Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS IMPENDING EKLAMPSIA

RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

DISUSUN OLEH:

NAMA : Nita Ayu Sasmita

NIM : 04.10.2608
BAB 1

KONSEP TEORI

A. Definisi Penyakit
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma,  dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo,
2000: 49).
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia
memburuk menjadi kejang (helen varney;2007)
Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang
dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan
koma, (kamus istilah medis : 163,2001)
Eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada
wanita hamil dan nifas (Ilmu Kebidanan : 295, 2006)
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba tiba yang
dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan bukan
diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang
berarti halilintar.
Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul
dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Eklampsia dibedakan menjadi
eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan
eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan.
Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat
mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50%
saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu
postpartum. Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working
Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak
spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin
tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran kencing
Eklampsia didefinisikan sebagai peristiwa terjadinya kejang pada kehamilan ≥
20 minggu disertai atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi
maupun gangguan neurologi lainnya.
a. Kejang eklampsia hampir selalu didahuluioleh preeklampsia.
b. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi sering saat
kehamilan
mendekati aterm.
c. Eklampsia dapat terjadi pada antepartum, intrapartum, dan postpartum.
d. Eklampsia postpartum umumnya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan. Pada penderita preeklampsia dapat memberikan gejala atau tanda khas
sebelum terjadinya kejang disebut tanda prodromal. Preeklampsia yang disertai tanda
prodoma ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia. Suatu
kehamilan disebut normotensi apabila mempunyai tekanan darah sistolik <140 mmHg
dan tekanan darah diastolik <90 mmHg yang diukur dengan tensimeter air raksa yang
telah ditera dan diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat dalam posisi
duduk
B. Etiologi
Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih belum
diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan
patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga kini belum memuaskan
sehinggan Zweifel menyebut preeklampsia dan eklampsia sebagai “the disease of
theory”. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
1) Genetik
Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan dalam
patogenesis preeklampsia dan eklampsia. Telah dilaporkan adanya peningkatan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita preeklampsia preeklampsia dan eklampsia. Bukti yang mendukung
berperannya faktor genetik pada kejadian preeklampsia dan eklampsia adalah
peningkatan Human Leukocyte Antigene (HLA) pada penderita preeklampsia.
Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA DR4
dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan
DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan preeklampsia eklampsia
dan intra uterin growth restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut.
Peneliti lain menyatakan kemungkinan preeklampsia eklampsia berhubungan dengan
gen resesif tunggal.21 Meningkatnya prevalensi preeklampsia eklampsia pada anak
perempuan yang lahir dari ibu yang menderita preeklampsia eklampsia
mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia.
Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada preeklampsia eklampsia tetapi
manifestasinya pada penyakit ini secara jelas belum dapat diterangkan
2) Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan
myometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi
arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunika
media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan
material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses
tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14-16
minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut
akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga kedalaman miometrium.
Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan
jaringan muskulo-elastis serta perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari
proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti
kantong yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan. Pada preeklampsia, proses
plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya disebabkan oleh dua hal,
yaitu:
a) tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas
b) pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel
trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga
bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetapi mempunyai dinding
muskulo-elastis yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.
Penelitian tentang preeklampsia telah dilakukan sejak dulu,tetapi penyebab
preklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Berbagai mekanisme
untuk menjelaskan penyebabnya telah banyak diajukan,tetapi belum memuaskan,
oleh karena banyaknya teori yang ada mengenai etiologi dan patofisiologi maka
preeklampsia disebut “the disease of theories”.3,7 Diduga sebelumnya preeklampsia
merupakan “satu penyakit”, melainkan merupakan penyakit multifaktorial yang
meliputi faktor ibu, janin, dan plasenta.3 Faktor-faktor yang dianggap penting,
diantaranya yaitu :
1. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterus.
2. Toleransi imunologi yang maladaptif diantara jaringan maternal, paternal
(plasental), dan fetal.
3. Maladaptif maternal terhadap perubhan kardiovaskular atau inflamasi pada
kehamilan normal.
4. Faktor genetik, termasuk gen predisposisi warisan serta pengaruh epigenetik.

