Anda di halaman 1dari 20

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga ada kumpulan individu atau lebih yang terikat oleh hubungan
darah, perkawinan maupun adopsi, serta pada tiap-tiap anggota keluarga selalu
saling berinteraksi satu sama lainnya (Siregar et al, 2020).

Keluarga adalah sebuah kelompok kecil yang terdiri dari beberapa


individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, dan saling
ketergantungan serta diorganisi dalam satu unit tunggal untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Keluarga merupakan kumpulan dari dua individu atau lebih
yang terikant oleh hubungan darah, perkawinan maupun adopsi, serta pada
setiap anggota keluarga selalu saling berinteraksi satu sama lain (Maulina,
2021).

2.1.2 Tipe Keluarga


Pada sosiologi keluarga bentuk-bentuk keluarga tergolong sabagi tipe
keluarga tradisional dan non-tradisional atau bentuk normatif dan non-normatif,
berikut ini tipe-tipe keluarga (Siregar et al, 2020):

1. Keluarga Tradisional
a. The Nuclear Family (Keluarga Inti), adalah keluarga yang terdiri dari
suami, istri dan anak.
b. The Dyad Family adalah pasangan suami istri yyang tinggal bersama
tanpa anak ada anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama
c. The Single Parent Family (duda atau janda) adalah keluarga yang
terdiri dari 1 orang tua tunggal antara ayah atau ibu. Hal ini karena
bercerai, kematian atau ditinggalkan
d. The Extended Family (Keluarga Besar) adalha keluarga yang terdiri
keluarga inti dan orang yang berhubungan. Bisa terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti keluarga inti
disertai paman, bibi, orang tua (kakek dan nenek), keponakan dan yang
lain.
e. The single adult living alone/ single adult family adalah keluarga yang
terdiri dari orang dewasa yang memilih hidup sendiri (separasi) seperti
perceraian atau di tinggal mati
f. Commuter family adalah keluarga dengan kedua orang tua bekerja di
kota yang berbeda, namun setiap akhir pekan semua anggota
berkumpul bersama di suatu kota yang menjadi tempat tinggal
2. Keluarga Non Tradisional
a. The unmarried teenage mother adalah keluarga yang terdiri dari orang
tua dan anak, seperti ibu dan anak dari hubungan tanpa adanya
pernikahan
b. Pasangan yang tinggal bersama dan memiliki anak tetapi tidak
menikah, karena didasarkan pada hukum tertentu
c. Menikah kumpul kebo adalah kumpul bersama tanpa menikah dan
tinggal bersama
d. Gay dan Lesbian family adalah pasangan dengan jenis kelamin yang
sama hidup bersama selayaknya pasangan suami-istri
e. The steppearent family adalah keluarga dengan orangtua tiri
f. The nonmarital heterosexual cohabiting family adalah keluarga yang
hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa adanya pernikahan
g. cohabiting couple adalah keluarga dengan beberapa orang dewasa
yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah
saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagai sesuatu, termasuk
seksual dan membesarkan anaknya.

2.1.3 Struktur Keluarga


Menurut Friedman dalam (Yahya, 2020) terdapat pendekatan dalam
keluarga yaitu struktur fungsional, dimana struktur keluarga disusun atau di
atur dan saling bergantungan satu sama lain. Struktur keluarga terbagi menjadi
4 yaitu:
a. Pola komunikasi keluarga

