Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN MASALAH NYERI SENDI

Oleh:
Nurul Hidayah Rahmawati, S. Kep
2001032028

Dosen Pembimbing :
Ns. Sri Wahyuni Adriani. M. Kep.Sp.Kep.Kom

DEPARTEMEN KEPERAWATAN KELUARGA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
A. KONSEP KELUARGA
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami, istri, dan anak, yang saling berinteraksi dan memiliki hubungan
yang erat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Interaksi yang baik antara
anak dan orang tua merupakan hal penting dalam masa perkembangan
anak. Interaksi yang baik ditentukan oleh kualitas pemahamaan dari anak
dan orang tua untuk mencapai kebutuhan keluarga (Wahyuni, 2020).

Menurut WHO (1969) dalam Harmoko (2012), keluarga adalah anggota


ruma tangga yang saling berhubungan melalui pertaliandarah,adopsi, atau
perkawinan. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Febrianti,
2019).

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, yang merupakan


entry point dalam upaya mencapai kesehatan masyarakat secara optimal.
Tercapainya kesehatan keluarga, akan mewujudkan tercapainya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian, kesehatan
keluarga merupakan kunci utama pembangunan kesehatan masyarakat.
Friedman (2003) mengatakan bahwa keluarga merupakan salah satu
aspek penting dalam keperawatan. Hal ini disebabkan karena keluarga
sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan di dalamnya.
Selain itu, keluargalah yang tetap berperan sebagai pengambil keputusan
dalam memelihara kesehatan para anggotanya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa keluargalah yang menjadi faktor penentu sehat-
sakitnya anggota keluarga, yang akan berdampak pada munculnya
berbagai masalah kesehatan anggota keluarga (Zulfitri, 2020).
2. Struktur dan Fungsi Keluarga
Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal.
Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan
pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung
keluarga (Muthia & Hasibuan, 2021).

Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,


kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung
diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan
menyelesaikan masalah. (Sudiharto, 2007).