C. Tanda dan Gejalah

Menurut Williams, 2002 : 399, diagnosis preeklamsi ditegakan berdasarkan adanya dua
dari empat gejala, yaitu:
a. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
b. Edema, terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan
muka.
c. Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30
mmHg atau tekanan diastolic >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat
selama 30 menit.
d. Proteiunuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau
pemeriksaan menunjukan+1 atau 2; atau kadar protein ≥1g/l dalam urin yang
dikeluarkan dengan kateter, diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam
Disebut preeklamsi berat bila ditemukan gejala berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan diastolic ≥110 mmHg.
 Proteinuria +≥5 gram/24 jam
 Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
 Nyeri epigastrium dan icterus.
 Edema paru atau sianosis.
 Trombositipenia.
 Pertumbuhan janin terlambat.

D. Patofisiologi
Patofisiologi preeklamsia diduga melibatkan beberapa mekanisme yaitu invasi
tropoblas abnormal, faktor imunologis, disfungsi endotel, faktor nutrisi, dan faktor
genetik.
Invasi Tropoblas Abnormal
Implantasi normal ditandai dengan remodelling ekstensif arteriola spiralis di dalam
desidua basalis. Tropoblas endovaskuler menggantikan lapisan endotelial dan muskuler
arteriola spiralis, membuatnya lebih mudah mengalami distensi dan dilatasi, guna
memperbesar diameternya. Diameter yang besar ini menjamin aliran darah plasenta yang
adekuat. Pada beberapa kasus preeklampsia, terdapat invasi tropoblastik yang inkomplit.
Dengan ini, arteriola spiralis tidak kehilangan lapisan endotelial dan jaringan
muskuloelastiknya sehingga tetap kaku dan keras. Itu artinya diameter eksternal
pembuluh darah hanya separuh dari yang seharusnya pada plasenta normal.
Faktor Imunologis
Terdapat toleransi imun maternal terhadap plasenta dan antigen fetal yang menyebabkan
imunitas tranplantasi pada uterus yang rendah sehingga pertumbuhan jaringan fetal
semialogenik dapat bertahan dan tidak direspon berlebihan secara imunologis sebagai
benda asing. Pada preeklampsia diduga terjadi disregulasi toleransi maternal terhadap
antigen fetal dan plasenta yang mengandung komponen paternal. Maladaptasi ini ditandai
dengan defek pada hubungan antara sel natural killer (NK) uterin dengan human
leukocyte antigen fetal. Adanya defek ini menyebabkan disfungsi sel endotel akibat
reaksi imunologis dan diduga menyebabkan terjadinya preeklampsia. 
Disfungsi Endotelial
Disfungsi endotelial terjadi pada preeklampsia. Utamanya, hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan faktor proangiogenik dan antiangiogenik yang dihasilkan oleh
plasenta. Angiogenesis merupakan proses yang sangat penting untuk keberhasilan proses
plasentasi dan interaksi antara tropoblas dan endotelium. Faktor proangiogenik yang
dihasilkan oleh plasenta yakni vascular endothelial growth factor (VEGF) dan placental
growth factor (PIGF), sedangkan faktor antiangiogenik yang dihasilkan yakni
soluble fms-like tyrosine kinase I receptor (sFlt-1)⎯juga dikenal sebagai soluble VEGF
type I receptor⎯dan soluble endoglin (sEng).  Dari beberapa studi diketahui bahwa pada
preeklampsia, kadar faktor proangiogenik tersebut mengalami penurunan yang signifikan
sementara kadar faktor antiangiogenik mengalami peningkatan. Hal ini juga yang pada
akhirnya mengakibatkan restriksi pertumbuhan intrauterin (IUGR) pada janin yang
dikandung perempuan dengan preeklampsia. Selain, faktor proangiogenik dan