6
Komunikasi sangat penting dalam hubungan namun tidak hanya untuk
keluarga, tetapi juga untuk semua jenis hubungan. Tanpa komunikasi, tidak
akan ada hubungan yang dekat dan intim, atau bahkan saling pengertian.
Dalam keluarga ada beberapa interaksi yang efektif dan beberapa tidak.
b. Struktur peran
Struktur peran yaitu sekumpulan perilaku yang dipelukan dalam posisi
tertentu. Ayah berperan sebagai kepala keluarga, ibu berperan sebagai
daerah demostik keluarga, dan anak memiliki peran masing-masing dan
berharap dapat saling memahami dan saling mendukung. Selain peran
utama terdapat peran informal, peran tersebut dilakuka dan kondisi tertentu
atau sudah menjadi kesepakatan antar anggota keluarga. Misalnya, jika
suami mengizinkan istrinya bekerja di luar rumah, maka istri akan berperan
informal. Begitu pula suami akan melakukan tugas informal tanpa sungkan
dengan membantu istrinya mengurus rumah
c. Struktur kekuatan
Menggambarkan adanya kekuasaan yang digunakan untuk mengontrol dan
mempengaruhi anggota keluarga lainnya dalam sebuah keluarga, setiap
individu dalam keluarga memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku
anggotanya ke arah yang lebih positif dalam hal perilaku dan kesehatan.
ketika seseorang memilki kekuatan sebenarnya dia dapat mengontrol
interaksi. dimana kekuatan ini dapat dibangung dengan berbagai cara.
Selain itu, terdapat banyak faktor dalam struktur kekuatan keluarga,
diantaranya:
1) Kekuatan hukum (kekuatan/kewenangan hukum)
Kepala keluarga merupakan kemampuan interaktif dalam keluarga, ia
berhak mengontrol tingkah laku anggota keluarga lainnya, terutama
pada anak-anak
2) Referent power
Dalam masyarakat orang tua merupakan contoh teladan dalam keluarga,
terutama kedudukan sang ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang
dilakukan sang ayah akan menjadi teladan bagi pasangan dan anak-
anaknya

7
3) Reward power/kemampuan menghargai
Imbalan penting untuk memiliki dampak yang mendalam didalam
keluarga. Hal ini tentunya sering terjadin di masyarakat kita, jika anak-
anak mereka mencapai nilai terbaik di sekolah, mereka akan diberikan
hadiah
4) Coercive power
Dalam memperkuat hubungan disebuah rumah tangga peraturan sangat
penting untuk diterapkan. Konsekuensinya apabila melakukan
pelanggaran atau tidak mematuhi peraturan yang ada maka ancaman
atau berupa hukuman akan diterima
d. Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga
Di dalam kehidupan keluarga sikap maupun kepercayaan sangat
penting dimana didalamnya terdapat nilai yang merupakan sistematis. Nilai-
nilai kekeluargaan juga dapat dimanfaatkan sebaagai pedoman dalam
menetapkan norma dan aturan. Norma adalah sikap sosial yang baik sesuai
sistem nilai keluarga.
Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu
sendiri, tetapi juga turunkan oleh keluarga istri atau suami. Perbaduan dua
nilai dengan nilai berbeda akan menciptakan nilai baru bagi sebuah keluarga.

2.1.4 Fungsi Pokok Keluarga


Fungsi pokok keluarga berdasarkan friedman dan bowden, 2010 dalam
salamung et al, 2021 secara umum sebagai berikut:
1) Fungsi efektif
Fungsi utama dalam mengajarkan keluarga segala sesuatu dalam
mempersiapkan anggota keluarga dapat bersosialisasi dengan orang lain
2) Fungsi sosialisasi
Fungsi dalam mengembangkan dan mengajarkan anak bagaimana
berkehidupan sosial sebelum anak meninggalkan rumah dan bersosialisasi
dengan orang lain di luar rumah
3) Fungsi reproduksi
Untuk meneruskan keturunan atau generasi dan juga menjaga kelangsungan
keluarga