Menurut Friedman (1999) dalam (Zulfitri, 2020), lima fungsi dasar


keluarga adalah sebagai berikut.
1. Fungsi afektif, adaah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan mendukung.
2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan
belajar berperan di lingkungan sosial.
3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.
5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
3. Tipe Keluarga
Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan orang
yang mengelompokkan menurut (Friedman, 1998) tipe keluarga ada tiga,
yaitu :
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau
keduanya.
b. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di
dalamnya seseorang di lahirkan.
c. Keluarga besar (exstended family) adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga yang lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek, nenek, paman, bibi) (Friedman, 1998).
4. Bentuk Keluarga
a. Sussman (1974) dan Maclin (1988)
1) Keluarga tradisional
b) Keluarga inti: keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak
c) Pasanganinti: keluarga yang terdiri dari suami dan istri saja
d) Keluarga dengan orang tua tunggal: satu orang yang
mengepalai keluarga sebagai konsekuensi perceraian
e) Bujangan yang tinggal sendirian
f) Keluarga besar tiga generasi
g) Pasangan usia pertengahan/pasangan lansia
h) Jaringan keluarga besar
2) Keluarga non tradisional
a) Keluarga dengan orang tua yang memiliki anak tanpa menikah
b) Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah
c) Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo)
d) Keluarga gay
e) Keluarga lesbi
3) Keluarga komuni: keluarga dengan lebih dari satu pasang
,omogami dengan ank-anak secara bersama-sama menggunakan
fasilitas, sumber-sumber dan memiliki pengalaman yang sama
b. Anderson carter
1) Keluarga inti (nuclear family), keluarga yang terdiri atas ayah,
ibu, dan anak
2) Keluarga besaar (ekstended family), keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, nenek, kakek, keponakan, sepupu,
paman, bibi dll.
3) Keluarga berantai (serial family), keluarga yang terdiri dar
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti
c. Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan
orang yang mengelompokan
1) Tradisional nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu, anak) tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh saksi-saksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu /keduanya dapat bekerja diluar rumah
2) Reconstituted nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan suatu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama
maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keluarganya dapat
bekerja diluar rumah
3) Niddle age/aging couple
Suami sebagai pencari uang, istri dirumah atau keduanya
bekerja dirumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/, perkawinan/, meniti karir
4) Dyadic nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak.
Keduanya atau salah satu bekerja diluar rumah
5) Single parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya,
dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah
6) Dual carrier
Suami istri / keduanya orang karir dan tanpa anak
7) Commuter married
Suami istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu tertentu.
8) Single adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri denga tidak adanya
keinginan untuk kawin
9) Three generation
Tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah
10) Institusional
Anak/orang dewasa tinggal dalam satu panti-panti
11) Communal
Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogamy
dengan anaknya dan bersama dalam penyediaan fasilitas
12) Group marriage
Satu perumahan terdiri dariorang tua dan keturunannya didalam
satu kesatuan keluarga dan tiap individu
13) Unmarried parent and child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki anaknya
diadopsi
14) Cohibing caiple
Dua orang atau satu pasangan yang tidak bersama tanpa kawin
15) Extended family
Nuclear family dan lain-lain family tinggal dalam sattu rumah
dan berorientasi pada satu kepala keluarga
5. Tahapan Perkembangan Keluarga
a. Pasangan pemula/pasangan baru menikah
Dua insane dewasa mengikat janji melalui pernikahan dengan landasan
cinta dan kasih sayang. Pasangan yang belum mempunyai anak. Tugas
keluarga:
1) Membina hubungan dan kepuasan bersama
2) Menetapkan tujuan bersama
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok
sosial
4) Beradaptasi dengan keluarga besar dari masing-masing pihak
5) Merencanakan anak – KB
6) Prenatal care: pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orang
tua
7) Memperjelas peran masing-masing pasangan
b. Keluarga dengan menunggu kelahiran anak (melanjutkan keturunan)
Anak pertama umur kurang 30 bulan dan mempunyai anggota baru.
Tugas keluarga:
1) Mempersiapkan biaya persalinan
2) Mempersiapkan mental calon ortu
3) Mempersiapkan berbagai kebutuhan anak
c. Keluarga dengan mempunyai bayi
Anak pertama umur kurang 30 bulan dan mempunyai anggota baru.
Tugas keluarga:
1) Memberikan ASI sebagai kebutuhan dasar bayi (minimal 6 bulan)
2) Memberikan kasih sayang
3) Mulai mensosialisasikan dengan lingkungan besar masing masing
pasangan
4) Pasangan kembali melakukan adaptasi krn kehadiran anggota
keluarga termasuk siklus hubungan sex
5) Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangan
d. Keluarga dengan anak pra sekolah
Usia anak pertama (30 bulan-6 tahun). Tugas keluarga:
1) Menanamkan nilai-nilai dan norma kehidupan
2) Mulai menanamkan keyakinan beragama
3) Mengenalkan kultur keluarga
4) Memenuhi kebutuhan bermain anak
5) Membantu anak dalam bersosisalisai dengan lingkungan sekitar,
menanamkan tanggung jawab dalam lingkungan kecil
6) Memperhatikan dan memberikan stimulus bagi tumbang anak
prasekolah
7) Menyesuaikan pada kebutuhan dan minta anak prasekolah
8) Perhatikan tumbang, kebutuhan fisik, belajar, berfikir dan kontak
social yang dibutuhkan anak
9) Merencanakan kelahiran berikut. Anak bertambah, peningkatan
tanggung jawab
e. Keluarga dengan anak usia sekolah
Usia anak 6 tahun s/d 13 tahun. Tugas keluarga:
1) Memenuhi kebutuhan sekolah anak baik alat-alat sekolah maupun
biaya sekolah
2) Membiasakan belajar teratur
3) Memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolahnya
4) Memberikan pengertian pada anak bahwa pendidikan sangat pentig
untuk masa depan anak
5) Membantu anak dalam bersosialisai lebih luas dengan lingkungan
sekitarnya
6) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
7) Menyediakan aktifitas untuk anak
8) Menyesuaikan pada aktifitas komuniti dengan mengikutsertakan
anak
f. Keluarga dan anak remaja
Keluarga anak 13 tahun s/d 20 tahun. Keluarga dengan anak remaja
berada dalam posisi dilematis, mengingat anak sudah mulai menurun
perhatiannya terhadap orang tua dibandingkan dengan teman
sebanyanya. Seringkali ditemukan perbedaan pendapat antara ortu dan
anak remaja, apabila hal ini tidak diselesaikan akan berdampak pada
hubungan selanjutnya. Tugas keluarga:
1) Memberikan perhatian lebih pada anak remaja
2) Bersama-sama mendiskusikan tentang rencana sekolah ataupun
kegiatan diluar sekolah
3) Pengembangan terhadap remaja, sertakan remaja dalam
bertanggung jawab
4) Memelihara komunikasi terbuka
g. Keluarga dengan anak dewasa
Remaja yang kan beranak dewasa harus sudah siap meninggalkan
kedua orangtuanya untuk memulai hadapi baru, bekerja dan
berkeluarga, anak pertama meninggalkan rumah. Tugas keluarga:
1) Mempertahankan keintiman pasangan
2) Membantu anak untuk mandiri
3) Mempertahankan anak untuk mandiri
4) Mempertahankan komunikasi
5) Memperluas hubungan keluarga antara ortu dengan menantu
6) Manta kembali peran dan fungsi keluarga setelah ditinggalkan anak
7) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima
kepergian anaknya
8) Menata fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
9) Berperan suami istri, kakek dan nenek
10) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi
anak2nya
11) Keluarga dengan usia pertengahan/ berdua kembali
Tugas bagi keluarga setelah ditinggal pergi anak-anaknya untuk memulai
kehidupan baru. Tugas keluarga:
a. Menjaga keintiman pasangan
b. Merencanakan kegiatan yang akan dating
c. Tetap menjaga komunikasi dengan anak2 dan cucu
d. Memperhatikan kesehatn masing-masing pasangan
e. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan
f. Memulihkan hubungan antara generasi muda tua
g. Memelihara hubungan atau kontak dengan anak dan keluarga
h. Persiapan masa tua / pensiun
i. Keluarga lanjut usia keakraban
Masa tua biasa dihinggapi perasaan kesepian, tidak berdaya. Pada masa tua
pasangan saling mengingatkan akan adanya kehidupan yang kekal setelah
kehidupan ini. Tugas keluarga:
a. Saling memberikan perhatian yang menyenangkan antar pasangan
b. Memperhatikan kesehatan masing-masing pasangan
c. Merncanakan kegiatan untuk mengisi aktu tua seperti dengan
berolahraga, berkebun, mengasuh cucu
d. Penyesuaian terhadap masa pensiun, cara hidup
e. Menerima kematian pasangan, kawin dan mempersiapkan kematian.
6. Tugas Kesehatan keluarga
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan : kemampuan keluarga dalam
mengetahui penyebab, tanda gejala, komplikasi, serta pencegahan
suatu masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat : kemampuan
keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi suatu masalah
kesehatan
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit : kemampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan upaya-
upaya apa saja yang di lakukan untuk merawat anggota keluarga
yang sakit
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat :
kemampuan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit
dengan cara merubah atu memodifikasi tempat tinggal
Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat : kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan misalnya puskesmas di lingkungan tempat tinggalnya (
Friedman,1998 dalam Murwani,2007).
7. Alasan keluarga menjadi fokus asuhan keperawatan
a. Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cedera,
perpisahan) yang mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga, dan
dalam hal tertentu, sering kali akan mempengaruhi anggota keluarga
yang lain dan unit ini secara keseluruhan.

Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan


bersifat mandiri, dimana masalah-masalah seorang individu
“menyusup” dan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan
seluruh sistem. Jika seorang perawat hanya menilai seorang individu ,
bukan keluarga, ia akan kehilangan bagian yang dibutuhkan untuk
memperoleh suatu pengkajian holistik.