antiangiogenik, beberapa teori terkait penyebab disfungsi endotelial ini telah diajukan
tetapi belum bisa dibuktikan secara pasti. Salah satunya mengatakan bahwa disfungsi
endotelial dapat disebabkan leukosit yang teraktivasi secara ekstrem (berlebihan) di
dalam sirkulasi maternal. Secara singkat, sitokin seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α)
dan interleukin (IL) berkontribusi pada stres oksidatif yang terkait preeklampsia. Hal ini
ditandai dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal bebas yang menyebabkan
pembentukan peroksida lemak (lipid peroxides). Proses ini kemudian menghasilkan
radikal yang sangat toksik yang merusak sel endotelial, memodifikasi produksi nitrat
oksida (nitric oxide), dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Observasi adanya
efek stres oksidatif pada preeklampsia telah memicu munculnya penelitian tentang
manfaat antioksidan untuk mencegah preeklampsia. Namun sayangnya, sampai saat ini,
suplementasi diet dengan vitamin E dan C untuk mencegah preeklampsia belum berhasil
dibuktikan.
Faktor Nutrisi
Dari sebuah studi, didapatkan data bahwa insidens preeklampsia dua kali lebih besar pada
perempuan yang mengkonsumsi vitamin C kurang dari 85 mg per hari. Studi ini
kemudian diikuti oleh beberapa studi lain tentang suplementasi diet untuk pencegahan
preeklampsia. Namun, merujuk kepada satuan tugas ACOG 2013, pada beberapa
percobaan, suplementasi dengan vitamin antioksidan (C dan E) tidak menunjukan
manfaat.
Faktor Genetik
Preeklampsia adalah penyakit/gangguan multifaktorial dan poligenik. Dengan kata lain
preeklampsia melibatkan banyak gen dan tidak ada satu gen pun yang memiliki peran
dominan pada perjalanan penyakitnya. Lebih dari 100 gen maternal dan paternal telah
dipelajari untuk melihat hubungannya dengan preeklampsia, termasuk yang diketahui
berperan dalam penyakit vaskular, regulasi tekanan darah, diabetes, dan fungsi
imunologis. Namun, dari penelitian ini hanya didapatkan bahwa risiko preeklampsia
memiliki korelasi dengan riwayat keluarga. Ward dan Taylor (2014) melaporkan adanya
insidens preeklampsia 20-40% pada anak perempuan dari ibu dengan riwayat
preeklampsia dan 11-37% pada saudara perempuan dari perempuan dengan riwayat
preeklampsia. Insidens pada saudara kembar juga menunjukan korelasi yang kuat yakni
22-47%.
Perubahan Sistem Organ dan Organ pada Preeklampsia
Setelah preeklampsia bermanifes, akan terjadi perubahan pada sistem organ. Berikut
adalah beberapa perubahan sistem organ yang dapat terjadi pada preeklampsia:
a. Volume Plasma : Penurunan volume plasma 30-40% dibandingkan dengan volume
plasma pada kehamilan normal (hipovolemia)
b. Sistem Renal : Proteinuria, peningkatan serum kreatinin, peningkatan serum asam
urat, dapat timbul kondisi oliguria atau anuria
c. Sistem Kardiovaskular : Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan
penurunan cardiac preload akibat hypovolemia
d. Sistem Pulmonar : Dapat terjadi edema paru yang disebabkan gagal jantung kiri,
kerusakan endotelial pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis
e. Sistem Hematologi : Trombositopenia, hematokrit cenderung menurun karena kondisi
hipovolemia, viskositas darah meningkat, dapat terjadi hemolisis mikroangiopati
f. Sistem Hepatik : Dapat terjadi iskemia dan perdarahan pada sel hepar yang
menyebabkan peningkatan enzim hepar (transaminase)
Sistem Neurologi : Dapat terjadi iskemia, perdarahan intrakranial, edema retina, dan
kejang eklamptik

Peran monosit. Sumber: Openi, 2014.