8
4) Fungsi ekonomi
Mencakupi semua keperluan finansial seluruh anggota keluarga misalnya
untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan. Seperti saat ini,
yang terjadi adalah banyaknya pasangan yang melihat masalah yang
berujung pada perceraian kaerna hal pendapatan yang sedikit atau tidak
sesuai dengan kebutuhan sehari-hari antar suami dan istri. Isi yang dipelajari
tentang fungsi ekonomi keluarga adalah:
(1) Fungsi pendidikan
Menjelasakan usaha yang didapat dari sekolah atau masyarakat sekitar
dan usaha pendidikan yang dilakukan keluarga.
(2) Fungsi religius
Jelaskan penelitian keluarga yang berhubungan dengan kesehatan dan
kegiatan keagamaan
(3) Fungsi waktu luang
Jelaskan kemampuan keluarga untuk menghibur bersama di dalam dan
di luar rumah serta kegiatan keluarga, dan jumlah yang diselesaikan
(4) Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga berperanpenting dalam melakukan penerapan kesehatan, yaitu
dengan merawat masalah kesehatan anggota keluarga, ketika sakit maka
kemampuan keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan akan
mempengaruhi kesehatan keluarga. Dari kinerja tugas kesehatan
keluarga dapat dilihat kemampuan medis dan kesehatan keluarga.
Keluarga yang bisa melakukan tugas kesehatan dapat mengatasi
masalah kesehatan.

2.1.5 Tahap perkembangan keluarga


Delapan tahap siklus kehidupan keluarga dari Duvall paling banyak
digunakan sebagai formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga inti dengan
dua orang tua (Nadirawati, 2018):

9
Tabel 1 Tahap Perkembangan Siklus Keluarga (Nadirawati, 2018)

No Tahapan Keterangan
1. Tahap I Keluarga pemulaa (juga menunjuk pasangan menikah
atau tahap pernikahan)
2. Tahap II Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah
bayi sampai umur 0-30)
3. Tahap III Keluarga dengan usia anak prasekolah (anak tertua
berumur 2 hingga 6 tahun)
4. Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua
berumur 6 hingga 13 tahun)
5. Tahap V Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua
berumur 13 sampai 20 tahun)
6. Tahap VI Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir
meninggalkan rumah)
7. Tahap VII Orang tua usai pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan)
8. Tahap VIII Keluarga dalam masa pension dan lansia (juga
termasuk anggota keluarga yang berusia lanjut dan
pensiun hingga pasangan meninggal dunia)
2.1.6 Tugas Keluarga dalam Pemeliharaan Kesehatan
Menurut fridman dalam (achjar, 2010) fungsi pelayanan kesehatan
keluarga mempunyai tanggung jawab yang harus dipahami dan dilaksanakan
di departemen kesehatan. 5 tanggung jawab keluarga harus dipenuhi dalam
bidang kesehatan:
1) Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Setelah mengetahui masalah kesehatan masing-masing anggota, perubahan
terkecil yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian dan tanggung jawab keluarga. Oleh karena itu, jika mengetahui
perubahan tersebut perlu segera dicatat kspsn terjadi, perubahan apa yang
terjadi, dan apa yang terjadi. Berapa banyak yang telah berubah
2) Keluarga dapat mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat

10
Mengambil keputusan merupakan tugas utama keluarga, tujuannya keluarga
dapat mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,
memberikan masukan penuh terhadap keluarga yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan tindakan yang tepat sehingga dapat
mengurangi masalah kesehatan. Jika keluarga memiliki keterbatasan,
carilah bantuan orang lain di lingkungan sekitar keluarga
3) Keluarga mampu memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang
sakit
Untuk memberikan perawata pada anggota keluarga yang sakit atau tidak
bisa merawat tubuhnya sendiri karena adanya kekurangan atau usia. Jika
keluarga memiliki kemampuan untuk melakukan layanan gawat darurat
atau layanan kesehatan untuk mengambil tindakan lebih lanjut, perawat
dapa melakukannya di rumah sehingga tidak akan terjadi masalah yang
lebih serius.
4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan
Mengubah lingkungan keluarga, seperti pentingnya kebersihan keluarga,
dimana usaha keluarga dalam mencegah penyakit, kebersamaan antar
anggota keluarga terhadap mengelola lingkungan keluarga baik internal
maupun eksternal. Sehingga akan mempengaruhi kesehatan keluarga
5) Keluarga dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
Menggunakan sarana pelayanan kesehatan, merupakan keyakinan keluarga
terhadap keyakinan keluarga terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan. Keluarga mengetaahui keberadaan fasilitas kesehatan,
mendapatkan keuntungan menggunakan fasilitas kesehatan, apakah layanan
kesehatan terjangkau bagi keluarga, dan apakah mereka memahami dengan
baik pengalaman sebuah keluarga.