Salah satu prinsip terapi keluarga penting adalah bahwa gejala-gejala


dari seorang pasien yang telah teridentifikasi (anggota keluarga dengan
masalahmasalah perilaku umum dan penyakit psikosomatis) adalah
indeks tingkat adaptasi keluarga , atau dalam kasus ini disebut
maladaptasi.
b. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status
kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangat penting bagi
setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu,
mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. mengkaji dan
memberikan perawatan kesehatan merupakan hal penting dalam
membantu setiap anggota keluarga untuk mencapai suatu keadaan
sehat hingga tingkat optimum.
c. Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada
peningkatan, perawatan diri (self-care) , pendidikan kesehatan , dan
konseling keluarga, serta upaya-upaya yang berarti dapat mengurangi
resiko yang diciptakan oleh pola hidup dan bahya dari lingkungan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat derajat kesehatan keluarga secara
menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat
kesehatan dari setiap anggota keluarga.
d. Upaya menemukan kasus merupakan satu alasan bagus lainnya untuk
memberikan perawatan kesehatan. Adanya masalah-masalah kesehatan
pada salah seorang anggota keluarga dapat menyebabkan
ditemukannya faktor-faktor resiko pada anggota lain. Ini sering
menjadi masalah ketika mengunjungi keluarga yang memiliki
masalah-masalah kesehatan yang kronis atau penyakit-penyakit yang
dapat menular. Perawat keluarga bekerja lewat keluarga supaya dapat
menyentuh seluruh anggota keluarga.
e. Seseorang dapat mnecapai suatu pemahaman yang lebih jelas terhadap
individu-individu dan berfungsinya mereka bila individu tersebut
dipandang dalam konteks keluarga mereka.
f. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi
individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai.
g. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi
individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai
dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.
8. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
Proses asuhan keperawatan keluarga adalah suatu proses pemecahan
masalah yang sistemastis yang digunakan saat melakukan asuhan
keparewatan keluarga. Proses asuhan keperawatan keluarga merupakan
proses yang komplek yang menggunakan pendekatan sistematik untuk
bekerja sama dengan keluarga dan individu dan anggota keluarga.
Tahapan proses asuhan keperawatan keluarga adalah sebagai berikut
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga
menurut (Friedman, 1998) antara lain
a. Identitas Data
Nama keluarga, alamat dan no telepon, komposisi keluarga, tipe
bentuk keluarga, latar belakang kebudayaan, identifikasi religi,
status kelas keluarga, dan aktifitas-aktifitas rekreasi atau aktifitas
waktu luang.
b. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini .
2) Jangkauan pencapaian tahap perkembangan : sejauh mana
keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan yang sesuai
dengan tahap perkembangan saat ini.
3) Riwayat keluarga inti : riwayat keluarga mulai lahir hingga saat
ini termasuk riwayat perkembangan dan kejadiankejadian dan
pengalaman-pengalaman kesehatan yang unik atau yang
berkaitan dengan kesehatan.
4) Riwayat keluarga asal dari kedua orang tua : seperti apa
kehidupan keluarga asalnya, hubungan masa silam dan saat
orang tua dari kedua orang tua.
c. Data Lingkungan
1) Karakteristik rumah : Rumah yang kurang nyaman, serta
sanitasi yang kurang hygienis dapat mempengaruhi kebersihan
makanan dan minuman, Status rumah yang dihuni keluarga
apakah rumah sendiri atau menyewa dapat mempengaruhi
keperdulian keluarga dalam menjaga kebersihan.
2) Karakteristik lingkungan, sekitar rumah dan lingkungan yang
lebih luas (tetangga dan masyarakat yang lebih luas : Tempat
tinggal yang sempit, padat, sanitasi yang tidak terjaga,
lingkungan dengan keluarga ekonomi menengah ke bawah).
3) Mobilitas geografis keluarga : sudah berapa lama keluarga
tinggal didaerah ini, bagaimana riwayat mobilitas geografis
dari keluarga ini, darimana keluarga tersebut pindah atau
bermigrasi?
4) Asosiasi dan transaksi keluarga dengan komunitas : siapa
didalam keluarga yang menggunakan pelayanan apa atau
ketahui pada lembaga mana, berapa kali atau sejauh mana
mereka menggunakan pelayanan dan fasilitas?
5) Sistem pendukung atau jaringan sosial keluarga : siapa
menolong keluarga pada saat keluarga membutuhkan bantuan,
dukungan konseling aktifitas-aktifitas keluarga (menjaga anak,
transportasi, dll).
d. Struktur Keluarga
1) Pola-pola komunikasi : bagaimana komunokasi fungsional
digunakan secara terus menerus?
2) Struktur kekuasaan : siapa yang membuat keputusan dan siapa
yang memutuskan?
3) Struktur peran :bagaimana setiap anggota keluarga melakukan
setiap peran secara kompeten?
4) Nilai-nilai keluarga : penggunaan metode “perbandingan” dan
“membedakan” memberikan kesan (dengan nilai-nilai dari
kebudayaan).
e. Fungsi-fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif : bagai mana kebutuhan-kebutuhan yang di akui
dari anggota keluarga penuhi oleh keluarga?
2) Fungsi sosialisasi: Seberapa adaptif praktik membesarkan anak
untuk sebuah bentuk keluarga dan situasi tertentu?
3) Fungsi perawatan kesehatan : Status kesehatan keluarga dan
kerentanan terhadap sakit yang dirasa atau diketahui (bagaimana
keluarga mengkaji status kesehatan saat ini, masalah-masalah
kesehatan apa yang saat ini di identifikasi keluarga, terhadap
masalah-masalah kesehatan yang serius yang mana anggota
keluarga merasa mereka mudah terpengaruh rentan, apa
persepsi-persepsi dari keluarga tentang berapa banyak kontrol
yang mereka lakukan terhadap kesehatan mereka dengan
melakukan tindakantindakan kesehatan yang tepat.
f. Koping keluarga : bagaimana keluarga bereaksi terhadap situasi
yang penuh dengan stress (strategi-strategi apa yang dibuat)
(Friedman,1998).
g. Perumusan masalah
Perumusan masalah dilakukan dengan menggunakan data yang
diperoleh dari pengkajian keluarga. Struktur diagnosis keperawatan
Keluraga terdiri dari maslah (problem), penyebab (etiologi) dan atau
tanda atau gejala. Diagnosis keperwatan keluarga merupakan
respons keluarga terhadap masalah kesehatan yang dialami, baik
actual, risiko ataupun potensial, yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan secara mandiri maupun kolektif yang terdiri dari
maslah, etiologi, serta tanda dan gejala(PES) (Muthia & Hasibuan,
2021)
h. Penetapan prioritas masalah
Prioritas masalah adalah penentuan prioritas urutan masalah dalam
merencanakan penyelesaian maslah keperawatan melalui
perhitungan skor. Skala ini memiliki empat kriteria
1) Kritera pertama : sifat masalah dengan skala actual (skor 3),
risiko (skor 2), dan wellness (skore 1) dengan bobot 1,
pembenaran sesuai dengan masalah yang sudah terjadi, akan
terjadi atau kearah pencapaian tingkat fungsi yang lebih tinggi.
2) Kriteria kedua : Kemungkinan masalah dapat di ubah dengan
skala mudah (skor 2), sebagian (skor 1), dan tidak dapat (skor 0)
dengan bobot 2. Pembenaran di tunjang dengan data
pengetahuan (pengetahuan klien/keluarga, teknologi, dan
tindakan untuk menangani masalah yang ada), sumberdaya
keluarga (dalam bentuk fisik, keuangan, dan tenaga) sumber
daya perawat (pengetahuan, ketrampilan, dan waktu), dan
sumber daya masyarakat (dalam bentuk fasilitas, organisasi
dalam masyrakat dan sokongan masyarakat).
3) Kriteria ketiga : Potensial masalah untuk di cegah dengan skala
skor tinggi (skor 3) cukup (skor 2), dan rendah (skor 1) dengan
bobot 1. Pembenaran di tunjang dengan data dari masalah yang
berhubungan dengan penyakit atau masalah. Lamanya maslah
(waktu masalah itu ada), tindakan yang sedang
dijalankan(tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah),
dan adanya kelompok yang sangat peka menambah potensi
untuk mencegah masalah.
4) Kriteria keempat : Menonjolnya masalah dengan skala segera
(skor 2), tidak perlu segera (skor 1), dan tidak dirasakan (skor 0)
dengan bobot 1. Pembenaran di tunjang dengan data persepsi
kelurga dalam melihat masalah yang ada,
Untuk lebih jelasnya skala dalam prioritas dapat dilihat dalam
tabel 2.2
No Kriteria Skor Bobot Pembenaran
1 Sifat masalah
Skala: Aktual 3
Risiko 2 1
Potensial/Wellness 1
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah
Skala: Mudah 2 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk
dicegah 3
Skala:Tinggi 2 1
Cukup 1
Rendah
4 Menonjolnya masalah
Skala: Segera 2
Tidak perlu segera 1 1
Tidak dirasakan 0