Gambar: Pada kehamilan normal, faktor plasental akan mengaktivasi monosit dan
mempengaruhi sel endotelial. Hal ini akan menginduksi terjadinya peningkatan
maturasi dari monosit klasik menjadi non-klasik. Saat preeklampsia, terjadi
peningkatan produksi faktor plasental sehingga maturasi monosit semakin meningkat.
Peningkatan maturasi yang lebih lagi ini akan meningkatkan jumlah monosit non-
klasik. Monosit non-klasik menghasilkan sitokin yan akan mengaktivasi monosit dan
sel endotelial sehingga maturasi monosit semakin meningkat kembali. Siklus inilah
yang akan menyebabkan terjadinya preeklampsia. 

E. Komplikasi
a. Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia. Faktor
penyebab atau sumber terjadinya edema adalah :
1. pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat
kejang;
2. kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan
pemberian cairan intravena yang berlebihan.
b. Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau
segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia terjadi pada
perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita usia
tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma
arteri ataukelainan vasa otak (acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan
kesadaran yang terjadi setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang
adalah sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat
menyebabkan kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan
dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar
umumnya prognosis pada penderita adalah baik
c. Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama dengan
preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
1. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
2. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh kelainan
retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu minggu
d. Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini jarang
terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi
prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental
sebelumnya.
e. Sistem hematologi
Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan
pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC), sindroma HELLP.
f. Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens assam urat
menurun, gagal ginjal akut.
g. Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.
h. Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum. Abrutio plasenta
yang dapat menyebabkan DIC.
i. Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan
pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena sentral
menurun, tekanan paru menurun.
j. Perubahan Metabolisme umum
Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal

Komplikasi pada ibu

a. Solutio plasenta
b. Koagulopati
c. Ablatio retina
d. Gagal ginjal akut
e. Edema paru
f. Perdarahan postpartum dengan transfuse
g. Kerusakan hati
h. Hematoma
i. Penyakit kardiovaskuler
j. Defek neurologi

Komplikasi pada janin

a) Kelahiran premature
b) Berat lahir rendah
c) Diabetes melitus
d) Penyakit kardiovaskuler
e) Hipertensi
f) Kegagalan respirasi
g) Respiratory distress syndrome (RDS)
h) Transient tachypnea of the newborn (TTN)
i) Persistent pulmonary hypertension (PPHN)
D. Data Penunjang
Pada umumnya diagnosa pre eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejalah utama.
Uji diagnostic yang dilakukan pada pre eklamsi menurut Prawiroharjo, S, 1999 adalah :
 Uji diagnostik dasar diukur melalui :
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem,
pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi
 Uji Laboratorium Dasar
a) Evaluasi hematologic (hematocrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada
sediaan hapus darah tepi)
b) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartate amino transferase, dll)
c) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
 Uji untuk meramalkan hipertensi
a. Roll over test
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring ke kiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur
terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastole, tidur
miring dan terlentang, hasil pemeriksaan : ROT (+) jika perbedaan >15 mmHg,
ROT (-) jika perbedaan <15 mmHg.
b. Pemeriksaan infus angiotensin
c. Mean Arterial Pressure yaitu :
Tekanan Sistole + 2 Tekanan Diastole
3
Hasil (+) : >85
E. Penatalaksanaan Medis
b. Beri obat anti konvulsan
c. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker O2 dan tabung
O2) lindungi pasien dengan keadaan trauma Aspirasi mulut dan tenggorokan.
Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
beri oksigen 4-5 liter/menit.

Pemeriksaan laboratorium
 Darah rutin
 Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan diagnostik
 Ultrasonografi
 Elektrokardiograf

Penatalaksanaan preeklampsia ringan :


a) Tirah baring
b) Monitoring tekanan darah
c) Pemberian obat antihipertensi
d) Memeriksa kadar proteinuria rutin setiap hari dengan tes carik celup
e) Dua kali seminggu dilakukan pengukuran denyut jantung janin antepartum dan
pengukuran kadar protein urin dalam 24 jam
f) Pasien diperingatkan untuk mengenali tanda bahaya, seperti nyeri kepala, nyeri
epigastrium, atau gangguan visual.
g) Apabila terjadi peningkatan tekanan darah atau proteinuria periksa ke dokter dan
pertimbangangkan rawat inap.