2.2 Konsep Hepatitis B


2.2.1 Pengertian
Hepatitis merupakan kondisi peradangan hati yang disebabkan faktor
termasuk infeksi virus. Infeksi virus ini dapat membahayakan, mengibarkan,
dan bahkan menunuh sel-sel yang terinfeksi di hati (Laiya et al, 2022).
Hepatitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hari (liver) yang disebabkan

11
oleh penggunaan alkohol berat, kondisi autoimun, obat-obatan, dan toksin.
Namun penyebab umum hepatitis adalah infeksi virus, yang sering kali disebut
dengan hepatitis viral (Miftahussurur, 2021).

Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan penyakit serius yang


disebabkan adanya partikel spherical 42 nm yang sangat kecil atau partikel
dane dengan selubung fosfolipid (HBsAg), termasuk dalam keluarga
hepadnaviridae (Laiya et al, 2022).

2.2.2 Klasifikasi
Menurut Kemenkes RI (2016) hepatitis B dibagi menjadi dua, yakni:
1) Hepatitis B akut
Merupakan hepatitis B dari golongan virus DNA yang penularannya
vertikal 95% terjadi saat masa perinatal (saat persalinan) dan 5% intrauterin.
Penularan horisontal melalui transfusi darah, jarum suntik , pisau cukur,
tatto dan transplantasi organ. Hepatitis B akut memiliki masa inkubasi 60-
90 hari.
2) Hepatitis B kronik
Merupakan perkembangan dari hepatitis B akut. Usia saat terjadi infeksi
mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka 95%
akan menjadi hepatitis kronik. Sedangkan bila penularan terjadi pada usia
balita, maka 20-30%, menjadi penderita hepatitis B kronik dan bila
penularan saat dewasa maka hanya 5% yang menjadi penderita hepatitis
kronik

2.2.3 Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) (Winarso, 2020).
Penyebab hepatitis meliputi (Khotimah et al, 2022):

1) Obat-obatan, bahan kimia, dan racun, menyebabkan toksik untuk hati,


sehingga sering disebut hepatitis toksik atau hepataitis akut
2) Rekasi tranfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis
3) Infeksi virus, virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang
ganda yang memiliki ukuran 42 mn. Ditularkan melalui darah atau produk
darah, saliva, semen, sekresi vagina. Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis

12
B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan, masa
inkubasi 40-180 hari dengan rata-rata 75 hari, faktor risiko bagi para dokter
bedah, pekerjaan laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik,
staf dan pasien dalam unit hemodialisis, para pemekai obat yang menggukan
jarum suntik bersama-sama atau diantara mitra seksual baik heterosekseual
maupun pria homoseksual
Penyebab penyakit hepatitis B menurut Susan Smeltzer (dalam Brunner
& Suddarth, 2015), yaitu:
1) Penularan melalui cairan tubuh
Dapat ditularkan melalui cairan tubuh yang terinfeksi virus hepatitis B.
Ccairan tubuh yang dapat menjadi sarana penularan hepatitis B adalah
darah, cairan vagina, dan air mani. Karena itu, berbagi pakai jarum suntik
serta berhubungan seksual tanpa kondom dengan penderita habibies dapat
menyebabkan seseorang tertular penyakit ini. Ibu yang menderita hepatitis
B dan C dapat menularkan kepada bayinya melalui jalan lahir.
2) Konsumsi alkohol
Kerusakan hati oleh senyawa kimia, terutama alkohol. Konsumsu alkohol
berlebihan akan merusak sel-sel hati secara permanen dan dapat
berkembang menjadi gagal hari atau sirosis
3) Penggunaan obat-obatan melebihi dosis atau paparan racun juga dapat
menyebabkan hepatitis
4) Autoimun
Pada hepatitis terutama hepatitis B, sistem imun tubuh justru meyerang dan
merusak sel dan jaringan tubuh sendiri, dalam hal ini adalah sel-sel hati,
sehingga menyebabkan peradangan. Peradangan yang terjadi dapat
bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat. Hepatitis autoimun lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria.

Masa inkubasi infeksi HBV dihitung dari pajanan hingga onset gejala
berada salam rentang 6 minggu hingga 6 bulan. Konsentrasi virus HBV paling
tinggi di dalam darah, dengan konsentrasi yang lebih rendah pada cairan tubuh
lainnya. Yaitu eksudat luka, semen, sekresi vagina, dan saliva. HBV
merupakan virus yang cukuo infeksius dan lebih tahan atau stabil di lingkungan

13
dibandingkan dengan patogen yang menular dari darah lainya, seperti hepatitis
C dan HIV (CDC, 2022).

Cara transmisi HBV terjadi dari individu yang terinfeksi kepada individu
yang rentan. Hal ini dapat terjadi melalui beberapa cara, transmisi horizontal
dan vertikal. Transmisi vertikal merupakan cara penularan HBV yang
terbanyak. Oleh karena itu, penting untuk menguangi risiko ini dengan cara
memberikan imunoprofilaksis pada bayi yang lahir dari ibu hepatitis B
(Terrault, 2018).

Transmisi horizontal terjadi saat kontak seksual atau kontak antar


permukaan mukosa. Hubungan seksual tanpa pengaman dan penggunaan
jarum suntik bergantian sering terjadi penyebab penularan pada daerah dengan
prevalensi rendah hingga sedang. Sedangkan transmisi vertikal terjadi pada
saat perinatal, yaitu ketika ibu menularkan virus ini saat persalinan kepada
bayinya. Hal ini sering terjadi pada daerah dengan prevalensi tinggi. Kontak
fisik yang berisiko menularkan HBV meliputi hubungan seksual tanpa
pengaman, baik melalui vagina, oral, ataupun anal, serta kontak dengan
mukosa dengan cairan saliva, sekresi vagina, cairan sperma, dan darah milik
pasien (Tripathi, 2022).

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita


hepatitis adalah (Winarso, 2020):

1) Kurang menjaga kebersihan, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan


2) Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi virus hepatitis atau makanan
yang tidak dimasak matang
3) Berbagai penggunaan barang probadi dan jarum suntik dengan orang lain
4) Melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan penderita hepatitis akibat
infeksi virus
5) Memiliki penyakit akut dan kronis
6) Memiliki penyakit autoimun
7) Memiliki riwayat hepatitis dalam keluarga

14
2.2.4 Manifestasi Klinis
Pada tahap awal, penderita hepatitis biasanya tidak merasakan gejala
apapun, sampai akhirnya penyakit ini menyebabkan kerusakan dan gangguaan
fungsi hari. Pada hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus, gejala hepatitis
akan muncul setelah penderita melewati masa inkubasi. Masa inkubasi tiap
virus hepatitis berbeda-beda, yaitu sekitar 2 minggu sampai 6 bulan. Berikut
adalah beberapa gejala umum yang muncul pada penderita hepatitis; mual,
muntah, demam, kelelahan, feses berwara pucat, urin berwarna gelap, nyeri
perut, nyeri sendi, kehilangan napsu makan, penurunan berat badan, mata dan
kulit berubah menjadi kekuningan atau penyakit kuning (Winarso, 2020).

Manifestasi klinis HBV berdasarkan klasifikasi sebagi berikut (Andika,


2018):
1) Hepatitis B akut
a. Malaise/lesu/kelelahan
b. Nafsu makan menurun
c. Demam ringan
d. Nyeri abdomen sebelah kanan
e. Kencing berwarna seperti teh
f. Ikterik
2) Hepatitis B kronis
a. HbsAg (Hepatitis B surface Antigen) positif
b. HbeAg (Hepatitis B E-antigen, anti Hbe dalam serum, kadar ALT
(Alanin Amino Transferase), HBV DNA (Hepatitis B Virus-
Deoxyyribunukleic Acid) positif
c. Berlangsung >6 bulan
d. Asimtomatik (tanpa tanda dan gejala)

2.2.5 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatab dan bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik inflamasi pada hepar,
pola normal pada hepatitis terganggu. Gangguan dan kerusakan sel-sel hepar
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya sel-

15
sel hepar yang rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karena nya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal
(Khotimah et al, 2022).

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk kedalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
sel ekresi) dan regusgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjungsi
(bilirubin direk) jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi ekskresi bilirubin (Khotimah et al,
2022).

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawah sampai ke hati. Disini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal inni dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi difungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh sehingga timbul gejala tidak napsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi
hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksik yang masuk berlebihan atau
tubuh mempunyai respon hipersensivitas, maka hal ini merusak hati dengan
berkurang fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagau penetral racun
(Khatimah et al, 2022).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
hepatitis B adalah (Andika, 2018):

1) ASR (SGOT) ALT (SGPT)


Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik
kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-enzim intra

16
seluler yang terutama berada di jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas
dari jaringan yang rusak, meningkatkan pada kerusakan hati
2) Darah Lengkap (DL)
Eeritrosit menurun sehubungan dengan penurunan eritrosit (ganguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan
3) Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegaly)
4) Diferensia darah lengkap
Leukositisis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma
5) Feses
Warna seperti tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
6) Albumin serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum
disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai
gangguan hati
7) Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
8) HbsAg
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
9) Masa protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel ahti atau
berkurang meningkat absorbs vitamin K yang penting untuk sintesis
protombin
10) Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bisa diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
11) Biopsi hati
Menunjukkan diagnosis dan luas nekrosis
12) Scan hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan hati
13) Urinalisa

17
Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan ekskresi bilirubin mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi larut dalam air, ia disekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.

2.2.7 Komplikasi
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada pada Hepetitis
B akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita hepatitis B akut.
Kebanyakan penderita hepatitis kronik tidak pernah mengalami gejala hepatitis
B akut yang jelas. Hepatitis fulminal merupakan penyulit yang paling dia takuti
karena sebagian besar berlangsung fatal. 50% kasus hepatitis virus fulmnal
adalah dari tipe B dan banyak diantar kasus hepatitis B akut fulminal terjadi
akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih
dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminal yang berhasil hidup yang berhasil
hidup biasanya mengalam kesembuhan biokimiawi atau histologik. Terapi
pilihan untuk hepatitis B fulminal adalah transplantasi hati (Andika, 2018).

Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh


jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan
mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Makan sel-sel
hati akan mengalami kerusakan yng menyebabkan fungsi hati mengalami
penurunan bahkan kehilangan fungsinya (Andika, 2018)

2.2.8 Penatalaksanaan
Menurut Elizabeth (2016 dalam Khotimah, 2022) penatalaksanaan
hepatitis terdiri dari:
1) Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alkohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khusunya HCV
2) Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara
bertahap infeksi kronis. Suntikan interferon alfa (IFN-α), suatu sitokin
panen telah dipakai untuk mengobati HBV dan HCV. Suntikan biasanya
diberikan 3 kali seminggu selama minimal 3 bulan. Keefektifan IFN-α
untuk kedua infeksi tersebut bervariasi. Interferon umumnya dikontrain
dikasihkan bago penderita penyakit hati yang berada pada stadium lanjut

18
3) Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Analog
nuklrotida seperti lamivudine dan rivabirin, biasanya ditoleransi dengan
baik sehingga sering dijadikan obat pilihan utama bagi pasien hepatitis
4) Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida adalah
pengobatan yang sangat berhasil untuk saat ini. Interferon termodifikasi
disebut interferon pegilase atau penginterferon mempunyai paruh waktu
lebih lama dibanding IFN-α dan tidak membutuhkan pengukuran dosis
berulang
5) Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gamma lobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini berfungsi sementara. Tersedia
vaksin HAV yang dibuat dari virus hepatitis inaktif

2.2.9 Upaya Pencegahan


Menurut Laiya (2022) upaya pencegahan hepatitis B adalah Profilaksis
hepatitis B umum mencakup tes skrining donor darah dengan tes diagnostik
sensitif, serta sterilisasi perangkat yang cukup akurat. Jarum sekali pakai
dibuang dilokasi tertentu yang tidak memungkinkan jarum masuk. Selalu
gunakan sarung tangan sebagai tindakan pencegahan bagi pekerja medis.
Penyuluhan diberikan agar pengguna narkoba tidak menggunakan jarum suntik
dengan bergantian serta perilaku seksual aman. Hindari kontak mikrolesi,
hindari penggunaanperalatan yang bisa menularkan HBV, serta tangani luka
yang terbuka dengan hati-hati. Skrining ibu hamil dalam trimester ketiga
maupun pertama, terkhususnya ibu yang memiliki resiko tinggi terkena infeksi
HBV. Wanita hamil yang memiliki HBV (+) dirawat secara holistik. Bayi
diinokulasi terhadap HBV baik secara aktif maupun pasif segera setelah lahir.
Vaksinasi HBV bias pasif atau aktif. Imunoglobulin hepatitis B (HbIg)
digunakan untuk vaksinasi pasif, dan dapat memberikan perlindungan segera
guna jangka panjang waktu pendek tiga hingga enam bulan. HBIg diberikan
kepada individu pada waktu empat puluh delapan jam sesudah pajanan HBV.

Menurut Winarso (2020) pencegahan hepatitis dapat menurunkan risiko


terjadinya hepatitis dengan melakkan beberapa langkah berikut:

19
1) Cuci tangan secara teratur dengan air dan sabun, terutama setelah
beraktivitas di luar ruangan dan sebelum makan
2) Lakukan hubungan seks yang aman, misalnya menggunakan kondom tidak
gonta ganti pasangan
3) Hindari berbagi penggunaan barang-barang pribadei, seperti sikat gigi atau
handuk, termasuk juga peralatan makan
4) Jaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi, berolahraga
secara teratur, dan beristirahat yang cukup
5) Jangan mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
6) Hindari mengkonsumsi makanan yang belum dimasak hingga matang dan
air minum yang tidak dijamin kebersihannya atau belum direbus hingga
mendidih
7) Lakukan vaksinasi hepatitis

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Hepatitis


2.3.1 Pengkajian

Pengkajian hepatitis B terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada pengkajian anamnesis didapatkan
kondisi bervariasi dan (Subklinis hepatitis, hhepatitis ikterik), fase subakut
fase kronis (asimtomatik hepatitis kronis, sirosis dan hepatoma). Pengkajian
anamnesis fase akut (masa inkubasi1-6 bulan) didapatkan keluhan ikterus,
tetapi justru pada bagian besar klien tidak mengeluh adanya ikterus, tetapi
justru pada bagian besar klien tidak mengeluh adanya ikterus (klien dengan
heptitis anikterik memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
pengembangan hepatitis kronis). Pada kondisi ikterus klien, klien
mengalami keluhan sebagai berikut: anoreksia mual, muntah, demam, nyeri
otot, cepat lelah, perubahan kemampuan sensasi bau, dan nyeri abdomen
kanan atas (periode prodromal).
Dengan berlanjutnya proses penyakit, pengkajian riwayat penyakit
sekarang lainnya didaptkan keluhan nyeri kepala, gangguan pola tidur, dan
bisa didapatkan adanya perubahan kesadaran secara progresif sebagai
respon dari hepatik ensefalopati, seperti kesadaran samnolen samapai koma

20
(periode ini disebut dengan fase sub akut). Klien pada fase kronis keluhan
yang paling umum adalah cepat lelah dalam melakukan aktifitas.
Pada kondisi sirosis hepatis, keluhan yang dilaporkan adalah perut
membesar (asites), edema ekstremitas, dan adanya riwayat pendarahan
(hematemesis dan menelan)
Pengkajian riwayat dahulu disesuaikan dengan predisposisi secara
hematogen dan seksual. Pengkajian riwayat penyakit dan pembedahan
sebelumnya perlu dilakuakn khhususnya bila pernah mendapat tranfusi
darah. Riwayat keluarga, khususnya pada ibu yang pernah menderita
penyakit hepatitis.

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


1) Inspeksi
Ikterus merupakan tanda khas, terutama pada sklera. Tanda fotofobia, batuk,
dan nyeri nyeri abdomen. Urine gelap warna kecoklatan, seperti cola atau
teh kental. Pada fase kronis, pasien terlihat kelelahan (fatigue) dan
terkadang didapatkan ikterus yang ringan. Pada kondisi sirosis hepatis akan
didapatkan asites, edema perifer, serta didapatkan pendarahan dari muntah
(hematemesis) dan menelan
2) Auskultasi : Biasanya bising usus normal
3) Palpasi : Nyeri ketuk pada kuadran kanan atas
4) Palpasi : Hepatosplenomegali beriringan dengan gejala ikterus. Nyeri
palpasi kuadran kanan atas mungkin ada
Pengkajian pemeriksaan laboratorium, didapatkan sesuai dengan
perkembangan penyakit, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Fase Akut
a) Peningkatan kadar alanineaminotransferase (ALT), asparat
aminotransferase (AST) diberbagai 1000-2000 IU/Ml adalah ciri
penyakit ini, tingkat serum glutamic pyruvic Transaminase (SGPT)
biasanya lebih tinggi dari serum glutamik Oxaloacetic Transaminase
(SGOT)

21
b) Jadar alkali fosfatase bisa meningkat, tetapi biasanya tidak lebih dari 3
kali batas atas normal
c) Kadar albumin menurun dan serum kadar zat besi dapat meningkat
d) Pada periode preikterik didapat leokopenia (granulocytopenia) dan
lymphocytosis adalah kelainan hematologik paling umum, disertai
dengan kenaikan dari tingkat sedimentasi.
e) Didapatkan anemia, kondisi ini dihubungkan dengan masa hidup sel
darah merah yang pendek
f) Klien dengan heptitis parah mengalamai perpanjangan waktu
prothrombin
g) Beberapa penanda viru dapat diidentifikasi dalam serum dan hati.
Hepatitis B surface Antigen (HbsAg) dan Hepatitis B E antigen (HbeAg)
penanda infetivitas adalah pertama yang dapat diidentifikasi dalam
seruum, sirosis.
2) Hepatitis B kronis
Tingkat dari aminotransferase ALT DAN ast adalah normal dan penanda
infektivitas (HbeAg dan HBV DNA) mungkin negative. HbsAg, IgG
HbcAg dan HbeA g juga akan hadir dalam serum
3) Hepatitis B kronis aktif
a) Elevasi dari aminotransferase (hingga 5 kali atas batas normal) akan
ditemukan SGPT biasanya lebih tinggi dari SGOT
b) HbsAg, HbcAb dari jenis IgG atau IgM dalam aksus akan diidentifikasi
dalam serum

2.3.3 Diagnosa Keperawatan

1) Defisit Pengetahuan
2) Risiko Infeksi
3) Defisit Nutrisi
4) Nyeri akut
5) Intolerasi aktivitas

2.3.4 Perencanaan

22
Setelah pengumpuluan data klien,mengorganisasi data dan menetapkan
diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap
ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang
digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap
perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan menentukan
tindakan keperawatan. Berikut adalah perencanaan dari diagnosa diatas adalah:

Tabel 2 Perencanaan dari diagnosa

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1 Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
(D.0111) (L.12111) (I.12383)
2 Risiko Infeksi Kontrol Risiko Pencegahan Infeksi (I.
(D,0142) (L.14128) 14539)
Tingkat Infeksi
(L.14137)
3 Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
(D.0019) ((L.03030) (I.03119)

4 Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Terapi Relaksasi (I.09326)


(L.08066) Edukasi Manajemen Nyeri
Kontrol Nyeri (I.12391)
(L.08063)
5 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
(D.0056) (L.05047) (I.05178)
Terapi Aktivitas (I.05186)

2.3.5 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Teli, 2018). Implementasi merupakan inisiatif dari

23
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Teli, 2018).

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan kriteria yang telah


ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Teli, 2018).

24

Anda mungkin juga menyukai