i. Skala untuk menentukan prioritas askep keluarga Setelah kita


mampu menentukan skor dari tiap criteria kemudian kita lakukan
perhitungan menggunakan rumus berikut untuk menetapkan nilai
masalah. skor dibagi angka tertinggi di kali bobot, jumlahkan skor
nya. skor tertinggi merupakan prioritas diagnosis yang akan kita
tanggulangi lebih dahulu (Ester, 2007) dalam (Muthia & Hasibuan,
2021).
Skor X Bobot = Nilai masalah
Skala tertinggi
2. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan keluarga dapat diarahkan pada sasaran
individu atau keluarga. Komponen diagnose keperawatan meliputi
masalah (Problem), Penyebab (etiologi), dan atau tanda (sign)
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan disusun dengan menyusun prioritas menetapka tujuan,
identifikasi, sumber daya keluarga dan menyeleksi intervensi
keperawatan (Muthia & Hasibuan, 2021)
4. Implementasi keperawatan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan dengan mobilisasi
sumber-sumber daya yang ada dikeluarga, masyarakat, pemerintah
(Murwani, 2008) dalam (Muthia & Hasibuan, 2021).
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi, perawat melakukan penilaian terhadap kegiatan
yang sudah dilaksanakan (Muthia & Hasibuan, 2021).

B. TEORI NYERI SENDI


1. Definisi Nyeri
Nyeri sendi merupakan suatu peradangan yang terjadi pada sendi yang
ditandai dengan terjadinya pembengkakan sendi, warna kemerahan,
panas, nyeri, dan terjadinya gangguan gerak. Penyakit pada persendian
yang dialami lansia sering diakibatkan oleh degenerasi atau kerusakan
yang terjadi pada permukaan sendi tulang (Ischak et al., 2021)

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun pontensial
(Herselowati & Arlym, 2019). Sendi adalah adalah tempat dimana dua
tulang atau lebih membentuk persendian. Sendi memungkinkan
fleksibilitas dan gerakan rangka serta memfasilitasi pelekatan di antara
tulang (Hannan, Suprayitno, & Yuliyana, 2019)

Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan


pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih
dari satu sendi yang terserang. Nyeri sendi merupakan pengalaman
subjektif yang dapat memengaruhi kualitas hidup lansia termasuk
gangguan aktivitas fungsional lansia.
2. Fisiologi Nyeri
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor menginduksi serabut saraf perifer
aferen yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A- delta memiliki
myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas
melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C
tidak memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls
yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus- menerus. Ketika serabut C
dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka
akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri,
seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang
rusak. Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf
aferen sampai berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.
Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan
sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer ke
saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan dengan
cepat ke pusat thalamus (Idris, Keperawatan, 2017).
4. Pathway
5. Tipe dan Karakteristik Nyeri
Menurut Ningsih & Lukman (2009) dalam (Idris et al., 2017) , nyeri
terbagi menjadi beberapa tipe yaitu:
a. Teori Biologi Nyeri berdasarkan durasi
Tabel 1. Tipe nyeri berdasarkan durasi
No Nyeri Akut Nyeri Kronis
Peristiwa baru, tiba-tiba, durasi Pengalaman nyeri yang
singkat menetap/kontinu selama lebih
1)
dari enam bulan
Berkaitan dengan penyakit Intensitas nyeri sukar
akut, seperti operasi, prosedur diturunkan
2)
pengobatan, trauma
Sifat nyeri jelas dan besar Sifatnya kurang jelas dan
kemungkinan untuk hilang kecil kemungkinan untuk
3)
sembuh dan hilang
Timbul akibat stimulus Rasa nyeri biasanya
langsung terhadap rangsang meningkat
4)
noksius, misalnya mekanik dan
Inflamasi
Umumnya bersifat sementara, Dikategorikan sebagai :
yaitu sampai dengan a) Nyeri kronis maligna
5)
penyembuhan b) Nyeri kronis non-
maligna
Area nyeri dapat identifikasi, Area nyeri tidak mudak
6)
rasa nyeri ceoat berkurang diidentifikasi

b. Berdasarkan Intensitas
Nyeri digolongkan nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk mengukur
intensitas nyeri yang dirasakan seseorang, dapat digunakan alat bantu
yaitu dengan skala nyeri (Rodrigo-Claverol et al., 2019).
c. Berdasarkan transmisi
1) Nyeri menjalar
Nyeri yang terjadi pada bidang yang luas.
2) Nyeri rujukan (Reffered Pain)
Nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.
d. Berdasarkan sumber atau asal nyeri
Tabel 2. Tipe nyeri berdasarkan sumber
Jenis Nyeri
Somatis
Karakteristik Viseral
Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, Tajam, Tajam,
menusuk, tumpul, dan tumpul,
dan terus nyeri tonus,
membakar menerus dan kejang
Lokalisasi baik jelek Jelek
Menjalar Tidak Tidak Ya

4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Sendi


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada lansia. Kebanyakan lansia hanya menganggap
nyeri yang dirasakan sebagai proses menua. Perbedaan
perkembangan antara kelompok usia lansia dan anak-anak dapat
mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap nyeri
(Herselowati & Arlym, 2019).
b. Makna nyeri
Faktor lingkungan membawa perubahan terhadap proses menua.
Lingkungan dapat mempercepat proses menua. Faktor fisi Makna
seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan
menilai nyeri dari sudut pandang masing-masing (Idris et al., 2017)
c. Beban Sendi Yang Berlebihan dan Berulang-ulang
Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi yang normal dilakukan
melalui penggunaan sendi yang teratur dalam aktivitas sehari- hari.
Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi yang
normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada
sendi (Gede et al., 2017).
d. Keletihan
Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping lansia (Gede et al., 2017).

e. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak berarti bahwa individu tersebut akan lebih
mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang. Nyeri yang
dirasakan terdahulu hanya sebagai gambaran pada nyeri yang
dirasakan saat ini (Gede et al., 2017).
f. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan
nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun
nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan (Gede et al., 2017).
g. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sebelumnya dapat mempengaruhi nyeri sendi
yang dirasakan. Pasien degenerasi sendi yang berat dapat
merasakan nyeri yang minimal dan ruang gerak yang luas, dan
sebaliknya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membedakan
riwayat klinis dan riwayat penyakit (Gede et al., 2017).
h. Pengukuran Skala Nyeri
Intensitas Nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa
parah nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat
sujektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas
sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
i. Menurut (Rodrigo-Claverol et al., 2019)pengukuran nyeri dapat
dilakukan dengan alat ukur yaitu :
1) Pasien dapat berkomunikasi
a) Numerical Rating Scale (NRS)
Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur
dengan mengobjektifkan pendapat subjektif nyeri. Skala
numerik dari 0 hinga 10, nol (0) merupakan keadaan tanpa
nyeri atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10) suatu nyeri
yang sangat hebat

b) Visual Descriptif Scale (VDS)


Skala berupa garis lurus, tanpa angka. Bisa
mengekspresikan nyeri, arah kiri menuju tidak sakit, arah
kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira kira nyeri
yang sedang.

c) Visual Analogue Scale (VAS)


Skala berupa garis lurus yang panjangnya biasanya 10cm
dengan penggambaran verbal pada masing-masing
ujungnya seperti angka 0(tanpa nyeri) sampai angka
10(nyeriterberat). Nilai VAS 0-3 = nyeri ringan, 4-6= nyeri
sedang, dan 7-10=nyeri berat.

2) Pasien tidak dapat berkomunikasi


a) Face Pain Rating Scale
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda,
menampilkan wajah bahagia hingga sedih, digunakan untuk
mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini biasa dipergunakan
mulai anak usia 3 tahun (Rodrigo-Claverol et al., 2019).
b) Behavioral Pain Scale (BPS)
BPS merupakan skala yang terdiri dari tiga indikator yaitu
ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas atas dan toleransi
terhadap ventilasi mekanik (Rodrigo-Claverol et al., 2019).

Tabel 3. Behavioral Pain Scale (BPS)

Indikator Karakteristik Nilai


Ekspresi Tenang 1
wajah Tegang sebagian(dahi mengernyit) 2
Tegang seluruhnya ( kelopak mata
3
menutup)
Meringis/ menyeringai 4
Ekstremitas Tenang 1
atas Menekuk sebaian daerah siku 2
Menekuk seluruhnya dengan dahi
3
Mengepal
Menekuk total terus menerus 4
Toleransi Dapat mengikuti pola ventilasi 1
terhadap Batuk, tetapi masih bisa mengikuti
2
ventilasi pola ventilasi
mekanik Melawan pola ventilasi 3
Pola ventilasi tidak dapat diikuti 4