Adapun tatalaksanapada preeklampsia berat mencakup pengelolaan medika mentosa dan


pengelolaan persalinan. 16,21Pengelolaan medikametosa terdiri atas :

 Segera masuk rumah sakit


 Tirah baring
 Infus larutan Ringer Laktat 60-125 cc/jam
 Pemberian obat anti kejang: MgSO4
o Dosis awal: 4 g MgSO4dilarutkan dalam cairan saline intravena selama 10-15
menit
o Dosis perawatan: 1-2 g/ jam iv, evaluasi tiap 4-6 jam

Syarat pemberian MgSO4:

 positif
 Tidak ada depresi pernafasan (frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit)
 Produksi urin . 100 ml/ 4 jam
 Tersedia kalsium glukonas
 Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada ;
o Edema paru
o Gagal jantung kongestif
o Edema anasarka
 Antihipertensi diberikan bila :
Tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg
 Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda gagaj jantung dan
dilakukan perawatan bersama bagian penyakit jantung
 Diet
Nutrisi yang disarankan antara lain cupkup protein, rendah karbohidrat, dan
rendah garam Pengelolaan persalinan ditinjau dari umur kehamilan dibagi menjadi
dua, yaitu perawatan aktif dan konservatif.16 Perawatan aktif dilakukan pada umur
kehamilan ≥ 37 minggu dengan tujuan mengakhiri kehamilan atas indikasi medis
yang terdiri atas insikasi ibu, janin, dan laboratorium. Indikasi ibu mencakup adanya
tanda dan gejala impending preeklampsia, gangguan fungsi hepar dengan hemolisis,
diduga solusio plasenta, timbul onset persalinan, ketuban pecah dini, dan perdarahan.
Indikasi janin meliputi pertumbuhan janin terhambat, adanya gawat janin, dan
oligohidrmanion. Indikasi laboratotium adalah adanya trombositopenia dan tanda
sindoma HELLP yang lain.
Perawatan konservatif dilakukan dengan indikasi umur kehamilan kurang dari
37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia dengan keadaan janin
baik.16 Selama rawat inap di rumah sakit dilakukan pemeriksaan berat badan,
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG untuk
menilai pertumbuhan dan profil biofisik janin. Penting dilakukan observasi mengenai
adanya tanda dan gejala impending eklampsia untuk segera mengakhiri kehamilan,
dan apabila dalam waktu 24 jam tidak ada perbaikan dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus kehamilan diakhiri. Penatalaksanaan eklampsia
apabila terjadi kejang adalah selalu mengingat kosep gawat darurat ABC (Airway,
Breathing, Circulation). Kemudian diberikan obat untuk memotong kejang, seperti
diazepam, fenitoin, dan klormetiazol.
Obat antikejang,yakni MgSO4 diberikan apabila syarat pemberiannya
terpenuhi.16 Oksigen 4-6 liter per menit diberikan untuk mengatasi hipoksemia dan
asidemia, juga dibutuhkan perawatan kejang untuk melindungi pasien dari
kemungkinan cedera serius.
Pencegahan risiko aspirasi pneumonia dapat dilakukan dengan membaringkan
pasien pada sisi kiri dan setelah kejang, dapat silakukan aspirasi mulut dan
tenggorokan jika perlu.
Perawatan pada penderika yang jatuh koma adalah mengusahakan agar jalan
nafas tetap terbuka, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi cairan lambung, perlu
diperhatikan pencegahan dekubitus, dan pemberikan nutrisi.16 Monitoring kesadalan
dan dalamnya koma memakai Glasglow Coma Scale. Tindakan perawatan pada
penderita yang mengalami kejang dan koma sangat penting dilakukan misalnya
meliputi perawatan penderita dalam kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur
pemberikan cairan infus dan monitoring produksi urin.16 Sikap terhadap pasien
eklampsia adalah dengan mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin dan persalinan hanya boleh dilakukan apabila keadaan pasien
sudah stabi
F. Pathway

