
generasi yang tinggal
12
j. Institusional, dimana anak atau orang dewasa tidak
tinggal dalam rumah namun di suatu panti.
k. Communal, dimana dua pasangan atau lebih yang tinggal
dalam satu rumah dan pasangan tersebut monogami
dengan anaknya dan bersama dalam penyediaan fasilitas
l. Gaoup marriage, dimana dalam satu perumahan terdiri
dari kelurga satu keturunan atau satu orang tua yang setiap
anak sudah menikah
m. Unmarried parent and child, dimana kelurga yang terdiri
dari ibu dan anak, ibu tidak ingin melakukan perkawinan
namum memiliki anak adopsi
n. Cohibing couple, dimana dalam keluarga terdiri dari satu
atau dua pasangan yang tinggal namun tidak ada ikatan
perkawinan
o. Gay and lesbian family, dimana keluarga terdiri dari
pasangan yang memilki jenis kelamin yang sama
(Japarianto, 2021).
13
2.1.4 Struktur Keluarga
Struktur kelurga dapat menggambarkan tentang keluarga bagaimana
pelaksanaan fungsi keluarga dalam masyarakat. Struktur keluarga
terdiri dari beberapa macam yaitu:
2.1.4.1 Patrilinear merupakan keluarga yang terdiri dari sanak
saudara dan memiliki hubungan darah yang terdiri beberapa
generasi dari garis keturunan ayah
2.1.4.2 Matrilinear merupakan keluarga yang terdiri dari sanak
saudara dan memiliki hubungan darah yang terdiri beberapa
generasi dari garis keturunan ibu
2.1.4.3 Matrilokal merupakan keluarga yang terdiri dari suami dan
istri yang tinggal bersama dengan keluarga yang sedarah
dengan istri
2.1.4.4 Patrilokal merupakan keluarga yang terdiri dari suami dan
istri yang tinggal bersama dengan keluarga yang sedarah
dengan suami
2.1.4.5 Keluarga kawin merupakan hubungan sepasang suami istri
sebagai pembinaan kelurga dan beberapa sanak saudara yang
menjadi bagaian dari keluarga karena ada hubungan dengan
suami atau istri (Lestari and Pratiwi Hadi, 2019).
2.2 Konsep Diabetes Mellitus
2.5.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan”. Melitus berasal dari kata latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit Diabetes Melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa yang
tinggi. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan intensitivitas
relatif sel terhadap insulin (Corwin, 2009 dalam Setiawan, 2018).
14
Diabetes Melitus adalah kelainan metabolisme, dimana kemampuan
tubuh untuk memanfaatkan glukosa, lemak dan protein terganggu
karena defisiensi insulin atau resistensi insulin (Dunning, 2014 dalam
(Wulandari, Hamidah, & Priatna, 2017). Diabetes melitus adalah
penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak cukup
menghasilkan insulin, atau saat tubuh tidak efektif memanfaatkan
insulin yang dihasilkan (WHO, 2017 dalam Putri, 2019).
2.5.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis
(Smeltzer dan Bare, 2015 dalam Putri, 2019), yaitu:
2.2.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus), terjadi karena adanya kerusakan sel-β,
biasanya menyebabkan kekurangan insulin absolute yang
disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik. Umumnya
penyakit ini berkembang ke arah Ketoasidosis Diabetik yang
menyebabkan kematian. Diabetes Melitus Tipe 1 terjadi
sebanyak 5-10% dari semua Diabetes Melitus. Diabetes
Melitus Tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut dan
biasanya terjadi pada usia 30 tahun (Smeltzer dan Bare, 2015
dalam Putri, 2019).
2.2.2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus), terjadi karena kerusakan
progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin. Diabetes
Melitus Tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan
metabolik dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh
tidak cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di
jaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut. Diabetes
Melitus Tipe 2 mengenai 90-95% klien dengan Diabetes
Melitus. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,
15
obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes Melitus
Tipe 2 ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi
(Smeltzer dan Bare, 2015 dalam Putri, 2019).
2.2.2.3 Diabetes Mellitus tipe Tertentu
Diabetes Melitus tipe ini terjadi karena penyebab lain
misalnya, defek genetik pada fungsi sel-β, defek genetik pada
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti fibrosis
kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin,
infeksi, sindrom genetik lain dan karena disebabkan oleh
obat atau kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare, 2015 dalam
Putri, 2019).
2.2.2.4 Dibetes Mellitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional ini merupakan Diabetes
Melitus yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan. Terjadi pada 2-5% semua wanita hamil tetapi
hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015 dalam Putri,
2019).
16
Umumnya Diabetes Melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil
atau sebagian besar dari sel-sel β dari pulau-pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi
kekurangan insulin. Disamping itu Diabetes Melitus juga dapat terjadi
karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa
kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab
lain yang belum diketahui (Smeltzer dan Bare, 2015 dalam Putri,
2019). Diabetes Melitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit
kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain:
2.2.3.1 Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya
Diabetes Melitus. Konsumsi makanan yang berlebihan dan
tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah
meningkat dan pastinya akan menyebabkan Diabetes Melitus
2.2.3.2 Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung
memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit
Diabetes Melitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk
berpotensi untuk terserang Diabetes Melitus.
2.2.3.3 Faktor Genetik
Penyebab Diabetes Melitus akan dibawa oleh anak jika orang
tuanya menderita Diabetes Melitus. Pewarisan gen ini dapat
sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat
kecil.
2.2.3.4 Buah-buahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan
mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untu proses metabolisme tubuh
17
termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi
dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
2.2.3.5 Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan
menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan
dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena Diabetes
Melitus.
2.2.3.6 Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab
Diabetes Melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Diabetes Melitus
karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang
tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun di dalam
tubuh merupakan faktor utama penyebab Diabetes Melitus
selain disfungsi pankreas.
2.2.3.7 Kadar Kortikosteroid yang tinggi menyebabkan kehamilan
Diabetes Melitus Gestasional.
2.2.3.8 Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
2.2.3.9 Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari
insulin..
2.5.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
Menurut Nurarif & Kusuma (2019) manifestasi klinis dari Diabetes
Mellitus antara lain:
2.2.4.1 Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)
Poliuria ini sering terjadi pada penderita diabetes karena
adanya gangguan dalam produksi insulin. Karena titik berat
gangguan pada klien kencing manis adalah gangguan insulin
ini. Jika insulin (insulin adalah hormon yang mengendalikan
18
gula darah) tidak ada atau sedikit maka ginjal tidak dapat
menyaring glukosa untuk kembali ke dalam darah.
Kemudian hal ini akan menyebabkan ginjal menarik
tambahan air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Hal
ini membuat kandung kemih cepat penuh dan hal ini otomatis
akan membuat para penderita DM akan sering kencing buang
air kecil.
2.2.4.2 Polidipsia (peningkatan rasa haus) Keinginan untuk sering
minum karena adanya rasa haus banyak terjadi pada klien
dengan diabetes melitus ini. Karena memang adanya juga
gangguan hormon serta juga efek dari banyak kencing diatas,
maka penderita akan sering merasakan haus dan ingin untuk
sering minum.
2.2.4.3 Polifagia (peningkatan rasa lapar) Para penderita penyakit
diabetes mellitus akan juga merasakan bahwasannya
tubuhnya akan sering dan sepat merasa lemah. Hal ini salah
satu penyebabnya adalah produksi glukosa terhambat
sehingga sel-sel makanan dari glukosa yang harusnya
didistribusikan ke semua sel tubuh untuk membuat energi
jadi tidak berjalan dengan semestinya dan juga optimal.
Karena sel energi tidak mendapat asupan sehingga orang
dengan kencing manis akan merasa cepat lelah.
2.2.4.4 Rasa lelah dan kelemahan otot Karena adanya gangguan pada
produksi glukosa seperti diatas sehingga seseorang akan
merasa lelah dan lemah. Karena kebutuhan akan energi
diseluruh tubuh tidak diserap dengan optimal.
2.2.4.5 Kesemutan Tanda-tanda neropati pada klien dengan DM
yang seringkali dirasakan adalah kesemutan di kaki dan
tangan. Hal tersebut terjadi secara bertahap dari waktu ke
waktu karena glukosa dalam darah tinggi akan merusak
sistem saraf. Pada penderita diabetes tipe 2 kejadiannya
19
secara bertahap, dan orang-orang sering tidak menyadari
bahwa itu salah satu pertanda. Kondisi gula darah tinggi
kemungkinan telah terjadi beberapa tahun sebelum seseorang
itu mengetahui bahwa dirinya telah terkena DM. Kerusakan
saraf dapat menyebar tanpa pengetahuan para penderita
kencing manis ini.
2.2.4.6 Mata Kabur
Tingginya kadar gula darah menarik cairan dari jaringan,
termasuk lensa mata. Hal ini mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk fokus. Jika tidak diobati, diabetes dapat
menyebabkan pembuluh darah baru terbentuk dalam retina
(bagian belakang mata) dan pembuluh lama dapat terjadi
kerusakan. Bagi kebanyakan orang, perubahan awal tidak
menyebabkan masalah penglihatan. Namun, jika perubahan
ini berlanjut dan tidak terdeteksi, mereka dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan dan kebutaan
20
Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan
21
Perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan
(Smeltzer dan Bare, 2015 dalam Ariyani, 2019).
2.5.6 Pathway Diabetes Mellitus
22
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2
jam post pradinal (pp) >200 mg/dL Aseton plasma
(keton) positif secara mencolok
23
2.5.8 Komplikasi
Menurut Black & Hawks (2005) dalam Ariyani (2019)
mengklasifikasikan komplikasi Diabetes Melitus menjadi 2 kelompok
yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis:
2.2.7.1 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang abnormal/rendah terjadi jika
kadar glukosa darah turun dibawah 60-50 mg/dL (3,3-
2,7 mmol//L). Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa
dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan
tertunda atau bila klien lupa makan cemilan
b. Ketoasidosis Diabetik
Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Pada tiga gambaran
klinis yang penting pada Ketoasidosis Diabetik:
Dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Apabila
jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang pula. Di samping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.
c. Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketoik
Merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran (sense of awarness). Pada
saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis ringan.
24
Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia
persisten menyebabkan diuresis osmotic sehingga terjadi
kehilangan cairan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu
perbedaan utama antara sindrom HHNK dan DKA
adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
sindrom HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat
dalam masing-masing keadaan ini dianggap penyebab
parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak
terdapat pada DKA.
2.2.7.2 Komplikasi Kronis
a. Komplikasi Makrovaskulee
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada Diabetes Melitus. Perubahan
aterosklerotik ini serupa dengan yang terlihat pada klien-
klien nondiabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan
tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda
dengan frekuensi yang lebih besar pada klien-klien
Diabetes Melitus.
b. Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik
yang hanya terjadi pada Diabetes Melitus. Penyakit
Mikrovaskuler Diabetik (mikroangiopati) ditandai oleh
penebalan membrane basalis pembuluh kapiler.
Membran basalis mengelilingi sel- sel endotel kapiler.
c. Retinopati Diabetik
25
Kelainan patologis mata yang disebut Retinopati
Diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-
pembuluh darah kecil pada retina mata.
d. Nefropati
Penyakit Diabetes Melitus turut menyebabkan kurang
lebih 25% dari klien-klien dengan penyakit ginjal
stadium terminal yang memerlukan dialisis atau
transplantasi setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Penyandang Diabetes Melitus Tipe 1 sering
memperlihatkan tanda-tanda permulaan Penyakit Renal
setelah 15-20 tahun kemudian, sementara klien Diabetes
Melitus Tipe 2 dapat terkena penyakit Renal dalam
waktu 10 tahun sejak diagnosis Diabetes ditegakkan.
Banyak klien Diabetes Melitus Tipe 2 yang sudah
menderita Diabetes Melitus selama bertahun-tahun
sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan diobati.
e. Neuropati
Neuropati dalam Diabetes Melitus mengacu kepada
sekelompok penyakit-penyakit yaang menyerang semua
tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom
dan spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara
klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena
(Hasdianah, 2014 dalam Ariyani, 2019).
26
terapi dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes
melitus tipe 2 antara lain:
2.2.8.1 Diet yang tepat
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan Diabetes Melitus. Menurut Departemen
Kesehatan RI menetapkan bahwa kebutuhan kalori individu
sebesar 2000 kkalori/hari. Penatalaksanaan nutrisi pada
penderita Diabetes Melitus diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut ini:
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya
vitamin, mineral).
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktasi kadar glukosa darah mendekati
normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini
meningkat.
2.2.8.2 Latihan fisik yang seusai dengan usia Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes
Melitus karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa
darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan
(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan
dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat
(resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat
pada Diabetes Melitus karena dapat menurunkan berat
badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan
kesegaran tubuh. Latihan ini juga akan mengubah kadar
27
lemak darah yaitu, meningkatkan kadar HDL Kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua
manfaat ini sangat penting bagi penyandang Diabetes
Melitus mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena
penyakit kardiovaskuler pada Diabetes Melitus.
2.2.8.3 Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara Mandiri Dengan
melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG, Self Monitoring of Blood Glucose) penderita
Diabetes Melitus kini dapat mengatur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
memungkinkan deteksi dengan pencegahan hipoglikemia
serta hiperglikemia dan berperan untuk menentukan kadar
glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi
komplikasi Diabetes Melitus jangka panjang. Beberapa
metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri
kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup
pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasikan
darah tersebut pada strip pereaksi khusus. Strip tersebut
pertama-tama dimasukkan ke dalam alat pengukur sebelum
darah ditempelkan pada strip. Setelah darah melekat pada
strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat
pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam
waktu yang singkat (kurang dari 1 menit).
2.2.8.4 Terapi obat oral atau insulin (jika diperlukan) Menurut
Rendy, M. Clevo dan Margareth TH (2012) dalam Ariyani
(2019) pada individu sehat, sekresi insulin mengimbangi
jumlah asupan makanan yang bermacam-macam dengan
latihan fisik, sebaliknya, individu dengan Diabetes Melitus
tidak mampu menyekresi jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah. Sebagai akibatnya,
28
kadar glukosa meningkat tinggi sebagai respon terhadap
makanan dan tetap tinggi dalam keadaan puasa.
2.2.8.5 Penyuluhan kesehatan
Menurut Menurut Corwin (2009) dalam Ariyani (2019) klien
Diabetes Melitus relatif dapat hidup normal asalkan mereka
mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan
penyakit yang dideritanya. Menurut Prince dan Wilson
(2006) dalam Ariyani (2019) mereka dapat belajar
menyuntikkan insulin sendiri, memantau kadar glukosa
darah mereka dan memanfaatkan informasi untuk mengatur
dosis insulin serta merencanakan diet serta latihan
sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi hiperglikemia
atau hipoglikemia.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer
merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada populasi umum misalnya
dengan kampanye makanan sehat dan penyuluhan bahaya
Diabetes Melitus. Pencegahan sekunder yaitu upaya
mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada klien
yang menderita penyakit Diabetes Melitus dengan pemberian
pengobatan dan tindakan deteksi dini penyakit. Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau
kecacatan melalui penyuluhan dan penyuluhan kesehatan.
29
Diabetes Melitus termasuk di dalamnya memberi motivasi
dan meningkatkan efikasi diri (kepercayaan pada
kemampuan diri sendiri) (Brunner & Suddarth, 2015 dalam
Ariyani, 2019).
30
bekerja, sumber penghasilan, berapa jumlah yang
dihasilkan oleh setiap anggota keluarga yang bekerja.
7) Aktivitas Rekreasi Kelurga: Dimana pengkajian ini
berisi tentang kegiatan keluarga dalam mengisi
waktu luang dan kapan keluarga pergi bersama
ketempat rekreasi.
b. Riwayat dan tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini. Pada tahap
ini yang dikaji adalah hubungan keluarga saat ini, dan
komunikasi antar keluarga tersebut, apakah ada
pertengkaran, perdebatan dan sebagainya antar
keluarga.
2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum
Terpenuhi Pada tahap ini yang dikaji adalah tugas
perkembangan keluarga saat ini yang belum belum
dilaksanakan secara optimal oleh keluarga
3) Riwayat Keluarga Inti
Pada tahap ini yang dikaji adalah hubungan keluarga
inti, dan apa latar belakang sebelum menjalani sebuah
kelurga
4) Riwayat Keluarga Sebelumnya
Pada tahap ini yang dikaji adalah bagaimana keadaan
keluarga sebelumnya, sampai keadaan sekarang.
c. Keadaan Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
Pada tahap ini yang dikaji adalah letak posisi rumah
pada denah perkampungan yg ditinggali keluarga
dengan jelas
2) Karakteristik Tetangga dan Komunitas
31
Pada tahap ini yang dikaji adalah gambaran tentang
rumah keluarga dan apa yang dilakukan keluarga
setiap harinya, misalnya berbaur dengan tetangga.
3) Mobilitas Geografis Keluarga
Pada tahap ini yang dikaji adalah letak daerah rumah
keluarga.
4) Perkumpulan Keluarga dan Interaksi Keluarga
Pada tahap ini yang dikaji adalah tentang interaksi
dengan tetangga, misalnya apakah keluarga
mengikuti pengajian atau perkumpulan ibu-ibu
rumah tangga lainnya ataupun kegiatan lainya
5) Sistem Pendukung Keluarga
Pada tahap ini dikaji adalah tentang kesulitan
keungan yang keluarga dapat diatasi dengan
dukungan keluarga.
d. Struktur Keluarga
1) Pola-pola Komunikasi Keluarga
Menjelaskan cara komunikasi antar anggota keluarga,
menggunakan sistem tertutup atau terbuka, kualitas
dan frekuensi komunikasi yang berlangsung serta isi
pesan yang disampaikan.
2) Struktur Kekuatan Keluarga
Keputusan dalam keluarga, siapa yang membuat yang
memutuskan dalam penggunaan keuangan,
pengambilan keputusan dalam pekerjaan tempat
tinggal, serta siapa yang memutuskan kegiatan dan
kedisiplinan anak–anak. Model kekuatan atau
kekuasaan yang digunakan adalah membuat
keputusan
3) Struktur dan Peran Keluarga
32
Menjelaskan peran dari masing–masing anggota
keluarga baik secara formal maupun informal.
4) Struktur Nilai atau Norma Keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut
keluarga dengan kelompok atau komunitas.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
Mengkaji diri keluarga, perasaan memiliki dan
dimiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, kehangatan kepada
keluarga dan keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai.
2) Fungsi Sosial
Mengkaji tentang otonomi setiap anggota dalam
keluarga, saling ketergantungan dalam keluarga, yang
bertanggung jawab dalam membesarkan anak. Fungsi
mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah
3) Fungsi Perawatan Kesehatan
Mengkaji tentang sejauh mana keluarga menyediakan
makanan, pakaian, dan perlindungan terhadap
anggota yang sakit.
f. Stres dan Koping Keluarga
1) Stresor Jangka Pendek dan Panjang
Stresor jangka pendek: yaitu stresor yang dialami
keluarga yang memerlukan penyelesaikan dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Stresor jangka panjang:
yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
Kemampuan keluarga berespon terhadap
33
situasi/stressor: Mengkaji sejauh mana keluarga
berespon terhadap situasi stresor yang ada.
2) Strategi Koping yang Digunakan
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
3) Strategi Adaptasi Disfungsional
Menjelaskan adaptasi disfungsional (perilaku
keluarga yang tidak adaptif) ketika keluarga
menghadapi masalah.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga
metode ini sama dengan pemerikasaan fisik di klinik atau
rumah sakit yang meliputi pemeriksaan head to toe dan
pemeriksaan penunjang.
h. Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan
keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
i. Pengkajian Fokus Diabetes Mellitus (Purwanto, 2016
dalam Aryani, 2019), antara lain:
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram
otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat.
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan
istirahat atau dengan aktivitas, letargi/disorientasi,
koma, penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat Diabetes mellitus,
klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstermitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama.
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah postural,
Diabetes mellitus, nadi yang menurun atau tidak ada,
34
distrimia, kulit panas, kering dan kemerahan, mata
cekung
3) Integritas Ego
Gejala: Stres, tergantung pada orang lain, masalah
financial yang berhubugan dengan kondisi. Tanda:
Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru atau berulang. Nyeri tekan abdomen. Tanda:
Urine encer, pucat, kuning: poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk
(infeksi). Abdomen keras, adanya asites, bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Makanan/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penururnan berat badan lebih dari
periode beberapa hari atau minggu, haus, penggunaan
diaretik (tiazid). Tanda: Kulit kering atau bersisik,
turgor kulit jelek, kekakuan atau distensi abdomen,
muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolic dengan peningkatan gula darah). Bau
halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6) Neurosensori
Gejala: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor atau koma (tahap lanjut). Gangguan memori
(baru dan masa lalu), kacau mental, Refleks Tendon
35
Dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang atau nyeri
(sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan
palpitasi: tampak sangat berhati hati.
8) Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda:
Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi
9) Pernafasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan
atau tidak ada tanda sputum purulen (tergantung ada
tidaknya infeksi). Tanda: Demam, diaforesis,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernafasan.
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Tanda:
Masalah Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
11) Penyuluhan atau Pemelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga: Diabetes Melitus,
Penyakit Jantung, Stroke, Diabetes mellitus,
Febobarbital penyembuhan yang lambat. Penggunaan
obat seperti steroid, diuretik (tiazid), dilantin dan
dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
36
dalam fungsi perawatan kesehatan diabetes mellitus (SDKI,
D.0115)
a. Definisi
Pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga
tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan
anggota keluarga.
b. Penyebab
1) Kompleksitas sistem pelayanan kesehatan
2) Kompleksitas program/perawatan pengobatan
3) Konflik pengamilan keputusan
4) Kesulitan ekonomi
5) Banyak tuntutan
6) Konflik keluarga
c. Gejala dan Tanda Mayor dan Minor
1) Subjektif
a). Mengungkapkan tidak memahami masalah
kesehatan yang diderita
b). Mengungkapkan kesulitan menjalankan
perawatan yang ditetapkan
2) Objektif
a). Gejala penyakit anggota keluarga semakin
memberat
b). Aktivitas keluarga mengatasi masalah kesehatan
tidak tepat
c). Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi
faktor resiko.
d. Kondisi Klinis Terkait
1) PPOK
2) Sklerosis Multipel
3) Arthritis Rheumatoid
4) Nyeri Kronis
37
5) Penyalahgunaan zat
6) Gagal ginjal/ hati tahap terminal
2.3.3.1 Penurunan koping keluarga berhubungan dengan
perubahan peran keluarga (SDKI, D.0097)
a. Definisi
Ketidakadekuatan atau ketidakefektifan dukungan,
rasa nyaman, bantuan dan motivasi orang terdekat
(anggota keluarga atau orang berarti) yang dibutuhkan
klien untuk mengelola atau mengatasi masalah
kesehatan.
b. Penyebab
1) Situasi penyerta yang mempengaruhi orang
terdekat
2) Krisis perkembangan yang dihadapi orang
terdekat
3) Kelelahan orang terdekat dalam memberikan
dukungan
4) Disorganisasi keluarga
5) Perubahan peran keluarga
6) Tidak tersedianya informasi bagi orang terdekat
7) Kurangnya saling mendukung
8) Tidak cukupnya dukungan yang diberikan klien
pada orang terdekat
9) Orang terdekat kurang terpapar informasi
10) Salahnya atau tidak pahamnya informasi yang
didaptkan
11) Orang terdekat terlalu fokus pada kondisi diluar
keluarga
12) Penyakit kronis yang menghabiskan kemapuan
dukungan orang terdekat
13) Krisis situasional yang dialami orang terdekat
38
c. Gejala dan Tanda Mayor dan Minor
1) Subjektif
a). Klien mengeluhkan atau khawatir tentang
respon orang terdekat pada masalah kesehatan
b). Orang terdekat menyatakan kurang terpapar
informasi tentang upaya mengatasi asalah klien
2) Objektif
a). Orang terdekat menarik diri dari klien
b). Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan
klien
c). bantuan yang dilakukan orang terdekat
menunjukkan hasil yang tidak memuaskan
d. Kondisi Klinis Terkait
1) Penyakit Alzheimer
2) AIDS
3) Kelainan yang menyebabkan peralisis permanen
4) Kanker
5) Penyakit Kronis (misal. kanker, arthritis
reumatoid)
6) Penyalahgunaan zat
7) Krisis keluarga
8) Konflik keluarga yang belum terselesaikan
2.3.4.1 Ketidakpatuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan
pemahaman (kurangnya motvasi keluarga) (SDKI, D.0114)
a. Definisi
Perilaku individu dan atau pemberi asuhan tidak
mengikuti rencana perawatan atau pengbatan yang
disepakati dengan tenaga kesehatan, sehingga
menyebabkan hasil perawatan atau pengobatan tidak
efektif.
b. Penyebab
39
1) Disabilitas (misal. penurunan daya ingat, defisit
sensorik/motorik)
2) Efek samping program perawatan atau pengobatan
3) Beban pembiayaan program perawatan atau
pengobatan
4) Lingkungan tidak terapeutik
5) Program terapi kompleks atau lama
6) Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (misal.
gangguan moilitas, masalah transportasi,
ketidaadaan orang merawat anak dirumah, cuaca
tidak menentu)
7) Program terapi tidak ditanggung asuransi
8) Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akiat
defisit kognitif, kecemasan, gangguan penglihatan
atau pendengaran, kelelahan, kurang motivasi)
c. Gejala dan Tanda Mayor dan Minor
1) Subjektif
a). Menolak menjalani perawatan atau pengobatan
b). Menolak mengikuti anjuran
2) Objektif
a). Perilaku tidak mengikuti program perawatan
atau pengobatan
b). Perilaku tidak menjalankan anjuran
c). Tampak tanda atau gejala penyakit atau
masalah kesehatan masih ada atau meningkat
d). Tampak komplikasi penyakit atau masalah
kesehatan menetap atau meningkat.
d. Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi baru terdiagnosa penyakit
2) Kondisi penyakit kronis
40
3) Masalah kesehatan yang membutuhkan perubahan
pola hidup
41
3. Potensial Masalah 3 2
Untuk di Cegah ×1=
Skala :
3 3
3 1
- Tinggi = 3
- Cukup = 2
- Rendah = 1
4. Menonjolnya 1 1
Masalah ×1=
Skala :
2 2
- Masalah berat,
harus segera
ditangani (2) 1 1
- Ada masalah,
tetapi tidak perlu
ditangani (1)
- Masalah tidak
dirasakan (0)
Total 3,1
1. Sifat Masalah
Skala:
- Tidak/kurang
sehat (3) 2 2
2 1 ×1=
- Ancaman 3 3
kesehatan (2)
- Keadaan
sejahtera (1)
2. Kemungkinan
Masalah Untuk di
Ubah 1
Skala : 1 2 ×2=1
- Mudah = 2 2
- Sebagian = 1
- Tidak Dapat = 0
3. Potensial Masalah 1 1
Untuk di Cegah ×1=
Skala :
3 3
1 1
- Tinggi = 3
- Cukup = 2
- Rendah = 1
4. Menonjolnya 0
Masalah ×1=0
Skala :
2
- Masalah berat,
harus segera 0 1
ditangani (2)
- Ada masalah,
tetapi tidak perlu
ditangani (1)
42
- Masalah tidak
dirasakan (0)
Total 2
1. Sifat Masalah
Skala:
- Tidak/kurang
sehat (3) 3
3 1 ×1=1
- Ancaman 3
kesehatan (2)
- Keadaan
sejahtera (1)
2. Kemungkinan
Masalah Untuk di
Ubah 1
Skala : 1 2 ×2=1
- Mudah = 2 2
- Sebagian = 1
- Tidak Dapat = 0
3. Potensial Masalah 1 1
Untuk di Cegah ×1=
Skala :
3 3
1 1
- Tinggi = 3
- Cukup = 2
- Rendah = 1
4. Menonjolnya 1 1
Masalah ×1=
Skala :
2 2
- Masalah berat,
harus segera
ditangani (2) 1 1
- Ada masalah,
tetapi tidak perlu
ditangani (1)
- Masalah tidak
dirasakan (0)
Total 2,8
43
2.3.4 Intervensi Keperawatan
2.3.4.1 Diagnosa. 1 Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang program
terapeutif dalam fungsi perawatan kesehatan diabetes
mellitus (SDKI, D.0115)
SLKI SIKI Rasional
Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan Salah satu pilar penting
keperawatan keluarga Observasi dalam pengelolaan
selama 1x24 jam tingkat - Identifikasi kesiapan dan penderita DM adalah
pengetahuan klien dan kemampuan menerima pemberian edukasi
keluarga meningkat, informasi kesehatan, sebagai
dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor-faktor upaya meningkatkan
- Perilaku sesuai anjuran yang dapat eningkatkan pengetahuan dan sikap
meningkat dan menurunkan serta mengubah
- Veralisasi minat dalam motivasi perilaku hidup perilaku pemeliharaan
belajar meningkat bersih dan sehat kesehatan. Penyuluhan
- Kemampuan Terapeutik kesehatan tentang
menjelaskan - Sediakan materi dan perawatan kaki
pengetahuan tentang media penyuluhan diperlukan penderita
suatu topik meningkat kesehatan DM yang beresiko
- Kemampuan - Jadwalkan penyuluhan terkena ulkus diabetik
menggambarkan kesehatan sesuai terkait pengetahuan
pengalaman kesempatan dan pemahaman yang
sebelumnya yang sesuai - Berikan Kesempatan tepat. Pengetahuan
topik meningkat untuk bertanya merupakan dasar utama
- Perilaku sesuai dengan Edukasi berhasilnya suatu
pengetahuan meningkat - Jelaskan faktor resiko pengobatan.
- Pertanyaan tentang yang dapat Pengetahuan berkaitan
masalah yang dihadapi mempengaruhi erat dengan perilaku
menurun kesehatan seseorang, karena
- Persepsi yang keliru - Ajarkan perilaku hidup dengan pengetahuan
terhadap masalah bersih dan sehat tersebut penderita
menurun - Ajarkan strategi yang memiliki alasan dan
- Menjalani pemeriksaan dapat digunakan untuk landasan untuk
yang tidak tepat meningkatkan perilaku menentukan suatu
menurun hidup bersih dan sehat. pilihan, mempengaruhi
- Perilaku membaik seseorang dalam
bertindak dan bersikap
(Munali et al., 2019)
44
SLKI SIKI Rasional
Setelah dilakukan asuhan Dukungan Penampilan Dukungan keluarga
keperawatan selama 1x24 Peran merupakan bantuan
jam fungsi keluarga dalam Observasi yang diberikan oleh
meningkatkan koping - Identifikasi berbagai anggota keluarga lain
membaik, dengan kriteria peran dan periode sehingga memberikan
hasil: transisi sesuai tingkat kenyamanan fisik dan
- Pemahaman kebutuhan perkembangan psikologis pada orang
anggota keluarga - Identifikasi peran yang yang dihadapkan pada
meningkat ada dalam keluarga situasi stress Adanya
- Anggota keluarga - Identifikasi adanya peran dukungan keluarga
saling mendukung yang tidak terpenuhi pada penderitaDM tipe
meningat Terapeutik II sejalan dengan peran
- Anggota keluarga - Fasilitas adaptasi peran keluarga dalam
menjalankan peran keluarga terhadap pemeliharaan fisik
yang diharapkan peruahan peran yang keluarga dan para
meningkat tidak diinginkan anggotanya dan
- Adaptasi terhadap - Fasilitas bermain peran membangkitkan
masalah meningkat dalam mengantisipasi dorongan dan semangat
- Adaptasi dalam transisi reaksi orang lain pada para anggotanya.
perkemangan terhadap perilaku Untuk itu diperlukan
meningkat - Fasilitasi diskusi tentang dukungan keluarga
- Pembagian tanggung peran orang tua, jika berupa motivasi dan
jawab kepada setiap perlu penghargaan bagi
anggota keluarga - Fasilitasi diskusi tentang pasien agar tidak jenuh
meningkat adaptasi peran saat anak dan stress menghadapi
- Lingkungan meninggalkan rumah, penyakit yang dialami
mendukung anggota jika perlu (Sri Ramdany and
keluarga - Fasilitasi diskusi harapan Pelabuhan Ratu
mengungkapkan dengan keluarga dalam Kabupaten Sukabumi,
perasaan meningkat peran timbal-balik 2021)
- Pelibatan anggota Edukasi
keluarga dalam - Diskusikan perilaku
penyelesaian masalah yang dibutuhakan untuk
meningkat perkembangan peran
- Veralisasi komitmen - Diskusikan perubahan
terhadap keluarga peran yang diperlukan
meningkat akibat penyakit atau
- Anggota keluarga ketidakmampuan
terlibat dalam aktivitas - Diskusikan strategi
komunitas meningkat positif untuk mengeelola
- Mempertahankan tradisi peruahan peran
keluarga - Ajarkan perilaku aru
yang dibutuhkan oleh
pasien atau orang tua
untuk memenuhi peran
Kolaborasi
45
- Rujuk dalam kelompok
untuk mempelajari peran
baru
46
menjalani program
pengobatan
- Anjurkan pasien dan
keluarga melakukan
konsultasi kepelayanan
kesehatan terdekat, jika
perlu.
47
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik
individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya
perawat sebagai perawat pendidik sesuai dengan tugas seorang
perawat.
2.4.2 Tujuan Penyuluhan kesehatan
Menurut Nursalam & Efendi tujuan penyuluhan kesehatan merupakan
suatu harapan agar terjadi perubahan pada pengetahuan, sikap, dan
perilaku individu, keluarga maupun masyarakat dalam memelihara
prilaku hidup sehat ataupun peran aktif sebagai upaya dalam
penanganan derajat kesehatan yang optimal (Deborah, 2020)
2.4.3 Sasaran Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dapat diberikan kepada sasaran secara
langsung maupun melalui menggunakan media tertentu. Dalam situasi
di mana pendidik tidak dapat bertemu dengan sasaran, media sangat
diperlukan untuk pendidikan. Media penyuluhan kesehatan adalah
saluran komunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan
kesehatan. Pemilihan media penyuluhan kesehatan ditentukan oleh
banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan
sumber daya pendukung. Contohnya di daerah terpencil yang hanya
dapat dicapai dengan pesawat terbang khusus dan penyuluhan
kesehatan yang diinginkan adalah mencapai sebanyak mungkin
sasaran, maka media yang dipilih adalah flyer atau media elektronik
jika sumber dayanya memungkinkan. Beberapa media penyuluhan
kesehatan dapat juga digunakan sebagai alat peraga jika pendidik
kesehatan bertemu langsung dengan partisipan dalam proses promosi
kesehatan. Media poster dapat dianggap sebagai media peraga berupa
gambar, demikian juga dengan billboard dan sebagainya. Berikut ini
adalah media dan alat peraga yang dapat digunakan dalam promosi
kesehatan adalah sebagai berikut :
2.4.3.1 Leaflet dan pamphlet
48
Merupakan selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang
suatu masalah khusus untuk sasaran yang dapat membaca.
Leaflet terdiri atas 200-400 kata dan kadang-kadang
berseling dengan gambar. Leaflet berukuran 20x30 cm, dan
biasanya dalam bentuk berlipat. Merupakan bentuk
penyampaian informasi kesehatan melalui selembar kertas
yang dilipat.
2.4.3.2 Flyer (Selemaran)
2.4.3.3 Billboard
Berbentuk papan besar berukuran 2 x 2 m yang berisi tulisan
dan/gambar yang ditempatkan di pinggir jalan besar yang
dapat dibaca atau dilihat oleh pemakai jalan. Tulisan dalam
billboard harus cukup besar agar dapat dibaca oleh
pengendara yang berkecepatan tinggi tanpa menganggu
konsentrasi dalam berkendara. Billboard juga dapat berupa
gambar besar yang ditempelkan pada pengendara umum (bus
kota) sehingga dapat meraih lebih banyak sasaran.
2.4.3.4 Poster
Poster merupakan pesan singkat dalam bentuk gambar,
ukuran poster biasanya sekitar 50 x 60 cm, karena ukurannya
terbatas dan tema dalam poster tidak terlalu banyak, sedapat-
dapatnya hanya ada satu tema dalam satu poster. Tata letak
kata dan warna dalam poster hendaknya menarik. Kata-kata
dalam poster tidak lebih dari tujuh kata dan hurufnya dapat
dibaca oleh orang yang lewat dari jarak 6 meter.
2.4.3.5 Lembar balik (Flip chart)
Adalah media penyampaian dalam bentuk buku di mana pada
setiap lembar berisi gambar, pada setiap lembar berisi
gambar peraga dan lembar sebaliknya adalah tulisan yang
menjelaskan tentang gambar sebelumnya. Lembar balik (flip
chart) mempunyai dua ukuran, ukuran besar terdiri atas
49
lembaran- lembaran berukuran 50 x 75 cm, sedangkan
ukuran kecil 38 x 50 cm. Lembar balik yang berukuran lebih
kecil (21 x 28 cm) disebut flip book atau flip chart meja.
2.4.3.6 Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang dapat merangsang
indra pendengaran dan indra penglihatan secara bersamaan,
dan bersifat dapat didengar dan dilihat karena mengandung
unsur suara dan gambar. Media audiovisual menggunakan
dua jenis media yaitu auditif atau mendengar dan visual atau
melihat, maka dari itu jenis media ini mempunyai
kemampuan yang lebih baik. Media audiovisual merupakan
sebuah alat bantu yang berarti alat atau bahan yang
dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu
penyampaian tulisan dan kata yang diucapkan dalam
menularkan pengetahuan, ide, dan sikap. Jenis Media
Audiovisual:
a. Media audio motion visual, yaitu media yang paling
lengkap dengan maksud penggunaan segala kemampuan
audio dan visual ke dalam pengelompokan, seperti: TV,
sound-film, video-tape dan film TV recording.
b. Media audio-still-visual, yaitu media kedua yang
dianggap lengkap tetapi tidak bisa menampilkan motion
atau gerak, seperti sound film strip, sound slide-sct,
rekaman still TV.
c. Media audio-semination, yaitu media berkemampuan
menampilkan titik-titik, tetapi tidak bisa mentransmit
secara utuh suatu motion nyata, seperti telewritting dan
recorde telewritting.
d. Media motion-visual, yaitu media yang kemampuannya
seperti media kelas I kecuali suara (audio). Media yang
termasuk kelas ini adalah silent film (film bisu)
50
e. Media still-visual, yaitu media yang mampu
menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak bisa
menyajikan motion (gerak) seperti facsimile, micropon,
dan videofille.
f. Media audio yaitu, media yang menggunakan suara
semata-mata. Radio telepon, audio dise audio tape.
g. Media cetakan yaitu, madia yang hanya menampilkan
informasi berupa alphanumeric dan simbol-simbol
tertentu.
2.4.3.7 Vidio
Keunggulannya adalah dapat memberikan realita yang sulit
direkam kembali oleh mata dan pikiran. Dan juga dapat
diulang kembali untuk melihat kembali informasi yang
tersedia.
2.4.3.8 Slide
Keunggulannya adalah dapat memberikan realita walaupun
dalam keadaan terbatas. Dan cocok untuk sasaran dengan
jumlah yang banyak (Munali et al., 2019)
51
pump yang terdiri dari dorsofleksi dan plantarfleksi melalui gerakan
aktif dari pergelangan kaki untuk kelancaran otot pembuluh darah.
Gerakan dorsofleksi adalah menggerakkan telapak kaki ke arah tubuh
bagian atas sedangkan, gerakan plantarfleksi adalah gerakkan
menggerakan telapak kaki ke arah bawah. Jadi, dapat di tarik
kesimpulan bahwa buergerrallen exercise merupakan latihan
gabungan dari perubahan postural (posisi elevasi kaki 450, penurunan
kaki, serta tidur terlentang) dan muscle pump (dorsofleksi dan
plantarfleksi) serta dirangsang oleh modulasi grafitasi.
2.5.2 Manfaat Buerger Allen Exercise
Dengan melakukan buerger allen exercise dapat meningkatkan
perfusi, mengurangi rasa nyeri, meningkatkan suplai darah pada
ekstremitas bawah, membantu pembentukan struktur vaskular baru,
mengurangi nekrosis dan rasa sakit, serta membantu proses
penyembuhan luka maupun sianosis. Latihan ekstremitas bawah
bermanfaat meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot-otot yang
aktif dan pembuluh kapile terbuka sehingga lebih banyak reseptor
insulin menjadi lebih aktif dan mempengaruhi penurunan glukosa
darah (Supriyadi, 2018)
2.5.3 Indikator Buerger Allen Exercise
Indikasi buerger allen exercise menurut Wiwi Dwi Putri, 2020
meliputi: Penderita diabetes melitus tipe 1 atau 2, baik laki-laki
maupun perempuan . Penderita diabetes melitus yang beresiko rendah
mempunyai ulkus kaki diabetik.
2.5.4 Kontraindikasi Buerger Allen Exercise
Kontraindikasi buerger allen exercise menurut Wiwi Dwi Putri,
2020:
2.5.4.1 Penderita yang memiliki DM dengan ulkus kaki dengan
gangren yang kronik
2.5.4.2 Penderita yang memiliki DM dengan gangguan neurologis
dan kardiologis
52
2.5.4.3 Penderita yang memiliki DM dengan fraktur atau dislokasi di
daerah ekstremitas bagian bawah
2.5.4.4 Penderita yang mengalami cemas atau khawatir berlebih
terhadap latihan
2.5.5 Hal yang diperhatikan sebelum pelaksanaan Buerger Allen
Exercise
Menurut Wiwi Dwi Putri (2020) yang harus dikaji sebelum
melakukan buergerr allen exercise yakni mengkaji keadaan umum
seperti keadaan kaki dan kesadaran penderita DM, observasi TTV dan
kadar glukosa agar tidak terjadi hipoglikemi setelah latihan.
Memastikan tidak ada gejala dispnea atau nyeri dada. Memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi tindakan yang akan dilakukan. Mengkaji
suasana hati atau mood.
2.5.6 Prosedur Pelaksanaan Buerger Allen Exercise
Adapun prosedur buerger allen exrcise menggabunggan perubahan
postural gravitasi dan gerakan muscle pump:
2.5.6.1 Melakukan perubahan postural ekstremitas bagian bawah
atau kaki dengan posisi 45-90o dan disanggah oleh bantal
serta dianjurkan untuk melakukan gerakan fleksi-ekstensi
pada kaki selama 2-3 menit (Jannaim dkk., 2018).
2.5.6.2 Perubahan postural duduk dipinggir tempat tidur klien
dengan kaki menggantung. Kemudian melakukan gerakan
dosofleksi-plantarfleksi pada pergelangan kaki selama 3
menit dan gerakan inversi-efersi pergelangan kaki selama 3
menit, serta gerakan fleksi-ekstensi pada jari-jari kaki selama
3 menit. (Jannaim dkk., 2018)
2.5.6.3 Kemudian kembali pada posisi terlentang atau supinasi
dengan kedua kaki beristirahat serta di selimuti
menggunakan kain selama 3-5 menit (Jannaim dkk., 2018).
53
2.5.7 Analisis Jurnal Buerger Allen Exercise
54
No Judul Jurnal Validity Important Applicable
durasi 16 menit per dependen karena data
pertemuan berdistribusi normal.
Hasilnya terdapat Hasil
uji T berpasangan
diperoleh dengan p-
value adalah 0,000,
menunjukkan ada
perbedaan yang
signifikan pada kadar
glukosa darah antara
sebelum dan sesudah
terapi.
55
No Judul Jurnal Validity Important Applicable
angkle-brachial Allen Exercise
indeks (ABI) 0,40 – sebanyak 6 kali selama
0,89, berumur 40-60 6 hari dengan durasi 15
tahun baik laki-laki menit, Nilai ABI diukur
maupun perempuan sesuai standar prosedur
dan mengikuti seluruh operasional (SPO)
program latihan yang dengan menggunakan
telah disetujui sphmomanometer dan
bersama. stetoskop. Studi kasus
ini dilakukan pada
tanggal 08 Juni -28 Juni
2021.
Hasil Variasi gerakan
dan gaya grafitasi pada
Buerger Allen Exercise
mampu untuk
memperbaiki dan
meningkatkan sirkulasi
darah hingga ke perifer
ditandai dengan
peningkatan nilai
Angkle-Brachial Index
56