6. Penatalaksanaan Nyeri Sendi


Menurut Martono& Kris (2009) dalam penatalaksanaan rasa nyeri,
diagnosis spesifik untuk menentukan tipe nyeri sangat membantu
pemilihan analgesik atau terapi lain. Penatalaksanaan nyeri dapat melalui
farmakologis dan terapi non-farmakologis
a. FarmakologisManajemen farmakologi yang dilakukan adalah
pemberian analgesik atau obat penghilang rasa sakit (Blacks & Hawks,
2009). Obat-obat yang dapat diberikan adalah :
1) Analgesik OpioidAnalgesik opioid terdiri dari turunan opium,
seperti morfin dan kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi
rasa euphoria lebih besar dengan mengikat reseptor opiat dan
mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab di dalam tubuh)
penekan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam
perasaan dan sikap serta perasaan sejahtera membuat individu
lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et al.,
2010).
2) Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid
antiinflamation drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non
steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti
inflamasi, analgesik, dan antipiretik, sementara asetaminofen
hanya memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini
meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat
cedera dan menurunkan tingkat mediator inflamasi serta
mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera (Kozier, et
al., 2010).
3) Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk
penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan
kadang kala nyeri akut, selain kerja utamanya (Kozier, et al.,
2020).
b. Terapi Non-Farmakologis
1) Intervensi fisik
Intervensi fisik bertujuan menyediakan kenyamanan, mengubah
respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang berhubungan
dengan imobilitas akibat rasa nyeri atau keterbatasan aktivitas
(Kozier, et al., 2010).
2) Aplikasi panas dan dingin
Aplikasi panas dan dingin dapat dilakukan dengan mandi air
hangat, bantalan panas, kantong es, pijat es, kompres panas atau
dingin dan mandi rendam hangat atau dingin. Aplikasi ini secara
umum meredakan nyeri dan meningkatkan penyembuhan
jaringan yang luka (Kozier, et al., 2010). Terapi panas
meningkatkan aliran darah, meningkatkan metabolisme jaringan,
menurunkan vasomotor tone, dan meningkatkan viskoelastisitas
koneksi jaringan, menjadikannya efektif untuk mengatasi
kekakuan sendi dan nyeri.
Kompres hangat memiliki beberapa pengaruh meliputi
melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah
di dalam jaringan tersebut, pada otot panas memiliki efek
menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah putih secara
total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi
pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah
serta peningkatan tekanan kapiler
3) Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
TENS adalah sebuah metode pemberian stimulasi elektrik
bervoltase rendah secara langsung ke area nyeri yang telah
teridentifikasi, ke titik akupresur, di sepanjang kolumna spinalis.
Stimulasi kutaneus dari unit TENS diperkirakan mengkativasi
serabut saraf berdiameter besar yang mengatur impuls nosiseptif
di sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat sehingga menghasilkan
penurunan nyeri

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN


DENGAN MASALAH NYERI SENDI
1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seseorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang
dibinanya. Cara pengumpulan data tentang keluarga dapat di lakukan
antara lain: riwayat dan tahap perkembangan keluarga, data lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga penyebab masalah keluarga dan koping
yang di lakukan keluarga, harapan keluarga dan pemeriksaan fisik.

Perawat memberikan perawatan kepada klien dan keluarga di dalam


komunitas mereka dan tempat pelayanan kesehatan. Untuk memastikan
lingkungan yang aman, perawat perlu memahami hal-hal yang
memberikan kontribusi keamanan rumah, komunitas, atau lingkungan
pelayanan kesehatan, dan kemudian mengkaji berbagai ancaman
terhadap keamanan klien dan lingkungan. Pengkajian yang dilakukan
pada klien antara lain pengkajian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap lingkungan, termasuk rumah klien dan tempat
pelayanan kesehatan, mencakup inspeksi pada fasilitas tersebut.
a. Data Subjective
Pengkajian difokuskan pada masalah riwayat kesehatan klien yang
terkait dengan keluhan nyeri seperti: pernah cek laborat asam urat
atau kontrol dokter pernahkah, klien jatuh, mengalami patah tulang,
pembatasan aktivitas, dan sebagainya. Perlu digali juga tentang
perubahan lingkungan, support sistem, tahap tumbuh kembang.
Perawat perlu mengidentifikasi adanya faktor risiko untuk keamanan
klien mencakup: kondisi dewasa, fisiologi, kognitif, pengobatan,
lingkungan, dan kondisi anak-anak.
1) Dewasa seperti, laborat dengan renal fungsi tes yang tidak
normal, riwayat penyakit persendian, usia yang lebih tua pada
wanita, penggunaan alat bantu (alat bantu jalan, tongkat),
prosthesis anggota badan bagian bawah, umur lebih 65 tahun,
dan hidup sendiri.
2) Fisiologi seperti: kehadiran penyakit akut, pola makan yang
kurang bagus, arthritis, riwayat pengobatan asam urat, kesulitan
mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan dan neuropati.
3) Kognitive, seperti: penurunan status mental (kebingungan,
delirium, dimensia, kerusakan orientasi orang, tempat dan
waktu)
4) Pengobatan, seperti arthritis, penghambat ACE.
5) Lingkungan, seperti: Faktor lingkungan rumah yang kurang
aman dan membahayakan juga memperbesar peningkatan resiko
untuk jatuh pada penderita penyakit nyeri sendi, misalnya
penggunaan keset yang licin, lantai yang licin, pencahayaan
yang kurang memadahi, tangga rumah yang terlalu curam, tidak
menggunakan alas kaki, tempat tidur yang terlalu tinggi, tidak
menggunakan alat bantu mobilitas yang tepat, tidak ada
pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang tepat, seperti
kamar mandi (Baral & Sapkota, 2018).

Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Ketidak efektifannya dan


keluarga dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada.
Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang
penting dan sangat diperlukan agar lansia mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana
transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke
pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk
(Baral & Sapkota, 2018).
b. Data Objective
Data objective dapat diperoleh perawat dengan melakukan
pemeriksaan fisik terkait dengan sistem: neurologis, cardiovaskuler
dan pernafasan, integritas kulit dan mobilitas. Pengkajian juga
mencakup prosedur test diagnostik.
1) Sistem Neurologis
Meliputi status mental, tingkat kesadaran, fungsi sensori, sistem
reflek, sistem koordinasi, test pendengaran, penglihatan dan
pembauan, sensivitas terhadap lingkungan
2) Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi
Meliputi toleransi terhadap aktivitas, nyeri dada, kesulitan
bernafas saat aktivitas dan frekuensi nafas, tekanan darah dan
denyut nadi
3) Integritas kulit
Meliputi inspeksi terhadap keutuhan kulit klien, kaji adanya
luka, scar, lesi dan kaji tingkat perawatan diri kulit klien
4) Mobilitas
Meliputi inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan
tulang klien, kaji range of motion klien dan kaji kekuatan otot
klienkaji tingakt ADLs klien.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa umum sering muncul pada kasus nyeri sendi Menurut SDKI
(2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada lansia dengan nyeri
sendi adalah :
a. Nyeri kronis
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Kondisi muskolokeletal kronis
b) Kerusakan sistem saraf
c) Penekanan saraf
d) Infiltrasi tumor
e) Ketidakseimbanga neurotransmitter, neuromodular,dan
reseptor
f) Gangguan imunitas
g) Gangguan fungsi metabolik
h) Riwayat posisi kerja statis
i) Peningkatan indeks massa tubuh
j) Kondisi pasca trauma
k) Tekanan emosional
l) Riwayat penganiayaan
m) Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit (Asam Urat).
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)
b) Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : merasa takut mengalami cedera berulang Objektif :
b) Bersikap protektif
c) Waspada
d) Pola tidur berubah
e) Anoreksia
f) Focus menyempit
g) Berfokus pada diri sendiri
b. Gangguan mobilitas fisik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekakuan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskulokeletal
l) Gangguan neuromuskular
m) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi
v) Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah
kesehatan keluarga.
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif, seperti : Kekuatan otot menurun, rentang gerak
menurun
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif :nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak
b) Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah
3. Intervensi keperawatan
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek
yaitu: Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan
memodifikasi lingkungan agar lebih aman.

Adapun tujuan dan intervensi dari diagnosa keperawatan pada lansia


dengan nyeri sendi sesuai dengan urutan prioritas adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Perencanaan Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Setelah a. (TENS, hypnosis, terapi
berhubungan dilakukan musik, terapi pijat,
dengan tindakan kompres hangat/ dingin).
ketidak keperawatan 1) Kontrol lingkungan
mampuan selama 2x dalam yang memperberat rasa
keluarga Tn.M 1 minggu nyeri
dalam diharapkan nyeri 2) Pertimbangkan jenis
merawat menurun dengan dan sumber nyeri
anggota kriteria hasil : dalam pemilihan
keluarga yang 1) Kemampuan strategi meredakan
sakit (Asam menuntaskan nyeri
Urat). aktivitas 3) Berikan posisi nyaman
meningkat 4) Berikan kompres
2) Keluhan nyeri dingin atau hangat
menurun 5) Ciptakan lingkungan
3) Pola nafas yang nyaman
membaik 6) Dukung keluarga
4) Frekuensi terlibat dalam terapi
nadi membaik 7) Diskusikan mengenai
5) Tekanan pilihan terapi
darah b. Edukasi
membaik 1) Jelaskan
6) Pola tidur strategi
membaik meredakan
7) Mampu nyeri
menggunakan 2) Ajarkan teknik
teknik non- non- farmakologis
farmakologis untuk mengurangi
(SLKI, rasa nyeri
L.08066) c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
d. Observasi
1) Identifikasi
lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon
nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
5) Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
Perawatan Kenyamanan
Observasi
1) Identifikasi gejala yang
tidak menyenangkan
(misal nyeri)
Terapeutik
1) Berikan posisi nyaman
2) Berikan kompres
dingin atau hangat
3) Ciptakan
lingkungan yang
nyaman
4) Dukung keluarga
terlibat dalam terapi
5) Diskusikan
mengenai pilihan
terapi
Edukasi
1) Jelaskan
mengenai pilihan
terapi
2) Ajarkan teknik
relaksasi kepada
klien dan keluarga
4) Berikan posisi nyaman
5) Berikan kompres
dingin atau hangat
6) Ciptakan
lingkungan yang
nyaman
6) Dukung keluarga
terlibat dalam terapi
7) Diskusikan
mengenai pilihan
terapi

2. Gangguan Setelah Dukungan mobilisasi


mobilitas fisik dilakukan (I.05173)
berhubungan tindakan a. Observasi
dengan keperawatan 1) Identifikasi adanya
Ketidakmamp selama 3x2 nyeri
uan keluarga pertemuan pagi 2) Monitor frekuensi
dalam dan sore dalam jantung dan tekanan
mengenal satu hari darah sebelum
masalah diharapkan memulai mobilisasi
kesehatan mobilitas fisik b. Terapeutik
keluarga. meningkat 1) Fasilitasi
dengan kriteria melakukan
hasil : pergerakan
1) Pergerakan 2) Libatkan
ekstremitas keluarga untuk
meningkat membantu
2) Nyeri menurun pasien dalam
3) Kekakuan meningkatkan
sendi pergerakan
menurun c. Edukasi
4) Kemudahan 1) Jelaskan tujuan
dalam dan prosedur
melakukan mobilisasi
aktivitas 2) Anjurkan mobilisasi
sehari-hari sederhana yang
meningkat harus dilakukan
5) Kecepatan d. Manajemen nyeri
berjalan (I.08238)
meningkat Terapeutik
6) Toleransi 1) Berikan teknik non-
menaiki farmakologis untuk
tangga mengurangi nyeri
meningkat 2) Kontrol lingkungan
7) Tekanan darah yang memperberat rasa
membaik nyeri
3) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan strategi
meredakan
nyeri
2) Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Observasi
1) Identifikasi lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon
nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
5) Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
1. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter
&Perry, 2013). Tahap ini perawat akan mengimplementasikan intervensi
yang telah direncanakan. Implementasi dari rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosa yang tepat diharapkan dapat mencapai
tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan
meningkatkan status kesehatan klien.

Penerapan implementasi yang dilakukan perawat harus berdasarkan


intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan terkait
intervensi tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa intervensi
yang diberikan aman dan efektif bagi lansia.

2. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini
penting dilakukan untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien (Potter & Perry, 2010). Evaluasi merupakan proses
kontinu yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Proses
evaluasi menentukan keefektivitasan asuhan keperawatan yang diberikan.
Pada klien lansia perawat harus kritis dan cermat dalam menilai dan
mengevaluasi respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Hal ini
dikarenakan pada lansia terjadi proses penuaan yang mengakibatkan
adanya perubahan biologis yang mempengaruhi fungsi organ dan
fungsional lansia .
DAFTAR PUSTAKA

Baral, R., & Sapkota, P. (2018). Health Seeking Behaviour Among Elderly People
of Bharatpur Municipality of Chitwan, Nepal. Journal of College of Medical
Sciences-Nepal, 14(3), 150–153. https://doi.org/10.3126/jcmsn.v14i3.21178

Febrianti, R. (2019). GOUT ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA.

Gede, I., Waskita, B. S., Luh Putu, N., Yanti, E., Menik, K., & Krisnawati, S.
(2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Upaya Penanganan Nyeri
Sendi Pada Lansia. Jurnal Ners Widya Husada, 4(2), 65–70. Retrieved from
http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/jners/article/view/317

Hannan, M., Suprayitno, E., & Yuliyana, H. (2019). Pengaruh Terapi Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia Di
Posyandu Lansia Puskesmas Pandian Sumenep. Wiraraja Medika, 9(1), 1–
10. https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.689

Herselowati, & Arlym, Li. T. (2019). Perbedaan Tingkat Pengetahuan, Perilaku


Kesehatan Dan Pemeriksaan Pada Masalah Kesehatan Lansia. Kesehatan
Dan Kebidanan, VIII(1).

Idris, D., Keperawatan, K. A.-J. P., & 2017, U. (2017). Terapi Relaksasi Genggam
Jari Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia. Jurnal.Stikesbaptis.Ac.Id,
23–32. Retrieved from
http://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/167

Muthia, A., & Hasibuan, B. (2021). Perencanaan keperawatan dalam keluarga.

Rodrigo-Claverol, M., Casanova-Gonzalvo, C., Malla-Clua, B., Rodrigo-Claverol,


E., Jové-Naval, J., & Ortega-Bravo, M. (2019). Animal-assisted intervention
improves pain perception in polymedicated geriatric patients with chronic
joint pain: A clinical trial. International Journal of Environmental Research
and Public Health, 16(16). https://doi.org/10.3390/ijerph16162843

Wahyuni, D. S. (2020). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tahap


Perkembangan Keluarga Lanjut Usia Pada Ny.S Yang Mengalami Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. SELL
Journal, 5(1), 55.

Baral, R., & Sapkota, P. (2018). Health Seeking Behaviour Among Elderly People
of Bharatpur Municipality of Chitwan, Nepal. Journal of College of Medical
Sciences-Nepal, 14(3), 150–153. https://doi.org/10.3126/jcmsn.v14i3.21178

Hannan, M., Suprayitno, E., & Yuliyana, H. (2019). Pengaruh Terapi Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia Di
Posyandu Lansia Puskesmas Pandian Sumenep. Wiraraja Medika, 9(1), 1–
10. https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.689
Herselowati, & Arlym, Li. T. (2019). Perbedaan Tingkat Pengetahuan, Perilaku
Kesehatan Dan Pemeriksaan Pada Masalah Kesehatan Lansia. Kesehatan
Dan Kebidanan, VIII(1).

Ischak, W., Rosianti, L., Manurung, S., Pont, A. V., Polyetchnic, M. H., City, M.,
… The, O. (2021). Effect Of The Use Of Warm Water Compresses On The
Decrease In Pain Intensity In The Elderly At Community. 18(4), 5256–5266.

Muthia, A., & Hasibuan, B. (2021). Perencanaan keperawatan dalam keluarga.

Rodrigo-Claverol, M., Casanova-Gonzalvo, C., Malla-Clua, B., Rodrigo-Claverol,


E., Jové-Naval, J., & Ortega-Bravo, M. (2019). Animal-assisted intervention
improves pain perception in polymedicated geriatric patients with chronic
joint pain: A clinical trial. International Journal of Environmental Research
and Public Health, 16(16). https://doi.org/10.3390/ijerph16162843

Baral, R., & Sapkota, P. (2018). Health Seeking Behaviour Among Elderly People
of Bharatpur Municipality of Chitwan, Nepal. Journal of College of Medical
Sciences-Nepal, 14(3), 150–153. https://doi.org/10.3126/jcmsn.v14i3.21178

Gede, I., Waskita, B. S., Luh Putu, N., Yanti, E., Menik, K., & Krisnawati, S.
(2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Upaya Penanganan Nyeri
Sendi Pada Lansia. Jurnal Ners Widya Husada, 4(2), 65–70. Retrieved from
http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/jners/article/view/317

Hannan, M., Suprayitno, E., & Yuliyana, H. (2019). Pengaruh Terapi Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia Di
Posyandu Lansia Puskesmas Pandian Sumenep. Wiraraja Medika, 9(1), 1–
10. https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.689

Herselowati, & Arlym, Li. T. (2019). Perbedaan Tingkat Pengetahuan, Perilaku


Kesehatan Dan Pemeriksaan Pada Masalah Kesehatan Lansia. Kesehatan
Dan Kebidanan, VIII(1).

Idris, D., Keperawatan, K. A.-J. P., & 2017, U. (2017). Terapi Relaksasi Genggam
Jari Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia. Jurnal.Stikesbaptis.Ac.Id,
23–32. Retrieved from
http://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/167

Ischak, W., Rosianti, L., Manurung, S., Pont, A. V., Polyetchnic, M. H., City, M.,
… The, O. (2021). Effect Of The Use Of Warm Water Compresses On The
Decrease In Pain Intensity In The Elderly At Community. 18(4), 5256–5266.

Muthia, A., & Hasibuan, B. (2021). Perencanaan keperawatan dalam keluarga.

Rodrigo-Claverol, M., Casanova-Gonzalvo, C., Malla-Clua, B., Rodrigo-Claverol,


E., Jové-Naval, J., & Ortega-Bravo, M. (2019). Animal-assisted intervention
improves pain perception in polymedicated geriatric patients with chronic
joint pain: A clinical trial. International Journal of Environmental Research
and Public Health, 16(16). https://doi.org/10.3390/ijerph16162843
Zulfitri, R. (2020). Efektifitas Asuhan Keperawatan Keluarga Terhadap Tingkat
Kemandirian Keluarga Mengatasi Masalah Kesehatan Di Keluarga (Agrina,
Reni Zulfitri). 81–89.

Anda mungkin juga menyukai