Peredaran darah Dinding Rahim Berkurang (Ischaemia Rahim)

Plasenta atau Decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan


Spasme (Ischaemia Uteroplacenta)

Eklampsia

Penurunan Plasma dalam


Kejang Vasokontriksi Ginjal
Sirkulasi

Lidah Berbuih Peningkatan Renin


Peningkatan Hematokrit
Angiotensin dan
Aldesteron

Penurunan Perfusi ke Organ dank e


Ketidakefektifan Oedeme Utero Plasenta
Bersihan Jalan Nafas

Kelebihan Volume Gangguan Pertumbuhan Plasenta


Cairan
Resiko Tinggi Terjadinya Foetal
Resiko Cedera Pada Janin Distres

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :
a. Data Subyektif
 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, <20 tahun atau >34 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur.
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan: riwayat hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
eklampsi sebelumnya
 Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan maupun selingan
 Psiko social spiritual: emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif
 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
 Palpasi untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edema
 Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui
adanya fetal distress
 Perkusi : untuk mengetahui reflex patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks +)
 Pemeriksaan penunjang :
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi berbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
b) Laboratorium : protein urin dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrin
menurun, berat jenis urine meningkat, uric acid biasanya >7 mg/100 ml
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d) Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
e) USG : untuk mengetahui keadaan janin
f) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnose Keperawatan
 Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan kejang
 Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
 Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
plasenta
 Gangguan psikologi (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan.

C. Rencana Tindakan Keperawatan


a) Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan kejang
Tujuan :
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas
maksimal
Kreteria Hasil :
Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten
atau aspirasi dicegah

Intervensi :

 Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau
alat yang lain untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi
R/ menurun resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring
 Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas
 Tinggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
 Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia
 Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral
b) Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil :
 DJJ (+) : 12-12-12
 Hasil NST : Normal
 Hasil USG : Normal

Intervensi

1. Monitor DJJ sesuai indikasi


R/. peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hypoxia, premature dan
solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. penurunan fungsi plasentamungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga
timbul IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solusio plasenta (nyeri perut, pendarahan, Rahim
tegang, aktifitas janin turun).
R/. ibu dapat mengetahui tanda dan gejalah solusio plasenta dan tahu akibat
hypoxia bagi janin
4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan atau kesejahteraan janin
c) Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
plasenta
Tujuan :
Agar cedera tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Istirahatkan Ibu
R/. dengan mengistrahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan
peredaran darah ke plasenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk
janin dapat dipenuhi
2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/. dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cara dibagian kanan tidak
tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke plasenta menjadi
lancar
3. Pantau tekanan darah ibu
R/. untuk mengetahui keadaan aliaran darah ke plasenta seperti tekanan darah
tinggi, aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin
berkurang.
4. Memantau bunyi jantung ibu
R/. dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurunkan
menandakan suplai O2 ke plasenta berkurang sehingga dapat direncanakan
tindakan selanjutnya
5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/. dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load
jantung dengan vasodilatasin pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun.
Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke plasenta menjadi
adekuat.
d) Gangguan psikologi (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan.
Tujuan :
Setalah dilakukan tindakan perawatana kecemasaan ibu kurang atau hilang
Kriteria Hasil :
 Ibu tampak tenang
 Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
 Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasaan ibu


R/. tingkat kecemasan ringan dan sedang bias ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat di perlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme prpses persalinan
R/. pengetahuan terhadap proses prsalinan diharapkan dapat mengurangi
emosional ibu ytang maladaptif
3. Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. kecemasaan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimilikih ibu
efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang
secara lapang dada sehingga dapat membawah ketenangan hati.
Daftar Pustaka

 Carpenito,Lynda Juall, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi, Jakarta :


EGC
 Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim
penerbit PSIK UNPAD, Jakarta: EGC
 Mansjoer, Arif dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia
 Price, Silvia A, 2006. Patofisiologi, volume 2, Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai